• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENELAAHAN PUSTAKA A.Antropometri

C. Obesitas Sentral

Adiposa bertindak sebagai organ endokrin dan berperan penting dalam patogenesis dan komplikasi obesitas. Peningkatan kadar leptin mengontrol asupan makanan dan metabolisme energi. C-reactive protein (CRP) berperan dalam perkembangan resistensi leptin. Leptin adalah prediktor independen dari peristiwa kardiovaskular. Kenaikan penanda inflamasi berhubungan dengan resistensi insulin, obesitas, dan peristiwa kardiovaskular (Lavie, Milani, and Ventura, 2009). Lemak sentral memiliki efek yang merugikan baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Beberapa penelitian sebelumnya pada anak-anak menunjukkan bahwa lemak sentral berkorelasi dengan konsentrasi serum

lipoprotein, peningkatan tekanan darah, risiko penyakit kardiovaskular, dan meningkatnya risiko komplikasi metabolik (Hassan, et al., 2008).

Bagian adiposa berperan penting dalam perkembangan obesitas yang berhubungan dengan komplikasi metabolik. Obesitas sentral (viseral, abdominal, android, upper body atau apple-shaped obesity) ditandai dengan akumulasi lemak intra abdominal dan subkutan di sekitar abdomen dan berhubungan dengan meningkatnya risiko metabolik dan penyakit kardiovaskular. Pengukuran lingkar pinggang berkorelasi positif dengan massa lemak abdominal (subkutan dan intra abdominal) dan menunjukkan penilaian obesitas sentral yang sederhana (Kopelman, Caterson, and Dietz, 2009).

Obesitas android (apple-shaped obesity) mengambarkan distribusi lemak sentral. Apple-shaped obesity lebih sensitif terhadap katekolamin dan sedikit sensitif terhadap insulin. Hal ini menyebabkan lebih mudah untuk mengirim trigliserida ke jaringan lain untuk memenuhi kebutuhan energi. Distribusi lemak android berhubungan dengan hiperinsulinemia, intoleransi glukosa, diabetes mellitus, peningkatan produksi androgen, penurunan hormon seksual yang berikatan dengan globulin, serta peningkatan kadar testosteron bebas dan estradiol. Wanita dengan obesitas sentral mengalami penurunan kadar kortisol disertai dengan penurunan kadar leptin. Obesitas android juga meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular (Speroff and Fritz, 2012).

Obesitas gynoid (pear shaped obesity) mengambarkan distribusi lemak pada bagian tubuh bawah (femoral dan gluteal). Pear shaped obesity lebih resisten terhadap katekolamin dan lebih sensitif terhadap insulin, serta ekstraksi dan

penyimpanan asam lemak lebih mudah terjadi dan lemak lebih mudah terakumulasi di paha dan pantat. Wanita dengan obesitas gynoid cenderung lebih sedikit untuk mengalami diabetes mellitus dan penyakit jantung koroner dibandingkan obesitas android (Speroff, et al., 2012). World Health Organization juga menyatakan apple shaped obesity memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan pear shaped obesity.

Gambar 3. Apple Shaped Obesity dan Pear Shaped Obesity (Simon, 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Goh, et al. (2014) menyimpulkan bahwa pengukuran obesitas sentral merupakan prediktor yang lebih baik untuk penyakit kardiovaskular dibandingkan dengan obesitas secara umum, serta pentingnya untuk menjaga berat badan dan mencegah obesitas sentral. Demikian pula pada penelitian yang dilakukan oleh Recio-Rodriguez, Gomes-Marcos, Patino-Alonso, Agudo-Conde, Rodriguez-Sanchez, and Garcia-Ortis (2012) menyimpulkan bahwa pengukuran obesitas sentral dengan lingkar pinggang dan rasio lingkar pinggang terhadap tinggi badan berkorelasi lebih baik dibandingkan dengan

obesitas umum yang diukur dengan body mass index dan body fat percentage pada evaluasi kekakuan arteri dan aterosklerosis pada subjek dengan diabetes atau hipertensi.

Penelitian yang dilakukan oleh Sunarti dan Maryani (2013) juga menyatakan bahwa obesitas sentral merupakan salah satu faktor risiko yang sering dijumpai pada penderita penyakit jantung koroner.

Gambar 4. Lemak Viseral dan Lemak Subkutan pada Bagian Abdominal (National Heart, Lung, and Blood Institute, 2015).

D. Lipoprotein(a)

Lipoprotein(a) telah dianggap sebagai faktor risiko penyakit kardiovaskular selama bertahun-tahun. Lipoprotein(a) merupakan plasma lipoprotein yang tersusun dari kolesterol yang kaya akan partikel LDL dengan satu molekul apolipoprotein B100 dan apolipoprotein(a). Kadar lipoprotein(a) yang tinggi secara potensial dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular melalui efek anti fibrinolitik protombotik dan aterosklerosis (Nordestgaard, Chapman, Ray, Boren, Andreotti, Watts, et al., 2010).

Gambar 5. Struktur Lipoprotein(a) (Qi and Qi, 2012).

Gambar di atas merupakan struktur lipoprotein(a). Lipoprotein(a) merupakan partikel LDL yang tersusun atas satu molekul apolipoprotein B100 dan apolipoprotein(a) yang dihubungkan oleh ikatan disulfida. Partikel LDL tersusun atas cholesteryl ester (CE) dan triglyceride (TG) yang dikelilingi oleh phospholipid (PL), free cholesterol (FC), dan molekul ApoB tunggal. Lipoprotein(a) disekresikan di hati dan bersirkulasi didalam darah dan konsentrasi plasma ditunjukkan oleh gen ApoA yang berlokasi di kromosom 6q26-27. Ukuran polimorfisme KIV2 (Kringle IV tipe 2) menunjukkan perbedaan ukuran isoforms ApoA (Qi, et al., 2012).

Beberapa mekanisme menghubungkan lipoprotein(a) dengan perkembangan aterosklerosis. Di arteri intima, lipoprotein(a) terletak hanya di plak aterosklerotik dan tidak dalam jaringan utuh. Lipoprotein(a) merangsang sel-sel otot polos plak aterosklerotik untuk berproliferasi dan mengikat matriks ekstraselular sehingga akan meningkatkan akumulasi lipid. Konsentrasi plasma lipoprotein(a) dipengaruhi secara dominan oleh faktor genetik dan tidak

dipengaruhi oleh diet. Obat-obatan tertentu seperti asam nikotinat dan analognya serta hormon seksual (androgen, estrogen, dan progesteron) memiliki efek menurunkan tingkat lipoprotein(a). Tidak ada efek statin dan fibrat pada lipoprotein(a) (Zlatohlavek, Zidkova, Vrablik, Haas, Prusikova, Svobodova, et al., 2008).

Banyak pengamatan menunjukkan level lipoprotein(a) merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular. Lipoprotein(a) menghambat aktivasi Transforming Growth Factor (TGF) dan berkontribusi untuk pertumbuhan lesi arteri aterosklerotik dengan proliferasi sel otot polos dan migrasi sel otot polos ke sel endotelial. Lipoprotein(a) menghambat ikatan plasminogen ke permukaan sel endotelial dan menurunkan aktivitas activator fibrin-dependent tissue. Lipoprotein(a) bertindak sebagai mediator proinflamasi yang menambah pembentukan lesi di plak aterosklerotik dengan merekrut monosit ke dinding pembuluh dan menyebabkan terjadinya pembentukan sel busa. Serum lipoprotein(a) adalah prediktor independen dari penyakit arteri koroner dan infark miokard. Lipoprotein(a) mungkin merupakan faktor risiko stroke iskemik dalam beberapa penelitian (Holanda, et al., 2004; Malaguarnera, Vacante, Russo, Malaguarnera, Antic, Malaguarnera, et al., 2013).

Peningkatan kadar plasma lipoprotein(a) merupakan faktor risiko independen untuk perkembangan penyakit kardiovaskular prematur. Sekitar 20% populasi yang memiliki kadar lipoprotein(a) diatas 30 mg/dl memiliki dua kali lebih besar peningkatan risiko penyakit kardiovaskular prematur. Lipoprotein(a) dapat direkrut oleh makrofag sehingga menyebabkan deposisi kolesterol dan

pembentukan sel busa. Lipoprotein(a) juga dilaporkan berinteraksi dengan peptida fibrin, menghambat trombolisis, dan berfungsi sebagai inhibitor kompetitif reseptor plasminogen untuk berikatan dengan sel endotelial (Gallo, 2012).

Penelitian Russo, et al. (2012) menunjukkan hasil yang mendukung hipotesis kadar lipoprotein(a) yang tinggi merupakan faktor risiko penyakit stroke iskemik, khususnya stroke yang disebabkan karena aterosklerosis arteri besar. Demikian pula pada penelitian yang dilakukan oleh Boden-Albala, Kargman, Lin, Paik, Sacco, and Berglund (2010) menyimpulkan bahwa peningkatan kadar lipoprotein(a) secara signifikan dan independen berhubungan dengan meningkatnya risiko stroke khususnya pada ras berkulit putih, berkulit hitam, dan hispanik.

Penetapan kadar apoAI, apoB, dan lipoprotein(a) umumnya dilakukan dengan menggunakan antibodi monoklonal dan dibaca secara turbidimetri (imunoturbidimetri). Pemeriksaan pola lipid tahap pertama yang dianjurkan biasanya terdiri dari pemeriksaan kolesterol total dan trigliserida, sedangkan pemeriksaan tidak rutin (tahap kedua) seperti apoAI, apoB, dan lipoprotein(a) hanya dilakukan apabila dibutuhkan (Suryaatmadja, 2010).

Tabel III. Kriteria Pengukuran Kadar Lipoprotein(a) (Suryaatmadja, 2010).

Kadar Lipoprotein(a) (mg/dl) Interpretasi < 20 mg/dl Normal > 20 mg/dl Risiko Stroke > 30 mg/dl Risiko PJK

Dokumen terkait