• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Onset Persalinan

Onset persalinan dapat diterangkan dengan mengetahui dasar-dasar perubahan morfologi, biokimia dan fisik uterus yang berkembang selama dan akhir kehamilan. Pada akhir bulan ke empat, periode utama perkembangan

commit to user

7

uterus, pembesaran uterus berupa hipertrofidan hiperplasi. Janin masih sangat kecil, tetapi pertumbuhan dari hari ke hari meningkat sangat cepat. Perkembangan yang cepat dari isi uterus yakni janin, plasenta, selaput amnion, dan cairan amnion akan meningkatkan berat uterus. Selama kehamilan, uterus meningkat dari 50 gram hingga 1200 gram. Otot polos uterus memanjang 10-12 kali dan menebal 2-7 kali. Hal ini akan meningkatkan volume uterus menjadi 100 kali (Wiknjosastro, 2006).

Walaupun korpus uteri dan serviks uteri merupakan bagian dari satu organ, tetapi memberikan reaksi yang sangat berbeda terhadap kondisi yang memungkinkan timbulnya persalinan. Saat implantasi blastosis dan selama kehamilan, miometrium dapat berkembang namun tetap dalam keadaan relaksasi, sedangkan serviks tetap kaku dan tak dapat diregangkan. Pada waktu proses persalinan terjadi, serviks harus melunak, dapat diregangkan, dan membuka. Fundus mengalami perubahan dari organ yang relaks dan lunak selama kehamilan, namun menjadi mampu mendorong janin melalui serviks dan jalan lahir. Kegagalan dalam koordinasi dari fungsi serviks dan fundus dapat menimbulkan kerugian pada hasil kehamilan. Meskipun tampaknya peranan serviks dan fundus selama persalinan bertentangan, tetapi terdapat bukti bahwa kedua proses ini diatur oleh bahan yang sama (Cunningham, 2005).

Gap junction adalah kontak dari sel ke sel yang diduga terdiri dari bagian simetrik membran plasma dari dua sel yang berhadapan. Diduga komunikasi antara sel-sel yang berhadapan diluruskan sehingga terbentuk

commit to user

8

poriantara sitoplasma dari 2 sel, jadi terbentuk jalan antara dua sel yang berhubungan untuk mempermudah penyaluran aliran (listrik atau ion) atau metabolit antara sel-sel. Pada saat ini keberadaan gap junction di jaringan miometrium dapat ditunjukkan. Dari penelitian Garfield dan kawan-kawan diketahui bahwa gap junction di antara sel-sel miometrium baru terbentuk selama proses persalinan. Dari penelitian berbagai spesies, termasuk manusia gap junction selama kehamilan tidak dapat ditemukan (atau sedikit sekali). Pada kehamilan cukup bulan jumlah gap junction bertambah dan pertambahan ini berjalan terus baik dalam jumlah ataupun ukuran selama proses persalinan. Gap junction mulai menghilang dalam waktu 24 jam setelah persalinan. Gap junction ditemukan pada persalinan prematur, baik yang persalinannya secara spontan atau karena diinduksi (Cunningham, 2005).

Faktor-faktor yang menghalangi terbentuknya gap junction antara sel-sel miometrium adalah penting untuk mempertahankan uterus dalam keadaan tenang (tidak mengadakan kontraksi). Sebaliknya, terbentuknya gap junction secara cepat pada kehamilan cukup bulan dapat mempermudah timbulnya kontraksi uterus yang terpadu yang khas pada proses persalinan (Cunningham, 2005).

Oleh karena itu, pengaturan dan pembentukan gap junction merupakan permasalahan yang penting. Penelitian baik in vitro maupun invivo pada hewan percobaan telah membuktikan bahwa progesteron menghambat dan estrogen merangsang pembentukan gap junction. Sintetis

commit to user

9

protein diperlukan untuk membentuk gap junction. Prostaglandin diduga mempunyai peranan penting pada pembentukan gap junction. Penghambatan sintesa prostaglandin akan menghambat pembentukan gap junction. Beberapa jenis prostanoid, seperti PGE2, PGF, tromboksan, dan mungkin

endoperoksid, memacu pembentukan gap junction in vitro, sedangkan yang lain prostanoid seperti prostasiklin dapat menghambat pembentukan gap

junction dantidak meningkatkan pembentukan dari gap junction

(Cunningham, 2005).

Otot polos dari miometrium mempunyai gambaran anatomi yang unik, berbeda dengan gambaran otot polos skelet. Perbedaan ini menimbulkan keuntungan khusus pada saat miometrium berkontraksi untuk keberhasilan melahirkan janin.Pertama, derajat pemendekan dari sel-sel otot polos lebih besar dari otot bergaris pada waktu kontraksi. Kedua, pada otot polos gaya kekuatan yang ditimbulkan dapat diarahkan ke segala jurusan, sedangkan pada otot bergaris gaya kekuatan terbatas searah dengan sumbu serat otot, otot polos tidak tersusun seperti otot bergaris. Kelompok filamen yang tebal dan tipis didalam miometrium terdapat memanjang dan tidak teratur diseluruh sel. Otot polos disusun sedemikian rupa sehingga dapat memperbesar pemendekannya dan memperbesar kekuatan yang ditimbulkan. Lain keuntungan adalah fakta bahwa otot polos dapat menimbulkan gaya kekuatan ke segala arah dan hal ini memberikan fleksibilitas terhadap arah gaya dorong yang ditimbulkan tanpa memperhatikan letak ataupun posisi janin (Wiknjosastro, 2006).

commit to user

10

Pengaturan kontraksi miometrium pada tingkat seluler adalah sebagai akibat dari aktivitas miosin rantai-rantai kinase yang diaktifkan oleh kalsium, afinitas enzim terhadap kompleks kalsium kalmodulin, dan CAMP dependen fosforilasi dari enzim oleh protein kinase juga harus dipertimbangkan difosforilasi dari miosin rantai ringan kinase dengan bantuan mioisin rantai-rantai kinase. Jadi, kontraksi akan terjadi bila didapatkan interaksi antara miosin yang sudah mengalami fosforilasi dengan aktin dan terbentuk aktin miosin yang mengalami fosforilasi (Cunningham, 2005).

Gambar 1.1 Kontraksi sel miometrium (Cunningham, 2005).

Pengaturan kontraksi dan relaksasi sel otot polos miometrium. Terdapat sejumlah agonis yang mengikat reseptor permukaan sel dan mengaktifkan fosfolipase C dan produksnya dari inositol 1,4,5 trifosfat (IP3). IP3 akan mengikat reseptor-reseptor tersebut dalam retikulum sarkoplasma

commit to user

11

dan menyebabkan pelepasan ion kalsium ke dalam sitoplasma. Ion kalsium dapat juga meningkat melalui tegangan atau pengaktivan saluran reseptor. Ion kalsium akan mengaktifkan kalmodulin yang memicu peningkatan aktifitas dari miosin light chain kinase (MLCkinase) dan fosforilasi dari miosin light chain (MLC). MLC yang terfosforilasi berinteraksi dengan aktin yang mengaktifasi adenosin trifosfat dan melalui hidrolisa dari adenosin trifosfat menghasilkan kekuatan yang diperlukan untuk kontraksi. Kontraksi dapat dipertahankan dengan aktifasi dari guanosin trifosfat yang mengikat protein, RhoA, dan Rhokinase, yang mana akan memfosforilasi dan menghambat miosin fosfat. Relaksasi diakibatkan kembalinya pelepasan ligand dari reseptornya. Relaksasi dapat juga terjadi melalui aktifitas hormon yang menginaktifkan MLC kinase, seperti agen yang mengaktifkan siklik adenosin mono fosfat (cAMP) atau pola sinyal siklik guanosin monofosfat (Cunningham, 2005).

Oksitosin merupakan hormon yang sangat kuat, dikeluarkan oleh neurohipofisis, yang mana merangsang secara langsung jaringan miometrium dan jaringan mioepitelial payudara. Oksitosin sangat cepat dimetabolisme dan waktu paruhnya berkisar antara 3-4 menit. Hanya ada sedikit bukti bahwa peningkatan kadar oksitosin maternal bertanggung jawab dalam memulai persalinan, tetapi kadar rendah oksitosin mungkin dibutuhkan sebagai faktor esensial. Sekali persalinan telah mulai, kadar oksitosin akan sangat meningkatkan kontraksi uterus yang intensif. Konsentrasi oksitosin yang ditemukan pada plasma ibu, janin, dan bayi yang baru dilahirkan tidak

commit to user

12

bermakna. Jadi, pengeluaran oksitosin dari hipofisis janin hanya berperan dalam fase ekspulsi dan postpartum. Pada kondisi postpartum, oksitosin menimbulkan kontraksi dan retraksi uterus sehingga jumlah perdarahan yang terjadi berkurang (Cunningham, 2005).

Satu-satunya bukti yang mendukung peran oksitosin sebagai penyebab terjadinya persalinan adalah secara tidak langsung dan tidak dapat disimpulkan secara pasti. Oksitosin meningkatkan kontraksi uterus dengan dua cara yaitu bekerja langsung pada sel otot polos uterus untuk berkontrasi dan merangsang pembentukan prostaglandin di lapisan desidua (Fuschs, 2002).

Oksitosin dapat menstimulasi kontraksi uterus melalui mekanisme yang bebas dari konsentrasi kalsium intraseluler. Ditemukan bahwa konsentrasi Prostaglandin E (PGE) dan Prostaglandin F (PGF) meningkat selama pemberian oksitosin.Oksitosin juga menstimulasi produksi PGE dan PGF dari desidua manusia.Penemuan ini menunjukkan adanya interaksi positif antara oksitosin dan prostaglandin sebagai tambahan terhadap aksi uterotonika dan mungkin pelepasan prostaglandin oleh oksitosin perlu untuk efisiensi kontraksi uterus selama persalinan (Bricker, 2002).

Pembentukan proslaglandin oleh selaput janin dan desidua vera uterus diduga sebagai mekanisme biokimia akhir yang menyebabkan persalinan. Hal ini dapat diperlihatkan bahwa pemberian proslaglandin Fatau prostaglandin

E2 secara intravena, intraamniotik, atau ekstra ovular akan menyebabkan kontraksi miometrium pada setiap umur dari kehamilan. Komplek multienzim

commit to user

13

berupa prostaglandin sintetase yang terjadi pada selaput janin dan desidua vera berperan sangat kuat, setidaknya prostaglandin memegang peran kunci dalam inisiasi persalinan. Lebih jauh dijelaskan, kadar prostaglandin akan meningkat dalam cairan amnion wanita yang sedang melahirkan, dan bahkan prostaglandin atau hasil metabolitnya akan meningkat pada darah perifer wanita hanya sebelum dan selama persalinan (Bricker, 2002).

Besar kemungkinan bahwa dengan melalui sistem komunikasi organ dilakukan pengaturan aktivitas dari enzim-enzim didalam amnion sedemikian rupa sehingga diduga isyarat yang berasal dari janin akan mempercepat pelepasan asam arakidonat dan meningkatkan biosintesis prostaglandin di dalam amnion. Ada suatu mekanisme pengaturan aktivitas dari fosfolipase A2.Fosfolipase C yang spesifik terhadap fosfatidilinositol, diasilgliserol lipase dan dengan demikian monoasilgliserol lipase, di amnion dan khorion sehingga terbentuk asam-asam arakidonat yang selanjutnya terbentuk prostaglandin (Cunningham, 2005).

Pada percobaan in vitro ini, disamping adanya fosfatidiletanolamin yang mengandung asam arasidonat pada posisi sn-2, fosfolipase A2 dalam melakukan aktivitasnya juga sangat membutuhkan pula ion Ca2+. Aktivitas dari fosfolipase C yang spesifik terhadap fosfatidilinositoljuga tergantung pada adanya ion kalsium. Diasilgliserol lipase melakukan katalisis terhadap diasilgliserol untuk melepaskan asam lemak pada posisi sn-1.Reaksi yang selanjutnya adalah pelepasan asamarakidonat dari arasidonogliserol pada posisi sn-2 dan reaksi ini dipacu oleh monoasiligliserol lipase. Sebaliknya

commit to user

14

aktivitas enzim diasigliserolkinase, yaitu enzim yang memacu perubahan diasigliserol menjadi asam fosfatidat yang merupakan bahan baku dari gliserofosfolipid, adalah enzim yang terdapat disamping amnion, chorion, dan desidua vera yang dihambat oleh ion Ca 2+. Jadi ion Ca2+ memegang peranan penting dalam pengaturan pelepasan asam arakidonat dan dengan sendirinya produksi prostaglandindi amnion dan mungkin juga di chorion leave dan desidua vera. Dapat diramalkan bahwa peningkatan kadar ion Ca2+ didalam sel akan mempercepat pelepasan asam arakidonat danfosfatidiletanolamin melalui reaksi yang dipacu oleh fosfolipase A2. Pada sel-sel amnion manusia yang enzimatik disebar, produksi prostaglandin menurun bila tidak didapatkan kalsium atau bila diberi calsium channel blockers, tetapi produksi prostaglandin akan meningkat bila didapatkan kalsium atau diberi calsium channel blockers (Bricker, 2002).

Peningkatan sintesa PGE2 di amnion merupakan perubahan pokok untukterjadinya inisiasi persalinan. Peningkatan sintetis pembentukan prostaglandin di amnion terjadi sebagai jawaban dari isyarat yang berasal dari janin. Isyarat janin ini diamnion akan menyebabkan peningkatan pelepasaan asam arakidonat dari gliserofosfolipid atau meningkatkan aktivitas enzim prostaglandin sintetis atau kedua-duanya (Oakes, 2009).

Dokumen terkait