• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karya ini kupersembahkan untuk Suamiku tercinta, Hari Hermawan Sutan Bandaro

TI NJAUAN PUSTAKA Jagung

Jagung adalah anggota famili Graminae, siklus hidup tanaman jagung adalah tanaman semusim, berpenampilan tegak, termasuk tumbuhan semak, menghasilkan biji pada tongkol. Klasifikasi jagung berdasarkan taksonomi adalah sebagai berikut (Rukmana, 1997) : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Poales

Famili : Graminae (Poaceae) Genus : Zea

Spesies : Zea mays

Para ahli botani dan pertanian mengidentifikasi bentuk asli tanaman jagung ke dalam tujuh jenis yaitu sebagai berikut. 1) jagung gigi kuda / dent corn (Zea mays identata ) 2) jagung mutiara / flint corn (Z.mays indurata) 3) jagung manis / sweet corn (Z.mays saccharata) 4) jagung berondong / pop corn (Z. mays everta) 5) jagung pod / pod corn (Z. mays tunicata) 6) jagung ketan / waxy corn (Z. mays ceratina) 7) jagung tepung / flour corn (Z. mays amylacea).

Produksi utama usaha tani tanaman jagung adalah biji. Biji jagung merupakan sumber karbohidrat yang potensial untuk bahan pangan ataupun nonpangan. Produksi sampingan berupa batang, daun, dan kelobot dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak ataupun pupuk kompos.

Kandungan kimia jagung terdiri atas air 13.5% , protein 10% , lemak 4% , karbohidrat 61 % gula 1.4% , pentosan 6% , serat kasar 2.3% , abu 1.4% dan zat lain-lain 0.4% . Komposisi kimia bagian-bagian biji jagung disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi Kimia Bagian-Bagian Jagung (% Bobot Kering)

No. Komponen Lapisan luar Lembaga Endosperm

1 Protein 6.2 21.0 11.0

2 Minyak 1.5 32.0 1.5

3 Karbohidrat (bebas N) 74.1 34.0 86.5

4 Serat kasar 17 2.9 0.0

5 Mineral 1.2 10.1 0.5

Sumber : Kent-Jones dan Amos (1967) dalam Rukmana (1997).

Jagung merupakan salah satu komoditas palawija utama di I ndonesia dengan luas panen 42-46% dari luas panen palawija. Sejak tahun 1990 total produksi jagung di I ndonesia meningkat sehingga memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan jagung dalam negeri. Tahun 1990 dan 1992 lebih 137 ton jagung diekspor ke pasar internasional. Permintaan jagung untuk pemenuhan kebutuhan makanan ternak meningkat hingga 11% di tahun 1995 (Sarono et al. 2001). Tongkol jagung dengan baris biji yang sempurna seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Jagung.

Varietas jagung yang ditanam di I ndonesia terdiri dari 23% jagung hibrid, 37% varietas baru open pollinated berdaya hasil tinggi (contoh Arjuna, Kalingga, Rama), 2.5 % varietas open pollinated berdaya hasil tinggi yang lama (contoh Genjah, Metro, Harapan Baru) dan varietas lokal 37% . Varietas hibrid yang masih digunakan di I ndonesia adalah C-1, C-2, Cargill-3, CPI -1, CPI -2, Pioneer-2 dan I PB. Perusahaan yang

menghasilkan varietas hibrid dan benih open pollinated yaitu PT. Pioneer Hibrida I ndonesia, PT. BI SI , PT. Sang Hyang Sri/ Cargill I ndonesia.

Jagung hibrid dibuat dengan cara mempersilangkan dua buah galur bersaudara (inbreed line) yang unggul. Oleh karena itu perlu dipilih populasi sumber galur, membuat galur dari sumber galur kemudian menguji daya gabung umum dan daya gabung khusus (combining abality) galur-galur tersebut (Welsh & Mogea, 1991). Jagung manis merupakan jagung biasa yang mengalami mutasi pada lokus Su yang terletak pada kromosom ke-4. Endosperm jagung manis mempunyai kadar gula tinggi dibandingkan kadar pati serta transparan dan keriput saat kering.

Penanganan pasca panen jagung dapat meningkatkan daya gunanya, sehingga lebih bermanfaat bagi kesejahteraan manusia. Hal ini dapat ditempuh dengan cara mempertahankan kesegaran atau mengawetkannya dalam bentuk asli maupun olahan sehingga dapat tersedia sepanjang waktu sampai ke tangan konsumen dalam kondisi yang dikehendaki konsumen. Persyaratan mutu jagung untuk perdagangan menurut SNI dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif. Persyaratan kualitatif meliputi : 1) Produk harus terbebas dari hama dan penyakit 2) Produk terbebas dari bau busuk maupun zat kimia lainnya (berupa asam) 3) Produk harus terbebas dari bahan dan sisa-sisa pupuk maupun pestisida 4) Memiliki suhu normal. Sedangkan persyaratan kuantitatif dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Persyaratan Mutu Jagung Untuk Perdagangan Persyaratan Mutu ( % maks)

No. Komponen Utama

I I I I I I I V

1. Kadar Air 14.0 14.0 15.0 17.0

2. Butir Rusak 2.0 4.0 6.0 8.0

3. Butir Warna Lain 1.0 3.0 7.0 10.0

4. Butir Pecah 1.0 4.0 3.0 5.0

5. Kotoran 1.0 1.0 2.0 2.0

Sumber : SNI dalam Kristanto (2006).

Sedangkan persyaratan mutu jagung sebagai bahan pakan harus memenuhi standar zat anti nutrisi/ racun pada batas tertentu sehingga tidak membahayakan ternak yang memakannya maupun manusia yang mengkonsumsi hasil ternak tersebut.

Berdasarkan SNI 01-4483-1998 jagung sebagai bahan pakan ternak dikelompokkan dalam satu tingkatan mutu. Persyaratan mutu jagung sebagai bahan baku pakan yang harus dipenuhi adalah seperti pada Tabel 3.

Tabel 3 Persyaratan Mutu Jagung Sebagai Bahan Pakan

Persyaratan mutu Nilai

Kadar air (maksimum) % 14.0

Kadar protein kasar (minimum) % 7.5

Kadar serat kasar (maksimum) % 3.0

Kadar abu (maksimum) % 2.0

Kadar lemak (minimum) % 3.0

Mikotoksin :

1). Aflatoksin (maksimum) ppb 2). Okratoksin (maksimum) ppb

50 5.0

Butir pecah (maksimum) % 5.0

Warna lain (maksimum) % 5.0

Benda asing (maksimum) % 2.0

Kerapatan (minimum) kg/ cm3 700

Sumber : SNI 01-4483-1998.

Kualitas biji jagung ditentukan oleh banyak faktor diantaranya adalah waktu pemanenan yang tepat dan layak. Banyak petani memanen jagung lebih cepat dari waktu yang seharusnya (kadar air tinggi) dengan berbagai alasan. Di Thailand, alasan petani memanen jagung lebih awal adalah karena hujan (> 25% petani), tidak tersedia tenaga kerja (> 15% petani), ketidak seragaman kadar air (8-50% petani). Panen pada kadar air tinggi dan penanganan pascapanen kurang baik mendorong tingginya susut. Susut dapat berupa susut kuantitas seperti dimakan hama (tikus, serangga dan burung) atau susut kualitas misalnya butir terserang cendawan dan terdapat aflatoksin sebagai akibat sampingan dari cendawan.

Teknologi Near I nfra Red

I nfrared merupakan gelombang elektromagnetik dengan kisaran panjang

gelombang lebih panjang dari spektrum cahaya tampak yaitu berkisar antara 700 – 3000 nm atau 0.7-3 µm (Mohsenin, 1984). Ahli spektroscopy membagi infrared

atas tiga bagian yaitu near, middle, dan far infrared. Untuk berbagai tujuan penelitian, kisaran panjang gelombang near infrared adalah 800 – 2500 nm (Ruiz, 2001). Hal yang

terpenting dari aplikasi near infrared (NI R) reflektan dan absorban elektromagnetik ini adalah untuk menganalisis komponen, deteksi kualitas dan pemasakan (Mohsenin, 1984), teknologi NI R juga sangat sederhana dan bersifat nondestruktif bila diaplikasikan dalam pengukuran bahan-bahan kimia komplek seperti bahan pakan ternak, persiapan pembuatan ramsum dan komposisi ramsum ternak (Dyer & Feng, 1997).

Murray dan Williams (1987) menerangkan bahwa radiasi elektromagnetik dapat diekspresikan dalam batasan-batasan seperti frekuensi (v), panjang gelombang (λ), jumlah gelombang (v ). Frekuensi dinyatakan dalam satuan seperdetik (sec-1) yang menunjukkan jumlah gelombang secara lengkap yang terjadi dalam satu unit waktu. Panjang gelombang adalah jarak dalam mikrometer atau nanometer antara titik yang ekivalen pada gelombang secara berturut-turut dan jumlah gelombang adalah banyaknya gelombang dalam tiap satu cm rentetan gelombang yang ditulis sebagai resiprokal sentimeter (cm-1). Ketiga parameter ini mempunyai hubungan sebagai berikut :

NJv = c (1)

v = 1/NJ (2)

Dimana v adalah frekuensi dalam siklus per detik (Hertz, HZ), λ adalah panjang gelombang (nanometer atau mikrometer) dan c adalah kecepatan cahaya 2.998X1010 cm/ sec. Keunggulan dari gelombang infra merah menurut Osborne et al. (1993) dalam analisa bahan makanan adalah merupakan gabungan antara tingkat ketepatan, kecepatan, dan kemudahan dalam melakukan percobaan (prosedur tidak rumit). Spektrum pantulan infra merah dekat dihasilkan karena ada korespondensi dengan frekuensi vibrasi dari molekul-molekul yang ada dalam bahan organik yang bersifat spesifik, sedangkan yang tidak berkoresponsensi tidak memantulkan infra merah.

Jordon, (1996) menyatakan bahwa NI R diaplikasikan untuk bahan-bahan organik yang kaya dengan ikatan O–H (seperti kadar air, karbohidrat, lemak), ikatan C–H (seperti bahan–bahan organik turunan minyak bumi) dan ikatan N–H (seperti protein dan asam amino). Cara kerja dari alat NI R adalah dengan menghubungkan (korelasi) secara

statistik sinyal NI R pada beberapa panjang gelombang tertentu dengan karakteristik atau kandungan bahan yang diukur.

Spektrum pantulan dan serapan infra merah dekat membawa banyak sekali informasi karena setiap molekul terdiri dari banyak ikatan-ikatan kimia. Keragaman spektrum pantulan itu merupakan hasil pengukuran parameter-parameter yang digambarkan dalam bentuk panjang gelombang, amplitudo, dengan tinggi dan puncak gelombang serta lebar gelombang yang beragam menjelaskan intensitasnya. Keragaman informasi ini menyulitkan dalam hal menginterpretasikan spektrum.

Untuk menganalisa spektrum pantulan inframerah dekat maka nilai hasil pengukuran laboratorium diperlukan untuk mengetahui hubungan antara spektrum pantulan dengan nilai referensi hasil pengukuran di laboratorium menggunakan metode matematika dengan cara mengkalibrasinya. Kesulitan dalam kalibrasi menurut Osborne et al. (1993) adalah masalah informasi alam yang kompleks dalam spektrum infra merah sehingga setiap puncak gelombang hampir selalu tumpang tindih (overlapping) dengan puncak-puncak yang lain.

Beberapa metode kalibrasi yang berbeda telah dikembangkan dalam membuat persamaan kalibrasi yang dapat mendeskripsikan informasi dari spektrum NI R. Budiastra et al. (1998) menggunakan metode stepwise multiple linear regression dalam membangun persamaan kalibrasi untuk menduga kadar gula bebas dan asam malat pada mangga dan apel. Lammertyn et al. (1998) menganalisis data NI R spectroscopy menggunakan multivariate kalibrasi seperti Principal Component analysis (PCA), Principal Component Regression (PCR) dan Partial Least Square Analysis (PLS) dalam memprediksi sifat-sifat fisik apel. Fontaine et al. (2002) mengaplikasikan algoritma Modified Partial Least-Square regression (MPLS) dalam membangun persamaan kalibrasi pada prediksi asam amino untuk meningkatkan keakuratan formulasi pakan ternak. Schmilovitch et al. (2000) membandingkan tiga metode kalibrasi (PCA, PLS dan MLR) dan menyimpulkan bahwa untuk parameter pariode penyimpanan, ketegaran (kekerasan), kandungan gula dan keasaman metode PLS terlihat menghasilkan kalibrasi yang terbaik.

Jaringan Saraf Tiruan

Jaringan saraf tiruan adalah suatu bentuk sederhana dari sistem saraf pusat pada saraf biologis. Jaringan saraf yang saling berhubungan ini memilki kemampuan untuk merespon setiap masukan yang diberikan dan dapat mempelajari (to learn), mengadaptasi (to adapt) setiap kondisi lingkungan (environment) yang diberikan (Paterson, 1995). Gambar sel saraf biologi dan bagian-bagiannya seperti pada Gambar 2.

Gambar 2 Sel saraf (neuron) dengan akson dan dendrit (www.praweda.co.id). Fungsi utama dari jaringan saraf biologi adalah menghasilkan output berdasarkan jumlah dari perkalian sinyal dari neuron lain dengan karakteristik fungsi pseudo-step. Fungsi kedua neuron adalah untuk mengubah laju transmisi pada sinapsis untuk optimasi jaringan secara keseluruhan. Model jaringan saraf tiruan menirukan perkalian input-input dan satu output, penggantian fungsi hubungan input-output dan pembobot sinapsis yang adaptif (Takagi, 1997). Model Jaringan Saraf Tiruan seperti pada Gambar 3.

1 x1 W0 w1 X2 W2 W3 xn

Gambar 3 Model Jaringan Saraf Tiruan (Takagi, 1997). Y

Seperti halnya manusia, jaringan saraf tiruan juga memiliki neuron atau biasa disebut noda (node) dan merupakan unit komputasi yang paling sederhana pada setiap lapisan JST. Jaringan Saraf Tiruan belajar dari pengalaman melalui pelatihan dengan memberikan contoh yang berulang-ulang ke dalam jaringan (memberikan pengalaman).

Cara kerja dari JST adalah dengan menjumlahkan seluruh masukan setelah diberi suatu pembobot dan memasukkan hasil penjumlahan ini dalam suatu fungsi aktivasi yang berfungsi untuk mengubah suatu nilai yang tidak terbatas menjadi nilai yang terbatas atau dikenal sebagai fungsi pemampat. Untuk mendapatkan kemampuan noda yang lebih tinggi maka dirangkaikan beberapa buah noda mengikuti konfigurasi seri-paralel membentuk JST. Noda-noda pada lapisan input tidak melakukan perhitungan tapi hanya mendistribusikan masukan.

Aturan belajar dalam JST adalah untuk mengubah-ubah faktor bobot yang terdapat dalam JST tersebut dan merupakan serangkaian algoritma yang dapat mengadaptasi/ mengubah-ubah faktor bobotnya sehingga diperoleh bobot yang diinginkan (sesuai target yang ditentukan). Kemampuan jaringan saraf tiruan terletak pada nilai-nilai bobot interkoneksinya. Untuk memperoleh nilai bobot yang benar jaringan saraf tiruan dilatih berdasarkan suatu prosedur yang disebut training set (pelatihan). Paterson (1995), mengklasifikasikan Jaringan Saraf Tiruan berdasarkan strategi pelatihan atas tiga kelas yaitu : 1). Pelatihan terawasi (setiap contoh diberi nilai input dan terget, nilai output hasil perhitungan selama proses pelatihan dibendingkan dengan nilai target untuk menentukan besarnya galat. 2) Pelatihan reinforcement (nilai target tidak diberikan, hanya diberikan indikasi apakah nilai output JST sudah benar atau salah dan tugas JST adalah memperbaiki kinerja jaringan. 3) Pelatihan tak terawasi (sampel hanya diberi nilai input tanpa nilai target, sistem harus menemukan dan beradaptasi terhadap perbedaan dan persamaan dalam nilai input yang diberikan.

Dalam penelitian ini digunakan metode pelatihan terawasi (supervised learning) dengan (Backpropagation). Algoritma penjalaran balik dapat diaplikasikan untuk jaringan saraf lapis jamak (multilayer network) yang menggunakan fungsi aktivasi yang berbeda

dan metode pelatihan terawasi. Kelebihan algoritma penjalaran balik ini dipilih karena dapat mempelajari contoh dan memproses data input non linier dan merupakan algoritma jaringan saraf tiruan yang paling umum digunakan. Terdapat tiga tahap pelatihan dalam backpropagation yaitu : 1) penghitungan ke depan dengan input data dari data training, 2) penghitungan dan penjalaran balik error dan 3) perbaikan pembobot.

Algoritma pelatihan penjalaran balik (backpropagation) dapat dijelaskan sebagai berikut (Paterson., 1995) :

1. I nisialisasi pembobot (W)

Pembobot dipilih secara acak dalam kisaran nilai yang kecil [ -n,n] kemudian setiap sinyal input diberikan kedalam noda input jaringan saraf untuk diproses dan dikirim ke noda didepannya.

2. Tentukan secara acak pasangan input dan target { xp,tp} dan hitung kearah depan nilai net input untuk masing-masing unit j dari lapis q. Sehingga

Oqj = f (∑iOiq- 1wqji (3)

I nput pada lapisan satu diberi indeks dengan superscript 0 sehingga

O0

j = xj (4)

Jika telah diperoleh nilai net input untuk masing-masing unit pada lapisan sebelumnya langkah selanjutnya adalah memasukkan nilai net input setiap noda input ke dalam fungsi aktivasi. Fungsi aktivasi yang digunakan adalah binari sigmoid sebagai berikut

f( x) =

)

exp(

1

1

x

+

(5) Gunakan nilai OQ

j computed oleh unit lapisan terakhir dan nilai target yang

berhubungan (tpj) untuk menghitung nilai delta

δQ

j = (OQj - tpj )f’ ( H Qj) (6)

3. Hitung delta dari masing-masing lapisan di depan dengan penjalaran balik error menggunakan persamaan

δq-1

j =

f’

(

H

q-1j) ∑iδqj

w

qji (7)

untuk semua j dari lapisan q = Q, Q-1, ..., 2.

4. Langkah selanjutnya adalah memperbarui semua pembobot menggunakan persamaan

W

newji =

w

oldji + ∆

w

qji (8)

Untuk tiap lapisan q, maka

∆wqji = ηδqi Oq-1j (9)

5. Kembali ke langkah 2 dan ulangi hingga mencapai total error pada tingkat yang dapat diterima.

Dalam aplikasi jaringan saraf tiruan jumlah iterasi pelatihan merupakan faktor penting yang mempengaruhi kekuatan model (model robustness). Overtraining dan undertraining dapat terjadi apabila iterasi training terlalu sedikit atau terlalu banyak. Hsieh et al. (2002) menyatakan bahwa jumlah iterasi yang kurang dari 40.000 menghasilkan akurasi yang lebih rendah sedangkan jumlah iterasi yang lebih dari 90.000 juga dapat menurunkan keakuratan.

Laju pelatihan (learning rate) dan momentum diperlukan dalam jaringan saraf tiruan untuk mencapai kondisi optimal. Kondisi yang diinginkan dari suatu sistem jaringan saraf tiruan adalah galat yang kecil hingga mencapai minimum global bukan minimum lokal. Paterson (1995) menyatakan bahwa koefisien laju pelatihan (η) dalam delta rule secara umum menentukan ukuran penyesuain pembobot yang dibuat pada tiap-tiap iterasi dan karena itu mempengaruhi laju konvergensi. Apabila pemilihan laju pelatihan terlalu besar maka untuk mencapai konvergensi akan lebih lambat daripada penurunan error langsung. Sebaliknya laju pelatihan terlalu kecil penurunan error akan maju sangat kecil sehingga butuh waktu yang lama untuk mencapai konvergensi.

Untuk memperbaiki laju konvergensi dapat juga dilakukan dengan cara menambahkan momentum. Penambahan momentum dapat membantu menghaluskan (smooth) penurunan error dengan mencegah perubahan ekstrim gradien karena anomali

lokal (Paterson, 1995). Burks et al. (2000) dan Hong et al. (2000) melaporkan bahwa nilai koefisien laju pelatihan dan momentum mempengaruhi akurasi backpropagation training. Kisaran nilai momentum yang digunakan adalah 0.8 – 0.95 sedangkan nilai laju pelatihan berkisar antara 0.001 – 0.200.

Principal Component Analysis ( Analisis Komponen Utama)

Principal Component Analysis (PCA) dan Principal Component Regression (PCR) serta Partial Least Square (PLS) adalah suatu analisis statistik dengan teknik kalibrasi multivariate untuk membangun suatu model prediksi. Siska dan Hurburgh (1996), menggunakan analisis PCA untuk mengidentifikasi variasi-variasi utama pada spektrum absorban sampel jagung. Prosedur PCA mengelompokkan data dengan satu set faktor yang tidak berkorelasi satu sama lain. Lammertyn et al. (1998) menggunakan analisis PCA sebelum melakukan kalibrasi yaitu untuk menganalisis variasi spektrum dan spektrum yang dihilangkan tidak sempurna.

Analisis PCA adalah suatu teknik reduksi data yang digunakan untuk mengekstrak beberapa peubah dari sejumlah besar peubah berguna untuk menghindari masalah overfitting (peubah baru itu disebut komponen utama) dan merupakan kombinasi linier pengukuran asli oleh karena itu memuat informasi dari seluruh spektrum (Osborne et al. 1993). Peubah-peubah baru diturunkan dalam arah menurun sehingga beberapa komponen pertama berisi sebanyak mungkin variasi data semula. Karena beberapa komponen pertama sudah berisi hampir seluruh variasi data asli, maka beberapa komponen utama pertama dapat digunakan untuk merepresentasikan data asli tanpa kehilangan informasi yang sangat berguna. Dasar dari analisis PCA ini adalah mendeskripsikan variasi sebuah set data dengan sebuah set data baru dimana peubah- peubah baru tidak berkorelasi satu sama lain. Gambar vektor dari analisis PCA seperti pada Gambar 4.

Gambar 4 Vektor Principal Component Analysis (www.optimaldesign.com).

Misalkan terdapat p data (sampel) yang ditulis dalam bentuk matrik X (sampel adalah baris p) x11 x12 ... x1n x21 x22 ... x2n X = . . . . . . . . xp1 xp2 ... xpn

dimana p adalah sampel ke-p dan n adalah parameter ke-n yang diukur. Analisis PCA bertujuan untuk mendapatkan sebuah vektor berdimensi m, dimana m < n. Sehingga ruang vektor berdimensi m mencakup hampir seluruh variasi data. Untuk mendapatkannya, ruang vektor berdimensi n diproyeksikan ke ruang vektor berdimensi m dengan memilih setiap arah variasi data maksimum tetapi setiap variasi tersebut saling tegak lurus/ ortogonal. Variasi-variasi inilah yang disebut komponen utama (Paterson, 1995).

Metode PCA menurut Paterson (1995) dapat disimpulkan menurut algoritma berikut :

1. Tentukan komponen utama pertama mendekati arah variasi maksimum

yi= Xwi (10)

Dengan catatan bahwa nilai ini harus dibatasi karena variasi dapat dibuat lebih besar dan semakin besar hanya dengan meningkatkan nilai wi. Hal ini dapat dilakukan

dengan mengambil semua vektor bobot menjadi unit panjang melalui persamaan

wT1w1 = ∑i wi12 (11)

dimana WT adalah vektor transpose w1

2. Maksimumkan jumlah kuadrat dengan persamaan berikut :

yTy1 = wTiXTXw1 (12)

Masalah maksimalisasi tipe ini dengan suatu persamaan yang terbatas dapat diselesaikan dengan mudah menggukan metode Lagrange. Suatu fungsi komposit baru L dibuat menggunakan kedua persamaan (10) dan (11) sebagai berikut :

L = wT

1XTXw1 – λ( wT1w1 – 1) (13)

Dimana λ adalah faktor pengali Lagrangian. Pada bagian kedua nilai w1 akan

menjadi nol sesuai dengan persamaan (11). Sehingga pada saat ini (w1 = 0),

L kembali ke bentuk asal (persamaan 12). Untuk menyelesaikan permasalahan maka dicari turunan parsial dari nilai maksimum L terhadap w1, hasil persamaan

dinolkan maka akan diperoleh :

δL / δw1= 2XTXw1 – 2 λ1w1 = 0 (14)

XTXw

1 = λ1w1 (15)

Dari persamaan (15) dan persamaan (12) dapat ditulis persamaan berikut :

Y1Ty1 = w1Tλ1w1 = λ1 wT1c w1 = λ1 (16)

Solusi y1 adalah komponen utama pertama dengan variasi λ1 maksimum, dengan

3. Untuk mendapatkan komponen utama kedua y2 , digunakan prosedur yang sama seperti pada y1. Tetapi y2 tegak lurus terhadap y1. Dengan demikian harus dimaksimumkan

Y2Ty2 = w2T XTXw2 (17)

Perlu diperhatikan dua batasan

w2Tw2 = 1 dan w1Tw2 = 0 (18)

Setelah itu dihitung batasan ortogonalitas yang baru sebagai berikut :

L

= w2T XTXw2 – λ2( w2Tw2 – 1) – Nj w1Tw2 (19)

Dimana λ2 dan Nj adalah faktor pengali Lagrangian. Seperti pada persamaan sebelumnya yaitu dengan mengambil turunan parsial terhadap w2, hasil persamaan

dijadikan 0 maka akan diperoleh :

Nj = 2 w1T XTXw2 = 2 * 0 = 0 dan XTXw2 = NJ2w2 (20)

sekarang NJ2 menjadi eigenvalue terbesar kedua dari XTX

4. Proses selanjutnya diperoleh sebanyak p eigenvalue NJ1, NJ2, ..., NJp dan terhubung

dengan matriks ortogonal W = [ w1 w2 ... wp] dimana sekarang p komponen

utama dari X berasal dari matriks Y = XC, dimana :

NJ1 0 ... 0

YTY = WT XTXW

= Λ= 0 NJ2 ... 0

. .

0 0 NJp

Merupakan matriks ortogonal. Karena Λ merupakan matriks diagonal dengan elemen 0 maka dapat dilihat bahwa komponen utama Y adalah tidak berkorelasi (saling tegak lurus) dan jumlah kuadrat adalah NJ1.

Dokumen terkait