• Tidak ada hasil yang ditemukan

Observed Imprecision, % CV Method Decision Chart

Dalam dokumen BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 21-31)

Level 1 Level 2 Level 3

6 Sigma (World Class) 5 Sigma (Excelent) 4 Sigma (Good) 3 Sigma (Marginal) 2 Sigma (Poor)

8. MCHC

Gambar 4.16 Method Decision Chart MCHC (BV)

Pada gambar 4.16 terlihat bahwa parameter MCHC pada level 1, 2, dan 3 berada pada daerah unacceptable.

4.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa parameter hemoglobin, hematokrit, MCH, dan MCHC baik presisi, trueness, akurasi, dan nilai sigma nya tidak dapat diterima. Untuk parameter leukosit hanya trueness yang dapat diterima pada level 2 dan 3. Parameter eritrosit hanya trueness yang dapat diterima pada level 1, 2, dan 3. Parameter trombosit untuk presisi dapat diterima di semua level, akurasi diterima pada level 2 dan 3 dengan nilai TEa menurut CLIA dan pada level 3 saja dengan nilai TEa menurut BV, nilai sigma pada kategori marginal untuk level 2 dan world class untuk level 3 dengan nilai TEa

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00

Ob se rv e d Inac cu racy , % Bias

Observed Imprecision, % CV Method Decision Chart

Level 1 Level 2 Level 3

6 Sigma (World Class) 5 Sigma (Excelent) 4 Sigma (Good) 3 Sigma (Marginal) 2 Sigma (Poor)

menurut CLIA dan good performance untuk level 3 dengan nilai TEa menurut BV. Parameter MCV presisi dapat diterima pada semua level, sedangkan trueness hanya diterima pada level 3 saja. Akurasi dapat diterima pada level 2 dan 3 saja, sedangkan nilai sigma dalam kategori poor performance untuk level 2 dan 3.

Pada hasil penelitian, trueness yang dinyatakan dalam ukuran bias tidak dapat diterima pada parameter hemoglobin, hematrokrit, leukosit (pada level 1), trombosit, MCV (pada level 1 dan 2), MCH, dan MCHC. Dalam pemantapan mutu baik intra laboratorium maupun ekstra laboratorium disepakati suatu asumsi bahwa kondisi bahan kontrol sama dengan sampel dari pasien, dengan demikian bias yang timbul akibat perbedaan kondisi bahan kontrol dan sampel pasien dapat dihindarkan. Namun pada kenyataannya bias ini tidak dapat dihilangkan sama sekali. Bias biasanya timbul karena adanya perbedaan matriks (misalnya bahan kontrol yang berasal dari binatang), variasi dalam proses pembuatan (pencampuran, filtrasi, dialisis, dan liofilisasi), variasi dalam kemasan (kesalahan pengisian), dan kesalahan rekonstruksi (pipetasi, penanganan).(20)

Selain trueness, presisi hasil penelitian juga tidak dapat diterima pada parameter hemoglobin, hematokrit, leukosit, eritrosit, MCH, dan MCHC. Presisi menandakan kesalahan acak (random error). Random error bisa disebabkan karena alat yang tidak stabil, variasi suhu, variasi reagen dan kalibrasi, serta variasi teknik prosedur pemeriksaan seperti pipetasi, pencampuran, dan waktu inkubasi. Pada penelitian, kesalahan acak yang mungkin terjadi adalah variasi suhu karena penelitian dilakukan selama 5 hari dan dilakukan pengulangan selama 5 kali setiap harinya. Selain itu, kesalahan acak lainnya yang mungkin terjadi

yaitu pencampuran atau homogenisasi bahan kontrol. Bahan kontrol sebaiknya dihomogenisasi setiap akan melakukan pemeriksaan. Dikarenakan pengukuran bahan kontrol yang dilakukan selama 5 kali per hari selama 5 hari, maka kemungkinkan bahan kontrol ada yang mengendap dan tidak terhomogenisasi dengan sempurna sehingga menimbulkan kesalahan acak yang mempengaruhi nilai presisi. Karena nilai presisi dan trueness yang kurang memuaskan, maka menyebabkan hasil akurasi juga tidak memuaskan sehingga kinerja alat tidak dapat diterima.(20)

Nilai sigma yang didapat pada penelitian ini dikategorikan pada kelompok marginal untuk parameter trombosit pada level 2. Kategori ini menandakan

bahwa metode membutuhkan strategi Total QC dan menekankan operator yang terlatih, rotasi operator terbatas, statistik QC lebih mahal, pemeliharaan preventif yang lebih aktif, kehati-hatian pemantauan terhadap hasil pemeriksaan pasien, dan upaya untuk meningkatkan kinerja metode. Untuk parameter trombosit pada level 3 dengan menggunakan TEa menurut CLIA, nilai sigma dikategorikan world class yang menunjukkan bahwa metode lebih mudah dikelola dan dikendalikan,

biasanya membutuhkan hanya 1 atau 2 pengukuran kontrol per run dan aturan kontrol tunggal. Sedangkan untuk parameter trombosit pada level 3 yang menggunakan TEa menurut BV, nilai sigma masuk dalam kategori good performance yang berarti metode dapat dikelola dengan baik dalam operasi rutin

jika merencanakan prosedur statistik QC dengan berhati-hati dan bersedia untuk menerapkan prosedur multirule dengan 4-6 pengukuran kontrol per run. Untuk parameter MCV pada level 2 dan 3, nilai sigma dikategorikan pada poor

performance, artinya metode sebelumnya dianggap diterima, namun setelah

pengenalan baru dari prinsip-prinsip manajemen mutu enam sigma, dan benchmark industri sekarang menetapkan standar kinerja minimum 3 Sigma untuk

proses produksi rutin, sehingga kinerja di daerah antara 2 Sigma dan 3 Sigma dianggap tidak memuaskan. Untuk parameter lainnya seperti hemoglobin, hematokrit, leukosit, eritrosit, MCH, dan MCHC, nilai sigma masuk kategori unacceptable yang menyatakan bahwa metode tidak memenuhi persyaratan mutu,

sehingga tidak dapat diterima untuk operasi rutin.(26)

Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa hampir semua parameter kinerja nya tidak dapat diterima, kecuali parameter trombosit dan MCV pada level 2 dan 3, itupun harus melakukan perbaikan juga. Dikarenakan hasil penelitian yang kurang memuaskan, maka perlu dilakukan investigasi terhadap hasil tersebut.

Pertama, lihat kembali preparasi sampel dan pengujian. Pada saat penelitian, preparasi sampel sudah dilakukan dengan benar yaitu dengan mengeluarkan terlebih dahulu bahan kontrol dari refrigerator yang bersuhu 2-80C, kemudian didiamkan selama kurang lebih 15 menit, lalu menghomogenkan terlebih dahulu bahan kontrol sebelum melakukan QC. Setelah selesai melakukan penelitian pada hari pertama, selanjutnya bahan kontrol disimpan kembali pada refrigerator yang bersuhu 2-80C untuk digunakan kembali pada penelitian keesokan harinya.

Stabilitas bahan kontrol yaitu 90 hari (closed vial), dan 14 hari (open vial). Jadi, secara stabilitas seharusnya bahan kontrol masih stabil karena bahan kontrol baru dibuka pada saat penelitian saja.(29,31)

Kedua, cek bahwa bahan kontrol sudah dilakukan pengujian pada metode alat yang benar. Pada saat penelitian bahan kontrol diperiksa dengan menggunakan alat hematology analyzer yang mempunyai prinsip flowcytometry. Sistem laser semi-conductor akan menghitung satu per satu sel yang melewati sinar yang lurus

dan yang dibelokkan terhadap sel tersebut berdasarkan ukuran sel. Bahan kontrol diperiksa dengan menggunakan menu QC, kemudian memeriksa bahan kontrol pada setiap level seperti melakukan QC harian.(29,32)

Ketiga, lihat hasil QC sebelumnya. Hasil QC sebelum dilakukan penelitian masih dalam batas normal dan masuk range, sehingga alat masih digunakan untuk pemeriksaan sampel pasien. Pemantapan mutu atau Quality Control (QC) merupakan suatu proses atau tahapan didalam prosedur yang dilakukan untuk mengevaluasi proses pengujian, dengan tujuan untuk memastikan bahwa sistem mutu berjalan dengan lancar. Selain itu, QC dilakukan untuk menjamin hasil pemeriksaan laboratorium, mengetahui, dan meminimalkan penyimpangan, serta mengetahui sumber dari penyimpangan. QC bertujuan untuk mendapatkan hasil tes yang reliabel, mendeteksi kesalahan yang terjadi selama proses, sehingga dapat mencegah kesalahan berikutnya. Dengan menjalankan kegiatan QC, laboratorium dapat menjamin bahwa performa instrumen laboratorium yang digunakan untuk pemeriksaan sampel pasien dalam keadaan stabil dan tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu.(20,29)

Keempat, lihat kembali kinerja QC, kalibarsi alat, dan kinerja reagen sebelum, selama, dan setelah pemeriksaan bahan kontrol. QC sebelum, selama, dan setelah pemeriksaan bahan kontrol masih masuk range. Namun, tidak

diketahui parameter mutunya (presisi, trueness, akurasi) apakah dapat diterima atau tidak. Kalibrasi alat dilakukan setiap satu tahun sekali. Kalibrasi alat sangat diperlukan untuk mendapatkan dan menjamin hasil pemeriksaan laboratorium yang terpercaya. Kalibrasi alat dilakukan pada saat awal, ketika alat baru di instal dan di uji fungsi, dan selanjutnya wajib dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun, atau sesuai dengan pedoman pabrikan prasarana dan alat kesehatan serta ketentuan perundang-undangan sesuai instruksi pabrik. Kalibrasi alat dapat dilakukan oleh teknisi penjual alat, petugas laboratorium yang kompeten dan pernah dilatih, atau oleh institusi yang berwenang. Kalibrasi serta fungsi peralatan dan sistem analitik harus dipantau secara berkala dan dibuktikan memenuhi syarat atau sesuai standar laboratorium dan harus mempunyai dokumentasi untuk pemeliharaan, serta tindakan pencegahan sesuai rekomendasi pabrik pembuat. Semua instruksi pabrik untuk penggunaan dan pemeliharaan alat harus sepenuhnya dipenuhi. Kinerja reagen sebelum dan selama pemeriksaan bahan kontrol dalam keadaan baik. Expired reagen masih lama, rata-rata September 2020 sampai tahun 2021 untuk setiap reagen. Stabilitas reagen masih terjamin. Reagen stabil selama satu tahun jika disimpan pada suhu 2-300C. Jika alat digunakan pada lingkungan dengan suhu 15-300C, maka buang wadah yang terbuka setelah 60 hari. Pada saat penelitian, reagen yang digunakan rata-rata satu sampai hampir 2 bulan setelah dibuka, sehingga reagen masih dalam keadaan stabil.(29,33)

Kelima, hubungi produsen alat atau reagen untuk meminta bantuan. Jika setelah dilakukan penelitian mengenai verifikasi metoda ini parameter mutu masih

tidak dapat diterima, dan kemungkinan kesalahan terbesar nya ada pada alat atau reagen, maka sebaiknya hubungi produsen alat atau reagen untuk tindak lanjut berikutnya dan sebagai upaya tindakan perbaikan untuk meningkatkan kinerja alat dan laboratorium.(29)

Keenam, periksa kembali bahan kontrol jika memungkinkan atau membeli kembali bahan kontrol yang baru. Setelah dilakukan penelitian dan pengolahan data, tidak dilakukan kembali pemeriksaan bahan kontrol baik dengan bahan kontrol yang sama atau bahan kontrol yang baru, dikarenakan bahan kontrol sudah melebihi batas open stability, dan mendekati masa expired, serta keterbatasan waktu penelitian sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan kembali pemeriksaan dengan bahan kontrol yang baru.(29)

Selain itu, dibuatkan juga diagram tulang ikan untuk memudahkan proses investigasi sebagai berikut :

Gambar 4.17 Diagram Tulang Ikan (Fish Bone) Investigasi Hasil Penelitian

Dari gambar 4.17 dapat diidentifikasi kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi pada saat penelitian. Kesalahan terbesar yang mungkin terjadi adalah dari bahan kontrol yang mungkin sudah tidak stabil karena bahan kontrol yang sudah mendekati tanggal expired meskipun belum di buka. Selain itu, kemungkinan suhu refrigetaror tempat penyimpanan bahan kontrol tidak stabil karena sering di buka tutup sehingga menyebabkan bahan kontrol menjadi tidak stabil. Selain dari bahan kontrol, kemungkinan lainnya yaitu pada alat nya sendiri. Kemungkinan alat sudah waktunya untuk kalibrasi kembali.

Selain itu, kesalahan yang dapat terjadi yaitu bisa dari tahap pre analitik, analitik, atau pasca analitik. Kegiatan tahap pra analitik dilakukan agar spesimen benar-benar representatif sesuai dengan keadaan pasien, tidak terjadi kekeliruan jenis spesimen, dan mencegah tertukarnya spesimen-spesimen satu sama lainnya.

Tujuan pengendalian tahap pra analitik yaitu untuk menjamin bahwa spesimen yang diterima benar dan dari pasien yang benar pula serta memenuhi syarat yang telah ditentukan. Kesalahan pada tahap pra analitik merupakan kesalahan yang terbesar, yaitu bisa mencapai 60%-70%. Hal ini bisa disebabkan karena spesimen yang diterima tidak memenuhi syarat yang ditentukan. Jika spesimen tidak baik dan tidak memenuhi syarat untuk pemeriksaan, maka akan didapatkan hasil atau output pemeriksaan yang salah. Spesimen yang tidak memenuhi syarat sebaiknya ditolak, dan dilakukan pengulangan spesimen agar tidak merugikan laboratorium.(20)

Pada tahap analitik dilakukan pengendalian untuk menjamin bahwa hasil pemeriksaan spesimen dari pasien dapat dipercaya, sehingga klinisi dapat

menggunakan hasil laboratorium tersebut untuk menegakkan diagnosis terhadap pasiennya. Tingkat kesalahan pada tahap analitik sekitar 10%-15%. Kegiatan pada tahap analitik lebih mudah di kontrol atau dikendalikan dibandingkan tahap pra analitik, karena semua kegiatannya berada di dalam laboratorium. Laboratorium wajib melakukan pemeliharaan dan kalibrasi alat baik secara berkala atau sesuai kebutuhan, agar pada saat melaksanakan pemeriksaan spesimen pasien tidak mengalami kendala atau gangguan yang berasal dari alat laboratorium. Kerusakan alat dapat menghambat aktivitas laboratorium yang pada akhirnya akan merugikan laboratorium itu sendiri.(20)

Pada tahap pasca analitik, kesalahan yang mungkin terjadi yaitu sekitar 15%-20%. Kesalahan penulisan hasil pemeriksaan dapat membuat klinisi salah memberikan diagnosis terhadap pasien. Kesalahan dalam menginterpretasikan dan melaporkan hasil pemeriksaan juga dapat berbahaya bagi pasien.(20)

Setelah akar penyebab permasalahan diketahui, selanjutnya dilakukan tindakan perbaikan dengan cara memverifikasi alat atau metode. Dikarenakan hasil verifikasi metode pada penelitian ini kurang memuaskan, maka setelah memperbaiki kemungkinan kesalahan yang terjadi pada saat penelitian, dilakukan kembali verifikasi alat atau metode untuk memastikan bahwa kinerja alat sudah dalam keadaan baik. Tindakan perbaikan lainnya yaitu melatih personel agar melakukan prosedur yang tepat untuk preparasi sampel, pengujian, dan pelaporan.

Selain itu, memodifikasi (mempersempit) rentang penerimaan QC untuk mendeteksi masalah lebih cepat, mengevaluasi atau meningkatkan frekuensi

kalibrasi, melakukan verifikasi fungsi instrumen atau alat, dan memperbaiki prosedur untuk mencerminkan tindakan perbaikan.(29)

Dalam dokumen BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 21-31)

Dokumen terkait