BAB II. LANDASAN TEORI
2.1.4. Operator Dasar Zadeh Untuk Operasi Himpunan Fuzzy
Seperti halnya himpunan konvensional, ada beberapa operasi yang didefinisikan secara khusus untuk kombinasi dan memodifikasi himpunan fuzzy. Nilai keanggotaan sebagai hasil dari operasi 2 himpunan sering dikenal dengan
domain c a µ[x] 0 b
fire strength atau α-predikat. Ada 3 operator dasar yang diciptakan oleh Zadeh, yaitu :
a. Operator AND
berhubungan dengan operasi intersection pada himpunan. α -predika
µA
∩B = min (µA
[x], µB[y]) b. Operator Oni berhubungan dengan operasi union pada himpunan. α -predika
µAuB = max (µA
[x], µB[y]) c. Operator Nberhubungan dengan operasi komplemen pada himpunan. α -predika
µA'
= 1-µA
[x] Operator init sebagai hasil operasi dengan operator AND diperoleh dengan mengambil nilai keanggotaan terkecil antar elemen pada himpunan-himpunan yang bersangkutan.
R Operator i
t sebagai hasil operasi dengan operator OR diperoleh dengan mengambil nilai keanggotaan terbesar antar elemen pada himpunan-himpunan yang bersangkutan.
OT Operator ini
t sebagai hasil operasi dengan operator NOT diperoleh dengan mengurangkan nilai keanggotaan elemen pada himpunan yang bersangkutan dari 1.
11
2.1.5 Aturan Jika-Maka
merupakan suatu keadaan yang dapat dinyatakan dengan
IF <fuzzy proposition 1> THEN < fuzzy proposition 2>
Suatu fuzz sitio
nggal
alah nilai dari variable linguistic a. .
dari atomic proposition mempergunakan
nilai dari varaibel linguistic a, dan Y
2.1.6 Fungsi Implikasi
(proposisi) pada basis pengetahuan fuzzy akan berhub
is B
Secara umu ng dapat digunakan, yaitu :
emotong output himpunan fuzzy. Aturan kabur if-then
:
Atau IF <FP1> THEN <FP2>
y propo n dapat terbentuk dari : 1. Atomic Fuzzy Proposition
Adalah suatu pernyataan tu
Contoh : a adalah X di mana X ad 2 Compound Fuzzy Proposition
Merupakan penggabungan
penghubung “dan”, “atau”, dan “tidak” Contoh : a adalah X dan b adalah Y, X adalah nilai dari variable linguistic b.
Tiap-tiap aturan
ungan dengan suatu relasi fuzzy. Bentuk umum dari aturan yang digunakan dalam fungsi implikasi adalah :
IF x is A THEN y m ada 2 fungsi implikasi ya a. Min (minimum)
b.
menskala output himpunan fuzzy.
2.1.7 Sistem kendali Logika Kabur
Kendali Logika Kabur (Fuzzy Logic Control) merupakan suatu piranti yang d
Dot (product) Fungsi ini akan
ipergunakan untuk mengendalikan suatu proses tertentu berdasarkan aturan penarikan kesimpulan hampiran (Susilo, 2003). Struktru dasar suatu sistem kendali kabur (Susilo, 2003) adalah :
Gambar 2.5. Struktur dasar suatu sistem kendali kabur 1. Unit Pen
ika kabur bekerja dengan kaidah dan masukan kabur. Lan
gaburan Sistem kendali log
gkah pertama adalah mengubah masukan tegas yang diterima menjadi masukan kabur. Untuk setiap variabel masukan ditentukan suatu fungsi pengaburan yang akan mengubah nilai variabel masukan yang tegas menjadi nilai
13
pendekatan yang kabur. Fungsi pengaburan itu biasanya ditentukan berdasarkan beberapa kriteria :
a. Fungsi pengaburan diharapkan mengubah suatu nilai tegas, misalnya a Єà, ke suatu himpunan kabur à dengan µA(a) = 1, atau sekurang-kurangnya a mempunyai derajat keanggotaan yang tinggi.
b. Bila nilai masukannya cacat karena derau, diharapkan fungsi pengaburan dapat menekan sejauh mungkin derau itu.
c. Fungsi pengaburan diharapakan dapat membantu menyederhanakan komputasi yang harus dilakukan oleh sistem tersebut dalam proses inferensinya.
Contoh fungsi pengaburan :
Fungsi Pengaburan Segitiga memetakan suatu nilai a Є à ke himpuan kabur à dengan fungsi keanggotaan segitiga. Suatu fungsi keanggotaan himpunan kabur disebut fungsi keanggotaan segitiga jika mempunyai tiga buah parameter, yaitu a, b, c Є à dengan a, b, c, dan dinyatakan dengan Segitiga (x; a, b, c) dengan aturan :
Gambar 2.6 Contoh fungsi Keanggotaan Segitiga (x;5,7,9)
Fungsi Pengaburan Gauss memetakan a Є à ke himpunan kabur à dengan fungsi keanggotaan Gauss, yaitu
Di mana b adalah suatu parameter berupa bilangan positif.
Gambar 2.7 Fungsi Pengaburan Gauss
µÃ(x) = Gauss(x;a,b) =
2. Basis Pengetahuan
Basis pengetahuan dari suatu sistem kendali logika kabur terdiri dari basis data dan basis kaidah. Basis data adalah himpunan fungsi-fungsi keanggotaan dari
15
himpunan-himpunan kabur yang terkait dengan nilai-nilai linguistik dari variabel-variabel yang terlibat dalam sistem itu.
Misalkan dalam suatu sistem kendali logika kabur, variabel kecepatan x dengan semesta selang tertutup [0,140] mempunyai tiga nilai linguistik sebagai berikut : Lambat, yang dikaitkan dengan himpunan kabur L
Sedang, yang dikaitkan dengan himpunan kabur S Cepat, yang dikaitkan dengan himpunan kabur C
Maka basis data dari sistem itu memuat fungsi keanggotaan dari himpunan-himpunan kabur yang terkait itu.
Basis kaidah adalah himpunan implikasi-implikasi kabur yang berlaku sebagai kaidah dalam sistem itu.
Contoh kaidah dalam suatu sistem kendali kabur :
Jika jumlah kendaraan yang akan melintas SANGAT BANYAK dan jumlah kendaraan pada arah lain yang mengantri SEDIKIT, maka lama waktu nyala lampu hijau LAMA.
Jika jumlah kendaraan yang akan melintas SEDANG dan jumlah kendaraan yang mengantri SEDANG, maka lama waktu nyala lampu hijau menjadi SEDANG.
3. Unit Penalaran Kabur
Masukan kabur hasil pengolahan unit pengaburan diterima oleh unit penalaran untuk disimpulkan berdasarkan kaidah-kaidah yang tersedia dalam basis pengetahuan. Penarikan kesimpulan itu dilaksanakan berdasarkan aturan modus
ponens rampat multikondisonal. Secara umum, bentuk modus ponens pada logika klasik adalah :
Premis 1 (aturan) : Jika x adalah A, maka y adalah B Premis 2 (fakta) : x adalah A
Kesimpulan : y adalah B
Aturan penarikan kesimpulan ini dapat digeneralisasi menjadi aturan penarikan kesimpulan yang diberlakukan untuk premis-premis yang berpredikat kabur. Secara umum, bentuk modus ponens rampat adalah :
Premis 1 (aturan) : jika x adalah A, maka y adalah B (merupakan relasi/implikasi kabur → di X x Y) Premis 2 (fakta) : x adalah A′
(dapat dinyatakan dengan himpunan kabur Ã′ dalam X) Kesimpulan : y adalah B′
Diperoleh dengan menetukan himpunan kabur
4. Unit Penegasan
Kesimpulan/keluaran dari sistem kendali kabur adalah suatu himpunan kabur. Karena suatu sistem hanya dapat mengeksekusikan nilai yang tegas, maka diperlukan suatu mekanisme untuk mengubah nilai kabur keluaran itu menjadi nilai yang tegas. Itulah peranan unit penegasan yang memuat fungsi-fungsi
17
penegasan dalam sistem itu. Pemilihan fungsi penegasan biasanya ditentukan oleh beberapa kriteria :
a. Masuk akal, artinya secara intuitif bilangan tegas t(Ã) dapat diterima sebagai bilangan yang mewakili himpunan kabur Ã, misalnya t(Ã) kuran lebih berada di tengah-tengah pendukung dari Ã, atau t(Ã) mempunyai derajat keanggotaan yang tinggi dalam himpunan kabur Ã. Pendukung dari suatu himpunan kabur Ã, yang dilambangkan dengan Pend (Ã), adalah himpunan tegas yang memuat semua unsur dari semesta yang mempunyai derajat keanggotaan taknol dalam Ã.
b. Kemudahan komputasi , yaitu diharapkan fungsi penegasan itu cukup mudah dan sederhana dalam proses komputasinya untuk menghasilkan bilangan tegas keluarannya.
c. Kontiyu, artinya perubahan kecil pada à tidak akan mengakibatkan perubahan besar pada t(Ã).
Dalam literatur dikenal beberapa fungsi penegasan, di antaranya adalah : Purata Maksimum (Mean of Maximum) : Himpunan kabur à dalam semesta à
diubah menjadi bilangan tegas t(Ã) yang merupakan purta dari semua nilai yang mencapai nilai maksimum dalam µÃ, yaitu
Di mana M = { x Єà| µÃ(x) = Tinggi(Ã)}.
Apabila M = [a,b], maka t(Ã) = Bila himpunan kabur à terdefinisi pada semesta berhingga X = {x1,x2,...,xn}, maka bilangan tegas t(Ã)
a + b 2
didefinisikan sebagai rerata dari semua nilai dalam himpunan tegas M = {x, Є X | µÃ(xi)} = Tinggi (Ã)}, yaitu
di mana | M | menyatakan banyaknya anggota dari himpunan tegas M.
Rerata Pusat (Center Average) : Kalau himpunan kabur à dalam semesta à merupakan gabungan dari m buah himpunan kabur, yaitu
maka à diubah menjadi bilangan tegas t(Ã) yang merupakan rerata terbobot dari pusat-pusat m buah himpunan kabur tersebut, dengan tinggi masing-masing himpunan kabur itu sebagai bobotnya. Jadi
di mana xi adalah pusat dari himpunan kabur Ãi dan bi = Tinggi (Ãi).
2.1.8 Variasi Sistem Kendali Kabur Tsukamoto
Tsukamoto (1979) mengembangkan variasi sistem kendali himpunan kabur yang dipakai untuk menyatakan predikat kabur pada bagian konsekuen dari kaidah-kaidah sistemnya mempunyai fungsi keanggotaan yang monoton (naik atau turun), misalnya fungsi keanggotaan sigmoid. Akibatnya, masing-masing kaidah akan menghasilkan keluaran berupa nilai tegas yang diimbas oleh daya sulut pada kaidah yang bersangkutan. Bentuk umum kaidah ke-i sistem tersebut adalah sebagai berikut :
19
Bila x1 adalah Ai1 dan ... dan xn adalah Ain, maka y adalah Bi
di mana Bi adalah predikat kabur yang direpresentasikan dengan himpunan kabur Bi dengan fungsi keanggotaan yang monoton untuk i = 1, ..., m (dengan m adalah banyaknya kaidah dalam sistem itu). Maka setiap masukan x = (xi,...,xn) akan menghasilkan daya sulut wi yang mengimbas keluaran tegas yi untuk kaidah ke-i . kesimpulan akhir y diperoleh dengan menghitung rerata terbobot dari semua keluaran yi tersebut dengan bobot daya sulutnya, yaitu :
∑
= m i wiyi 1 y = i w m i∑
=1di mana wi adalah daya sulut untuk kaidah ke-i. Sistem ini seringkali disebut
sistem kabur Tsukamoto. Sistem Tsukamoto juga menyederhanakan komputasi karena tidak memerlukan fungsi penegasan (Susilo, 2006).