• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adalah sebuah sendau-gurau yang asing, tentang sejarah bahwa sebuah bangsa yang hidup di pulau-pulau kecil seperti orang-orang Inggris, telah mulai menguasai dunia Muslim setelah dia mengambil keuntungan dari menurunnya pancangan kaki Muslim pada abad ke enam belas. Perlahan-lahan dan secara sistematis kolonial yang memiliki kekuatan lebih ini telah mengem-bangkan pengaruhnya dan hegemoninya. Hadiah yang paling gairah adalah India ketika British mengamankan mereka dari pengisapan pada abad ke delapan belas. Kemudian turun kepada Kekaisaran Ottoman mereka sanggup dan berkesempatan mengambil dengan kekerasan sedikit demi sedikit, atas Sudan, Mesir, Iraq, negara-negara Arab penghuni pantai selatan jazirah Arab, dan teluk Emirat. Mereka menggenggam dengan kuat di Gibraltar, wilayah terusan Suez, Aden, dan Singapura yang bertindak sebagai pasukan penjaga belakang yang luar biasa terhadap kekaisaran mereka yang hebat sehingga bagi mereka "matahari tak pernah tenggelam".

Tidak diragukan untuk beberapa tahun British membantu kemerosotan Khalifah Turki guna memelihara posisi politiknya. Tetapi hal ini bukanlah karena mereka cinta kepada Muslim atau karena berdasarkan kemanusiaan atau corak sifat-sifat British sendiri. Hal itu hanyalah karena berdasarkan semata-mata murni pada pertimbangan mencegah Rusia menjadi ancaman terhadap daerah pendudukan Inggris sebagaimana dominasi Inggris di Iran dan Afganistan. Penghisapan atas wilayah-wilayah Muslim telah menyumbangkan sejumlah besar tindakan ke arah membubungnya British pada suatu tingkat di mana tidak bisa dilaksanakan oleh berbagai lawan dan saingannya, hingga permulaan abad ini.

Adalah benar bahwa orang-orang Inggris tidak melakukan tindakan penyesuaian guna membangun koloni-koloninya, sebagaimana telah diperkenalkan oleh ahli-ahli Barat dalam bidang pendidikan bahasa Inggris dan pemeliharaan pelayanan kepada umum. Penggerak/pendorong yang menguasainya adalah konsolidasi kerajaan dan kemajuan negara induknya, yang merupakan pasar dan industri yang perlu diberi bahan mentah dan bahan-bahan murah yang diberikan oleh negara-negara jajahannya. Penebang kayu dan penarik air mencari nafkah dengan susah payah, untuk mempertahankan kehidupannya, sementara para penjajah kaya dengan menggunakan berbagai cara, baik yang langsung maupun yang tidak langsung untuk mendapatkan kekayaannya itu.

Adalah benar bahwa, orang-orang yang menjadi pihak yang diberi dalam masalah pendidikannya, dan komunikasi serta kemudahan untuk umum, diselenggarakan oleh orang-orang Inggris, tetapi hal ini hanya sebagai sarana untuk melaksanakan kegiatan administrasinya dengan halus dan lancarnya serta melatih khalayak ramai untuk menerima lebih banyak dan lebih banyak pemberian serta bimbingan. Penduduk asli dan pengrajin menderita, dan kebudayaan setempat telah keracunan lingkungan sosial dan pendidikan yang diciptakan oleh penjajah. Penghisapan atas sumber setempat jalan terus, sementara perasaan penduduk menjadi semakin lemah dan rendah diri menghadapi semuanya ini. Menjadi seorang "Tuan", adalah sesuatu yang sangat-diinginkan sekali, dan orang-orang telah mulai hilang harga dirinya, dan nilai-nilai Islam hanya tinggal merupakan warisan nenek moyang mereka.

Keadaan yang berjalan dengan tenang ini tidak bisa terus dipertahankan berlaku selamanya, dan penjajah menerima kematiannya selama terjadi Perang Dunia I dan II. Suatu rasa kebangsaan dan keinginan untuk merdeka telah timbul dimana-mana dan masyarakat sedikit demi sedikit menghargai gerakan mengusir penjajah. Kepemimpinan yang tetap bertahan dalam keadaan yang

berbahaya bukan hanya terjadi pada kelas baru yang berpendidikan dan dari pengikut setempat administrasinya penjajah, tapi juga gaya lama dari Ulama yang tidak tunduk kepada rasa apatis, secara umum telah menembus di negara-negara Muslim. Nama Jamaluddin al-Afgani (1897), Sayyid Ahmad Shahid (1842). Hasan al Banna (1949) dan lain-lainnya mewakili dari mereka-mereka yang sadar selaku pejuang dalam pembaharuan Islam dan kemerdekaan.

Negara-negara yang berbeda satu sama lain dari kekaisaran Inggris, telah berusaha sendiri-sendiri dengan caranya sendiri-sendiri untuk memperoleh kemerdekaan mereka. Tapi di sini perlu dicatat sehubungan dengan satu pertanyaan dari taktik Inggris dalam merintangi usaha pembebasan dari setiap negara-negara Islam. Satu tahap yang bilamana datang dia sulit memelihara pengaruhnya yang secara kuat, hal itu disebabkan oleh karena perang dunia pertama dan kedua telah melemahkan kekuatan ekonomi dan politiknya. Tidak lama ia bertahan menghadapi perjuangan negara yang berusaha merdeka. Lalu menjadi semakin jelas buat kita kenapa akhirnya ia perlu berbuat baik pada akhirnya. Tetapi bahwa dia dalam proses bertindak tak bermoral dan jahil, sulit dibandingkan dengan apa yang pernah didengung-dengungkan oleh Menteri-menteri mereka serta Parlemennya.

Contoh yang menyolok sekali dari mendua hati atau bermuka dua serta kebejatan moral British adalah Deklarasi Balfour yang perlahan-lahan membawa kepada pendirian negara Israel di jantung dunia Muslim pada tahuan 1948. Di Mesir, dia telah berbuat hati-hati dan cukup jahat dalam mengawal wilayah Terusan Suez sedemikian rupa sehingga dia bisa mencekik dan membatasi kapan saja ada usaha Mesir untuk merdeka.

Muslim-muslim India juga mengalami hal yang sama. Inggris meninggalkan Delhi pada bulan Agustus 1947, mengambil manfaat dari negara baru, Pakistan, yang tidak akan mampu bertahan lama (dan sungguh-sungguh, rencana yang disusun rapi telah ada sebelumnya, sebagaimana kita lihat jika kita mengikuti perkembangan antara Pakistan Barat dan Pakistan Timur pada bulan Maret 1971). Garis batas demarkasi dari perbatasan yang belum syah, air sungai yang diperselisihkan serta Kashmir yang dipertanyakan, semuanya sepakat bahwa jika Inggris ingin memaksa pemisahan yang tidak seimbang, yang seperti itu akan menghilangkan kesempatan Pakistan untuk dapat tetap hidup dalam satu tangan dan istilah lebih ramah dengan India dan se-baliknya. Siapa yang dapat melupakan akan Philip Noel Baker, orang Inggris yang menjadi Sekretaris Dewan yang telah menyeimbangkan dengan memberikan Kashmir kepada Pakistan dengan alasan bahwa penduduk Kashmir adalah mayoritas Islam, debat yang kurang menarik, cara yang sewenang-wenang dan lalim untuk menyetujui bagaimana sebenarnya bentuk negara Dominion itu. Oleh karena itu maka dengan kepahitan yang biasa kita dengar, Michael Steward akhirnya menyatakan bahwa Inggris tidak bertanggung jawab atau ingin berusaha menduduk kembali atas Kashmir melalui cara damai.

Kemudian tiba saatnya menangani Muslim yang ada di Eriteria kepada dominasi Kristen di Abesinia. Tapi contoh yang seperti ini masih bisa dilipatgandakan terhadap negara-negara di kawasan Afrika. Inggris meninggalkan Nigeria dalam keadaan yang kacau luar biasa, bahkan orang yang paling bisa dicontoh adalah usaha Haji Ahmadu Bello dan Haji Abu Bakr Tafawa Balewa tidak dapat memelihara persatuan dan perdamaian cukup lama. Dia merupakan negara koloni yang terbesar di Afrika. Setelah Inggris mengembangkan sayapnya sampai Kamerun, sebuah jajahan yang diambil alih dari Jerman pada tahun 1918, seluruh wilayah telah diperintah dengan gaya Inggris. Hasilnya adalah ketika kemerdekaan datang pada tahun 1960 seluruh ad-ministrator dan stafnya di AD adalah orang-orang Kristen Ibo , Dominasi bagian utara oleh Kristen, walaupun partai yang berkuasa menang dua kali dalam pemilihan umum, Kepala Staf AD, Jenderal Ironsi , telah melakukan perebutan kekuasaan secara berdarah terhadap Perdana

Menteri, Muslim, Ahmdu Bello, rekan dia sendiri, yang merupakan pemimpin orang-orang di bagian utara.

Di bagian Timur Afrika, sejumlah besar pengikut Muslim telah dibiarkan nasibnya kepada teman sebangsanya yang lembut dari orang-orang Kristen, yang khusus diiatih oleh orang orang Inggris untuk mengambil alih administrasi dari para pendatang yang meninggalkannya. Kebijaksanaan seperti ini diterapkan pula secara tetap terhadap negara-negara-yang baru muncul, di seluruh Afrika, termasuk Zanzibar, Tanzania, Malawi. Ghana. Whitehall melihat adanya orang-orang Kristen yang minoritas, orang-orang Inggris melatih perwira dan orang-orang yang mau berpetualang untuk memperoleh keuntungan melalui penguasaan atas kekuatan, membuat tidak mungkinnya suara-suara Muslim didengar.

Hampir sama polanya yang kemudian diterapkan adalah atas negara-negara di bagian selatan dari semenanjung Arab dan negara-negara Teluk Parsi, yang tanpa adanya persatuan, penduduk setempat untuk memikul tanggung jawab bagi pemerintahan sendiri sering mengundang gangguan. Kecenderungan umum dari kebijaksanaan Inggris selalu saja begitu dan akan berlanjut untuk tetap memelihara saluran dagang mereka tetap terbuka bahkan di negara-negara yang sudah mereka tinggalkan telah dihapus melalui pengaruh politiknya. Malaysia, Singapura, India, Pakistan, negara-negara Teluk Parsi, dan bekas jajahan Inggris di Afrika, dalam keadaan yang sama, terus menyediakan pasar terbuka untuk Inggris bagi perdagangan dan industri mereka. Hal ini menjadikan pasaran Inggris tetap menguasai perdagangan, dan merupakan faktor yang dominan, dalam kebijaksanaan mereka, dan tetap sibuk dengan menikmati hasil sebesar-besar-nya dari kekaisaran perdagangan yang mereka ciptakan. Pemimpin-pemimpin politik mereka terus membuat pidato yang nadanya tinggi untuk meliput pendekatan yang dilakukan secara halus ini, atas masalah-masalah yang ditimbulkan oleh sisa-sisa usaha pendudukan mereka, menjadikan bekas jajahan sebagai sahabat mereka ketika mereka meninggalkannya. Orang-orang Muslim masih tetap saja menjadi korban dari kelicikan dan ketidak tulusan mereka

BAB XI