• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. Landasan Teoritis

2. Otonomi Daerah

Setiap negara mempunyai sistem pemerintahan yang disesuaikan dengan falsafah Negara dan Undang-Undang Dasar yang berlaku. Indonesia memiliki falsafah Negara, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Oleh karena itu, Indonesia menganut sistem pemerintahan yang sesuai dengan falsafah Negara, yaitu Pancasila dan UUD 1945.21 Oleh karena itu, para Founding Fathers dari semula telah menyadari bahwa efisiensi dan efektivitas demi mencapai hasil maksimal pengelolaan Negara, maka Negara Indonesia dibagi dalam daerah besar dan kecil. Pikiran itu tercermin dengan tegas dalam pasal 18 UUD 1945 (sebelum amandemen 2001) yang berbunyi:22

“Pembagian Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara dan hak-hak asal-usul daerah-daerah yang bersifat istimewa”.

21

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pemerintahan Daerah di Indonesia, Hukum Administrasi Daerah, Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, Hlm.1.

22 B.N Marbun, DPRD dan Otonomi Daerah Setelah Amandemen UUD 1945 dan UU otonomi Daerah 2004, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2005, Hlm.8.

18

Kemudian untuk mencapai satu kesatuan tafsir, maka rumusan pasal 18 diatas diperjelas dan dipertegas lagi dalam penjelasan UUD 1945 sebagai berikut:

“Oleh karena daerah Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tidak akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia akan dibadi dalam daerah Provinsi, dan daerah Provinsi akan dibagi dalam daerah yang lebih kecil. Daerah-daerah itu bersifat otonom (strek dan locale rechtsgemeenschappen) atau bersifat daerah administrasi belaka, semua menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang. Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah. Oleh karena itu, di daerah pun pemerintahan akan bersendikan atas dasar permusyawaratan”.

Secara istilah, otonomi berasal dari bahasa Yunani, yakni autos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti undang-undang. Otonomi bermakna membuat perundang-undangan sendiri (zelfwetgeving), namun dalam perkembangannya, konsep otonomi daerah selain mengandung arti zelfwegeving (membuat peraturan daerah), juga utamanya mencakup zelfbestuur (pemerintahan sendiri). C.W.Van Der Pot memahami konsep otonomi daerah sebagai eigenhuishouding (menjalankan rumah tangganya sendiri).23

Secara terperinci, otonomi dapat mengandung beberapa pengertian antara lain sebagai berikut:24

1) Otonomi adalah suatu kondisi atau ciri untuk tidak dikontrol oleh pihak lain ataupun kekuatan luar;

2) Otonomi adalah bentuk pemerintahan sendiri (self government), yaitu hak untuk memerintah atau menentukan nasib sendiri;

3) Pemerintahan sendiri yang dihormati, diakui dan dijamin tidak adanya control dari pihak lain terhadap fungsi daerah (local internal affairs) atau terhadap minoritas suatu bangsa.

4) Pemerintahan otonomi memiliki pendapatan yang cukup untuk menentukan nasib sendiri, memenuhi kesejahteraan hidup maupun mencapai tujuan hidup secara adil (self determination, self sufficiency, self reliance)

5) Pemerintahan otonomi memiliki supremasi/dominasi kekuasaan (supremacy of authority) atau hukum (rule) yang dilaksanakan sepenuhnya oleh pemegang kekuasan di daerah.

23

M. Laica Marzuki, Berjalan-jalan di Ranah Hukum, Buku Kesatu, disi Revisi Cetakan Kedua, Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006, Hlm.161

24 Sidik Jatmika, Otonomi Daerah Perspektif Hubungan Internasional, Seri Kajian Otonomi Daerah, BIGRAF Publishing, Yogyakarta, 2001, Hlm. 16.

19

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 1 poin ke-6 menyebutkan bahwa Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk menyelenggarakan dan mengimplementasikan konsep otonomi daerah dalam pemerintahan, maka pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut “asas otonomi dan tugas pembantuan”. Yang dimaksud dengan “asas otonomi dan tugas pembantuan” adalah bahwa pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah dapat diselenggarakan secara langsung oleh pemerintahan daerah itu sendiri dan dapat pula penugasan oleh pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten/kota dan desa atau penugasan dari pemerintahan kabupaten/kota ke desa. Pemerintahan daerah provinsi bisa langsung memberikan penugasan terhadap pemerintahan kabupaten/kota atau penugasan pemerintahan kabupaten /kota ke desa, penugasan yang dimaksud ini tentu bukan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan politik sehingga seorang bupati atau walikota bisa dijatukan gubernur, karena jelas bahwa UU Nomor 23 tahun 2014 ini memberikan kedaulatan sepenuhnya kepada rakyat untuk menilai, memilih atau memberhentikan kepala daerah sesuai dengan mekanisme perundang-undangan yang berlaku. Proses peralihan dari sistem dekonsentrasi ke sistem desentralisasi disebut pemerintah daerah dengan otonomi. Otonomi adalah penyerahan urusan pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan. Tujuan otonomi adalah mencapai efektivitas dan efisiensi dalam pelayanan kepada masyarakat.

Menurut World Bank, Otonomi daerah adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab untuk menjalankan fungsi pemerintah pusat kepada organisasi-organisasi pemerintah yang menjadi bawahannya atau yang bersifat semi independen dan atau kepada sektor swasta. Sedangkan, Dennis Rondinelli menyebutkan otonomi daerah sebagai proses pelimpahan

20

wewenang dan kekuasaan, perencanaan, pengambilan keputusan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (organisasi-organisasi pelaksana daerah, unit-unit pelaksana daerah) kepada organisasi semi-otonom dan semi otonom (parastatal ) atau kepada organisasi non-pemerintah.

Pada umumnya, penyelenggaraan otonomi daerah menganut beberapa model/bentuk otonomi, diantaranya:

1) Otonomi Luas

Merupakan keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan di d bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiscal, dan agama. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan untuk memberikan pelayanan, peningkatan peran serta prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejateraan. Selain itu, terdapat kewenangan bidang lainnya yang meliputi; (a) Kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian nasional secara makro; (b) Dana perimbangan keuangan; (c) Sistem administrasi Negara dan lembaga perekonomian Negara; (c) Pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia; (e) Pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi yang strategis; dan (f) Konservasi dan standarisasi nasional.

2) Otonomi Nyata

Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan brdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban pemerintah dibidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup, dan berkembang di daerah yang berpotensi dengan khas. Bidang yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten/kota, meliputi pekerjaan umum, kesehatan, kendidikan dan Kebudayaan, pertanian, perhubungan, industry dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertahanan, koperasi dan tenaga kerja.

21

3) Otonomi Yang Bertanggung Jawab

Bentuk otonomi ini merupakan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai pemberian otonomi daerah. Penyelenggaraannya pun harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyata yang merupakan tujuan utama dari tujuan nasional yang berupa: (a) Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik; (b) pengembangan demokrasi local; (c) Keadilan dan pemertaan pembangunan; dan (d) Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dalam rangka menuju NKRI.

Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melaluim peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, dalam lingkungan strategis globalisasi, Daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Adapun lima variable sebagai faktor pokok untuk mengukur kemampuan suatu daerah untuk berotonomi adalah:

1) Kemampuan keuangan daerah. Nilainya ditentukan oleh berapa besar peranan pendapatan asli daerah terhadap jumlah total pembiayaan daerah

2) Kemampuan aparatur pemerintahan daerah 3) Partisipasi masyarakat

4) Kemampuan ekonomi dengan mengukur indicator nilai rata-rata pendapatan perkapita dalam lima tahun terakhir

22

Dokumen terkait