• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI PENELITIAN

E. Operasional Variabel Penelitian

Menurut Hamid (2007:3), menyatakan bahwa “Batasan operasional

variabel merupakan pendefinisian dari serangkaian variabel yang digunakan dalam penulisan, variable penelitian ini merupakan suatu atribut/sifat atau nilai dan orang objek kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya”.

1. Variabel Bebas (Variabel Independen)

Variabel bebas adalah variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel lainnya. Variabel bebas dalam penelitian ini terdiri dari:

a. Pengalaman

Tentang dampak pengalaman dalam kompleksitas tugas, tugas spesifik dan gaya pengambilan keputusan, memberikan kesimpulan

bahwa kompleksitas tugas merupakan faktor terpenting yang harus dipertimbangkan dalam pertambahan pengalaman. Auditor junior biasanya memperoleh pengetahuan dan pengalamannya terbatas dari buku teks sedangkan auditor senior mengembangkan pengetahuan dan pengalaman lewat pelatihan dan pengembangan lebih lanjut dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan (Asih, 2006:22).

Pengalaman kerja dapat memperdalam dan memperluas kemampuan kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang sama, semakin terampil dan semakin cepat dia menyelesaikan pekerjaan tersebut. Semakin banyak macam pekerjaan yang dilakukan seseorang, pengalaman kerjanya semakin kaya dan luas, dan memungkinkan peningkatan kinerja (Simanjutak, 2005:26).

b.Indepedensi.

Independensi merupakan salah satu ciri paling penting yang dimiliki oleh profesi akuntan publik. Karena banyak pihak yang menggantungkan kepercayaannya kepada kebenaran laporan keuangan berdasarkan laporan auditor yang dibuat oleh akuntan publik. Sekalipun akuntan publik ahli, apabila tidak mempunyai sikap independensi dalam mengumpulkan informasi akan tidak berguna, sebab informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan haruslah tidak bias. Akuntan publik harus bersikap indpenden jika melaksanakan praktik publik (public pratice). Pratik publik adalah aktivitas profesi akuntan publik yang mempengaruhi publik (Suryaningtias, 2007:35).

Sawyer (2006:35) membagi 3 mengenai independensi, yaitu: independensi dalam verifikasi, independensi dalam program audit, dan independensi dalam pelaporan yang dapat diperuntukkan bagi akuntan publik atau auditor eksternal, tetapi konsep yang sama dapat diterapkan untuk auditor internal dalam bersikap objektif. Independensi dalam hal ini adalah independensi dalam pelaporan dimana menurut Sawyer (2006:36) independensi dalam pelaporan menjadikan auditor internal: harus bebas dari perasaan untuk memodifikasi dampak dari fakta-fakta, harus bebas dari hambatan oleh pihak-pihak yang ingin meniadakan auditor dalam memberikan pertimbangan.

Independensi akuntan publik dapat dibagi ke dalam 3 aspek; 1) Program Independen, yaitu Laporan audit akan mempunyai sedikit nilai jika didukung oleh suatu penyelidikan secara seksama. Suatu penyelidikan sesama mungkin tidak akan diminati oleh direktur. Sekalipun mereka tidak mempunyai apapun untuk disembunyikan, para direktur dapat mengurangi fee audit atau menerbitkan laporan keuangan dengan cepat setelah tahun berakhir dan hal seperti itu mungkin saja terjadi, 2) Independen investigasi (verifikasi), yaitu program independen melindungi kemampuan auditor untuk memilih strategi yang paling sesduai untuk hasil audit mereka dalam bekerja. Sedangkan investigasi independen melindungi cara dimana mereka menerapkan strategi ini. Auditor mempunyai pertanyaan bisnis perusahaan atau perlakuan akuntansi, transaksinya harus dijawab, 3) Laporan Independen, yaitu Jika

para direktur berusaha untuk menyesatkan pemegang saham dengan memberitahukan informasi akuntansi yang salah atau tidak sempurna, mereka pasti mencegah auditor dari perbuatannya terhadap publik. Ketika independen auditor menjadi rumit, tentu banyak kesalah pahaman terjadi dalam hubungan seperti penafsiran siatu standar akuntansi atau suatu perkiraan atau seperti suatu ketetapan untuk hutang yang tidak terbayar (Suryaningtiyas, 2007:37).

Indepedensi akuntan publik merupakan salah satu karakter yang sangat penting untuk profesi akuntan publik dalam melaksanakan pemeriksaan terhadap kliennya. Dalam melaksanakan pemeriksaaan, akuntan publik memperoleh kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Klien dapat mempunyai kepentingan yang berbeda, bahkan mungkin bertentangan dengan kepentingan para pemakai laporan keuangan. Demikian pula, kepentingan pemakai laporan keuangan yang satu mungkin berbeda dengan pemakai yang lainnya. Oleh karena itu dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa, akuntan publik harus bersikap independen terhadap kepentingan klien, pemakai laporan keuangan, maupun terhadap kepentingan akuntan publik itu sendiri (Manggala, dkk. 2007:124).

c. Skeptisme Profesional Auditor

Waluyo (2008:7) menyatakan bahwa Auditor menerapkan sikap skeptisme profesional pada saat mengajukan pertanyaan dan menjalankan prosedur audit, dengan tidak cepat puas dengan bukti audit yang kurang persuaive yang hanya didasarkan pada kepercayaan bahwa manajemen dan pihak terkait selalu memiliki pikiran kritis, professional, bersikap jujur dan mempunyai sikap percaya diri (IFAC, 2004, ISA 240.23-25). Dalam ISA No. 200, dikatakan bahwa sikap skeptisme profesional berarti auditor membuat penaksiran yang kritis (critical assessment), dengan pikiran yang selallu mempertanyakan (questioning mind) terhadap validitas dan bukti audit yang diperoleh, waspada terhadap bukti audit yang bersifat kontrakdiksi atau menimbulkan pertanyaan sehubungan dengan realiabilitas dan dokumen, dan memberikan tanggapan terhadap pertanyaan-pertanyaan dan informasi lain yang diperoleh dan manajemen dan pihak yang terkait (IFAC, 2004). Skeptisme profesional dalam penelitian ini menggunakan definisi yang digunakan oleh standar profesional akuntan publik di Indonesia yaitu sebagai sikap auditor yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit (IAI, 2000, SA seksi 230.06: AICPA, 2002, AU 230.07).

Skeptisme profesional auditor merupakan sikap (attitude) auditor dalam melakukan penugasan audit dimana sikap ini mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis

terhadap bukti audit. Karena bukti audit dikumpulkan dan dinilai selama proses audit, maka skeptisme profesional harus digunakan selama proses audit, maka skeptisme profesional harus digunakan selama proses tersebut (IAI. 2000, SA seksi 230; AICPA, 2002, AU 230). Skeptisme merupakan manifestasi dan obyektivitas. Skeptisme tidak berarti bersikap sinis, terlalu banyak mengkritik atau melakukan penghinaan. Auditor yang memiliki skeptisme profesional yang memadai akan berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut: (1) Apa yang perlu saya ketahui?, (2) Bagaimana caranya saya bisa mendapat informasi tersebut dengan baik?, (3) Apakah informasi yang saya peroleh masuk akal?. Skeptisme profesional auditor akan mengarahkannya untuk menanyakan setiap isyarat yang menunjukkan kemungkinan terjadinya fraud (Waluyo, 2008:24).

2. Variabel Terikat (Dependent Variabel)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau tergantung pada faktor-faktor lain dan variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Pendeteksian Kecurangan. Deteksi kecurangan mencakup identifikasi indikator-indikator kecurangan (fraud indicators) yang memerlukan tindak lanjut auditor untuk melakukan investigasi. Ramaraya (2008:24) menyatakan bahwa pendeteksian kecurangan bukan merupakan tugas yang mudah dilaksanakan oleh auditor. Atas literatur yang tersedia, dapat dipetakan empat faktor yang teridentifikasi yang menjadikan

pendeteksian kecurangan menjadi sulit dilakukan sehingga auditor gagal dalam usaha mendeteksi.

Deteksi kecurangan mencakup identifikasi indikator-indikator kecurangan (fraud indicators) yang memerlukan tindaklanjut auditor untuk melakukan investigasi. Ramaraya (2008:4) menyatakan bahwa pendeteksian kecurangan bukan merupakan tugas yang mudah dilaksanakan oleh auditor. Atas literatur yang tersedia, dapat dipetakan empat faktor yang teridentifikasi yang menjadikan pendeteksian kecurangan menjadi sulit dilakukan sehingga auditor gagal dalam usaha mendeteksi. Faktor-faktor penyebab tersebut adalah:

a. Karakteristik terjadinya kecurangan

b. Standar pengauditan (SPI) mengenai pendeteksian kecurangan dan c. Lingkungan pekerjaan audit yang mengurangi kualitas audit

d. Metode dan prosedur audit yang tidak efektif dalam pendeteksian kecurangan.

Ferdian, dkk (2006:2) manyatakan bahwa beberapa ahli pengauditan telah mendokumentasikan jenis-jenis kekeliruan dan kecurangan dalam laporan keuangan yang terjadi di lingkungan audit. Kecurangan (fraud) perlu dibedakan dengan kekeliruan (error). Kekeliruan dapat dideskripsikan sebagai ”unintentional mistakes” (kesalahan yang tidak disengaja). Kekeliruan dapat terjadi pada setiap tahap dalam pengelolaan transaksi, dari terjadinya transaksi, pendokumentasian, pencatatan, pengikhtisaran hingga proses menghasilkan laporan keuangan (Herman, 2009).

Tabel 3.1 Operasional Variabel

Variabel Sub Variabel Indikator Skala Butir Pertanyaan Variabel Independen Pengalaman Auditor (X1),(Asih, 2006), (Simanjuntak, 2005) 1.Membuat keputusan 2.Intensitas tugas dan pengem bangan karir 3.Kemampuan kerja 4.Lama kerja 5.Kompetensi a.Mampu membuat keputusan a.Dapat mengembangkan karir b.Seringnya melakukan tugas audit a.Mampu mengetahui kekeliruan b.Mampu menganalisis masalah c.Mampu mengatasi permasalahan d.Dapat mendeteksi kecurangan

a.Lama kerja sebagai auditor a.Peningkatan kompetensi sebagai auditor Interval 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Tabel 3.1 (Lanjutan)

Variabel Sub Variabel Indikator Skala Butir Pertanyaan Variabel Independen Independensi Auditor (X2), (Sawyer, 2006), Suryaningtiyas , 2007) 1. Independensi dalam program audit 2. Independensi dalam verivikasi 3. Independensi dalam pelaporan

a. Percayaan diri akuntan publik

b. Kemampuan akuntan publik c. Sikap akuntan publik dalam

mengaudit.

d. Bertanggung jawab dalam mengaudit.

e. Kebebasan akuntan dalam mengaudit

a. Tidak ada tekanan dalam mengaudit

b. Tidak boleh mengaudit perusahaan kerabat

a. Akuntan publik harus teguh pada kode etik independensi b. Sikap independensi tolak

ukur sikap akuntan publik c. Sikap independensi cermin

ketaatan akuntan publik d. Independensi diatur

berdasarkan standar profesi e. KAP mengikuti standar

ketentuan IAI Interval 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Skeptisme Profesional Auditor (X3), (Waluyo, 2008) 1. Pikiran kritis 2. Profesional 3. Asumsi tepat 4. Cermat dalam pemeriksaan laporan keuangan klien 5. Pemahaman terhadap bukti audit 6. Kepercayaan diri

a. Pikiran yang berisi pertanyaan-pertanyaan b. Kritis dalam mengevaluasi

bukti audit

a. Memiliki kemahiran professional

b. Memiliki independensi dan kompetensi

a. Asumsi yang tepat terhadap kejujuran klien.

a. Adanya perencanaan dan pelaksanaan audit yang tepat.

b. Adanya penaksiran kritis terhadap validitas bukti audit.

c. Adanya penerapan sikap skeptisme profesional. a. Waspada terhadap bukti

audit yang kontradiksi a. Memiliki kepercayaan diri

yang tinggi Interval 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Berlanjut Ke Halaman Berikutnya

Tabel 3.1 (Lanjutan)

Variabel Sub Variabel Indikator Skala Butir Pertanyaan Variabel Dependen Pendeteksian Kecurangan (Ramaraya, 2008), (Ferdian, 2006), Herman, 2009) 1. Memahami SPI 2. Karakteristik kecurangan 3. Lingkungan audit 4. Metode audit 5. Bentuk kecuranga 6. Kemudahan akses 7. Uji dokumen dan personal a.Memahami struktur pengendalian internal perusahaan a.Identifikasi indikator-indikator kecurangan b.Memahami karakteristik terjadinya kecurangan c.Adanya standar pengauditan untuk pendeteksian kecurangan a.Lingkungan yang mendukung pelaksanaan audit

a.Penggunaan metode dan prosedur audit efektif b.Adanya susunan

langkah-langkah pendeteksian kecurangan

a.Menemukan faktor-faktor penyebab kecurangan b.Adanya perkiraan

bentuk-bentuk kecurangan yang bisa terjadi.

c.Dapat mengidentifikasi pihak yang melakukan kecurangan.

a.Adanya keterbukaan dari pihak manajemen

a.Pengujian dokumen-dokumen atau informasi-informasi

b.Kondisi mental dan pengawasan kerja Interval 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Sumber: Asih (2006) dan Simanjuntak (2005), Sawyer (2006) dan Suryaningtyas

(2007), Waluyo (2008), Ramaraya (2008), Ferdian (2006) dan Herman (2009)

BAB IV

Dokumen terkait