• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Ekosistem Mangrove

4.2.2 Organisme yang Berasosiasi

Makrozoobentos merupakan salah satu organisme yang hidup berasosiasi dengan vegetasi mangrove, organisme ini biasanya ditemukan hidup pada bagian substrat (akar mangrove). Golongan organisme ini umumnya hidup menetap pada dasar perairan, karena organisme bentos tidak mempunyai kemampuan bergerak secara bebas untuk berpindah tempat, sehingga organisme ini biasanya membuat lobang untuk menghindar dari predator dan fluktuasi faktor fisik lingkungan. Organisme bentos adalah semua jenis organisme yang hidup dan berasosiasi dengan sedimen dasar perairan termasuk tumbuhan dasar (benthic plants) disebut juga sebagai fitobentos dan hewan dasar (benthic animals) disebut juga sebagai zoobentos (Hutabarat dan Evans 1984).

Komposisi jenis organisme di lokasi penelitian masih memperlihatkan tingkat kemerataan pada semua ekosistem mangrove di Kabupaten Barru. Secara umum nilai kelimpahan bentos masih cukup tinggi dengan kisaran nilai 85 - 456 indivi/m2 pada setiap stasiun / kecamatan. Kelimpahan makrozoobentos tertinggi ditemukan di stasiun IV Kecamatan Barru dengan kisaran antara 400 – 456 indiv/m2, tingginya nilai kelimpahan di stasiun ini diduga disebabkan oleh kondisi dan keberadaan ekosistem mangrove yang terdapat di sekitar muara sungai sehingga faktor – faktor lingkungan seperti salinitas, suhu, bahan organik dan sirkulasi air tidak memperlihatkan fluktuasi yang berarti terhadap keberadaan bentos. Sedangkan kelimpahan bentos pada stasiun I, II dan III tidak memperlihatkan nilai yang signifikan, sehingga nilai kelimpahan yang diperoleh masih dalam kategori stabil dengan kisaran 135 – 325 indiv/m2, kecuali pada stasiun III Kecamatan Balusu khususnya pada sub-stasiun Desa/Kelurahan Madello menunjukkan niali kelimpahan yang cukup rendah yaitu 85 indiv/m2, rendahnya nilai kelimpahan di stasiun ini diduga disebabkan oleh keberadaan ekosistem mangrove yang berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk. Secara umum hasil pengamatan mengindikasikan bahwa ekosistem mangrove di setiap kecamatan masih cukup baik, artinya masih cukup layak dihuni oleh beberapa spesies organisme (Gambar 19 dan Lampiran 6).

135 225 85 325 170 220 415 400 250 155 160 456 0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

Mallusetasi Soppengriaja Balusu Barru

Stasiun Pengamatan

Kelimpahan Organisme

(K = indiv/m2)

KELIMPAHAN (K = indiv/m2)

Gambar 19. Grafik hasil analisis kelimpahan makrozoobentos di empat stasiun/kecamatan di Kabupaten Barru.

Keanekaragaman spesies makrozoobentos menunjukkan bahwa tingkat keanekaragaman spesies berkisar 1.34 – 2.46 perstasiun. Nilai keanekaragaman tertinggi didapatkan pada stasiun IV Kecamatan Barru khususnya pada sub- stasiun Desa/Kelurahan Siawung, selanjutnya nilai keanekaragaman terendah didapatkan di stasiun I Kecamatan Mallusetasi sub-stasiun Desa/Kelurahan Batupute, sedangkan pada stasiun dan sub-stasiun lainnya tidak menunjukkan nilai keanekaragaman yang signifikan, hal ini dapat mengindikasikan bahwa ekosistem mangrove disetiap kecamatan masih cukup baik. Menurut Odum (1971) nilai keanekaragaman = 3.5 kategori ekosistem sangat stabil, nilai keanekaragaman 2.5 – 3.5 kategori ekosistem baik atau stabil, nilai keanekaragaman 1.25 – 2.5 kategori ekosistem sedang, sedangkan nilai keanekaragaman < 1.25 kategori ekosistem tidak stabil. Sesuai dengan kriteria tersebut, maka nilai keanekaragaman yang diperoleh di setiap lokasi pengamatan di Kabupaten Barru mengindikasikan bahwa ekosistem mangrove mesih dalam kategori stabilitas ekosistem sedang sampai sangat stabil, sehingga masih cukup layak dihuni oleh beberapa spesies bentos yang berasosiasi pada akar, batang, dan daun mangrove (Gambar 20).

1.663 1.454 1.338 1.662 1.566 1.721 1.8 23 1.815 1.9 49 2.4 58 2.068 2.068 0 0.5 1 1.5 2 2.5 Keanekaragaman (H')

Mallusetasi Soppengriaja Balusu Barru

Stasiun Pengamatan

KEANEKARAGAMAN (H’ )

Gambar 20. Grafik hasil analisis keanekaragaman makrozoobentos di empat stasiun/kecamatan di Kabupaten Barru.

Menurut Odum (1971), organisme bentos memengang peranan penting dala m komunitas perairan khususnya dalam proses mineralisasi dan pendaurulang bahan-bahan organik sehingga menduduki posisi penting dalam rantai makan, hubungan ini didasarkan pada rantai makanan detritus yang dimulai dari organisme mati yang kemudian diuraikan oleh mikroorganisme, kemudian mikroorganisme beserta hancurannya akan dimakan oleh organisme pemakan detritus (detritivor). Selanjutnya dikatakan bahwa makrozoobentos memegang peranan penting dalam menentukan produktivitas sekunder yang selanjutnya dapat memberikan ketersediaan makanan bagi organisme lainnya dan sebagai indikasi kesesuaian potensi kualitas perairan khususnya sebagai indikator pencemaran.

4.2.2.2 Ikan dan Crustacea

Hasil investigasi dan inventarisasi ikan dan crustacea di lapangan didapatkan berbagai jenis ikan yang hidup pada ekosistem hutan mangrove di Kabupaten Barru. Adapun jenis ikan yang di temukan pada masing – masing kecamatan atau stasiun pengamatan, yaitu Kecamatan Mallusetasi ditemukan sebanyak 15 spesies, di Kecamatan Soppengriaja sebanyak 14 spesies, di Kecamatan Balusu sebanyak 18 spesies, dan di Kecamatan Barru ditemukan sebanyak 21 spesies. Spesies ikan yang ditemukan termasuk dalam beberapa famili antara lain : Carangidae, Celonidae, Caetondotidae, Clupeidae, Elopsidae, Hemiramphidae, Latidae, Leiognatidae, Mugilidae, Penaedae, Peripthalmidae, Pomacentridae, Portunidae,

Gobidae, Siganidae, Toxotidae. Sedangkan dari jenis Crustacea yang ditemukan selama penelitian yaitu udang putih (Penaed spp), udang windu (Paneus monodon), dan beberapa jenis kepiting diantaranya kepiting bakau (Scilla serrata) yang hidup berasosiasi dengan mangrove (Lampiran 7).

4.2.2.3 Burung dan Mamalia

Keberadaan dan penyebaran burung di kawasan ekosistem hutan mangrove Kabupaten Barru, didapatkan sekitar 34 spesies burung, sedangkan jenis burung yang didapatkan pada setiap stasiun atau kecamatan masing – masing di stasiun I (Kecamatan Mallusetasi) ditemukan sebanyak 12 spesies, stasiun II (Kecamatan Soppengriaja) ditemukan sebanyak 11 spesies, stasiun III (Kecamatan Balusu) ditemukan sebanyak 18 spesies, sedangkan di stasiun IV (Kecamatan Barru) ditemukan sebanyak 13 spesies (Lampiran 8).

Keberadaan dan penyebaran burung tersebut erat hubungannya dengan tingkat kesuburan, kelimpahan, dan keanekaragaman spesies ekosistem mangrove, burung tersebut biasanya hidup di dalam areal hutan mangrove atau datang untuk mencari makan pada waktu – waktu tertentu. Dengan kehadiran burung yang berwarna – warni serta kicauan yang khas di kawasan ekosistem mangrove, dapat menciptakan nuangsa alami dan keindahan ekosistem mangrove tersebut. Selain burung, juga ditemukan beberapa jenis mamalia seperti : kelelawar, biawak, dan ular. Kelelawar banyak ditemukan di Pulau Pannikiang Kecamatan Balusu yang bergelantungan di dahang dan ranting hutan mangrove pada siang hari, dengan tingkah laku kelelawar yang mencari makan pada malam hari dan istirahat pada siang hari, maka kondisi ini dimanfaatkan para nelayan untuk memasang jaring (perangkat) guna menangkap kelelawar yang selanjutnya akan di jual ke pasar atau pedagang yang bertindak selaku tukang tada yang biasanya menjemput hasil tangkapan para nelayan ke pulau – pulau (lokasi penangkapan).

4.3 Kondisi Sosial Budaya

Dokumen terkait