• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. Data Ekonomis

2. Observasi Langsung Berstruktur

Observasi langsung adalah pengamatan secara langsung dengan mengetahui aspek dari objek penelitian yang relevan dengan masalah serta tujuan (Nazir 2003). Dalam penelitian ini observasi langsung berstruktur digunakan dalam pengambilan data dengan pengamatan sesuai dengan langkah-langkah dan data yang diperlukan. Observasi langsung berstruktur digunakan dalam pengambilan data lapangan di daerah penangkapan ikan. Pencatatan daerah penangkapan ikan dilakukan dengan mencatat waypoint marking oleh alat navigasi berupa GPS. Selain itu kedalaman, suhu perairan, kedalaman, dan tipe substrat dasar dicatat sebagai keterangan tambahan.

10

Analisis Data

Setelah pengambilan data baik di lapangan maka dilakukan metode analisis data, yaitu:

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskripsif digunakan untuk mendapatkan suatu gambaran kondisi perikanan hiu kejen di Muncar. Langkah-langkah yang digunakan adalah identifikasi alat tangkap hiu kejen yang digunakan, dalam hal ini adalah rawai. Alat tangkap yang rawai yang digunakan diamati dan dicatat setiap bagiannya. Setiap bagian memiliki fungsi tersendiri dalam kegiatan penangkapan ikan hiu kejen. Dimensi setiap bagian dicatat dan dianalisis menurut kesesuaian ukuran dan bahan. Kemudian dikaji dan dianalisis apakah konstruksi alat tangkap telah efektif untuk penangkapan ikan hiu kejen.

Alat tangkap rawai hiu didominasi oleh pancing rawai. Tingkat efektivitas pancing biasanya dianalisis menggunakan perhitungan hook rate. Hook rate adalah rasio persentase kemungkinan tertangkapnya ikan di suatu alat tangkap pancing rawai. Menurut Sukmadinata dalam Kisworo et al.(2013), nilai suatu daerah penangkapan ditentukan oleh hook rate yang dihasilkan. Nilai hook rate dianggap baik apabila nilai hook rate 5 – 10 %, cukup baik nilai 2 – 5%, dan kurang baik apabila nilai < 2%. Perhitungan hook rate adalah sebagai berikut : H = jumlah hiu yang tertangkap x 100%

jumlah mata pancing

Identifikasi dilakukan pula terhadap kondisi ekonomis nelayan Muncar. Identifikasi berupa 1. Pencatatan pendapatan nelayan, baik nahkoda, ABK, dan juragan pemilik kapal; dan 2. Pencatatan harga komoditas hiu kejen di Muncar. Setelah identifikasi, dilakukan analisis tren keuntungan nelayan penangkap hiu kejen.

2. Analisis Kebiasaan Makan

Bertujuam mengetahui kebiasaan makan hiu kejen, maka diperlukan beberapa metode analisis, yaitu :

a. Identifikasi isi lambung

Identifikasi isi lambung berfungsi untuk mengetahui spesies apa yang terdapat dalam hiu. Isi lambung didapatkan dari pemebedahan perut ikan. Identifikasi dilakukan dengan bantuan buku identifikasi ikan.

b. Indeks Relatif Penting (IRP)

Perhitungan IRP mengacu pada Natarajan dan Jhingran (1961), rumus yang digunakan adalah:

IRP = (%W) x (%F)

%W = Persentase berat suatu jenis makanan terhadap berat seluruh jenis makanan dalam satu lambung

%F = Persentase kejadian suatu jenis makanan terhadap semua jenis yang terdapat dalam satu lambung

11 c. Analisis Trofik Level

Perhitungan trofik level akan membacntu mengalisis tingkat trofik level ikan hiu dalam hal ini adalah hiu kejen (C. falciformis)). Hasil perhitungan trofik level akan dianalisis berdasarkan Pauly et al. (2000), fraksi trofik level dihitung berikut

Setelah mendapatkan nilai trofik level, Stergiou dan Karpouzi (2002) mengklasifikasikan jenis makanan sebagai berikut :

Karnivora dengan makanan dominan decapoda dan ikan untuk TROPH 3.7-4.0. Karnivora dengan makanan dominan ikan dan cephalopoda untuk TROPH 4.0-4.5

3. Analisis Dampak Ekologis dan Ekonomis

Dampak penangkapan dianalisis secara ekologis dan ekonomis. Secara ekologis dilakukan analisis sumberdaya dan pemetaan sebaran ukuran hiu berdasarkan daerah penangkapan ikan dan musim. Analisis ekonomis dilakukan berdasarkan hasil identifikasi pendapatan nelayan dan harga jual hiu di Muncar.

Langkah-langkah dalam analisis dampak ekologis adalah sebagai berikut : a. Analisis sumberdaya berdasarkan CPUE dan musim penangkapan

Pola musim penangkapan ikan hiu kejen dianalisis dengan menggunakan data statistik produksi dan jumlah trip penangkapan yang dilakukan oleh nelayan PPP Muncar menggunakan metode persentase rata-rata (the average percentage methods) yang didasarkan pada analisis times series (Spiegel 1961) sebagai berikut :

(1) Menghitung nilai hasil tangkapan per upaya tangkap (CPUE = U) per bulan dalam setahun (Ui) dan rata-rata bulanan CPUE (Ū)

̅

( ̅) = CPUE per bulan (kg/ trip) m = 12 (jumlah bulan dalam setahun)

(2) Menyusun rata-rata bergerak CPUE selama 12 bulan (RG):

Keterangan:

RGi = rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i CPUEi = CPUE urutan ke-i i = 7,8,...,n-5

12

(3) Selanjutnya dihitung rata-rata bergerak CPUE terpusat (RGP):

Keterangan:

RGPi = rata-rata bergerak CPUE terpusat ke-i RGi = rata-rata bergerak 12 bulan urutan ke-i i = 7,8,...,n-5

(4) Menyusun rasio rata-rata tiap bulan (Rb):

Keterangan:

Rbi = rasio rata-rata bulan urutan ke-i CPUEi = CPUE urutan ke-i

RGPi = rata-rata bergerak CPUE terpusat urutan ke-i

(5) Menghitung total rasio rata-rata bulanan (JRRBi)

Keterangan:

JRRBi = jumlah rasio rata-rata bulanan RBBi = rata-rata Rbij untuk bulan ke-i i = 1,2,...,12

(6) Indeks musim penangkapan

Idealnya jumlah rasio rata-rata bulanan JRBB sama dengan 1200, namun karena banyak faktor sehingga menyebabkan JRBB tidak selalu sama dengan 1200. Oleh karena itu nilai rasio rata-rata bulanan harus dikoreksi dengan suatu nilai koreksi yang disebut dengan Faktor Koreksi (FK). Rumus untuk memperoleh nilai Faktor Koreksi adalah :

Keterangan:

FK = nilai faktor koreksi

JRRB = jumlah rasio rata-rata bulanan

(7) Indeks Musim Penangkapan (IMP) dapat dihitung dengan menggunakan:

13 Keterangan:

IMPi = indeks musim penangkapan bulan ke-i RRBi= rasio rata-rata bulanan

FK = nilai faktor koreksi i = 1,2,...,12

Peggolongan musim penangkapan ikan dapat digolongkan dalam tiga kategori berdasarkan nilai Indeks Musim Penangkapan (Tabel 4) yaitu musim paceklik, musim sedang dan musim puncak (Zulkarnain et al. 2012).

Tabel 4 Penggolongan musim penangkapan ikan berdasarkan nilai Indeks Musim Penangkapan (IMP)

No Nilai IMP Kategori Musim

1 1 < 50% Musim Paceklik

2 50% ≤ IMP < 100% Musim Sedang

3 ≥ 100% Musim Puncak

b. Analisis Komposisi Hasil Tangkapan

Komposisi hasil tangkapan yang digunakan adalah hiu kejen yang didaratkan oleh nelayan PPP Muncar. Analisis ini menggunakan software R-Studio. R-studio adalah software untuk mengkalkulasi data secara terintegrasi untuk menampilkan grafik sebagai hasil akhirnya. Data yang dianalisis menggunakan R-Studio adalah sebaran jumlah hiu berdasarkan ukuran, jenis kelamin, dan daerah penangkapan ikan.

4. Analisis Keberlanjutan Perikanan Hiu

Analisis keberlanjutan perikanan hiu kejen bertujuan untuk memberikan rekomendasi kebijakan berdasarkan aspek teknis, ekonomis, dan ekologiss yang telah dianalisis sebelumnya. Analisis keberlanjutan mempertimbangkan dampak ekologis yang telah diketahui melalui pemetaan daerah penangkapan ikan dan musim penangkapan, dampak ekonomis melalui identifikasi harga dan pendapatan nelayan hiu, dan tingkah laku ikan hiu kejen sendiri.

Berdasarkan Eriyatno (1999), perikanan tangkap dimodelkan sebagai suatu sistem input-output (Gambar 3). Output yang tidak diharapkan diberi perbaikan input untuk mendapat output yang diharapkan.

15

3 HASIL

PPP Muncar

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar Banyuwangi merupakan Unit Pelaksana Teknis (U.P.T) Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur, yang pada awalnya pernah menjadi Daerah Kerja Khusus Perikanan Muncar berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Perikanan Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 15 Tahun 1984.

Kemudian pada tahun 1993 berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Perikanan Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 24 Tahun 1993 menjadi Badan Pengelola Pangkalan Pendaratan Ikan (BPPPI) Muncar.

Dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : 12/MK/2004 Muncar ditingkatkan statusnya dari Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) menjadi Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), kemudian menjadi Unit Pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai (UPPPP) Muncar berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur Nomor : 061/6614/116.01/2010.

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar berada di Desa Kedungrejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Propinsi Jawa Timur. Kecamatan

Muncar terletak di Selat Bali pada posisi 08º.10’ – 08º.50 LS atau 114º.15’ – 115º.15’ BT yang mempunyai teluk bernama Teluk Pangpang, mempunyai luas wilayah 146.707 Ha dengan panjang pantai  13 km dan pendaratan ikan sepanjang 4,5 km. Jarak PPP Muncar dengan ibukota kecamatan 2 km, dengan ibukota kabupaten 37 km, dan dengan ibukota provinsi 332 km. Kecamatan Muncar mempunyai penduduk 126.021 Jiwa dan masyarakatnya terutama dari segi struktur budaya nelayan terdiri dari Suku Jawa, Madura, Osing, dan Bugis (Data tahun 2014).

Jumlah nelayan 13.186 Jiwa dengan armada perikanan berjumlah 1.875 unit terdiri dari 1.095 unit kapal motor, 676 unit perahu motor tempel dan104 unit perahu tanpa motor. Untuk membantu mendaratkan ikan dan pemasarannya UPPPP Muncar terdapat 4 (empat) buah Tempat Pendaratan Ikan (TPI) yaitu TPI Pelabuhan, TPI Kalimoro, TPI Tratas dan TPI Sampangan.

Produksi Hiu di PPP Muncar

PPP Muncar menjadi salah satu pusat pendaratan hiu di Pulau Jawa selama beberapa dekade tanpa menjadi perhatian banyak pihak. Informasi ini berdarkan hasil wawancara dengan nelayan setempat, dimana mereka telah menangkap hiu secara turun-temurun. Walaupun kegiatan penangkapan berlangsung lama, sangat disayangkan sedikitnya hasil kajian hiu yang didaratkan di PPP Muncar.

Pentingnya sumberdaya hiu bagi masyarakat Muncar dapat kita lihat dari kegiatan sehari-hari masyarakat Muncar. Hiu merupakan komoditas yang umum diperjual belikan atau dikonsumsi oleh masyarakat lokal. Hiu dapat dijumpai hingga beberapa kecamatan sekitar sebagai konsumsi olahan, sebagai contoh adalah sate hiu. Selain sebagai konsumsi lokal, sirip hiu juga diekspor sebagai komoditas ekonomis penting. Keuntungan yang diperoleh oleh nelayan

16 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Pr od uk si (ton ) Tahun

dipergunakan sebagai modal usaha lainnya. Beberapa tempat usaha di Muncar yang permodalannya didapatkan dari keuntungan penangkapan hiu memiliki ciri khas. Ciri yang dapat kita temui dengan mudah adalah adanya atribut mengenai hiu di tempat usaha mereka (misal : patung atau lukisan hiu).

PPP Muncar mencatat akumulasi penangkapan per bulan dalam satu tahun yang menunjukkan tren penangkapan hiu dari tahun ke tahun. Produksi tahunan hiu yang didaratkan di PPP Muncar pada tahun 2007 tercatat sebanyak 572.089 kg, tahun 2008 tercatat sebanyak 406.053 kg, pada tahun 2009 tercatat sebanyak 265.258 kg, tahun 2010, tercatat sebanyak 293.212 kg, pada tahun 2011 tercatat sebanyak 135.696 kg, tahun 2012 sebanyak 213.346 kg, dan pada tahun 2013 tercatat sebanyak 50.642 kg (Gambar 4).

Gambar 4 Tren Penangkapan Hiu Tahunan di PPP Muncar, Kab. Banyuwangi, Jawa Timur (Sumber : Statistik PPP Muncar 2014)

Unit Penangkapan Ikan

Umumnya unit penangkapan ikan diklasifikasikan berdasarkan alat tangkap ikan, armada penangkapan, dan nelayan sebagai pelaku penangkapan hiu. Alat tangkap ikan mencangkup bahan konstruksi alat tangkap dan metode pengoperasiannya. Armada penangkapan mendiskripsikan spesifikasi kapal penangkap ikan. Nelayan adalah pelaku atau sekelompok orang yang melakukan kegiatan penangkapan itu sendiri.

a. Armada Penangkapan Ikan

Seiring penurunan harga, produksi, dan armada penangkapan hiu, maka

“Gudang Hiu” semakin berkurang. Gudang hiu adalah suatu bangunan di dekat kolam pelabuhan. Gudang hiu berfungsi sebagai tempat pengepul hiu hasil tangkapan, tempat pemotongan sirip, tempat penimbangan, dan tempat penjualan. Hingga saat ini hanya ada 1 (satu) gudang hiu dengan dua puluh (20) armada aktif penangkap hiu sebagai ikan target. Penurunan produksi hiu memaksa para nelayan mulai menjual perahu mereka dan melakukan pekerjaan lain. Diketahui ada 20 armada penangkapan aktif, berikut adalah 7 (tujuh) armada aktif yang melakukan aktivitas penangkapan hiu sebagai ikan target (Tabel 5).

17 Tabel 5 Armada penangkapan hiu di PPP Muncar

No Nama Armada Ukuran Jumlah

ABK DPI Alat Tangkap

Alat Bantu

Kapasitas Mesin

1 KM. Apapal 1 7 GT 6 orang Selat Makassar

dan Selat Bali

Longline dan

Gillnet GPS 83 PK

2 KM. Apapal 2 7 GT 7 orang Selat Makassar

dan Selat Bali

Longline dan

Gillnet GPS 83 PK

3 KM. Sumber Laut 6 GT 5 orang

Selat Makassar

Longline dan

Gillnet GPS 70 PK

4 KM. Artha Baru 6 GT 5 orang Selat Makassar

dan Selat Bali

Longline dan

Gillnet GPS 40 PK

5 KM. Palar Muda 2 7 GT 5 orang Selat Makassar

dan Selat Bali

Longline dan

Gillnet GPS 70 PK

6 KM. Mutiara 6 GT 5 orang Selat Makassar

dan Selat Bali

Longline dan

Gillnet GPS 40 PK

7 KM. Candra Buana 7 GT 6 orang Selat Makassar

dan Selat Bali

Longline dan

Gillnet GPS 70 PK

b. Nelayan Hiu

Jumlah nelayan hiu di PPP Muncar saat ini sudah terbatas dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu. Satu orang nelayan dapat bekerja di beberapa kapal sekaligus dengan waktu trip yang berbeda. Pendapatan nelayan rata-rata adalah Rp 500.000- Rp 2.000.000/ trip. Hal yang mempengaruhi pendapatan nelayan hiu adalah hasil tangkapan dan posisi nelayan dalam kapal. Sistem yang digunakan adalah sistem bagi hasil. Saat tangkapan hiu banyak, nelayan mendapatkan uang sejumlah Rp 500.000 – Rp 800.000 dari sistem bagi hasil. Nahkoda kapal mendapatkan lebih banyak dibandingkan dengan ABK, sebanyak Rp 1.000.000 – Rp 2.200.000.

Penurunan harga jual hiu menurun sejak tahun 2012, hal tersebut mengurangi pendapatan nelayan hingga 50%. Sebelum penurunan harga, nelayan hiu untuk ABK rata-rata mendapatkan Rp 1.000.000- Rp 1.500.000 per trip. Nahkoda dapat mendapatka bagi hasil hingga Rp 3.200.000 per trip.

Hiu merupakan ikan target dan non-target yang didaratkan di PPP Muncar. Selain armada yang melakukan aktivitas penangkapan hiu sebagai target, terkadang hiu tertangkap sebagai ikan non-target oleh armada penangkapan lain. Alat tangkap lain yang menangkap hiu sebagai ikan non-target adalah purse seine, gillnet tongkol, dan rawai tuna. Tertangkapnya hiu sebagai ikan non-target tetap menjadi nilai ekonomis bagi para nelayan. Hiu yang tertangkap didaratkan dan dijual kepada para pelaku usaha hiu.

Hingga saat ini tidak ada pencatatan jelas sejak kapan masyarakat Muncar melakukan penangkapan. Dari hasil wawancara nelayan, diketahui masyarakat Muncar melakukan penangkapan secara turun temurun selama beberapa generasi. Nelayan penangkap hiu awalnya hanya terdiri dari beberapa keluarga. Seiring tingginya permintaan hiu, aktivitas penangkapan pun meningkat. Nelayan dari luar daerah Muncar mulai berdatangan dan melakukan penangkapan hiu.

18

Pembuatan armada penangkapan ikan dilakukan secara gotong royong oleh nelayan setempat. Pengetahuan mengenai pembuatan armada penangkapan didapatkan dari pengetahuan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi. Pembuatan armada umumnya dibantu oleh beberapa keluarga sekaligus.

Berbeda dengan ikan lain yang masuk ke TPI untuk dilelang, para pelaku usaha hiu memiliki suatu bangunan di dekat dermaga untuk menimbang dan menjual hiu mereka. Bangunan-bangunan tersebut oleh masyarakat setempat

disebut sebagai “Gudang Hiu”. Sebelum ditimbang sirip hiu dipotong terlebih

dahulu, karena pengepul sirip berbeda dengan pengepul daging hiu. Sirip hiu diekspor ke negara-negara seperti Cina, Peru, Rusia, Thailand, dan Australia. Nelayan tidak menjual secara langsung kepada eksportir, namun ada pelaku usaha lain yang menjalankan bisnis tersebut.

Setelah didaratkan hiu ditimbang, beberapa hiu dibersihkan isi perutnya di samping dermaga. Beberapa hiu yang lain dibawa ke tempat-tempat pengolahan hiu untuk dikuliti, diasinkan dagingnya, dan diambil hatinya. Kulit hiu digunakan sebagai bahan pembuat sandang. Daging hiu dikonsumsi skala lokal. Hati hiu digunakan sebagai bahan minyak hati ikan untuk ekspor maupun konsumsi dalam negeri.

Kejayaan para nelayan hiu dapat kita temukan di Muncar hingga saat ini. Beberapa rumah memiliki gambar hiu di tembok rumah mereka dan patung-patung hiu di halaman rumah. Ditemukan beberapa usaha masyarakat yang berkembang dengan modal dari hasil penangkapan hiu.

c. Alat Tangkap Ikan

Hiu kejen yang menjadi target ditangkap menggunakan pancing rawai (long line). Hiu yang merupakan hasil tangkapan sampingan (by-catch) tertangkap oleh gillnet dan mini purse seine. Gill net sendiri memiliki target tangkapan tongkol, mini purse seine memiliki target tangkapan lemuru.

Rawai yang digunakan untuk menangkap hiu kejen dioperasikan di dua lapisan air yaitu permukaan dan kolom air. Rawai yang dioperasikan di permukaan bertujuan untuk menangkap hiu dengan ukuran kecil atau kurang dari dua meter. Apabila rawai permukaan tidak berhasil menangkap banyak hiu, rawai akan dioperasikan di kolom air untuk menangkap hiu yang cenderung lebih besar.

Rawai permukaan memiliki kedalaman setting lima hingga sepuluh meter dari permukaan air. Rawai kolom air memiliki kedalaman setting 20-50 meter, jarak antar mata pancing (hook) pada rawai hiu adalah 100-120 meter,dan panjang tali utama (main line) 400-600 meter (Gambar 5). Jumlah mata pancing dalam satu armada adalah 512. Dalam satu tali utama terdapat enam tali cabang.

Dalam satu hari alat tangkap hanya dioperasikan sebanyak satu kali,yaitu pada pagi hari, dan diangkat (hauling) pada sore hari. Lama setting adalah 3 jam, lama perendaman (immercing) adalah 4-6 jam, lalu dilakukan pengangkatan (hauling).

20

Hook Rate

Selama satu tahun pengambilan data di bulan Mei 2014 hingga April 2015, nelayan PPP Muncar melakukan 239 kali setting di selat Makassar, dan didapatkan 2018 ekor hiu, dengan rata-rata jumlah mata pancing adalah 510 per setting. Dalam satu kali setting, jumlah tangkapan hiu terbanyak adalah 80 ekor, sedangkan jumlah hiu paling sedikit adalah 0 ekor. Rata-rata hiu yang tertangkap adalah 13 ekor per setting. Sehingga didapatkan hasil perhitungan hook rate 2.5% per setting.

Dalam kurun waktu yang sama, nelayan PPP Muncar juga melakukan operasi di Selat Bali. Jumlah setting rawai adalah sebanyak 130 kali, dan didapatkan 130 ekor hiu, dengan rata-rata jumlah mata pancing 510 per setting. Dalam satu kali setting paling banyak didapatkan 10 ekor hiu, sedangkan yang paling sedikit adalah 0 ekor. Rata-rata hiu yang tertangkap adalah 4 ekor per setting. Sehingga didapatkan hasil perhitungan hook rate 0,7% per setting.

Hiu yang Didaratkan di PPP Muncar

Jumlah produksi hiu kejen terbanyak didaratkan pada bulan Juli 2014, yaitu sebanyak 23.947 kg. Perbedaaan produksi pada bulan Juli 2014 cukup signifikan bila dibandingkan produksi bulan Juni 2014 yaitu sebanyak 1400 kg. Produksi bulan Agustus 2014, yaitu 8700 kg, tidak berbeda signifikan dengan produksi bulan September 2014 sebanyak 8400 kg. Penurunan produksi yang signifikan terjadi pada bulan Oktober 2014 yaitu 849 kg, dilanjutkan pada bulan November 2014 yaitu 311 kg, bulan Desember 2014 yaitu 37 kg, dan 0 kg untuk bulan Januari 2015, Februari 2015, dan Maret 2015.

CPUE tertinggi terdapat pada bulan Juli, dengan usaha tangkap sebanyak 13 trip. Upaya tangkap pada bulan Agustus didapatkan hanya 7 trip, dan September sebanyak 22 trip. Perbedaan CPUE pada bulan Agustus yaitu sebesar 1244, sangat berbeda signifikan dibanding dengan CPUE bulan September sebesar 381 kg/ trip. Hal tersebut disebabkan oleh produksi yang tidak berbeda signifikan, namun perbedaan upaya yang sangat signifikan.

Bulan Januari hingga Maret, tidak didapatkan produksi hiu, sehingga CPUE yang didapatkan adalah 0 kg/ trip. Hal ini terjadi karena tidak dilakukan penangkapan, menanggapi isu pelarangan penangkapan beberapa spesies hiu.

21

Gambar 7 Hubungan CPUE dan produksi hasi tangkapan hiu kejen

Sumberdaya hiu kejen yang ditangkap oleh nelayan PPP Muncar, memiliki pola sebaran ukuran sebagai berikut :

a. Sebaran Ukuran Hasil Tangkapan

Ukuran hiu kejen yang tertangkap berada pada selang kurang dari satu meter hingga lebih dari tiga meter. Hiu kejen terkecil yang tertangkap memiliki panjang total 88 cm, sedangkan hiu kejen terbesar memiliki panjang total 318 cm. Hiu kejen terkecil memiliki jenis kelamin betina dan tertangkap di Selat Makassar. Hiu kejen terbesar memiliki dengan jenis kelamin betina dan tertangkap di Selat Bali. Hiu kejen terbanyak tertangkap pada selang ukuran 201-220 cm dengan jumlah 197 ekor (Gambar 8).

Gambar 8 Sebaran ukuran hiu kejen yang didaratkan di PPP Muncar (n=1067) Nilai nilai tengah dari hiu kejen betina yang didaratkan di PPP Muncar berdasarkan bulan adalah sebagi berikut : 193 cm pada bulan Mei, 158 cm pada bulan Juni, 152 cm pada bulan Juli, 208 cm pada bulan Agustus, 177cm pada bulan September, 180 cm pada bulan Oktober, 211 cm pada bulan November, dan 204 cm pada bulan Desember (Gambar 9).

1,842.08 12.33 0 5000 10000 15000 20000 25000 30000 1 10 100 1000 10000 CPU E (k g/trip) Produ ksi (k g) Bulan Produksi CPUE

25

4 PEMBAHASAN

Sumberdaya Hiu Kejen

Carcharhinus falciformis (Silky shark) lebih dikenal dengan nama lokal hiu kejen (Gambar 14). Merupakan jenis ikan hiu berukuran sedang yang bersifat oseanik dan pelagis, tetapi umumnya lebih banyak terdapat di perairan lepas pantai dekat dengan daratan dan di lapisan dekat permukaan, walau kadang dijumpai hingga kedalaman 500 m (White et al, 2006).

Sebaran jenis hiu ini diketahui sangat luas di seluruh perairan tropis. Di perairan Indonesia tercatat ditemukan di perairan Samudera Hindia, mulai dari barat Sumatera hingga selatan Nusa Tenggara, Laut Cina Selatan, Selat Makassar dan Laut Banda. Bahkan ikan-ikan yang masih muda (juvenil) kadang ditemukan di perairan dangkal seperti Laut Jawa. Jenis hiu ini sering tertangkap oleh pancing rawai ataupun jaring insang tuna, serta perikanan pelagis lainnya. Sedangkan juvenil dan ikan-ikan yang masih muda kadang tertangkap oleh jaring insang ataupun pancing yang beroperasi di dekat perairan pantai. Populasinya belum diketahui secara pasti karena belum tersedianya data khusus hasil tangkapan untuk jenis ikan ini, namun diduga kuat telah mengalami penurunan karena adanya tekanan penangkapan di semua kisaran ukurannya (Fahmi dan Dharmadi 2013)

Gambar 14 Hiu kejen (Carharhinus falciformis) (Sumber : Fahmi dalam Fahmi dan Dharmadi 2013)

Produktivitas penangkapan yang ditunjukkan dengan besaran nilai CPUE dapat dipengaruhi oleh jumlah trip dan ketersediaan stok sumber daya ikannya, (Cadima 2003; McCluskey & Lewison 2008). Pada perikanan hiu kejen yang didaratkan di PPP Muncar menunjukkan bahwa penambahan trip tidak secara otomatis mempengaruhi besaran nilai hasil tangkapan. Jumlah trip terbanyak oleh nelayan PPP Muncar dilakukan pada bulan September, namun tidak terjadi penambahan jumlah hasil tangkapan.

Peningkatan upaya penangkapan juga merupakan indikasi bahwa perairan yang menjadi fishing ground terdapat unit penangkapan yang dominan sebagai akibat dari adanya persaingan lokasi penangkapan (Gillis & Peterman 1998). Keadaan seperti ini menyebabkan terjadinya kondisi tangkap lebih terhadap stok perikanan di perairan tersebut.

Jumlah trip tidak secara otomatis mempengaruhi nilai tangkapan karena diperkirakan walaupun effort meningkat, jumlah stok ikan yang ditangkap juga

26

tidak meningkat. Hal tersebut dibuktikan dengan penelitian serupa oleh Nurdin et al.(2015). Peningkatan jumlah kapal penangkap ikan yang beroperasi hanya akan menghasilkan peningkatan produksi ikan bila SDI yang menjadi sasaran operasi penangkapannya belum dimanfaatkan penuh. Sehingga dapat diasumsikan sumberdaya ikan hiu kejen sudah dimanfaatkan secara penuh.

Hasil tangkapan ikan hiu kejen selama periode 2007 hingga 2013 membentuk

Dokumen terkait