• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4 Optimasi Elektroda

Untuk memperoleh hasil yang optimum, elektroda kerja pada pengukuran potensiometri harus dioptimasi terlebih dahulu, mengingat bahwa elektroda kerja merupakan bagian yang penting dalam merespon analit. Pada penelitian ini dilakukan optimasi terhadap komposisi elektroda dan optimasi pH larutan.

4.4.1 Optimasi komposisi elektroda

Elektroda kerja hasil penelitian yang digunakan untuk analisis urea secara potensiometri dibuat dari campuran karbon nanopori, MIP, dan parafin dengan komposisi yang bervariasi (Tabel 3.3). Karbon nanopori merupakan material yang inert sehingga tidak dapat bereaksi dengan senyawa lain. Selain itu karbon nanopori memiliki konduktivitas dan kestabilan yang tinggi (Bobacka, 1999). Berdasarkan alasan tersebut maka karbon nanopori dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat elektroda.

Adanya MIP dalam komposisi elektroda tersebut bertujuan untuk meningkatkan selektivitas dari elektroda karena MIP mempunyai sisi pengenalan molekul yang selektif sehingga mampu mengenali analit. Sedangkan penggunaan parafin dalam pembuatan elektroda ini adalah untuk mencampurkan karbon nanopori dan MIP supaya ketika dimasukkan ke dalam tubemikropipet campuran tersebut dapat memadat, sehingga tidak akan terlepas ketika digunakan untuk mengukur.

Dalam penelitian ini dibuat 7 buah elektroda dengan komposisi karbon nanopori dan MIP yang bervariasi namun komposisi parafin tetap. Elektroda yang telah dibuat selanjutnya digunakan untuk mengukur larutan urea dengan

konsentrasi 10-10M hingga 10-1M. Perhitungan untuk membuat larutan kerja urea dapat dilihat pada Lampiran 1. Dari hasil pengukuran ketujuh elektroda tersebut diperoleh faktor Nernst, jangkauan pengukuran, dan linieritas dengan nilai yang berbeda-beda dari tiap elektroda. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan perhitungan selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 2.

Tabel 4.2 Pengaruh komposisi karbon nanopori dan MIP terhadap potensial urea

Elektroda Karbon nanopori (%wt) MIP (%wt) Parafin (%wt) Faktor Nernst (mV/dekade) Jangkauan pengukuran (M) r E1 50 Polimer kontrol 15% 35 -14,2 10-9-10-4 -0,833 E2 60 5 35 28,45 10-8-10-3 0,994 E3 58 7 35 24,4 10-5-10-2 0,988 E4 55 10 35 22,857 10-9-10-3 0,998 E5 50 15 35 34,6 10-9-10-4 0,999 E6 45 20 35 35,46 10-8-10-2 0,998 E7 40 25 35 33,45 10-7-10-2 0,999

Kinerja suatu elektroda ditentukan oleh beberapa parameter antara lain harga faktor Nernst, jangkauan pengukuran, dan linieritas. Faktor Nernst merupakan salah satu parameter yang menunjukkan sensitivitas dan selektivitas dari elektroda. Elektroda dikatakan baik apabila memiliki faktor Nernst yang mendekati nilai teoritis, yaitu 59,1 mV/dekade untuk molekul monovalen seperti urea. Dari hasil pengukuran dapat diketahui bahwa faktor Nernst yang paling mendekati nilai teoritis adalah pada komposisi elektroda E6, dengan faktor Nernst sebesar 35,46 mV/dekade. Nilai ini masih jauh dari nilai idealnya yaitu 59,1

sebelumnya yang dilakukan oleh Nazaruddin (2007) dengan menggunakan biopolimer kitin sebagai matriks amobilisasi enzim urease pada elektroda pH dimana dari penelitian tersebut faktor Nernst yang diperoleh adalah 19,11 mV/dekade. Grafik dari elektroda E1-E7 ditunjukkan pada Gambar 4.10 dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 4.10 Grafik potensial elektroda dengan berbagai variasi komposisi

Parameter kedua untuk melihat kinerja suatu elektroda adalah dari linieritas. Linieritas menunjukkan sensitivitas suatu alat atau metode yang digunakan dalam pengukuran. Pada pengukuran potensiometri, linieritas ditunjukkan oleh perbedaan potensial yang signifikan dengan penambahan konsentrasi. Semakin linier suatu fungsi memiliki makna bahwa alat atau metode tersebut mempunyai respon yang baik. Linieritas ditunjukkan oleh harga koefisien korelasi (r). Dengan melihat data di atas, elektroda E4, E5, E6, dan E7 mempunyai faktor korelasi yang mendekati 1, yang menunjukkan bahwa keempat

elektroda tersebut memiliki sensitivitas yang tinggi. Namun jika melihat harga faktor Nernst maka elektroda E6 adalah elektroda yang lebih baik.

Jangkauan pengukuran dari elektroda juga perlu diperhatikan. Nilai jangkauan pengukuran ditentukan dari kurva yang masih memberikan garis lurus. Elektroda optimum diharapkan memiliki jangkauan pengukuran yang luas. Dari hasil penelitian diperoleh jangkauan pengukuran berkisar 10-8̶ 10-2 M. Hasil ini lebih baik jika dibandingkan dengan penelitian Nazaruddin (2007) yang hanya memberikan jangkauan 10-8 ̶10-4M.

Dengan memperhatikan ketiga parameter pengukuran yaitu faktor Nernst, linieritas, dan jangkauan pengukuran, maka diperoleh elektroda optimum yang memiliki komposisi perbandingan karbon nanopori dan MIP sebesar 45:20, yaitu elektroda E6. Elektroda tersebut memiliki faktor Nernst 35,46 mV/dekade, jangkauan pengukuran 10-8 ̶10-2M, dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,998.

Material penyusun elektroda baik karbon nanopori maupun MIP memberikan respon potensial dalam pengukuran. Fungsi karbon nanopori adalah untuk menyampaikan respon potensial melalui kawat perak (Ag) menuju potensiometer sehingga respon potensial tersebut dapat terbaca. MIP bertindak sebagai reseptor analit yang selektif terhadap molekul tertentu yang sesuai dengan cetakan yang terbentuk. Sedangkan parafin pada badan elektroda hanya sebagai pengisi supaya komposisi karbon nanopori dan MIP tidak terlalu banyak. Pengisian parafin diusahakan harus benar-benar padat agar di dalamnya tidak ada rongga udara, karena adanya udara dapat mempengaruhi respon potensial.

Banyaknya MIP yang ditambahkan pada komposisi elektroda mempengaruhi tingkat selektivitas karena banyaknya MIP menentukan jumlah sisi pengenalan yang aktif terhadap molekul analit. Semakin banyak sisi pengenalan yang aktif, semakin tinggi pula selektivitasnya. Namun dari penelitian dapat diketahui bahwa penambahan MIP di atas 20% menunjukkan respon yang kurang bagus. Hal ini dimungkinkan karena membran menjadi kaku (kurang lentur) sehingga sensor memberikan respon yang lemah (Qin et al., 2009). Dari hasil penelitian juga menunjukkan bahwa elektroda yang menggunakan MIP memberikan respon potensial yang jauh lebih baik jika dibandingkan dengan elektroda yang menggunakan polimer kontrol. Hal ini disebabkan karena pada polimer kontrol hanya terdapat poli(asam metakrilat) yang tidak memiliki sisi pengenalan terhadap molekul urea, sehingga elektroda ini memberikan respon potensial yang kurang baik. Grafik perbandingan respon yang dihasilkan dari elektroda yang menggunakan MIP dan menggunakan polimer kontrol ditunjukkan pada Gambar 4.11.

Gambar 4.11 Perbandingan respon potensial elektroda dengan polimer kontrol dan elektroda dengan MIP

4.4.2 Optimasi pH

Untuk melakukan pengukuran, hal yang perlu diperhatikan adalah kondisi dari larutan analit yang akan diukur. Kondisi tersebut antara lain pH larutan dan temperatur. Kondisi pengukuran yang berbeda dimungkinkan akan memberikan respon yang berbeda pula. Pada penelitian ini hanya dilakukan optimasi terhadap pH larutan analit untuk mengetahui respon potensial yang dihasilkan ketika urea berada pada kondisi asam, netral, dan basa. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan pH dengan jangkauan antara 2 hingga 8.

Dalam penelitian ini pengukuran hanya dilakukan pada larutan urea dengan konsentrasi 10-3M dengan asumsi bahwa larutan urea dengan konsentrasi yang lain juga akan menunjukkan respon yang serupa. Gambar 4.12 menunjukkan pengaruh pH terhadap potensial larutan urea. Untuk data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan kurva optimasi pH tersebut diketahui bahwa perubahan pH dapat mempengaruhi respon potensial yang dihasilkan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pH optimum untuk pengukuran urea secara potensiometri dengan elektroda pasta karbon adalah berkisar antara pH 7 ̶ 8.

Gambar 4.12 Pengaruh pH terhadap potensial larutan urea pada konsentrasi

100 200 300 400 500 600 0 2 4 6 8 10 p ot en si al ( m V ) pH

Urea merupakan molekul netral, namun di dalam air urea dapat terdekomposisi menghasilkan kation urea (ion positif) maupun anion urea (ion negatif). Sehingga urea dapat bersifat asam maupun bersifat basa ketika dilarutkan dalam air. Reaksi yang terjadi sebagai berikut.

NH2CONH2+ H2O NH2CONH3++ OH -NH2CONH2 + H2O NH2CONH-+ H3O+

Larutan urea cenderung bersifat basa, dimana dari pengukuran pH-meter diketahui bahwa pH larutan urea lebih tinggi dibandingkan pH air yang netral. Secara umum urea yang terlarut dalam air memiliki pH sekitar 7,2 (EPA, 2011). Dari kurva tampak pada pH <7 respon potensial meningkat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kestabilan urea berada pada bentuk kationnya yaitu NH2CONH3+.

Dokumen terkait