• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

B. Jenis Pencemaran Udara

6. Ozon (O3)

ppm 0,12 1 jam

Sumber : The EPA Office of Air Quality Planning and Standards (OAQPS) 2008

Salah satu akibat dari tercemarnya lingkungan udara adalah timbulnya bau dari sumber bau atau zat odoran yang dapat menimbulkan rangsangan bau pada keadaan tertentu sehingga sangat mengganggu kesehatan manusia. Pemerintah telah menetapkan regulasi mengenai tingkat atau kadar kebauan di udara ambien untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan sehat dengan KEPMEN Negara Lingkungan Hidup No 50 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebauan yang terdapat pada Tabel 2.

Tabel 2. Baku tingkat kebauan udara ambien.

No. Parameter Satuan Nilai Batas

1 Amoniak (NH3) ppm 2

2 Metil Merkaptan (CH3SH) ppm 0,002 3 Hidrogen sulfida (H2S) ppm 0,02 4 Metil Sulfida ((CH3)2S) ppm 0,01 5 Stirena (C6H8CHCH2) ppm 0,1 Sumber : KEPMEN Negara LH No. 50 Tahun 1996

2. Sumber Pencemaran Udara

Sumber pencemaran udara dapat berasal dari kegiatan yang bersifat alamiah, yang terjadi di alam seperti polusi akibat letusan gunung berapi, kebakaran hutan dan sebagainya yang secara umum terjadi secara alamiah,

juga yang bersifat antropogenik atau akibat dari kegiatan manusia, seperti aktivitas transportasi, industri dan domestik atau rumah tangga (Soedomo, 2001).

Berdasarkan pola atau model pancaran emisinya sumber pencemar dibagi menjadi (Tjasjono, 1999 dalam Soenarmo, 1999) :

a. Sumber titik (point source), dihasilkan oleh pabrik-pabrik atau industri yang mengeluarkan zat pencemar (polutan) ke udara melalui cerobong-cerobong pembuangan.

b. Sumber garis (line source), sumber pencemar ini mengeluarkan pancaran zat pencemar berupa garis yang memanjang, seperti jalan raya akibat aktivitas transportasi.

c. Sumber area (area source), merupakan sumber pancaran zat pencemar berupa area atau bidang di suatu wilayah, seperti kawasan industri atau areal kebakaran hutan.

Sumber pencemar dapat pula dikelompokan ke dalam sumber tidak bergerak atau diam (stationary source), seperti industri dan sumber bergerak (mobile source), seperti kendaraan bermotor (Septiyanzar, 2008).

B. Jenis Pencemar Udara

Secara umum jenis pencemar dapat dikelompokkan menjadi pencemar primer dan pencemar sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida (CO) merupakan contoh dari pencemar udara primer karena merupakan hasil langsung dari pembakaran. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer (Septiyanzar, 2008).

Berdasarkan ciri fisiknya pencemaran udara dibagi menjadi tiga jenis, yaitu (Geiger, 2000 dalam Septiyanzar, 2008) :

a. Partikulat, yaitu campuran berbagai senyawa organik dan anorganik yang tersebar di udara dengan diameter 1- 500 mikron.

b. Gas, meliputi semua jenis pencemar udara yang berbentuk gas dan berukuran molekular seperti CO, SO2, dan H2S.

Karakteristik beberapa gas polutan yang tersebar di atmosfer adalah sebagai berikut :

1. Karbon Monoksida (CO)

Menurut Syahputra (2005), karbon monoksida (CO) timbul karena adanya proses pembakaran yang tidak sempurna. Sedangkan menurut Godish (2004), senyawa CO mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu hemoglobin Senyawa CO memiliki daya distribusi yang luas dan merupakan jenis senyawa polutan yang jumlah emisinya terbesar diantara nilai emisi jenis senyawa polutan lainnya. Karbon dan oksigen dapat bergabung membentuk senyawa CO sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna, seperti tergambar dalam reaksi berikut (Sax, 1974 dalam

Septiyanzar, 2008).

2C + O2 2CO

Konsentrasi gas CO sampai dengan 100 ppm masih dianggap aman jika waktu kontak hanya sebentar. Gas CO sebanyak 30 ppm apabila dihisap oleh manusia selama 8 jam akan menimbulkan rasa pusing dan mual. Konsentrasi CO sebanyak 1000 ppm dan waktu paparan (kontak) selama 1 jam menyebabkan pusing dan kulit berubah menjadi kemerahan. Untuk paparan yang sama dengan konsentrasi CO 1300 ppm, kulit akan langsung berubah menjadi merah tua dan disertasi rasa pusing yang hebat. Untuk keadaan yang lebih tinggi, akibatnya akan lebih fatal, yaitu kematian (Syahputra, 2005).

2. Sulfur Dioksida (SO2)

Gas sulfur dioksida (SO2) merupakan gas yang berasal dari bahan bakar fosil, terutama batubara. SO2 merupakan komponen gas yang tidak berwarna dengan karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara (BAPEDAL, 2005).

Menurut Syahputra (2005), sulfur dioksida merupakan hasil emisi transportasi dan industri pada awalnya akan bertransformasi dengan atom

sulfur trioksida (SO3) ketika bereaksi dengan uap air (H2O) di atmosfer akan menyebabkan terjadinya hujan asam, seperti tergambar dalam reaksi kimiawi berikut :

SO2 + O SO3

SO3 + H2O H2SO4

Udara yang tercemar SOX menyebabkan manusia akan mengalami gangguan pada sistem pernapasan. Hal ini karena gas SOX yang mudah menjadi asam tersebut menyerang selaput lendir pada hidung, tenggorokan dan saluran napas lain sampai ke paru-paru. Serangan tersebut juga dapat menyebabkan iritasi pada bagian tubuh lain.

Gas SO2 merupakan bahan pencemar yang berbahaya bagi anak-anak, orang tua dan orang penderita penyakit pernapasan kronis dan penyakit kardiovaskuler. Otot saluran pernapasan dapat mengalami kejang (spasme) bila teriritasi oleh SO2 lebih tinggi dari temperatur udara rendah. Apabila waktu paparan gas dengan gas SO2 cukup lama maka akan terjadi peradangan yang hebat pada selaput lendir yang diikuti oleh kelumpuhan sistem pernapasan (paralysis cilia), kerusakan lapisan epthilium yang pada akhirnya diikuti oleh kematian (Soeratmo, 1990).

3. Hidrogen Sulfida (H2S)

Hidrogen sulfida merupakan gas yang tidak berwarna dan menimbulkan bau busuk. Dalam KEPMEN LH No. 50 Tahun 1996 gas ini disebut sebagai zat odoran tunggal. Sekalipun gas ini bersifat iritan bagi paru-paru, tetapi ia digalongkan ke dalam asphyxiant karena efek utamanya adalah melumpuhkan pusat pernafasan, sehingga kematian disebabkan oleh terhentinya pernapasan. Hidrogen sulfida juga bersifat sangat korosif terhadap metal, dan dapat menghitamkan berbagai material. Karena H2S lebih berat daripada udara, maka H2S ini sering didapat disumur-sumur, saluran air buangan, dan biasanya ditemukan bersama-sama gas beracun lainnya seperti metan, karbon dioxide dan bersifat sangat mudah terbakar. Gas H2S mudah didapat secara alamiah pada gunung-gunung berapi, dan dekomposisi zat organik. Emisi hidrogen sulfida didapat pada industri

kimia, industri minyak bumi, kilamg minyak, dan terutama pada industri yang memproduksi gas sebagai bahan bakar (Soemirat., 1994).

4. Oksida Nitrogen (NOx)

Menurut Supriyono (1999), oksida nitrogen merupakan salah satu komponen kimia pokok dalam reaksi fotokimia yang dapat mengakibatkan pembentukan oksidan fotokimia. Sebagian besar emisi gas oksida nitrogen berasal dari pembakaran bahan bakar pada kendaraan bermotor. Dampak negatif yang ditimbulkan jika seseorang menghisap gas oksida nitrogen di luar standar baku mutu kualitas udara dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada pernapasan dan bronkhitis.

Nitrogen oksida terbentuk dalam reaksi temperatur yang tinggi dari pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor, dimana komponen nitrogen yang bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa nitrogen oksida (NO) sebagai hasil emisi dari kendaraan bermotor seperti tergambar dalam reaksi kimia berikut (Wellburn, 1990 dalam Septiyanzar, 2008).

N2 + O2 2 NO

NO + O3 NO2 + O2

NO2 + O3 NO3 + O2 NO3 + NO2 N2O5

N2O5 + H2O 2HNO3

Emisi gas buang berupa oksida nitrogen (NO

x) adalah senyawa-senyawa pemicu pembentukan ozon. Senyawa ozon di lapisan atmosfer bawah (troposfer bawah, pada ketinggian 0 – 2000 meter) terbentuk akibat adanya reaksi fotokimia senyawa NO

x dengan bantuan sinar matahari. Oleh karena itu potensi produksi ozon troposfer di daerah beriklim tropis seperti Indonesia sangat tinggi. Karena merupakan pencemar sekunder, konsentrasi ozon di luar kota – di mana tingkat emisi senyawa pemicu umumnya lebih rendah dibanding di pusat kota – seringkali ditemukan lebih tinggi daripada di pusat kota (Anonim, 2006).

5. Partikulat (PM)

Partikulat adalah padatan atau cairan di udara dalam bentuk asap, debu dan uap, yang dapat berada di atmosfer dalam waktu yang lama. Selain mengganggu estetika, partikel berukuran kecil di udara dapat terhisap ke dalam sistem pernapasan dan menyebabkan penyakit gangguan pernapasan serta kerusakan paru-paru. Partikulat juga merupakan sumber utama haze

(kabut asap) yang menurunkan jarak pandang. Partikel yang terhisap ke dalam sistem pernapasan akan di sisihkan tergantung dari diameternya. Partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran pernapasan atas, sedangkan partikel kecil (inhalable) akan masuk ke paru-paru dan bertahan di dalam tubuh dalam waktu yang lama (Anonim, 2006).

Partikel yang terhirup (inhalable) juga dapat merupakan partikulat sekunder, yaitu partikel yang terbentuk di atmosfer dari gas-gas hasil pembakaran yang mengalami reaksi fisik-kimia di atmosfer, misalnya partikel sulfat dan nitrat yang terbentuk dari gas SO

2 dan NO

x. Umumnya partikel sekunder berukuran 2,5 mikron atau kurang. Partikel PM

2,5 bersifat

respirable karena dapat memasuki saluran pernapasan yang lebih bawah dan menimbulkan risiko yang lebih tinggi. Proporsi cukup besar dari PM

2,5 adalah amonium nitrat, amonium sulfat, natrium nitrat, dan karbon organik sekunder. Partikel-partikel ini terbentuk di atmosfer dengan reaksi yang lambat sehingga sering ditemukan sebagai pencemar udara lintas batas yang ditransportasikan oleh pergerakan angin ke tempat yang jauh dari sumbernya (Harrop, 2002, dalam Anonim, 2006). Partikel sekunder PM

2,5 dapat menyebabkan dampak yang lebih berbahaya terhadap kesehatan bukan saja karena ukurannya yang memungkinkan untuk terhisap dan masuk lebih dalam ke dalam sistem pernapasan tetapi juga karena sifat kimiawinya. Partikel sulfat dan nitrat yang inhalable dan bersifat asam akan bereaksi langsung di dalam sistem pernapasan, menimbulkan dampak yang lebih berbahaya daripada partikel kecil yang tidak bersifat asam. Partikel logam berat dan yang mengandung senyawa karbon dapat mempunyai efek karsinogenik, atau menjadi carrier pencemar toksik lain yang berupa gas atau semi gas karena menempel pada permukaannya. Termasuk ke dalam

partikel inhalable adalah partikel timbel (Pb) yang diemisikan dari gas buang kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar mengandung Pb. Partikel ini berukuran lebih kecil dari 10 dan 2,5 mikrometer (Anonim, 2006).

Partikulat diemisikan dari berbagai sumber, termasuk pembakaran bahan bakar minyak, pencampuran dan penggunaan pupuk dan pestisida, konstruksi, proses-proses industri seperti pembuatan besi dan baja, pertambangan, pembakaran sisa pertanian (jerami), dan kebakaran hutan. Partikel debu yang berasal dari proses peleburan, telah terjadi akumulasi beberapa unsur kimia, sehingga akan sangat berbahaya sekali apabila tidak ditanggulangi. Gangguan partikel ini sangat berbahaya kepada kesehatan terutama dapat menimbulkan sesak napas, dan menimbulkan iritasi pada kulit (Syahputra, 2005).

6. Ozon (O 3)

Ozon termasuk pencemar sekunder yang terbentuk di atmosfer dari reaksi fotokimia NO

x dan HC. Ozon bersifat oksidator kuat, karena itu pencemaran oleh ozon troposferik dapat menyebabkan dampak yang merugikan bagi kesehatan manusia. Laporan Badan Kesehatan Dunia

menyatakan konsentrasi ozon yang tinggi (>120 µg/m3) selama 8 jam atau lebih dapat menyebabkan serangan jantung dan kematian atau kunjungan ke rumah sakit karena gangguan pada sistem pernapasan. Konsumsi pada

konsentrasi 160 µg/m3 selama 6,6 jam dapat menyebabkan gangguan fungsi paru-paru akut pada orang dewasa yang sehat dan pada populasi yang sensitive (Anonim, 2006).

Percepatan produksi ozon dibantu dengan kehadiran senyawa lain selain NO

x yaitu hidrokarbon, CO, dan senyawa-senyawa radikal yang juga diemisikan dari pembakaran bahan bakar fosil. Puncak pola fluktuasi harian ozon umumnya terjadi setelah terjadinya puncak konsentrasi NO

x, dan menimbulkan efek yang lebih merugikan terhadap kesehatan karena adanya

kombinasi pencemar NO

x dan ozon yang menyebabkan penurunan fungsi paru-paru (Hazucha, 1996, dalam Anonim 2006).

Selain menyebabkan dampak yang merugikan pada kesehatan manusia, pencemar ozon dapat menyebabkan kerugian ekonomi akibat ausnya bahan atau material (tekstil, karet, kayu, logam, cat, dan lain-lain), penurunan hasil pertanian, dan kerusakan ekosistem seperti berkurangnya keanekaragaman hayati. (Agrawal et al., 1999, dalam Anonim, 2006).

Dokumen terkait