• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi media regenerasi kalus lili untuk menghasilkan tunas dan umb

Tahap 6. Analisis Isoenzim mutan

2. Regenerasi kalus membentuk umbi dan daun lil

3.1 Optimasi media regenerasi kalus lili untuk menghasilkan tunas dan umb

Regenerasi lili dari kalus merupakan bagian penting dalam perbanyakan lili secara in vitro. Tahapan ini diperlukan untuk menyediakan benih secara masal baik berupa planlet maupun umbi lili. Untuk mendapatkan produksi planlet dan umbi lili yang maksimal diperlukan media yang sesuai. Media yang sesuai diperoleh dengan melakukan optimasi media regenerasi lili.

Abstrak

Regenerasi kalus menjadi planlet dan umbi penting dalam perbanyakan lili secara in vitro. Tujuan penelitian ialah mendapatkan media regenerasi lili yang terbaik secara in vitro.Bahan yang digunakan ialah kalus lili yang berasal dari tangkai sari bunga. Optimasi media dilakukan dengan menggunakan beberapa media yang mengandung sukrosa dan NAA. Hasil menunjukkan bahwa media B1 (MS+ sukrosa 10 gl-1) merupakan media terbaik untuk pembentukan umbi secara langsung dari kalus lili. Media perakaran planlet lili terbaik diperoleh pada media yang mengandung NAA 2 mgl -1. Media MS yang mengandung zat pengatur tumbuh NAA ataupun MS tanpa zat pengatur tumbuh NAA tidak berbeda nyata dalam menghasilkan tunas lili.

Kata kunci : NAA, perbanyakan in vitro, lili.

Abstract

Callus regeneration into plantlet and bulbs is an important process in in vitro propagation of lilium. The objective of this study was to find out the best medium for regeneration of lilium from callus. Callus from filaments were used as materials. Various media containing sucrose and NAA were used in this study. Media B1 (MS+ sucrose 10 gl -1 ) was the best medium for bulbs formation of lilium. The best rooting media was achieved on M6 (MS+ NAA 2 mgl-1 ). Both media with and without plant growth regulator were not significantly different for shoots formation.

Keywords : NAA, in vitro propagation, lilium.

Pendahuluan

Perbanyakan lili secara in vitro melalui kalus telah banyak dikembangkan dengan menggunakan eksplan daun (Lan et al. 2009; Lingfei et al. 2009; Bakshaiae et al. 2010), umbi (Rice et al. 2011), sisik umbi (Kumar et al. 2008), biji (Mori et al. 2005) dan akar (Kumar et al. 2008). Regenerasi kalus menjadi planlet dan umbi lili umumnya dilakukan pada media MS dengan kombinasi beberapa macam dan konsentrasi zat pengatur tumbuh serta sukrosa. Konsentrasi sukrosa yang digunakan umumnya 20- 60 gl-1, konsentrasi sukrosa yang lebih tinggi digunakan untuk pembentukan umbi secara langsung dari kalus. Peningkatan sukrosa dari 60- 90 gl -1 akan menurunkan pertumbuhan tunas pada

Lilium longiflorum (Tan Nhut et al. 2001). Konsentrasi sukrosa yang rendah digunakan untuk regenerasi kalus membentuk tunas dan daun (Yamagishi 1995).

Faktor-faktor yang mempengaruhi regenerasi kalus lili menjadi planlet diantaranya jenis eksplan, genotipe (Mori et al. 2005), zat pengatur tumbuh dan faktor fisik seperti intensitas cahaya serta temperatur (Pekkapelkonen 2005; Lan et al. 2009). Jenis eksplan sisik umbi dan umbi merupakan sumber eksplan yang potensial dan menguntungkan untuk produksi dan pembentukan bulblet, meskipun resiko kontaminasinya tinggi (Tan Nhut et al. 2001). Eksplan daun mempunyai kemampuan regenerasi lebih rendah dibanding umbi (Pekkapelkonen 2005). Zat pengatur tumbuh berperan penting dalam diferensiasi dan pertumbuhan kalus lili. Interaksi antara auksin (NAA) dan sitokinin (kinetin) berperan dalam pembentukan bulblet dan akar. Beberapa zat pengatur tumbuh yang mempengaruhi regenerasi kalus antara lain BA, kinetin, zeatin, IAA dan 2,4-D. Perbanyakan lili secara in vitro dilakukan dalam kondisi gelap maupun adanya cahaya, tergantung tujuan kultur. Regenerasi kalus menjadi tunas dipacu oleh adanya cahaya, sedangkan kultur kalus untuk perbanyakan umbi memerlukan kondisi gelap. Kebutuhan cahaya dalam kultur in vitro lili kurang lebih 16 jam sehari (Pekkapelkonen 2005).

Tujuan penelitian ialah mendapatkan media regenerasi lili terbaik yang diinduksi dari kalus.

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium kultur jaringan Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas, dari bulan Januari sampai dengan Oktober 2012. Bahan yang digunakan ialah kalus lili yang diinduksi dari tangkai sari bunga. Alat yang digunakan antara lain laminer air flow, pH meter, autoclave, botol kultur, timbangan, magnetic stirer, pinset dan petridish. Media yang digunakan ialah media MS yang mengandung beberapa konsentrasi sukrosa dan NAA.

Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap satu faktor, yaitu perlakuan media dasar MS dengan penambahan zat pengatur tumbuh NAA (naftalene asetat acid) dan sukrosa. Percobaan terdiri atas 7 perlakuan dan tiga ulangan. Tiap perlakuan terdiri dari 5 botol kultur dan satuan pengamatan 5 botol, sehingga terdapat 105 satuan percobaan. Bahan yang digunakan ialah kalus yang diinduksi dari tangkai sari bunga lili. Perlakuan terdiri atas 7 macam media, yaitu B1= MS (Murashige Skoog) + 10 gl-1 sukrosa, B2= MS+ 20 gl-1 sukrosa, B3= MS+ 30 gl-1 sukrosa, B4= MS+ 40 gl-1 sukrosa, B5= MS+ 1 mgl-1 NAA+ 30 gl-1 sukrosa, B6= MS+ 2 mgl-1 NAA+ 30 gl-1 sukrosa dan B7= MS+ 3 mgl-1 NAA+ 30 gl-1 sukrosa.

Peubah yang diamati yaitu (1) jumlah tunas, (2) panjang tunas, (3) jumlah umbi, (4) diameter umbi, (5) jumlah daun, dan (6) jumlah akar. Jumlah tunas diamati dengan menghitung banyaknya tunas yang terbentuk 2 minggu setelah kultur. Panjang tunas diukur pada tunas terpanjang 2 minggu setelah kultur, jumlah umbi diamati dengan menghitung banyaknya jumlah umbi yang terbentuk. Diameter umbi diukur 2 minggu setelah kultur. Jumlah daun diamati dengan cara menghitung banyaknya daun yang terbentuk. Jumlah akar diamati dengan

menghitung banyaknya akar yang terbentuk. Data dianalisis menggunakan program IBM SPSS Statistics 19.

Hasil dan Pembahasan

Regenerasi kalus merupakan bagian penting dalam perbanyakan lili secara in vitro. Kalus berkembang membentuk tunas, daun, akar dan umbi. Salah satu faktor yang berperan penting dalam regenerasi kalus ialah zat pengatur tumbuh. Jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh berperan dalam morfogenesis tanaman. Pada tanaman lili, interaksi auksin (NAA) dan sitokinin (kinetin) berperan dalam pembentukan umbi dan akar (Takayama dan Misawa 1979). Sejalan dengan hasil penelitian tersebut, pada Tabel 3.2 menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh NAA dapat mendorong pembentukan akar lili. Media B6 yaitu MS yang mengandung NAA 2 mgl-1 merupakan media yang menghasilkan jumlah akar terbanyak. Penelitian Tan Nhut et al. (2001) menyatakan bahwa NAA dan IBA efisien dalam menginduksi perakaran lili longiflorum dari kuncup bunga.

Jumlah akar pada media B6 dan B7 tidak berbeda nyata (Tabel 3.2), hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi NAA 2 mgl -1 dengan 3 mgl -1 memberikan respon yang sama terhadap pembentukan akar. Namun, kedua media tersebut berbeda nyata dengan perlakuan B1, B2, B3, B4 dan B5. Pembentukan akar lebih dipengaruhi oleh NAA. Zat pengatur tumbuh NAA termasuk dalam kelompok auksin yang berperan dalam pembesaran sel, pembentukan dan pertumbuhan akar (Wattimena 1988). Hasil ini sejalan dengan penelitian Ming Chen et al. (2002) bahwa NAA merupakan auksin sintetik yang dapat mendorong pembentukan perakaran pada kedelai (Glycine max). Di samping itu NAA juga berfungsi menentukan regenerasi tunas bunga pada tembakau ( Smulders et al. 1990). NAA meningkatkan hasil biji per tanaman pada 20 ppm. NAA juga mampu menurunkan fatty acid pada kapas (Zakaria et al. 1989).

Tabel 3.2 Rerata jumlah tunas, panjang tunas, jumlah daun dan jumlah akar lili pada beberapa media 2 minggu setelah kultur.

Media Jumlah tunas Panjang tunas (cm) Jumlah daun Jumlah akar

B1 2.00 a 2.31 a 2.00 a 2.81 a B2 2.27 a 3.21 a 1.44 a 4.00 a B3 2.25 a 3.22 a 1.72 a 6.00 a B4 1.08 a 1.97 a 1.94 a 3.64 a B5 2.19 a 2.91 a 1.00 a 3.19 a B6 2.75 a 2.84 a 1.83 a 10.03 b B7 1.33 a 1.56 a 2.00 a 8.17 b

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%. B1= MS + 10 gl-1 sukrosa, B2= MS+ 20 gl-1 sukrosa, B3= MS+ 30 gl-1 sukrosa, B4= MS+ 40 gl-1 sukrosa, B5= MS+ 1 mgl-1 NAA+ 30 gl-1 sukrosa, B6= MS+ 2 mgl-1 NAA+ 30 gl-1 sukrosa, B7= MS+ 3 mgl-1 NAA+ 30 gl-1 sukrosa.

Namun demikian pemberian NAA tidak berpengaruh terhadap jumlah tunas, panjang tunas serta jumlah daun. Penelitian Mizuguchi et al. (1994) menyatakan bahwa zat pengatur tumbuh NAA menghambat regenerasi tunas dari kalus L. japonicum. Hasil ini menunjukkan bahwa pembentukan tunas dan daun lebih

dipengaruhi zat pengatur tumbuh sitokinin dan tidak dipengaruhi oleh NAA (Arteca 1995).

Tabel 3.3 Rerata jumlah umbi dan diameter umbi lili pada beberapa media 2 minggu setelah kultur.

Media Jumlah umbi Diameter umbi (cm)

B1 4.25 a 0.80 a B2 1.72 b 0.57 ab B3 2.08 b 0.66 ab B4 2.30 b 0.65 ab B5 1.92 b 0.27 b B6 1.94 b 0.67 ab B7 2.33 b 0.42 ab

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada lajur yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%. B1= MS + 10 gl-1 sukrosa, B2= MS+ 20 gl-1 sukrosa, B3= MS+ 30 gl-1 sukrosa, B4= MS+ 40 gl-1 sukrosa, B5= MS+ 1 mgl-1 NAA+ 30 gl-1 sukrosa, B6= MS+ 2 mgl-1 NAA+ 30 gl-1 sukrosa, B7= MS+ 3 mgl-1 NAA+ 30 gl-1 sukrosa.

Regenerasi kalus lili pada beberapa media menunjukkan bahwa umbi lili dapat terbentuk secara langsung pada semua media yang diujikan. Kalus dapat berkembang langsung membentuk umbi 2 bulan setelah kultur (Tabel 3.3). Media MS yang mengandung sukrosa 10 gl-1 menghasilkan jumlah dan diameter umbi tertinggi.

Faktor yang mempengaruhi pembentukan umbi antara lain konsentrasi metabolit hasil fotosintesa, khususnya rasio karbohidrat dan nitrogen (Arteca 1995). Kombinasi sukrosa dan manosa juga dapat memacu pertumbuhan umbi (Yamagishi 1995). Kondisi lingkungan yang tidak mendukung seperti suhu tinggi, intensitas cahaya rendah, serta asimilat yang digunakan untuk pertumbuhan tunas dan akar dalam jumlah banyak menjadi penghambat dalam pembentukan umbi (Arteca 1995).

Gambar 3.6 merupakan perkembangan kalus pada media regenerasi, 4 bulan setelah kultur. Kalus mulai berkembang membentuk daun (Gambar 3.6A - D) dan umbi (3.6 E). Planlet secara sempurna terbentuk 8 bulan setelah kultur.

Gambar 3.6 Perkembangan kalus lili pada media regenerasi (4 bulan setelah

kultur). MediaB1= MS + 10 gl-1 sukrosa (A), Media B2= MS+ 20 gl-1 sukrosa (B), Media B3= MS+ 30 gl-1 sukrosa (C), Media B6= MS+ 2 mgl-1 NAA+ 30 gl-1 sukrosa (D) dan Media B7= MS+ 3 mgl-1

NAA+ 30 gl-1 sukrosa (E).

Gambar 3.7. Respon kalus lili dan regenerasinya pada beberapa media (8 bulan setelah kultur). Planlet pada media B1= MS + 10 gl-1 sukrosa (A), media B2= MS+ 20 gl-1 sukrosa (B), media B3= MS+ 30 gl-1 sukrosa(C), media B4= MS+ 40gl-1 sukrosa (D), media B5= MS+ 1 mgl-1 NAA+ 30 gl-1 sukrosa (E), media B6= MS+ 2 mgl-1 NAA+ 30 gl-1 sukrosa (F), media B7= MS+ 3 mgl-1 NAA+ 30 gl-1 sukrosa (G).

Gambar 3.7 menunjukkan respon pertumbuhan kalus lili pada beberapa media regenerasi, 8 bulan setelah kultur. Media yang mengandung NAA 2 mgl-1 dan 3 mgl-1 mendorong pembentukan akar, sedangkan media yang mengandung sukrosa tanpa NAA lebih memacu pembentukan umbi.

Simpulan

1. Media B1 yaitu media MS yang mengandung sukrosa 10 gl-1 merupakan media terbaik untuk pembentukan umbi lili secara langsung dari kalus.

2. Media B6 yaitu media MS yang mengandung NAA 2 mgl -1 merupakan media terbaik untuk induksi perakaran lili dari kalus.

A B C D