• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nyeri

2.1.1 Definisi nyeri

Nyeri menurut The International Association for the Study of Pain merupakan bentuk pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan atau cenderung akan terjadi kerusakan jaringan atau suatu keadaan yang menunjukkan kerusakan jaringan.1,3,6 Definisi tersebut mencakup aspek objektif, yaitu proses fisiologi nyeri, dan subjektif, yaitu emosi dan psikologi.

Respon nyeri sangat bervariasi antar individu maupun pada individu yang sama dalam waktu yang berbeda.1

Nyeri dapat menimbulkan penderitaan, namun dapat berfungsi sebagai mekanisme proteksi, defensif, dan penunjang diagnostik. Mekanisme proteksi memungkinkan seseorang untuk bereaksi terhadap suatu trauma atau penyebab nyeri sehingga dapat menghindari terjadinya kerusakan jaringan tubuh.

Mekanisme defensif yang dimaksud adalah memungkinkan seseorang untuk immobilisasi organ tubuh yang mengalami inflamasi atau patah sehingga sensibel yang dirasakan akan mereda dan bisa mempercepat penyembuhan.

Nyeri sebagai penuntun diagnostik karena dengan adanya nyeri pada daerah tertentu, proses yang terjadi pada seorang pasien dapat diketahui.3

2.1.2 Mekanisme nyeri

Trauma akan menyebabkan sel-sel rusak dengan konsekuensi mengeluarkan zat-zat kimia bersifat algesik yang berkumpul disekitarnya.

Rangsangan zat-zat algesik tersebut pada reseptor nyeri akan menimbulkan nyeri.3,5 Reseptor-reseptor nyeri banyak dijumpai pada lapisan superfisial kulit dan beberapa jaringan di dalam tubuh, seperti periosteum, permukaan sendi, otot rangka, dan pulpa gigi.3

Reseptor nyeri merupakan ujung-ujung bebas serat saraf aferen A delta dan C. Serat saraf aferen A delta merupakan serat aferen bermielin yang sangat halus dengan kecepatan transmisi relatif sangat cepat (12-30 m/dt), dan

3

4

berperan menerima rangsang mekanik dengan intensitas menyakitkan atau disebut juga hight-threshold mechanoreceptors. Serat aferen C merupakan serat saraf yang sangat halus, tidak bermyelin, kecepatan transmisinya sangat lambat (2-3 m/dt) dan ambang rangsangannya lebih tinggi dibandingkan dengan saraf A delta.7,8 Reseptor-reseptor ini diaktifkan oleh adanya rangsang-rangsang dengan intensitas tinggi, misalnya rangsang termal, mekanik, elektrik, atau rangsang kimiawi. Zat-zat algesik yang mengaktifkan reseptor nyeri adalah ion K, H, asam laktat, serotonin, bradikinin, histamin, dan prostaglandin. Setelah reseptor nyeri diaktifkan, impuls nyeri disalurkan ke sentral melalui beberapa saluran saraf. Rangkaian proses yang menyertai antara kerusakan jaringan (sebagai sumber stimuli nyeri) sampai dirasakannya persepsi nyeri adalah suatu proses elektro-fisiologik yang disebut nosisepsi (nociception).3

Nosisepsi berasal dari kata noci (bahasa latin: cedera) yang digunakan untuk menggambarkan persepsi yang diakibatkan oleh rangsangan yang berpotensi dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Semua nosisepsi menghasilkan nyeri, tetapi tidak semua nyeri diakibatkan oleh nosisepsi.

Banyak pasien mengalami nyeri tanpa adanya stimulus noksius, sehingga penting untuk membedakan nyeri menjadi nyeri akut yang diakibatkan nosisepsi dan nyeri kronis yang mungkin juga disebabkan nosisepsi, akan tetapi faktor psikologi dan perilaku memegang peranan penting.1,8

Terdapat empat proses yang mengikuti suatu proses elektro-fisiologik nosisepsi, yaitu:3,5

1. Transduksi merupakan proses stimuli nyeri (naxious stimuli) yang diterjemahkan atau diubah menjadi suatu aktivitas listrik pada ujung-ujung saraf.

2. Transmisi merupakan proses penyaluran impuls melalui saraf sensoris setelah proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan C sebagai neuron pertama dari perifer ke medula spinalis. Saraf sensoris perifer yang melanjutkan rangsang ke terminal di medula spinalis disebut neuron aferen primer.

Jaringan saraf yang naik dari medula spinalis ke batang otak dan talamus disebut neuron penerima kedua. Neuron yang

5

menghubungkan dari talamus ke korteks serebri disebut neuron penerima ketiga.

3. Modulasi merupakan proses interaksi antara sistem analgesik endogen dengan impuls nyeri yang masuk ke kornu posterior medula spinalis. Sistem analgesik endogen terdiri dari enkefalin, endorfin, serotonin, dan noradrenalin yang menekan impuls nyeri pada kornu posterior medula spinalis. Kornu posterior diibaratkan sebagai pintu gerbang nyeri yang bisa tertutup atau terbuka untuk menyalurkan impuls nyeri. Proses tertutupnya atau terbukanya pintu nyeri tersebut diperankan oleh sistem analgesik endogen.

4. Persepsi adalah hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi yang menghasilkan suatu perasaan yang subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri. Nyeri sangat dipengaruhi oleh faktor subjektif, walaupun mekanismenya belum jelas.

2.1.3 Penggolongan nyeri

Nyeri dapat digolongkan menjadi:1,3,4,8

1. Menurut jenisnya: nyeri nosiseptik, neurogenik, dan psikogenik. Nyeri nosiseptik adalah nyeri yang timbul akibat perangsangan pada nosiseptor (serabut a-delta dan serabut c) oleh rangsang mekanik, termal, atau kemikal.

Nyeri neurogenik timbul akibat cedera struktur saraf perifer maupun sentral.

Nyeri psikogenik adalah nyeri yang tidak memenuhi kriteria nyeri somatik dan nyeri neuropatik, dan memenuhi kriteria untuk depresi atau kelainan psikosomatik.

2. Menurut timbulnya nyeri: nyeri akut dan kronik.

a. Nyeri akut merupakan sensasi yang tidak menyenangkan, berkaitan dengan pengalaman emosional menyusul adanya kerusakan jaringan yang nyata (pain with nociception).

b. Nyeri kronik adalah sensasi yang tidak menyenangkan terjadi tanpa disertai dengan kerusakan jaringan yang nyata (pain without nociception).

3. Menurut penyebabnya: nyeri onkologik dan non onkologik

6

4. Menurut derajat nyerinya: nyeri ringan, sedang, dan berat.

a. Nyeri ringan adalah nyeri yang hilang timbul, timbul saat melakukan aktivitas sehari-hari dan menghilang saat tidur.

b. Nyeri sedang adalah nyeri yang terus menerus, mengganggu aktivitas, dan hanya hilang saat penderita tidur.

c. Nyeri berat adalah nyeri yang berlangsung terus menerus sepanjang hari, pederita tidak bisa tidur atau sering terjaga oleh gangguan nyeri sewaktu tidur.

Berbagai penggolongan nyeri tersebut berguna untuk pemilihan penatalaksanaan dan pemberian obat.4 Namun pada tinjauan pustaka ini akan lebih dibahas mendalam terkait nyeri akut.

Nyeri akut terjadi karena stimulus noksius akibat cedera, proses penyakit atau fungsi abnormal otot atau viseral dan hampir selalu karena nosisepsi. Nyeri akut yang paling sering yaitu nyeri paska trauma, paska bedah, dan nyeri obstetri, atau yang berkaitan dengan penyakit medis akut seperti infark miokard, pankreatitis, dan batu ginjal. Nyeri akut umumnya akan sembuh sendiri atau berkurang dengan terapi dalam beberapa hari atau minggu. Ketika nyeri gagal disembuhkan baik karena penyembuhan yang abnormal, terapi tidak proporsional, atau terapi tidak adekuat, maka akan menjadi nyeri kronis.

Berdasarkan asal dan bentuk nyerinya, nyeri akut dibedakan menjadi dua, yaitu:

1,4,5,9,10

1. Nyeri Somatis

a. Nyeri somatis superfisial adalah nyeri karena rangsangan nosisepsi berasal dari kulit, jaringan subkutan, dan membran mukosa. Nyeri ini dapat dilokalisir, tajam atau terasa terbakar.

b. Nyeri somatis dalam berasal dari otot, tendon, dan sendi tulang.

Nyeri ini terasa tumpul dan sulit dilokalisir.

2. Nyeri Viseral

Nyeri viseral adalah nyeri karena penyakit atau disfungsi organ internal, misalnya pleura parietal, perikardium, atau peritoneum. Nyeri ini dapat dibagi menjadi empat tipe yaitu nyeri viseral terlokalisir, nyeri parietal terlokalisir, nyeri viseral menjalar, dan nyeri parietal menjalar.

7

2.1.4 Pengukuran nyeri

Pengukuran nyeri dapat dilakukan degan pengukuran satu dimensional (one-dimensional) atau pengukuran berdimensi ganda (multi-dimensional).

Pengukuran dimensional umumnya hanya mengukur satu aspek nyeri saja, misalnya seberapa berat rasa nyeri menggunakan pain rating scale yang dapat berupa:3,4,8,11

1. Pengukuran nyeri secara kategorikal atau kualitatif dibagi menjadi tidak ada nyeri, nyeri ringan, sedang, dan berat.

2. Pengukuran nyeri secara numerikal (numerical rating scale) merupakan pengukuran nyeri dimana pasien diminta menentukan derajat nyerinya dari 0 sampai 10 pada penggaris yang berisi skala, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada nyeri dan 10 menunjukkan nyeri terhebat yang tak tertahankan.

3. Visual analogue scale (VAS) dimana menggunakan satu garis lurus sepanjang 10 sentimeter dan pasien diminta memberikan garis tegak lurus yang menandakan derajat nyeri yang dirasakan. Nilai di bawah 4 sebagai nyeri ringan, nilai antara 4-7 sebagai nyeri sedang, dan di atas 7 sebagai nyeri berat. Sedangkan untuk anak-anak digunakan faces scale, dimana intensitas nyeri digambarkan oleh karikatur wajah dengan berbagai bentuk mulut.

Sedangkan pengukuran multi dimensional untuk informasi lebih lanjut tentang karakteristik nyeri dan dampaknya terhadap individu tersebut.

Pengukuran ini tidak hanya terbatas pada aspek sensorik, tetapi juga mengukur dari segi afektif dan proses evaluasi nyeri, salah satu contohnya menggunakan McGill Pain Questionaire dalam bentuk format lengkap atau Short Form (SF- MPQ).4,8

2.1.5 Penatalaksanaan nyeri

Strategi terapi farmakologi nyeri untuk nyeri akut maupun kronik mengikuti WHO Three-Step Analgesic Ladder, yang terdiri dari:3,4

1. Menggunakan obat analgesik non opiat

2. Jika masih nyeri, tambahkan obat opioid lemah misalnya kodein

8

3. Jika nyeri belum reda atau menetap, gunakan opioid keras yaitu morfin

Pasien dengan nyeri kronik dapat mengikuti langkah tangga 1-2-3 dan nyeri akut mengikuti langkah tangga 3-2-1. Apabila dianggap perlu, pada setiap langkahnya dapat ditambahkan adjuvan atau obat pembantu. Obat-obat pembantu (adjuvan) tersebut dapat lebih meningkatkan efektivitas analgesik, memberantas gejala-gejala yang menyertai, atau kemampuan untuk bertindak sebagai obat tersendiri terhadap tipe-tipe nyeri tertentu.3,4

Dokumen terkait