BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN GADAI
B. Objek Jaminan Gadai
2. Objek Jaminan Gadai pada Perum Pegadaian
Perum Pegadaian adalah lembaga keuangan bukan Bank yang bergerak dalam usaha penyaluran kredit atas dasar hukum dimana syarat jaminannya adalah barang bergerak sesuai dengan Pasal 1152 yang berbunyi, “hak gadai atas benda bergerak dan atas piutang bawa diletakkan dengan membawa barang gadai di bawah kekuasaan si berpiutang atau seorang pihak ketiga tentang siapa telah disetujui oleh kedua belah pihak”. Bunyi pasal diatas sesuai dengan apa yang
28
diterapkan pada Perum Pegadaian Wilayah Medan, yaitu Pegadaian hanya menerima barang bergerak saja sebagai jaminan hutang dan barang jaminan berada di bawah kekuasaan Pegadaian.
Barang-barang yang diterima sebagai jaminan gadai di Perum Pegadaian, adalah:29
1. Kain, seperti: a) Bahan pakaian
b) Kain, sarung, seprei, permadani, ambal 2. Barang perhiasaan (logam dan permata), seperti:
a) Emas/perak/platina b) Berlian c) Batu mulia 3. Kendaraan, seperti: a) Mobil b) Sepeda motor c) Sepeda
4. Barang rumah tangga, seperti: a) Perabotan rumah tangga b) Elektronik
c) Gerabah
Barang yang tidak boleh diterima sebagai jaminan gadai: 1. Barang-barang milik pemerintah, seperti:
29
a) Senjata api, senjata tajam b) Pakaian dinas
c) Perlengkapan ABRI
2. Perlengkapan yang mudah busuk, seperti: a) Makanan dan minuman
b) Obat-obatan c) Tembakau
3. Barang yang berbahaya dan mudah terbakar, seperti: a) Korek api
b) Mercon (petasan/mesiu) c) Bensin
d) Minyak tanah e) Tabung berisi gas
4. Barang yang sukar di taksir nilainya, seperti: a) Barang purbakala
b) Historis
5. Barang yang di larang peredarannya, seperti:
Ganja, opium, madat, heroin, senjata api dan sejenisnya.
6. Barang yang tidak tetap harganya dan sukar ditetapkan taksirannya, seperti:
a) Lukisan b) Buku
a) Barang yang disewa-belikan
b) Barang yang diperoleh melalui hutang dan belum lunas c) Barang titipan sementara (konsinyasi)
d) Barang yang tidak diketahui asal usulnya
e) Barang-barang yang bermasalah (barang curian, penggelapan, penipuan, dll)
f) Pakaian jadi
g) Bahan yang pemakaiannya sangat terbatas dan tidak umum h) Ternak/binatang
Sedangkan penggolongan barang jaminan ditetapkan berdasarkan besarnya uang pinjaman (UP) dan tempat penyimpanannya. Penggolongan berdasarkan UP sebagai berikut:
1. Golongan A 2. Golongan B 3. Golongan C 4. Golongan D
Untuk memudahkan pengelolaan penyimpanan barang jaminan, maka penggolongan barang jaminan di bagi dalam beberapa “Rubrik”. Yaitu:
1. Kain (Kn) terdiri dari:
a) Pakaian;
b) Kain, sarung, seprei, ambal; c) Dan sejenisnya
a) Emas; b) Perak; c) Berlian; d) Jam tangan;
3. Gudang (G) terdiri dari:
a) Sepeda motor; b) Sepeda; c) Alat/perabot;
b) Perlengkapan (elektronik, gerabah) 4. Mobil (M) terdiri dari:
a) Sedan; b) Minibus; c) Mobil niaga;
d) Jeep, Truck, Pick Up.
Berdasarkan golongan dan rubrik barang jaminan tersebut, maka penggolongan barang jaminan disusun sebagai berikut:
a) Akn --- A Kain b) AK --- A Kantong c) AG --- A Gudang d) BK --- B Kantong e) BG --- B Gudang f) CK --- C Kantong g) CG --- C Gudang
h) DK --- D Kantong i) DG --- D Gudang j) DM --- D Mobil
Besarnya bunga/sewa modal berdasarkan golongan barang jaminan, yaitu:
Gol Uang Pinjaman (UP) Sewa Modal/15 hari
A Rp. 200.000 s/d Rp.150.000 0,75%
B Rp.151.000 s/d Rp. 500.000 1,2%
C Rp.505.000 s/d Rp. 20.00.000 1,3% D Rp. 20.500.000 s/d Rp. 1.000.000.000 1% Sumber: Brosur Pegadaian
C.Perjanjian Gadai Sebagai Perjanjian Accessoir Dari Perjanjian Utang Piutang
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.30
30
Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit, hal. 458
Sedangkan perjanjian yang di atur di dalam pasal 1313 KUH Perdata, yaitu bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.31
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat-syarat perjanjian itu sendiri di atur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu:
“Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal”32
Penjelasan dari pasal yang di atas adalah sebagai berkut: a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Menurut Salim HS ada empat macam teori yang menjawab mengenai waktu terjadinya kesepakatan, yaitu:33
1) Teori ucapan (uitingstheorie)
Menurut teori ucapan, kesepakatan (toesteming) terjadi pada saat pihak yang menerima penawaran itu menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu.
2) Teori pengiriman (verzendtheorie)
Menurut teori pengiriman kesepakatan terjadi apabila pihak yang menerima penawaran mngirimkan telegram.
3) Teori pengetahuan (vernemingstheorie)
31
R. Subekti dan R.Tjitrosudibio, Op.Cit, hal 338 32
Ibid, hlm 339 33
Salim H.S, Pengantar hukum perdata tertulis (BW), (Jakarta, Sinar Grafika, 2008), (selanjutnya di sebut Salim H.S II), hlm 162
Teori pengetahuan berpndapat bahwa kesepakatan terjadi apabila pihak yang menawarkan itu mengetahui adanya accaptatie (penerimaan), tetapi penerimaan itu belum diterimanya (tidak di ketahui secara langsung).
4) Teori penerimaan (ontvangstheorie)
Menurut teori penerimaan, bahwa toesteming terjadi pada saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.
b. Kecakapan bertindak
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemapuan untuk melakukan perbuatan hukum. Orang-orang yang melakukan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan wewenang untk melakukan perbuatan hukum. Orang yang tidak berwenang untuk melakukan perubatan hukum: (1) anak di bawah umur (minderjarigheid), (2) orang-orang yang di taruh di bawah pengampuan.
c. Adanya objek perjanjian (onderwerp der overenkomst)
Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Prestasi itu harus dapat ditentukan, dibolehkan, dimungkinkan, dan dapat di nilai dengan uang.
Dalam pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan pengertian orzaak (kausa yang halal). Di dalam pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan causa yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan UU, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Begitu juga dalam perjanjian gadai, syarat umum yang terdapat di dalam Pasal 1320 KUH Perdata haruslah di penuhi. Kedua syarat yang pertama di sebut juga sebagai syarat subjektif, karena kedua syarat tersebut mengenai para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian. Sedangkan kedua syarat terakhir di sebut sebagai syarat objektif, karena berkaitan dengan objek yang sedang diperjanjikan. Apabila syarat subjektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalannya kepada Hakim. Namun, apabila syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut akan batal dengan sendirinya tanpa harus meminta putusan dari Hakim di Pengadilan.
Dalam perjanjian gadai barang telah dapat di lihat jelas bahwa suatu hal tertentu yang antara lain adalah menggadaikan barang, di mana lembaga penggadaian menilai barang jaminan penggadai dan memberikan pinjaman sesuai dengan nilai barang yang digadaikan. Dengan tidak adanya suatu hal tertentu yang terwujud dalam kebendaan yang telah ditentukan yang merupakan objek dalam suatu perjanjian, maka jelaslah perjanjian tidak pernah ada sehingga tidak pernah pula menerbitkan perikatan di antara para pihak (yang bermaksud membuat perjanjian tersebut).34
34
Gunawan Widjaja, memahami prinsip keterbukaan (aanvullend recht) dalam hukum
Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:35
1. Perjanjian Timbal Balik
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual beli.
2. Perjanjian Cuma-cuma
Perjanjian dengan cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah.
3. Perjanjian Atas Beban
Perjanjian Atas Beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.
4. Perjanjian Bernama (Benoemd)
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Biasanya perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian ini diatur dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUH Perdata.
5. Perjanjian Tidak Bernama (Onbenoemd)
Perjanjian ini adalah perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata, tetapi terdapat dalam masyarakat. Perjanjian ini seperti perjanjian
35
Mariam Darus, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung; Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 66
pemasaran, perjanjian kerja sama. Lahirnya perjanjian ini di dalam praktek adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak mengadakan perjanjian.
6. Perjanjian Obligatoir
Perjanjian obligatoir adalah perjanjian di mana pihak-pihak sepakat mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain.
7. Perjanjian Kebendaan
Perjanjian Kebendaan adalah perjanjian dengan mana seseorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain.
8. Perjanjian Konsensual
Perjanjian Konsensual adalah perjanjian dimana di antara kedua belah pihak tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan.
9. Perjanjian Riil
Perjanjian Riil adalah perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang. Misalnya perjanjian penitipan barang, pinjam pakai.
10.Perjanjian Liberatoir
Perjanjian Liberatoir adalah perjanjian di mana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada. Misalnya perjanjian pembebasan hutang.
11.Perjanjian Pembuktian
Perjanjian Pembuktian adalah perjanjian di mana para pihak menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka.
Perjanjian Untung-untungan adalah perjanjian yang objeknya ditentukan kemudian. Misalnya perjanjian asuransi.
13.Perjanjian Publik
Perjanjian Publik adalah perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah dan pihak lainnya adalah swasta. Misalnya perjanjian ikatan dinas.
14.Perjanjian Campuran
Perjanjian Campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian. Misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa menyewa) tetapi menyajikan pula makanan (jual beli) dan juga memberikan pelayanan.
Dari berbagai jenis perjanjian di atas dapat perjanjian gadai dapat kita kategorikan sebagai perjanjian riil, karena timbulnya suatu perjanjian gadai itu adalah dengan adanya penyerahan barang bergerak kepada kreditur sebagai jaminan atas hutangnya.
Mengenai sifat perjanjian jaminan lazimnya dikonstruksikan sebagai perjanjian yang bersifat accesoir yaitu senantiasa merupakan perjanjian yang dikaitkan dengan perjanjian pokok.36
36
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, hukum jaminan di Indonesia pokok-pokok hukum
jaminan dan jaminan perorangan, (Yogyakarta; Liberty, 1980) (selanjutnya ditulis Sri Soedewi
Masjchoen Sofwan II), hlm 124
Maksudnya adalah bahwa perjanjian gadai itu adalah perjanjian tambahan yang mana perjanjian pokoknya adalah perjanjian pinjam meminjam uang. Adanya perjanjian accesoir ini adalah juga agar pihak
debitur tidak dapat melalaikan prestasi yang harus dilakukannya karena pihak kreditur memegang bendanya sebagai jaminan atas pelunasan hutang yang merupakan perjanjian pokoknya.
Menurut Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja ada dua hal yang dapat kita lihat di dalam perjanjian gadai, yaitu:
1. Sebagai suatu bentuk perjanjian yang melahirkan perikatan tanpa Schuld tetapi dengan Haftung, pihak pemberi jaminan kebendaan dalam bentuk gadai tersebut, sama sekali tidak memiliki kewajiban atau utang pokok, yang harus dipenuhi, walau demikian dengan pemberian jaminan kebendaan tersebut, ia telah mengikatkan harta bendanya untuk di sita dan di jual untuk di ambil pelunasannnya terlebih dahulu guna memenuhi piutang kreditur.
2. Sebagai suatu bentuk perjanjian yang merupakan ikutan terhadap perikatan pokok yang mendahuluinya, keabsahan dan eksistensi gadai sepenuhnya pada keabsahan atau eksistensi dari perikatan pokok yang pembayaran utangnya di jamin dengan gadai tersebut.37
Konsekuensi perjanjian gadai sebagai perjanjian accessoir adalah:
1. Bahwa sekalipun perjanjian gadainya sendiri mungkin batal karena melanggar ketentuan gadai yang bersifat memaksa. Tetapi perjanjian pokoknya sendiri (biasanya berupa perjanjian hutang piutang/kredit) tetap berlaku, kalau ia di buat secara sah. Hanya saja tagihan tersebut (kalau
37
tidak ada dasar preferensi yang lain) berkedudukan sebagai kreditur konkuren belaka.
2. Hak gadainya sendiri tidak dapat dipindahkan tanpa turut sertanya (turut berpindahnya) perikatan pokoknya, tetapi sebaliknya pengoperan perikatan pokok meliputi pula semua accessoirnya, dalam mana termasuk—kalau ada—hak gadainya. Yang demikian sesuai dengan ketentuan pasal 1533 KUH Perdata.38
Pada dasarnya perjanjian atas kebendaan (disini yang dimaksud perjanjian gadai) adalah perjanjian untuk melepaskan sebagian kekuasaan pemilik (pemberi gadai) atas barang gadai (demi keamanan kreditur) yaitu dengan mencopot kekuasaannya untuk menyerahkan / mengoperkan benda itu.39
1. Adanya tergantung pada perjanjian pokok
Kedudukan perjanjian jaminan yang dikonstruksikan sebagai perjanjian accessoir itu menjamin kuatnya lembaga jaminan tersebut bagi keamanan pemberian kredit oleh kreditur. Gadai sebagai perjanjian yang bersifat accesoir memperoleh akibat-akibat hukum seperti halnya perjajian accesoir yang lain, yaitu:
2. Hapusnya tergantung pada perjanjian pokok. 3. Jika perjanjian pokok batal,ikut batal
4. Ikut beralih dengan beralihnya perjanjian pokok.
38
J. Satrio, Op. Cit, hlm 101 39
5. Jika perutangan pokok beralih karena cessie, subrogasi maka ikut beralih juga tanpa adanya penyerahan khusus.40
Jika kita melihat hubungan hak gadai dengan peralihan hak milik, di dalam KUH Perdata terdapat tiga hal yang menjadi dasar atau sumber peralihan hak gadai dari seorang kreditur lama sebagai pemegang gadai kepada kreditur baru. Ketiga hal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Cessie. Cessie pada dasarnya salah satu bentuk penyerahan yang ditentukan dalam pasal 613 ayat (1), yang harus dibuat dalam bentuk tertulis. Dengan demikian berarti cessie adalah bentuk penyerahan piutang atas nama yang menurut ketentuan pasal 584 KUH Perdata mengikuti suatu peristiwa hukum tertentu.
2. Subrogasi. Subrogasi ini adalah suatu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh seorang pihak ketiga, yang memberikan kepada pihak ketiga ini, penggantian hak demi hukum atas setiap pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga ini kepada kreditur dari debitur. Dengan dilakukannya pembayaran tersebut maka pihak ketiga ini demi hukum menjadi kreditur-debitur dengan segala hak-hak istimewanya.
3. Novasi, yang mengambil bentuk agak berbeda oleh karena di dalam novasi sebenarnya sama sekali tidak terjadi penggantian kreditur (semata-mata). Dalam novasi, sebagaimana disebutkan dalam pasal 1413 KUH Perdata, dapat terjadi:
40
1. Penggantian perikatan lama dengan perikatan baru dengan kreditur dan debitur yang sama
2. Penggantian debitur dengan perikatan baru yang menghapuskan kewajiban debitur lama berdasarkan perikatan yang lama
3. Penggantian kreditur dengan perikatan baru yang menghapuskan kewajiban debitur lama berdasarkan perikatan yang lama.
Dengan konstruksi hukum yang demikian berarti dalam novasi seluruh hak-hak istimewa, hak-hak jaminan kebendaan, serta hak-hak ikutan lainnya, yang melekat pada perikatan pokok tidaklah demi hukum turut beralih kepada kreditur baru.41