• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia Tahun 2006-

E. Kerangka Pemikiran

1. Official Assessment System

Suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Adapun Ciri-cirinya:

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus;

b) Wajib Pajak pasif;

c) Pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Self Assessment System

9 Adrian Sutedi,Hukum Pajak dan Retribusi Daerah, Bogor, Ghalia Indonesia, Mei 2008, hlm 34-35 10Ibid Adrian Sutedi, hlm 33.

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

Adapun ciri-cirinya:

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada Wajib Pajak sendiri,

b) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang,

c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 3. With Holding System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Adapun ciri-cirinya memiliki wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

B. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak

Wajib pajak mempunyai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan, diantaranya adalah11:

1. Kewajiban Wajib Pajak

Kewajiban Wajib Pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, adalah:

a. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP;

b. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar;

c. Mengambul sendiri Surat Pemberitahuan, mengisinya dengan benar dan memasukan sendiri ke Kantor Pelayanan Pajak dalam batas waktu yang telah ditetapkan;

d. Menyelengarakan pembukuan atau pencatatan; e. Jika diperiksa, wajib :

a) memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak,

b) memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan guna memperlancar pemeriksaan,

c) memberikan keterangan yang diperlukan. 2. Hak-hak Wajib Pajak

Hak-hak Wajib Pajak menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, adalah :

a. Mengajukan surat keberatan dan banding;

b. Menerima tanda bukti pemasukan, pembetulan, dan mengajukan permohonan penundaan pemasukan Surat Pemberitahuan;

d. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi serta pembetulan surat ketetapan yang salah;

e. Memberi kuasa kepada orang lain untuk melaksanakan kewajiban perpajakan.

Pada dasarnya wajib pajak berkewajiban melakukan pemberitahuan atau laporan pajak pada setiap tahunnya atau yang biasa disebut dengan Surat Pemberutahuan (SPT) Pajak. Adapun Jenis dan Funsi Surat Pemberitahuan (SPT), terdiri dari jenis Surat Pemberitahuan terdiri dari dua jenis, yaitu12

:

Surat Pemberitahuan dapat dibedakan menjadi dua yaitu Surat Pemberitahuan Masa dan Surat Pemberitahuan Tahunan.

1. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak, terdiri dari :

a) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26;

b) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22;

c) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pasal 26;

d) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25; e) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2; f) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 15; g) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai;

h) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut;

i) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran yang menggunakan nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak;

j) Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

2. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak yang terdiri dari :13

a) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan;

b) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan yang diizinkan menyelengarakan pembukuan dalam Bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat;

c) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi;

d) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan pasal 21.

b. Fungsi Surat Pemberitahuan

Fungsi dari Surat Pemberiahuan bagi Wajib Pajak adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:14

13Ibid Erly Suandi, hlm 37 14Ibid Erly Suandi, hlm. 43

a) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. b) Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan

objek pajak;

c) Harta dan kewajiban

d) Pembayaran dari pemotongatua pemungut pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak, yang ditentukan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Sementara itu, batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan, yaitu15

:

NO Jenis Pajak Yang Menyampaikan Disetor paling Lambat 1 SPT Tahunan PPh

orang Pribadi / Badan (1770/1771)

Wajib Pajak yang mempunyai NPWP

Selambatnya tiga bulan setelah berakhirnya tahun pajak 2 PPh Tahunan Pasal 21 (1721) Pemotong PPh Pasal 21

Tiga bulan setelah berakhirnya tahun

pajak

Pada dasarnya SPT disampaikan sesuai batas waktu yang telah ditetapkan, tetapi SPT tersebut tidak atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan dokumen yang dapat berupa antara lain surat kuasa, surat keterangan tentang perkawinan dengan pihak harta dan penghasilan, dokumen yang berkenaan dengan impor atau ekspor dan surat setoran pajak, maka surat pemberitahuan dianggap tidak disampaikan.

Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa dan sebesar Rp. 10.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberiyahuan Tahunan16

.

C. Pajak Negara dan Pajak Daerah

Pengenaan pajak di Indonesia dapat dikelompokan manjadi 2 (dua) bagian, yaitu Pajak Negara dan Pajak Daerah. Pajak Negara yang sampai saat ini masih berlaku adalah:17

1. Pajak Penghasilan (PPh)

Dasar hukum prngenaan Pajak Penghasilan adalah Undang-undang No 7 Tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2000. Undang-undang Pajak Penghasilan berlaku mulai tahun 1984 dan merupakan pengganti UU Pajak Perseroan 1925, UU Pajak Pendapatan 1944, UU PBDR 1970.

16 Santoso Brotodihardjo, Pengantar Hukum Pajak, Eresco, 2003, hlm 52 17Ibid Santoso Brotodihardjo, hlm 55

2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN & PPn BM).

Dasar hukum pengenaan PPN PPn BM dalah Undang-undang No. 8 Tahun 1983 sebagaimana Telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 18 Tahun 2000 Pajak Penjualan. Undang-undang PPN & PPn BM efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1985 dan merupakan pengganti Undang-Undang Pajak Penjualan 1951.

3. Bea Materai

Dasar hukum pengenaan Bea Materai adalah Undang-undang No. 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai. Undang-undang Bea Materai berlaku mulai tanggal 1 Januari 1986 menggantikan peraturan dan Undang- undang Bea Materai yang lama (Aturan Bea Materai 1921).

4. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

Dasar hukum pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Undang- undang No. 12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Daerah. Undang-Undang PBB berlaku mulai tanggal 1 Januari 1986 dan merupakan pengganti:

a. Ordonansi Pajak Rumah Tangga tahun 1908 b. Ordonansi Verponding tahun 1928

c. Ordonansi Pajak Kekayaan tahun 1932 d. Ordonansi Pajak Jalan tahun 1942

e. Undang-Undang Darurat nomor 11 Thun 1957 Khususnya pasal 14 huruf j,k,l

f. Undang-Undang nomor 11 Prp. Tahun 1959 Pajak Hasil Bumi. 5. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Dasar hukum pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Undang-undang No. 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2000. Undang-Undang BPHTB berlaku sejak tanggal 1 Januari 1998 menggantikan Ordonansi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 Nomor. 291.

BAB III

ASPEK HUKUM PEMUNGUTAN PAJAK DALAM PEMASANGAN

IKLAN

A. Aspek Hukum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

Sistem Pemerintahan Republik Indonesia Mengatur asas desentralisasi, dan tugas pembantu yang dilaksanakan secara bersama-sama. Untuk mewujudkan pelaksanaan desentralisasi tersebut maka dibentukla daerah otonom yang terbagi dalam daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota yang bersifat otonom sesuai dengan ketentuan pasal 1ayat 6 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.1

Dasar hukum pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Adapun yang terkait dengan Pajak Daerah antara lain :

1. Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas Daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Daerah dan pembangunan Daerah.

3. Badan, adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya. Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.

4. Subjek Pajak, adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan Pajak Daerah.

5. Wajib Pajak, adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah telah menetapkan jenis pajak yang dapat dipungut oleh pemerintah provinsi dan jenis pajak yang dipungut dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu:2

1. Pajak Propinsi, terdiri dari :

a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air;

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;

d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

2. Pajak Kabupaten/Kota, Terdiri dari: a. Pajak Hotel;

b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Iklan;

e. Pajak Penerangan Jalan;

f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C; g. Pajak Parkir;

h. Pajal lain-lain.

Tarif Pajak sebagaimana disebutkan di atas ditetapkan paling tinggi sebesar:

1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air sebesar 5% (lima persen);

2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air sebesar 10% (sepuluh persen);

3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebesar 5% (lima persen); 4. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air

Permukaan sebesar 20% (dua puluh persen); 5. Pajak Hotel sebesar 10% (sepuluh persen); 6. Pajak Restoran sebesar 10% (sepuluh persen); 7. Pajak Hiburan sebesar 35% (tiga puluh lima persen); 8. Pajak Reklame sebesar 25% (dua puluh lima persen); 9. Pajak Penerangan Jalan sebesar 10% (sepuluh persen);

10. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C sebesar 20% (dua puluh persen);

11. Pajak Parkir sebesar 20% (dua puluh persen).

Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan 4 di atas ditetapkan seragam diseluruh Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada angka 5 sampai dengan 11 di atas ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Adapun tata cara pelaksanaan pemungutan pajak ditetapkan oleh Kepala Daerah. Piutang pajak yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan. Penghapusan

Piutang Pajak Kabupaten atau Kota yang sudah kadaluwarsa dilakukan dengan keputusan yang masing-masing ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati atau Walikota. Tata cara penghapusan piutang pajak yang sudah kadaluwarsa diatur dengan Peraturan Daerah.

Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah, maka penyelenggaraan pemerintahan daerah dilakukan dengan memberikan kewenangan yang lebih luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah.

Hal ini menyebabkan dalam penyelenggaraan otonomi daerah, perlu menekankan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, dan akuntabilitas serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah untuk memantapkan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab.

Terkait dengan Retribusi Daerah antara lain:

1. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

2. Jasa, adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

3. Jasa Umum, adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dn kemanfaatan umum serta serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

4. Jasa Usaha, adalah jasa yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip-prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sector swasta.

5. Perizinan Tertentu, adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan.

6. Pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Jenis Retribusi Daerah dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:3 1. Retribusi Jasa Umum

Retribusi Jasa Umum ditetapkan denga Peraturan Pemerintah dengan criteria-kriteria sebagai berikut:

a. Retribusi Jasa Umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Usaha atau Retribusi Perizinan Tertentu.

b. Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi;

c. Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, disamping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum;

d. Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi;

e. Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai pentelenggaraannya;

f. Retribusi dapat di panggul secara efektif dan efisien, serta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial; dan

g. Pemungutan Retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan atau kualitas pelayanan yang lebih baik.

Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum adalah; a. Retribusi Pelayanan Kesehatan

b. Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan

c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil

d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum

f. Retribusi Pelayanan Pasar

g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor

h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta

j. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan

2. Retribusi Jasa Usaha

Retribusi Jasa Usaha ditetapkan dengan peraturan Pemerintah dengan kriteria-kriteria sebagai berikut;

a) Retribusi Jasa Usaha bersifat bukan pajak dan bersifat bukan Retribusi Jasa Umum atau Retribusi Perizinan Tertentu; dan

b) Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta dimiliki/ dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh pleh Pemerintah Daerah.

1. Termasuk pada jenis Retribusi Jasa Usaha adalah: a) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; b) Retribusi Pasar Grisor dan/ atau Pertokoan; c) Retribusi Tempat Pelelangan;

d) Retribusi Terminal;

e) Retribusi Tempat Khusus Parkir;

g) Retribusi Penyedotan Kakus; h) Retribusi Rumah Potong Hewan; i) Retribusi Pelayanan Pelabuhan Kapal; j) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga; k) Retribusi Penyebrangan di Atas Air;

l) Retribusi Pengolahan Limbah Cair; m) Retribusi Penjualan Produksi Daerah.

3. Retribusi Perizinan Tertentu

Retribusi Perizinan Tertentu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan Kriteria-kriteria sebagai berikut;

a. perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi; b. perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi

kepentingan umum; dan

c. biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dari biaya untuk menanggulangi dampak negatif dari perizinan tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari Retribusi perizinan.

Sedangkan jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah; a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;

b. Retribusi Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; c. Retribusi Izin Gangguan;

d. Retribusi Izin Trayek. B. Objek Retribusi Daerah

Indonesia adalah negara yang menjadikan pajak sebagai salah satu sumber pendapatannya. Pajak Indonesia banyak sekali macamnya, mulai dari pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak iklan, dan lain-lain. Oleh karena itu pajak iklan merupakan pajak yang dibayarkan atas iklan yang telah dibuat. Pembayaran pajak iklan sifatnya wajib.

Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi yaitu terletak pada kemampuan keuangan daerah. Artinya, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya.

Ketergantungan kepada bantuan Pusat harus seminimal mungkin, sehingga Pendapatan Asli Daerah, khususnya pajak dan retribusi daerah harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan Pusat dan Daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara. Berkaitan dengan hal tersebut, optimalisasi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Untuk itu diperlukan intensifikasi dan ekstensifikasi subyek dan objek pendapatan. Dalam jangka pendek kegiatan yang paling mudah dan dapat segera dilakukan adalah dengan melakukan intensifikasi terhadap objek atau sumber pendapatan daerah yang sudah ada terutama melalui pemanfaatan teknologi informasi. Melakukan dengan efektivitas

dan efisiensi sumber atau objek pendapatan daerah, maka akan meningkatkan produktivitas Pendapatan Asli Daerah tanpa harus melakukan perluasan sumber atau objek pendapatan baru yang memerlukan studi, proses dan waktu yang panjang. Dukungan teknologi informasi secara terpadu guna mengintensifkan pajak mutlak diperlukan karena sistem pemungutan pajak yang dilaksanakan selama ini cenderung tidak optimal. Masalah ini tercermin pada sistem dan prosedur pemungutan yang masih konvensional dan masih banyaknya sistem berjalan secara parsial, sehingga besar kemungkinan informasi yang disampaikan tidak konsisten, versi data yang berbeda dan data tidak up-to-date. Permasalahan pada sistem pemungutan pajak cukup banyak, misalnya baik dalam hal data wajib pajak/retribusi, penetapan jumlah pajak, jumlah tagihan pajak dan target pemenuhan pajak yang tidak optimal.

Secara umum, upaya yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah melalui optimalisasi intensifikasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, antara lain dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut : 4

1. Memperluas Basis Penerimaan

Tindakan yang dilakukan untuk memperluas basis penerimaan yang dapat dipungut oleh daerah, yang dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial, antara lain yaitu mengidentifikasi pembayar pajak baru/potensial dan jumlah pembayar pajak, memperbaiki basis data

4www.blogirmadevita.com Data diakses pada hari Jum’at Tanggal 27 Mei 2011, pada pukul

objek, memperbaiki penilaian, menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan.

2. Memperkuat Proses Pemungutan

Upaya yang dilakukan dalam memperkuat proses pemungutan, yaitu antara lain mempercepat penyusunan Perda, mengubah tarif, khususnya tarif retribusi dan peningkatan SDM.

3. Meningkatkan Pengawasan

Hal ini dapat ditingkatkan yaitu antara lain dengan melakukan pemeriksaan secara dadakan dan berkala, memperbaiki proses pengawasan, menerapkan sanksi terhadap penunggak pajak dan sanksi terhadap pihak fiskus, serta meningkatkan pembayaran pajak dan pelayanan yang diberikan oleh daerah.

4. Meningkatkan efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan Tindakan yang dilakukan oleh daerah yaitu antara lain memperbaiki prosedur administrasi pajak melalui penyederhanaan admnistrasi pajak, meningkatkan efisiensi pemungutan dari setiap jenis pemungutan. 5. Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih

baik. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di daerah.

Selanjutnya, ekstensifikasi perpajakan juga dapat dilakukan, yaitu melalui kebijaksanaan Pemerintah untuk memberikan kewenangan perpajakan yang lebih besar kepada daerah pada masa mendatang. Untuk itu, perlu adanya

perubahan dalam sistem perpajakan Indonesia sendiri melalui sistem pembagian langsung atau beberapa basis pajak Pemerintah Pusat yang lebih tepat dipungut oleh daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, ada gagasan yang berkembang di kalangan para pakar internasional, akademisi maupun praktisi di bidang desentralisasi fiskal, untuk menambahkan taxing power kepada Pemerintah Daerah5

. Di lain pihak, dilihat dari sisi kewenangan yang menjadi tanggung jawab Daerah. Namun demikian, otonomi daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan hanya semata diukur dari jumlah Pendapatan Asli Daerah yang dapat dicapai tetapi lebih dari itu yaitu sejauh mana pajak daerah dan retribusi daerah dapat berperan mengatur perekonomian masyarakat agar dapat bertumbuh kembang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Adapun yang menjadi Objek Retribusi Daerah terdiri dari:6

1. Jasa Umum, yaitu berupa pelayanan yang disediakan atau diberikan Pemerintah Daerah untuk Tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan.

2. Jasa Usaha, yaitu berupa pelayanan yang disediakan oleh Pemerintah Daerah dengan menganutn prinsip komersial.

3. Perizinan Tertentu, yaitu kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang , penggunaan sumber

5www.harrywaluya.wordpress.com/category/perimbangan-keuangan/pajakretribusi-daerah.