• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Emisi Otoakustik

Emisi otoakustik merupakan suara dengan intensitas rendah yang diproduksi oleh sel rambut luar koklea dan direkam pada meatus akustikus eksternus. Suara yang dihasilkan oleh koklea sangat kecil berkisar pada 30 dB, namun berpotensi untuk didengar. Emisi otoakustik timbul secara spontan karena suara yang sudah ada di koklea secara terus menerus bersirkulasi, tetapi pada umumnya emisi otoakustik didahului adanya stimulasi. Emisi otoakustik dihasilkan hanya bila organ korti dalam keadaan mendekati normal, dan telinga tengah berfungsi dengan baik (Kemp 2002; Donovalova 2006; Hall & Antonelli 2006).

Emisi otoakustik ini pertama sekali ditemukan oleh Gold pada tahun 1948 dan diperkenalkan oleh David Kemp pada tahun 1978 (Prieve & Fitzgerald 2002). Pada pemeriksaan emisi otoakustik stimulus bunyi tertentu diberikan melalui loudspeaker mini yang terletak dalam sumbat telinga (insert probe) yang bagian luarnya dilapisi karet lunak (probe tip). Mikrofon digunakan untuk mendeteksi emisi otoakustik, kemudian diubah menjadi elektrik agar mudah diproses (Kemp 2002; Hall & Antonelli 2006).

Emisi otoakustik dihasilkan oleh adanya gerakan membran timpani yang ditransmisikan dari koklea menuju telinga tengah secara spontan ataupun menggunakan stimulus. Untuk merekam emisi otoakustik diperlukan kondisi telinga tengah yang sehat dengan konduksi suara yang baik. Koklea tidak secara signifikan memancarkan suara ke udara di kavum timpani. Agar pergerakan membran timpani efisien, lebih padat dan sedikit udara yang bisa keluar masuk liang telinga, maka liang telinga harus ditutup ( Kemp 2002; Hall & Antonelli 2006).

Getaran yang dihasilkan dari mekanisme koklea yang unik dikenal sebagai “cochlear amplifier” yang menyebabkan adanya suatu gerakan sel-sel rambut luar di telinga bagian dalam. Gerakan-gerakan ini dapat terjadi baik secara spontan maupun oleh rangsangan bunyi dari luar dan dihasilkan oleh mekanisme sel yang aktif (Gelfand 2010).

Pergerakan sel rambut luar dapat dicetuskan oleh bunyi click dengan intensitas sedang atau kombinasi yang sesuai dari dua tone, kemudian terjadi biomekanik dari membran basilaris sehingga menghasilkan amplifikasi energi intrakoklea dan tuning koklea. Pergerakan sel rambut luar menimbulkan energi mekanis dalam koklea yang diperbanyak keluar melalui sistem telinga tengah dan membran timpani menuju liang telinga (Prieve & Fitzgerald 2002; Gelfand 2010).

Hasil pemeriksaan mudah dibaca karena dinyatakan dengan kriteria

pass (lulus) atau refer (tidak lulus). Hasil pass menunjukkan keadaan koklea baik; sedangkan hasil refer artinya adanya gangguan koklea (Abdullah et al. 2006).

Anatomi dan fisiologi dasar emisi otoakustik

Suara yang digunakan untuk memperoleh emisi ditransmisikan melalui telinga luar, pada saat rangsang auditori dirubah dari sinyal akustik menjadi sinyal mekanik di membran timpani dan ditransmisikan melalui tulang-tulang pendengaran pada telinga tengah; footplate dari tulang stapes akan bergerak pada foramen ovale yang akan menyebabkan pergerakan gelombang cairan pada koklea. Pergerakan gelombang cairan tersebut menggetarkan membran basilaris dimana setiap bagian dari membran basilaris sensitif terhadap frekuensi yang terbatas dalam rentang tertentu (Kemp 2002; Campbell 2006).

Bagian yang paling dekat dengan foramen ovale lebih sensitif terhadap rangsang suara dengan frekuensi tinggi, sementara bagian yang jauh dari foramen ovale lebih sensitif terhadap rangsang suara dengan frekuensi rendah. Pada emisi otoakustik, respon pertama yang kembali dan direkam menggunakan mikrofon berasal dari bagian koklea dengan frekuensi paling tinggi (Prieve & Fitzgerald 2002; Campbell 2006).

Saat membran basilaris bergetar, sel-sel rambut turut bergerak dan respon elektromekanik terjadi, pada saat yang bersamaan sinyal aferen ditransmisikan dan sinyal eferen diemisikan. Sinyal eferen ditransmisikan

kembali melalui jalur auditori dan sinyal tersebut diukur pada liang telinga (Campbell 2006; Møller 2006).

Dasar-dasar dari timbulnya keaktifan emisi ini adalah kemampuan telinga dalam untuk mengadakan kompresi dinamis sinyal bunyi. Dengan kompresi ini tekanan dinamik suara dapat diteruskan telinga bagian dalam kira-kira sebesar 0,7% ke sistem saraf yang mempunyai kapasitas dinamis yang jauh lebih kecil. Kompresi ini merupakan kemampuan sel-sel rambut yang tidak linear. Sel-sel rambut dalam yang sebenarnya adalah bagian aferen untuk sistem pendengaran, baru terangsang pada tekanan bunyi yang lebih kecil, sel-sel rambut luar secara serentak menambah energi kepada sel-sel rambut dalam dengan cara gerakan mekanis. Proses gerakan inilah yang diperkirakan merupakan sumber aktifitas emisi telinga bagian dalam (Møller 2006).

Tujuan pemeriksaan Emisi Otoakustik

Tujuan utama pemeriksaan emisi otoakustik adalah untuk menilai keadaan koklea, khususnya fungsi sel rambut luar telinga dalam. Hasil pemeriksaan dapat berguna untuk (Campbell 2006) :

a. Skrining pendengaran (khususnya pada neonatus, bayi atau individu dengan gangguan perkembangan).

b. Memperkirakan sensitivitas pendengaran dalam rentang tertentu.

c. Membedakan gangguan sensori dan neural pada gangguan pendengaran sensorineural.

d. Pemeriksaan pada gangguan pendengaran fungsional (berpura-pura). Pemeriksaan dapat dilakukan pada pasien yang sedang tidur, bahkan pada keadaan koma, karena hasil pemeriksaan tidak memerlukan respon tingkah laku.

Syarat-syarat menghasilkan otoacoustic emission

a. Liang telinga luar tidak obstruksi

(Campbell 2006): b. Liang telinga dengan ditutup rapat dengan probe.

c. Posisi optimal dari probe

d. Tidak ada penyakit telinga tengah e. Sel rambut luar masih berfungsi f. Pasien kooperatif

g. Lingkungan sekitar tenang.

Emisi otoakustik hanya dapat menilai sistem auditori perifer, meliputi telinga luar, telinga tengah dan koklea. Respon memang berasal dari koklea, tetapi telinga luar dan telinga tengah harus dapat mentransmisikan kembali emisi suara sehingga dapat direkam oleh mikrofon. Emisi otoakustik tidak dapat digunakan untuk menentukan ambang dengar individu (Campbell 2006).

Emisi otoakustik dapat terjadi spontan sebesar 40-60% pada telinga normal, tetapi secara klinis yang memberikan respon baik adalah evoked otoacoustic emissions (Mainley, Ray & Propper 2008).

Emisi otoakustik dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu:

a. Spontaneous otoacoustic emissions (SOAEs), merupakan emisi suara tanpa adanya rangsangan bunyi ( secara spontan).

b. Transient otoacoustic emission (TOAEs) atau Transient evoked

otoacoustic emissions (TEOAEs), merupakan emisi suara yang

dihasilkan oleh rangsangan bunyi menggunakan durasi yang sangat pendek, biasanya bunyi click, tetapi dapat juga tone-bursts.

c. Distortion product otoacoustic emissions (DPOAEs), merupakan emisi suara sebagai respon dari dua rangsang yang berbeda frekuensi.

d. Sustained-frequncy otoacoustic emissions (SFOAEs), merupakan emisi suara sebagai respon dari nada yang berkesinambungan /kontinyu (Campbell 2006; Mainley, Ray & Propper 2008).

Distortion Product Otoacoustic Emissions (DPOAEs)

Jenis ini menggunakan 2 stimulus terdiri dari dua bunyi nada murni pada dua frekuensi (contoh: f1, f2; ( f2 > f1)) dan dua level intensitas (contoh: L1, L2) yang diberikan sekaligus. Pada DPOAEs spektrum

frekuensi yang diperiksa lebih luas dibandingkan dengan TEOAEs, dapat mencapat frekuensi tinggi (10.000 Hz). DPOAEs merupakan hasil distorsi intermodulasi yang ditransduksi balik ke telinga tengah yang diubah menjadi energi akustik yang di ukur di liang telinga.

Hubungan antara L1-L2 dan f1-f2 menunjukkan respon frekuensi. Untuk menghasilkan respon optimal, instensitasnya diatur sehingga L1 menyamai atau melebihi L2. Merendahkan intensitas absolut dari stimulus yang dibuat, DPOAEs menjadi lebih sensitif terhadap abnormalitas. Setting 65/55 dB L1-L2 adalah yang sering digunakan. Respon biasanya lebih bagus atau kuat dan direkam pada frekuensi yang dipancarkan dari f1-f2, hal tersebut dibuat dalam bentuk grafik sesuai dengan f2, karena kawasan tersebut memperkirakan regio frekuensi koklea yang menghasilkan respon (Prieve & Fitzgerald 2002; Campbell 2006).

Gambar 2.2. Peralatan dan prosedur pemeriksaan DPOAEs (Hall & Antonelli 2006)

DPOAEs dapat memperoleh frekuensi yang spesifik dan dapat

digunakan untuk merekam frekuensi yang lebih tinggi daripada TEOAEs. DPOAEs dapat digunakan untuk mendeteksi kerusakan koklea akibat obat-obat ototoksik dan akibat bising(Prieve & Fitzgerald 2002; Campbell 2006).

Tabel 2.1. Data DPOAEs Normal* (Vivosonic 2011) Frequency 750 1000 1500 2000 3000 4000 6000 8000 P er c en ti le 95th 5.95 7.65 3.83 -0.9 -2.3 0.18 -2.08 -9.97 (Impaired) 90th 2.4 4.4 0.43 -3.5 -5.55 -4.42 -6.88 -12.85 (Impaired) 10th -10.4 -8.1 -6.73 -9.85 -11.5 -5.93 -7.84 -22.2 (Normal) 5th -13.6 -12.05 -9.8 -13.9 -16.25 -9.23 -11 -26 (Normal)

*Data dikumpulkan dengan parameter pengukuran L1= 65 dBSPL

berikut:

L2= 55 dB SPL F2/F1 Ratio= 1.22

Dokumen terkait