• Tidak ada hasil yang ditemukan

Non Farmakoterapi a. Terapi Tingkah Laku

Dalam dokumen case insomnia.docx (Halaman 27-39)

Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku

27 ini umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk penderita insomnia.

Terapi tingkah laku meliputi

- Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik. - Teknik Relaksasi.

Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback, dan latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi kecemasan saat tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood.

- Terapi kognitif.

Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling tatap muka atau dalam grup.

- Kontrol stimulus

Terapi ini dimaksudakan untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk beraktivitas.

- Restriksi Tidur.

Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan di tempat tidur yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya.

b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia :

Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur

Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.

Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.

Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.

Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan pernapasan atau beribadah

Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan tidur pada malam hari.

28

Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti menghindari kebisingan

Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit setiap hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.

Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin

Menghindari makan besar sebelum tidur

Cek kesehatan secara rutin

Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik 2. Farmakologi

Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu benzodiazepine dan non-benzodiazepine.

a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam) b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital) Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :

- Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia” yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting)

Misalnya pada gangguan anxietaS

- Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk kembali ke proses tidur selanjutnya)

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan Tetrasiklik)

Misalnya pada gangguan depresi

- Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-Insomnia”, yaitu golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long acting).

29 Pengaturan Dosis

- Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi tidur.

- Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off (untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat)

- Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi

- Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut

Lama Pemberian

- Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih dari 2 minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih dari 2 minggu dapat menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang menetap sekitar 6 bulan lamanya.

- Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena “Psychological Dependence” (habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah gangguan tidur dapat ditanggulangi.

Efek Samping

Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur

Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik obat anti-insomnia (waktu paruh) :

- Waktu paruh singkat, seperti Triazolam (sekitar 4 jam)  gejala rebound lebih berat pada pagi harinya dan dapat sampai menjadi panik - Waktu paruh sedang, seperti Estazolam  gejala rebound lebih ringan - Waktu paruh panjang, seperti Nitrazepam  menimbulkan gejala

30 akumulasi dari sisa metabolit aktif. Jika ini terjadi pada pengendara kendaraan bermotor, resiko terjadinya kecelakaan meningkat lebih dari lima kali lipat. pada pagi harinya dan juga “intensifying daytime sleepiness”

Penggunaan lama obat anti-insomnia golongan benzodiazepine dapat terjadi “disinhibiting effect” yang menyebabkan “rage reaction”

Interaksi obat

- Obat anti-insomnia + CNS Depressants (alkohol dll) menimbulkan potensiasi efek supresi SSP yang dapat menyebabkan “oversedation and respiratory failure”

- Obat golongan benzodiazepine tidak menginduksi hepatic microsomal enzyme atau “produce protein binding displacement” sehingga jarang menimbulkan interaksi obat atau dengan kondisi medik tertentu.

- Overdosis jarang menimbulkan kematian, tetapi bila disertai alkohol atau “CNS Depressant” lain, resiko kematian akan meningkat.

Perhatian Khusus - Kontraindikasi :

o Sleep apneu syndrome o Congestive Heart Failure o Chronic Respiratory Disease

- Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko menimbulkan “teratogenic effect” (e.g.cleft-palate abnormalities) khususnya pada trimester pertama. Juga benzodiazepine dieksresikan melalui ASI, berefek pada bayi (penekanan fungsi SSP)

3.10 Komplikasi

Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur. Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.

31 Gambar 1. Komplikasi Insomnia

Komplikasi insomnia meliputi

Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.

Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan reaksi kecelakaan.

Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi

Kelebihan berat badan atau kegemukan

Daya tahan tubuh yang rendah

Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.

3.11 Prognosis

Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada gangguan lain spt depresi dll. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia

32 BAB 4 PEMBAHASAN a. DIAGNOSIS Fakta Teori Anamnesis

Pasien laki-laki, usia 31 tahun

 Gejala-gejala : sulit untuk memulai tidur,sering terbangun pada malam hari, gelisah, mudah marah , lesu, kurang berkonsentrasi.

 Keluhan dirasakan sejak 3 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Dahullu

 Riwayat trauma (-), kejang (-), DBD (+)

 Riwayat konsumsi alkohol (+) dan Napza (+)

 Riwayat merokok (+)

 Tidak pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa

Status Psikiatrikus

 Kesan umum rapi

 Kontak verbal (+) sulit, kontak visual (+)

 Kesadaran orientasi tempat, waktu dan orang tidak ada gangguan, Atensi (+)

 Emosi stabil, afek normal

 Proses berfikir, intelegensia cukup

 Kemauan mandiri

 Psikomotor normal

Insomnia adalah keluhan dalam hal kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi individu. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup. Penyebab dari insomnia itu sendiri terdiri dari berbagai penyebab seperti kelainan emosional, kelainan fisik, dan pemakaian obat-obatan.

Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda maupun usia lanjut; dan seringkali timbul bersamaan dengan gangguan emosional, seperti kecemasan, kegelisahan, depresi, atau ketakutan. Kadang seseorang sulit tidur hanya karena badan dan otaknya tidak lelah.

Tanda dan gejala insomnia adalah:

Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari

Sering terbangun pada malam hari

Bangun tidur terlalu awal

Kelelahan atau mengantuk pada siang hari

Iritabilitas, depresi atau kecemasan

Konsentrasi dan perhatian berkurang

Peningkatan kesalahan dan kecelakaan

33

Gejala gastrointestinal

Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ • Hal tersebut di bawah ini

diperlukan untuk membuat diagnosis pasti:

a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur yang buruk

b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan c. Adanya preokupasi dengan

tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari d. Ketidakpuasan terhadap

kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan

• Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.

• Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”) tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2)

34 Berdasarkan anamnesa yang diperoleh secara autoanamnesa maupun alloanamnesa yang dialami pasien mencakup sebagian besar dari gejala gangguan tidur insomnia. Untuk mendiagnosa insomnia, dilakukan penilaian terhadap : pola tidur penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik. Gejala utama dari insomnia adalah Penderita mengalami kesulitan untuk tertidur atau sering terjaga di malam hari dan sepanjang hari merasakan kelelahan.

Insomnia cenderung bertambah kronis jika terjadi stres psikologi (contohnya : perceraian, kehilangan pekerjaan) dan juga penggunaan mekanisme pertahanan yang keliru. Gangguan tidur seringkali timbul sebagai eksaserbasi yang dapat memberi petunjuk apakah berkaitan dengan peristiwa hidup tertentu atau mungkin disebabkan oleh etiologi lainnya. Demikian pula riwayat pola tidur maupun siklus harian (rest/activity cycle) sangat bermanfaat dalam menentukan suatu diagnosis. Insomnia juga dapat menjadi suatu keluhan dari pasien yang sebenarnya menderita sleep apnea atau myoclonus-nocturnal.

b. PENATALAKSANAAN Fakta Teori a. Farmakoterapi Alganax 0-1/2-0 b. Psikoterapi a. Farmakoterapi - Benzodiazepine : nitrazolam, triazolam, estazolam

- Non bezodiazepine : Cholaral hydrate, phenobarbital

b. Psikoterapi

- Terapi kognitif perilaku - Terapi suportif

.

Farmakoterapi yang diberikan pada pasien ini kurang sesuai dengan yang ada diliteratur. Berdasarkan teori yaitu Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :

35 - Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur)

Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia” yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting) Misalnya pada gangguan anxietas - Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk

kembali ke proses tidur selanjutnya). Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-Insomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan Tetrasiklik) Misalnya pada gangguan depresi. - Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan

terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening). Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-Insomnia”, yaitu golongan phenobarbital atau golongan benzodiazepine (Long acting). Misalnya pada gangguan stres psikososial.

Indikasi penggunaan obat anti insomnia terutama pada kasus transient dan shortterm Insomnia, sangat berhati-hati pada kasus longterm insomnia. Selalu diupayakan untuk mencari penyebab dasar dari gangguan tidur dan pengobatan ditujukan pada penyebab dasar tersebut. Obat golongan Benzodiazepine tidak menyebabkan REM supression dan rebound. Efek samping dari penggunaan obat anti insomnia berhubungan dengan farmakokinetiknya dimana obat dengan waktu paruh singkat (sekitar 4jam ex.triazolam) gejala rebound lebih berat pada pagi harinya dan sampai menjadi panik. Waktu paruh sedang (Estazolam) gejala rebound lebih ringan, dan waktu Paruh panjang (nitrazepam) menimbulkan gejala hang over pada pagi harinya dan juga intensifying day time sleepiness. Penggunaan lama obat anti isomnia golongan nezodiazepine dapat terjadi disinhibitting effect yang menyebabkan rage reaction (perilaku penyerang dan ganas).

36 C. PROGNOSIS

Fakta Teori

Bonam Prognosis umumnya baik dengan

terapi yang adekuat dan juga terapi pada gangguan lain.

Pada pasien ini prognosis adalah bonam apabila dengan terapi yang adekuat dan sesuai dengan jenis dari insomnia. Selalu diupayakan untuk mencari dasar dari penyebab gangguan tidur tersebut dan mengobati pada penyebab dasar tersebut.

37

BAB 5

KESIMPULAN

Insomnia merupalan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam mempertahankan tidur, atau tidak cukup tidur. Insomnia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti stres, kecemasan berlebihan, pengaruh makanan dan obat-obatan, perubahan lingkungan, dan kondisi medis. Insomnia didiagnosis dengan melakukan penilaian terhadap pola tidur penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik, dan kebutuhan tidur secara individual.

Insomnia dapat ditatalaksana dengan cara farmakologi dan non farmakologi, bergantung pada jenis dan penyebab insomnia. Obat-obatan yang biasanya digunakan untuk mengatasi insomnia dapat berupa golongan benzodiazepin (Nitrazepam, Trizolam, dan Estazolam), dan non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital). Tatalaksana insomnia secara non farmakologis dapat berupa terapi tingkah laku dan pengaturan gaya hidup dan pengobatan di rumah seperti mengatur jadwal tidur.

38

Dalam dokumen case insomnia.docx (Halaman 27-39)

Dokumen terkait