• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG RAHN

B. Tinjauan Umum Rahn Tasjily

3. Objek Jaminan Fidusia

Sebelum Undang-Undang Jaminan Fidusia, pada umumnya benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia itu adalah benda bergerak, yang terdiri atas benda lama persediaan, benda dagangan, piutang, peralatan mesin, dan kendaraan bermotor. Artinya objek Jaminan Fidusia terbatas pada kebendaan bergerak. Guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, maka objek hukum dalam Jaminan Fidusia dalam perspektif Undang-Undang Jaminan Fidusia diberikan pengertian yang luas yaitu: 1) benda bergerak yang berwujud; 2) benda bergerak tidak

46

J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2002), h. 111.

47

Dewi Nurul Musjtari, Penyelesaian Sengketa Dalam Praktik

berwujud; dan 3) benda tidak bergerak, yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan atau hipotek.48

Adapun benda-benda yang menjadi objek jaminan fidusia sebagai berikut:49

1) Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum;

2) Dapat atas benda berwujud;

3) Dapat juga atas benda tidak berwujud, termasuk piutang;

4) Benda bergerak;

5) Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hak tanggungan;

6) Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikatkan dengan hipotek;

7) Baik atas benda yang sudah ada maupun terhadap benda yang akan diperoleh kemudian. Dalam hal benda yang akan diperoleh kemudian, tidak diperlukan suatu akta pembebanan fidusia tersendiri;

8) Dapat atas satu satuan atau jenis benda;

9) Dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda; 10)Termasuk hasil benda yang telah menjadi objek fidusia; 11)Termasuk juga klaim asuransi dari benda yang menjadi

objek jaminan fidusia;

12)Benda persediaan (inventory, stock perdagangan) dapat juga menjadi objek jaminan fidusia.

Dalam Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Jaminan Fidusia diberikan perumusan batasan yang dimaksud dengan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia sebagai berikut:

48

Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan, Op., Cit., h. 286.

49

45 “Benda adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun tidak terdaftar, yang bergerak maupun tidak bergerak yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan atau hipotek.”50

Adapun bunyi perumusan benda dalam Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Jaminan Fidusia di atas, maka objek Jaminan Fidusia itu meliputi benda bergerak dan benda tidak bergerak tertentu yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan atau Hipotek, dengan syarat

bahwa kebendaan tersebut “dapat dimiliki dan dialihkan”,

sehingga objek Jaminan Fidusia itu meliputi:51

1. Benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum;

2. Dapat atas benda berwujud;

3. Dapat atas benda tidak berwujud, termasuk piutang; 4. Dapat atas benda yang terdaftar;

5. Dapat atas benda yang tidak terdaftar; 6. Benda bergerak;

7. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan;

8. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan Hipotek.

Ketentuan dalam Pasal 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia menegaskan objek Jaminan Fidusia berkaitan dengan ruang lingkup berlakunya Undang-Undang Jaminan Fidusia, yaitu:

50

Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Op., Cit., h.

176.

51

Undang-undang ini tidak berlaku lagi terhadap: a. Hak Tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan

bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar;

b. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh) M3 atau lebih;

c. Hipotek atas pesawat terbang; d. Gadai.

Penjelasan atas Pasal 3 huruf a Undang-undang Jaminan Fidusia menyatakan:

“Berdasarkan ketentuan ini, maka bangunan di atas tanah milik orang lain yang tidak dapat dibebani degan hak tanggungan berdasrakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, dapat dijadikan Objek Jaminan Fidusia.”52

Apabila ketentuan dalam Pasal 3 Undang-Undang Jaminan Fidusia, ditafsirkan secara argumentum

a contario, maka benda yang menjadi objek Jaminan

Fidusia, meliputi:53

1. Benda bergerak berwujud;

2. Benda bergerak tidak berwujud, termasuk piutang; 3. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani Hak

Tanggungan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah;

4. Benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan Hipotek sebagaimana diatur dalam Kitab

52

Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan (Jakarta: Sinar Grafika,

2011), h. 287.

53

47

Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Pada zaman Romawi pada mulanya, fidusia dapat dilakukan baik atas benda bergerak maupun benda tak bergerak (tetap) dalam bentuk fiducia cum creditore. Karena pada masa itu belum dikenal hak-hak jaminan yang lain. Ketika fidusia lenyap dan orang Romawi mengenal gadai serta hipotek, mulai diadakan pemisahan dalam benda-benda yang dapat dibebani gadai yaitu benda bergerak dan benda-benda yang dapat dibebani hipotek yaitu benda tetap. Ketentuan yang demikian berlaku terus, yang kemudian diterima oleh hukum Belanda.54

Semula pada umumnya objek fidusia itu kebendaan bergerak yang meliputi antara lain benda dalam persediaan

(inventory), benda dagangan, piutang, saham, peralatan

mesin, dan kendaraan motor. Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya, terutama setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, maka kebendaan menjadi objek Jaminan Fidusia termasuk juga kekayaan benda bergerak yang tidak berwujud maupun benda tidak bergerak. Karenanya bangunan di atas tanah milik orang lain yang tidak dapat dijaminkan, dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia.55

Adapun benda yang dijadikan objek Jaminan Fidusia tidak hanya benda yang sudah ada pada saat Jaminan Fidusia tersebut dilakukan, akan tetapi meliputi pula benda yang diperoleh, kemudian dapat diberikan Jaminan Fidusia. Kemungkinan ini ditegaskan dalam Pasal 9 Undang-Undang Jaminan Fidusia, yaitu:56

54

Oey Hoey Thiong, Op., Cit., h. 58.

55

Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Op., Cit., h.

179.

56

1) Jaminan Fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih satuan jenis benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian.

2) Pembebanan jaminan atas benda atau piutang yang diperoleh kemudian sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) tidak perlu dilakukan dengan perjanjian jaminan tersendiri.

Selanjutnya ketentuan dalam Pasal 10 Undang-Undang Jaminan Fidusia mengatur secara khusus mengenai hasil dari benda yang menjadi onjek Jaminan Fidusia, yang juga menjadi objek Jaminan Fidusia.

Pasal 10 Undang-Undang Fidusia menyatakan: Kecuali diperjanjikan lain:

a. Jaminan Fidusia meliputi hasil dari benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia;

b. Jaminan Fidusia meliputi klaim asuransi, dalam hal benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia diasuransikan.

Adapun sepanjang tidak diperjanjikan lain, maka penjaminan Fidusia tersebut meliputi pula:57

a. Hasil dari benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, yaitru segala sesuatu yang diperoleh dari benda yang dibebani Jaminan Fidusia;

b. Klaim asuransi, dalam hal benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia diasuransikan dan klaim asuransi ini merupakan hak Penerima Fidusia.

Ketentuan Pasal 10 Undang-undang Jaminan Fidusia, maka Jaminan Fidusia tidak otomatis meliputi perbaikan dan penambahan-penambahannya di kemudia hari atau dengan kata lain lebih luas di sini tidak berlaku

57

Dokumen terkait