• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2 Tinjauan Pustaka

3. Nyeri Persalinan

3.1 Defenisi Nyeri Persalinan

Nyeri persalinan merupakan pengalaman subjektif tentang sensasi fisik

yang terkait dengan kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan serviks, serta

penurunan janin selama persalinan (Arifin, 2008).

Nyeri persalinan dapat diklasifikasikan berdasarkan tempat, sifat, ringan

berat, dan waktunya sesuai dengan pengklasifikasian nyeri secara umum yang

telah dibahas sebelumnya. Berdasarkan tempatnya, nyeri persalinan digolongkan

dalam deep pain karena terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam (somatik)

atau pada organ tubuh visceral. Berdasarkan sifatnya nyeri persalinan termasuk

dalam proximal pain karena intensitas nyeri yang dirasakan oleh ibu sangat tinggi

Berdasarkan ringan beratnya, nyeri persalinan digolongkan dalam ketiga kelas

nyeri tersebut mulai dari ringan, sedang hingga berat karena memang intensitas

nyeri yang dialami ibu pada saat persalinan dimulai dari intensitasnya yang ringan

semakin lama semakin meningkat dan kuat. Berdasarkan waktu serangannya,

nyeri persalinan termasuk dalam nyeri akut karena mengindikasikan bahwa cedera

telah terjadi (dilatasi dan pembukaan serviks) dan nyerinya menurun sejalan

dengan terjadinya proses pemulihan ibu ke keadaan seperti sebelum hamil

(Bobak, 2004).

3.2 Fisiologi Nyeri Persalinan.

Kebanyakan ibu mengalami tingkat nyeri persalinan sedang sampai berat.

Pada persalinan kala satu, nyeri visceral yang timbul adalah dari kontraksi uterus

dan dilatasi serviks. Rasa nyeri ditransmisikan melalui aferen serabut saraf

visceral, yang berjalan bersama serabut saraf simpatik dan memasuki spinal cord T-10, T-11, T-1 2, dan L1. Pada persalinan kala dua, turunnya janin

mengakibatkan peregangan pelvis, vagina, dan perineum, yang mengakibatkan

nyeri somatik. Rasa nyeri ini ditransmisikan melalui saraf pudendal dan masuk

pada spinal cord S-2, S-3, dan S-4. Saraf pudendal mempersarafi vagina, vulva,

perineum, otot motorik pelvic floor, dan perineum (Prawirohardjo, 2008).

Nyeri paling hebat pada fase akhir persalinan terjadi ketika pembukaan

mulut rahim, iskhemia otot rahim, serta kekuatan kontraksi rahim mencapai

simpatis, memasuki sumsum melalui saraf torokal 10-11-12. Oleh karena itu,

nyeri rahim terutama dirasakan pada dermatom torokal 10, 11, dan 12. Nyeri

perineal disalurkan melalui persarafan sensorik nervus kudensus yang memasuki

susunan saraf pusat melalui sakral 2, 3, dan 4, karena itu nyeri pada perineal

dirasakan pada dermatum sakral 2, 3, dan 4 (Hutajulu, 2005).

Rasa nyeri pada alat-alat tubuh di daerah pelvis terutama pada daerah

traktus genitalia interna disalurkan melalui susunan saraf simpatis dan

parasimpatis. Saraf simpatis menyebabkan kontraksi dan vasokonstriksi,

sebaliknya saraf parasimpatis mencegah kontraksi dan menyebabkan vasodilatasi.

Pengaruh kedua jenis persarafan ini menyebabkan terjadinya kontraksi rahim yang

intermitten. Rangkaian susunan saraf simpatis daerah pelvik terdiri dari tiga

rangkaian yaitu rantai sakralis, pleksus haemorpoldalis superior, dan pleksus

hipogastrika superior (Hutajulu, 2005).

3.3. Pengukuran Intensitas Nyeri

Perbedaan respon terhadap nyeri salah satunya adalah karena persepsi

akan intensitas nyeri yang dirasakan. Intensitas nyeri adalah gambaran tentang

seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat

subjektif dan individual. Ada kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama

dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan

pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik

tubuh terhadap nyeri itu sendiri, namun menurut Tamsuri (2007) pengukuran

sendiri. Oleh karena nyeri bersifat subjektif atau berbeda setiap orang, maka

pengukuran intensitas nyeri perlu menggunakan skala. Menurut Smeltzer, (2002)

skala pengukuran nyeri adalah sebagai berikut :

3.3.1. Skala Intensitas Nyeri Deskriptif

Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang

lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS)

merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang

tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking

dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat

menunjukkan kepada klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih

intensitas nyeri terbaru yang dirasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh

nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak

menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk

mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS)

lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien

menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan

dilakukan. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan

patokan 10 cm (AHCPR, 1992).

3.3.2. Skala Identitas Nyeri Numerik

3.3.3. Skala Analog Visual

Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi.

VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus-menerus

dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan

penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan

pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat

mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata

3.3.4. Skala Nyeri Menurut Bourbanis

Keterangan :

0 : Tidak nyeri, 1-3 : Nyeri ringan (secara objektif klien dapat

berkomunikasi dengan baik), 4-6 : Nyeri sedang (secara objektif klien mendesis,

menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat

mengikuti perintah dengan baik), 7-9 : Nyeri berat (secara objektif klien terkadang

tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi

dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi), dan 10 : Nyeri sangat berat

(pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul).

Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau

intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri

sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda

bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk

dipastikan.

Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan

tidak menghabiskan banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat

membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala

skala deskriptif setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau

menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter & Perry,

2005).

4. Manajemen Nyeri Persalinan

Dokumen terkait