• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Aspek Biologi

4.5 Optimasi Fungsi Ekologi-Ekonomi Terumbu Karang

4.5.3 Optimasi Keterkaitan Terumbu Karang dan Produksi Ikan Target

Hubungan antara produksi ikan target, upaya penangkapan (E) dan luas terumbu karang diestimasi melalui analisis regresi. Hasil dari estimasi parameter biologi mengikuti determinasi kombinasi dari α, r dan q, juga dengan menggabungkan nilai dari parameter ekonomi p dan c, dapat menstimulasi efek tetap dari perubahan luas terumbu karang dalam ekuilibrium produksi dan TR dari perikanan ikan target pada tahun 2002-2011.

Tabel 36 Analisis regresi produksi ikan target, effort dan luas terumbu karang Peubah Coefficients Standard Error t Stat P-value

Terumbu Karang x Effort (E) 0,0024 0,0016 1,4599 0,1877

Efford squared (E2) -0,0006 0,0002 -2,8818 0,0236 R Square 0,8417 Adjusted R Square 0,7964 Marginal Produktivity - Terumbu karang (MPT) 0,5044 - Estimates (at means) (MPE) 0,3963

Nilai-nilai dari hasil analisis regresi tersebut diestimasi dengan menggunakan data time series dari harvest, effort dan tutupan karang. Model estimasi yang diperoleh :

,

h adalah harvest (produksi), E adalah effort (upaya penangkapan) dan T adalah terumbu karang (luasan karang hidup)

Model tersebut menunjukkan bahwa jika luas tutupan karang hidup di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus (59 ha) dengan rata-rata upaya penangkapan (effort) sebesar 207,40 trip akan dapat menghasilkan produksi perikanan ikan target sebesar 55,18 ton per tahun. Bila mengikuti harga ikan target pada tahun 2011 di Kabupaten Minahasa Tenggara sebesar Rp.25.000/kg, maka nilai produksi yang diterima nelayan dari manfaat terumbu karang sebesar Rp.1.379.417.000.

Marjinal produktivitas dari luas terumbu karang (MPT) adalah 0,50 ton per hektar, artinya perubahan setiap satu satuan luas tutupan karang hidup pada ekosistem terumbu karang (per 1 hektar) akan berdampak pada produksi ikan target sebesar 0,50 ton. Sedangkan marjinal produktivitas dari upaya penangkapan (MPE) adalah 0,40 ton per trip, artinya perubahan setiap satu satuan upaya penangkapan (effort) akan berdampak pada perubahan produksi ikan target sebesar 0,40 ton. Melihat hubungan perubahan luas tutupan karang hidup terhadap perubahan produksi ikan target adalah linier yang berarti jika terjadi perubahan luas tutupan karang hidup positif (semakin bertambah), maka perubahan hasil produksi ikan target bernilai positif (meningkat).

Terganggunya fungsi-fungsi ekosistem terumbu karang secara keseluruhan akan berpengaruh terhadap ketersediaan stok ikan target di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus tiap periode, seperti yang ditunjukkan pada analisis di atas dimana penurunan tutupan karang hidup berpengaruh terhadap stok ikan target. Kondisi ini menyebabkan hasil tangkapan nelayan semakin berkurang sehingga menurunkan total penerimaan (total revenue) nelayan dan devisa Kabupaten Minahasa Tenggara.

Dari Gambar 28 menunjukkan bagaimana kerugian ekonomi yang terkait dengan degradasi tutupan karang hidup dari tahun 2002 hingga 2011 akibat pemanfaatan ikan target secara terbuka (open access). Seperti terlihat, pada

awal-awal periode (tahun 2002-2004) dengan upaya tangkap (effort) yang jauh lebih rendah memperoleh produksi perikanan ikan target yang lebih tinggi dari periode berikutnya (tahun 2005-2011). Dampak dari degradasi luasan tutupan karang hidup yang rata-rata 3,93% per tahun (lihat Bab 4.2.2) atau 16,5 hektar akan mengurangi produksi ikan target sebesar 8,75 ton atau kerugian sebesar Rp.218.625.000. Melihat apa yang dihasilkan pada Gambar 28, diperoleh model-model estimasi optimalcoral covered area (Tt), optimal production of target fish (Qt), optimal revenues (Rt) dan optimal effort (Et).

Gambar 28 Optimal tutupan karang hidup (Tt), optimal produksi ikan target (Qt), optimal pendapatan (Rt) dan optimal upaya penangkapan (Et).

Model optimalcoral covered area (Tt) :

Dari model ini diperoleh tutupan karang hidup optimal sebesar 66,82 hektar pada tahun 2008. Model optimal tutupan karang hidup (Gambar 29), terlihat bahwa pada tahun 2015 tutupan karang hidup yang ada di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus akan mencapai luasan sebesar 2,4 hektar.

Model optimal production of target fish (Qt) :

Dari model ini diperoleh produksi optimal ikan target sebesar 61,07 ton pada tahun 2007. Pada Gambar 30, terlihat bahwa pada tahun 2014 produksi ikan target di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus sebesar 0 ton.

Gambar 30 Model optimal production of target fish (Qt)

Model optimal revenues (Rt) :

− −

Dari model ini diperoleh pendapatan optimal sebesar Rp. 370.050.000 pada tahun 2011. Seperti terlihat pada Gambar 31, pada tahun 2019 pendapatan perikanan ikan target yang ada di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus akan mencapai nilai sebesar Rp. 0.

Model optimal effort (Et) :

− −

Dari model ini diperoleh upaya penangkapan optimal pada tahun 2013 sebesar 289 trip. Pada Gambar 32 terlihat bahwa upaya penangkapan akan meningkat terus hingga tahun 2013 untuk mengejar produksi sebesar-besarnya, dan selanjutnya mulai terjadi penurunan karena ketersediaan ikan target yang semakin berkurang.

Gambar 32 Model optimal effort (Et)

Hasil-hasil analisis optimalisasi telah menunjukkan bahwa nilai ekonomi terumbu karang dalam mendukung perikanan ikan target dapat diperkirakan melalui penerapan fungsi produksi, dimana model fungsi produksi menunjukkan nilai produksi akibat perubahan yang terjadi pada ekosistem terumbu karang. Dengan kata lain pendekatan fungsi produksi cocok untuk menilai peran ekologi terumbu karang dalam mendukung perikanan ikan target. Sebagai suatu sistem ekologi, terumbu karang mengalami ancaman sebagai dampak pembangunan wilayah pesisir, sehingga penting untuk mengoptimalkan nilai ekonomi dari fungsi ekologis terumbu karang.

Kegagalan untuk mempertimbangkan nilai ini, menggambarkan tidak dihargainya nilai ekonomi terumbu karang dalam keputusan-keputusan pembangunan wilayah pesisir atau sering dianggap tidak siknifikan atau bahkan dinilai nol. Hal ini terutama terjadi pada negara-negara berkembang (Barbier

2000) termasuk Indonesia, dimana banyak ekosistem terumbu karang terancam akibat kegiatan budidaya, pariwisata dan pembangunan infrastruktur.

Dalam konteks pengelolaan, selama tingkat upaya penangkapan meningkat tanpa memperhatikan stok ikan yang ada akan menyebabkan produksi ikan target menurun, bahkan jika kawasan terumbu karang Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus sepenuhnya di lindungi. Selain itu setiap peningkatan produksi dan pendapatan dari kegiatan perikanan ikan target di terumbu karang cenderung tidak akan berlangsung lama karena hal tersebut akan menarik lebih banyak upaya penangkapan di kawasan terumbu karang tersebut. Pengelolaan yang baik dari kegiatan perikanan ikan target di terumbu karang Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus dalam jangka pendek adalah mengontrol eksploitasi berlebihan untuk membawa produksi ke level yang optimal serta perlunya melindungi terumbu karang untuk kebijakan ekonomi jangka panjang.