• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh: Nursalamah Siagian

Dalam dokumen Pembelajaran Jarak Jauh Era Covid-19 (Halaman 35-39)

Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta

Pendahuluan

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan penyakit akibat virus corona baru (Covid-19) sebagai pandemi pada 12 Maret 2020. Para ahli telah memperkirakan bahwa wabah Covid-19 kemungkinan besar masih akan terus berlangsung hingga beberapa bulan ke depan atau bisa jadi dalam hitungan tahun. Sejak itu pula para ahli telah menyarankan agar pemerintah dan masyarakat di berbagai negara mempersiapkan diri untuk memasuki suatu fase tatanan kehidupan kenormalan baru (a new normal life).

Meski belum ada rumusan yang disepakati secara universal tentang apa yang dimaksud kenormalan baru (the new normal) itu, istilah itu setidaknya mengacu pada situasi ketika kita tidak dapat terus menerus menerapkan langkah isolasi diri, melainkan harus mulai menjalani lagi aktivitas ekonomi dan sosial kita, sambil pada saat yang sama menerima kenyataan bahwa virus korona baru itu akan tetap hidup bersama dengan kita, setidaknya sampai ditemukannya vaksin anti-virus tersebut. Pemerintah Indonesia sendiri saat ini masih menyiapkan langkah-langkah menuju fase kenormalan baru tersebut.

WHO dan para ahli sains menyarankan langkah dasar aman dari covid-19: pertama, social distancing/psysical

distancing (satu meter berbicara dengan orang lain). Kedua, cuci tangan sesering mungkin. Ketiga, menghindari

menyentuh mata, hidung, dan mulut. Keempat, menutup hidung dan mulut kita dengan masker yang sesuai standar.

Kelima, jika demam, badan sakit-sakit (nggreges) dan sesak

nafas segerahlah periksa ke dokter. Keenam, bagi yang berpindah-pindah khususnya lintas negara dan daerah, maka harus menisolasi diri (self-isolation/quarantine) selama minimal empat belas hari. Ketujuh, terus menjaga kekebalan tubuh agar tidak mudah terserang penyakit (Maliki, 2020: 64).

Sektor yang paling terdampak akibat wabah pandemi Covid-19 di antarannya adalah pendidikan. Sampai dengan 25 Mei 2020, Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) mencatat sebanyak 150 negara menutup pembelajaran di sekolah akibat pandemi Covid-19. Jumlah pelajar/mahasiswa yang terdampak secara global sekitar 1,2 milyar orang atau sekitar 68 persen dari total pelajar/mahasiswa terdaftar. Menurut data UNSECO pula, jumlah total pelajar/mahasiswa Indonesia yang terdampak sekitar 68 juta siswa, terdiri dari sekitar 60 juta siswa PAUD- Menengah dan 8 juta mahasiswa perguruan tinggi (https:// en.unesco.org/covid19/educationresponse; diakses 26 Mei 2020).

Sementara itu, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Islam (EMIS) mencatat jumlah siswa RA/madrasah (tahun pelajaran 2019/2020) sekitar 9,4 juta pelajar, jumlah santri pondok pesantren sekitar 3,6 juta santri, dan jumlah mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam sekitar 900 ribu orang, di luar jumlah mahasiswa yang terdaftar pada Fakultas Agama Islam (FAI) di perguruan tinggi umum, sekitar 6 ribu orang. Dengan demikian, persentase siswa RA/

madrasah mencapai 21,7 persen dari jumlah total siswa secara nasional, sementara jumlah mahasiswa PTKI mencapai seperdelapan dari jumlah total mahasiswa secara nasional.

Upaya mencegah penyebaran virus semakin meluas, dan mendapat respon dari pemerintah. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Surat Edaran No. 3 tahun 2020; Surat Edaran Sekjen Kemendikbud No. 3660/A.A5/OT/2020 pada 15 Maret 2020. Menanggapin surat edaran tersebut banyak instansi pemerintah terutama sekolah-sekolah memutuskan untuk melakukan pembelajaran di rumah.

Selain itu juga ada surat edaran Nomor 4 tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid. Dalam Surat Edaran tersebut dijelaskan bahwa proses belajar dilaksanakan di rumah melalui pembelajaran daring/jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa. Belajar di rumah dapat difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup antara lain mengenai pandemi Covid-19 (Dewi, 2020: 56).

Berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan madrasah di tengah pandemi Covid-19, Kementerian Agama telah menerbitkan Panduan Kurikulum Darurat pada Madrasah yang dituangkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Nomor 2791 Tahun 2020 tertanggal 18 Mei 2020.

Panduan tersebut menjelaskan kurikulum darurat adalah kurikulum yang disusun dan dilaksanakan oleh satuan pendidikan pada masa darurat dengan memperhatikan rambu-rambu ketentuan yang berlaku serta kondisi keterbatasan masing-masing satuan pendidikan di masa darurat. Masa darurat yang dimaksud bukan hanya pada masa darurat Covid-19, tetapi berlaku pula pada masa darurat karena terjadi bencana alam, huru-hara dan sebagainya. Kurikulum

yang disusun dan dilaksanakan oleh satuan Pendidikan pada masa darurat.

Oleh karena itu semua aspek yang berkenaan dengan perencanaan pembelajaran, kegiatan pembelajaran dan penilaian hasil belajar disesuaikan dengan kondisi darurat yang terdapat dan dirasakan oleh setiap satuan Pendidikan madrasah. Mempertimbangkan kondisi darurat setiap daerah dan madrasah berbeda, maka implementasi kurikulum darurat setiap satuan pendidikan bisa berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing.

Panduan ini berlaku bagi jenjang pendidikan madrasah mulai dari Raudhatul Athfal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), hingga Madrasah Aliyah (MA). Menurut Direktur KSKK Panduan ini sejak pertengahan Mei 2020 sudah disosialisasikan kepada seluruh Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil) dan pengawas madrasah untuk diteruskan kepada semua pihak terkait sampai di tingkat teknis madrasah.

Pada masa darurat Covid-19, madrasah telah melaksanakan kegiatan pembelajaran di tengah kondisi darurat sesuai dengan kondisi dan kreativitas masing-masing madrasah.

Menurut Heru Purnomo, pembelajaran jarak jauh dengan penerapan metode pemberian tugas secara daring bagi para siswa melalui WhatsApp grup dipandang efektif dalam kondisi darurat karena adanya virus korona seperti sekarang ini. Banyak guru mengimplementasikan dengan cara-cara beragam belajar di rumah, dari perbedaan belajar itu basisnya tetap pembelajaran secara daring. Ada yang menggunakan konsep ceramah online, ada yang tetap mengajar di kelas seperti biasa tetapi divideokan kemudian dikirim ke aplikasi

WhatsApp siswa, ada juga yang memanfaatkan

Untuk melihat bagaimana kesiapan madrasah pada Era Kenormalan Baru, Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta melaksanakan seminar secara daring (webinar) dengan tema “Mempersiapkan Pendidikan Madrasah untuk Era Kenormalan Baru.” Webinar diikuti peserta sebanyak 240 orang dari seluruh provinsi di Indonesia yang mewakili unsur kepala madrasah, pengawas madrasah, guru madrasah, komite madrasah, organisasi siswa intra madrasah, peneliti dan pemangku kebijakan pendidikan Islam di daerah.

Webinar ini dilaksanakan pada tanggal 4 Juni 2020. Webinar nasional ini mendiskusikan berbagai aspek terkait kesiapan pendidikan madrasah menyongsong era kenormalan baru, antara lain, problem ketersediaan dan kesenjangan infrastruktur teknologi pendidikan, perlunya fleksibilitas dan kreativitas dalam mengimplementasikan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang menjadi acuan pendidikan di madrasah, serta peran kepala madrasah, komite madrasah, siswa, dan pembuat kebijakan di Kementerian Agama dalam mendukung pembelajaran madrasah bermutu di era kenormalan baru.

Kegiatan Webinar ini menghadirkan 4 (empat) narasumber: Ahmad Umar, Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan dan Kesiswaan Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama, Ishom Yusqi, Sekretaris Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Muhammad Zuhdi, Ketua Lembaga Penjaminan Mutu UIN Syarif Hidayatullah, dan Nurudin Sulaiman, Kepala Balai Litbang Agama Jakarta.

Dalam dokumen Pembelajaran Jarak Jauh Era Covid-19 (Halaman 35-39)