• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

3. Paired t-Test

Paired t-Test digunakan untuk menguji dua variabel yang berhubungan yaitu data yang menggunakan perhitungan jangka sorong dan perhitungan Diagnostic Wire Foto (DWF). Dari hasil analisis data dengan menggunakan SPSS versi 17.00 dapat disajikan sebagai berikut :

39

Tabel 4.2. Hasil uji Paired t-Test perhitungan jangka sorong dan Diagnostic Wire Foto (DWF) N Rerata Jangka Sorong Rerata DWF T P 30 23,11 22,95 1,963 0,059

Berdasarkan uji Paired t-Test, nilai terhitung sebesar 1,963 dengan p value atau signifikansi 0,059 > 0,05. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara perhitungan jangka sorong maupun perhitungan Diagnostic Wire Foto (DWF).

40

Radiografi gigi adalah salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui panjang gigi sebenarnya. Radiografi itu sendiri merupakan salah satu alat klinis yang paling penting untuk menentukan diagnosis. Alat ini memungkinkan pemeriksaan visual struktur mulut yang tidak mungkin dapat dilihat dengan mata telanjang. Tanpa alat ini tidak mungkin diagnosis, seleksi kasus, perawatan, dan evaluasi perawatan. Dalam praktik kedokteran gigi radiograf sebagai pemeriksaan penunjang. Untuk dapat menggunakan radiograf dengan tepat, seorang klinisi harus mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk dapat memberikan interpretasi secara tepat (Lamlanto, 2010).

Diagnostic Wire Foto (DWF) merupakan metode yang digunakan untuk menghitung panjang gigi sebenarnya. Metode ini merupakan jarak dari titik referensi pada bagian mahkota gigi sampai titik pada bagian apikal gigi. Titik referensi pada gigi anterior biasanya pada tepi insisal. Titik referensi harus merupakan titik atau permukaan yang pasti dan dapat diandalkan, untuk menjamin ketepatan pada semua pengukuran berikutnya. Tepi insisal atau cusp yang rusak atau patah harus diasah sampai diperoleh suatu permukaan yang sehat (Grossman, 1995).

Tujuan penentuan panjang kerja itu sendiri adalah untuk memperoleh jarak dari apeks yang tepat bagi preparasi saluran akar dan kemudian obturasi. Panjang yang optimal adalah kurang 1 – 2 mm dari apeks, walaupun hal ini sedikit bervariasi pada diagnosis yang berbeda. Prosedur perawatan berakhir pada 0 – 2

41

mm dari apeks jika giginya sudah mengalami nekrosis, dan 0 – 3 mm jika pulpanya masih vital. Tentu saja panjang ini bervariasi tergantung pada banyak faktor dan tujuan ideal tersebut tidak selalu dapat dicapai (Walton, 2008).

Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode eksperimental. Sampel penelitian yang digunakan adalah 30 gigi insisif sentral rahang atas. Pengambilan gigi insisif sentral rahang atas sebagai sampel karena merupakan gigi anterior yang beresiko untuk terjadi fraktur, karies dan kerusakan gigi yang lain (Rini, 2013). Dari sampel tersebut kemudian diukur menggunakan jangka sorong yang memiliki ketelitian mencapai seperseratus millimeter. Pada versi analog, umumnya tingkat ketelitian adalah 0.05mm untuk jangka sorang dibawah 30 cm dan 0.01 untuk yang diatas 30cm. pengukuran ini bertujuan untuk mendapatkan panjang gigi sebenarnya. Selanjutnya dengan sampel yang sama dilakukan rontgen foto periapikal, dari hasil foto rontgen tersebut didapat hasil pengukuran panjang gigi dalam foto, panjang alat dalam foto serta panjang alat sebenarnya yaitu jarum miller, yang dimasukkan kedalam saluran akar sesuai dengan panjang rata-rata gigi.

Dari penelitian diatas didapatkan nilai rata-rata (mean) untuk perhitungan jangka sorong sebesar 23,11 mm dan perhitungan Diagnostic Wire Foto (DWF) dengan nilai 22,95 mm dengan nilai minimum dari panjang gigi insisif sentral dari perhitungan jangka sorong tersebut adalah 20,8 mm, dan perhitungan Diagnostic Wire Foto (DWF) adalah 20,10 mm. Sedangkan untuk nilai maksimum dari data perhitungan jangka sorong adalah 25,72 mm, dan perhitungan Diagnostic Wire Foto (DWF) adalah 26,21 mm.

Panjang rata-rata insisif sentral rahang atas sebenarnya adalah 24 mm, dengan panjang akar 13,5 dan panjang cervico-incisal korona adalah 10,5. Insisif sentral merupakan gigi pertama dirahang atas yang terletak dikiri dan kanan dari garis median. Bentuknya seperti sekop, sequare/ tapering/ ovoid. Hampir 100% insisif sentral memiliki saluran akar satu dengan bentuk saluran akar oval atau bulat (Harshanur, 1995).

Selanjutnya, untuk mengetahui apakah perhitungan Diagnostic Wire Foto (DWF) terbukti akurat untuk melakukan pengukuran panjang gigi insisif sentral atas, maka dilakukan Paired t-Test. Berdasarkan dari uji tersebut didapatkan hasil sebesar 1,963 dengan p value atau signifikansi 0,059 > 0,05, yang artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik antara perhitungan menggunakan jangka sorong maupun dengan menggunakan perhitungan Diagnostic Wire Foto (DWF). Hal tersebut menyatakan bahwa perhitungan menggunakan Diagnostic Wire Foto (DWF) terbukti akurat.

Secara umum dapat dikatakan bahwa radiografi memiliki peranan penting yang tidak dapat digantikan oleh cara apapun dalam prosedur perawatan endodontik, terutama pada perawatan saluran akar. Peranan radiografi dalam perawatan endodontik dapat dilihat dari sejak menegakkan diagnosa sampai saat melakukan kontrol terhadap hasil perawatan. Maka tahap pertama yang perlu dilakukan adalah pembuatan dental radiogram, untuk menunjang ini, diperlukan radiogram yang dibuat dengan teknik yang tepat. Radiogram memang berperan penting dalam menegakkan diagnosa, merencanakan perawatan dan mengevaluasi hasil perawatan. Alat foto rontgen atau dental X-ray unit yang mutakhir tidak menjamin akan menghasilkan suatu radiogram yang baik tanpa disertai dengan

43

penerapan teknik foto dan processing film yang tepat dan memadai (Margono, 1998).

Teknik radiograf yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi ada dua yaitu teknik intraoral dan ekstraoral. Pada teknik intraoral, film rontgen diletakkan di mulut pasien, yang terdiri dari teknik foto bite wing, oklusal, dan periapikal, sedangkan pada foto rontgen ekstraoral, film rontgen diletakkan diluar mulut pasien, terdiri dari teknik foto panoramik, lateral foto, cephalometri dan lain-lain (Hidayat, 2007).

Pada penelitian ini menggunakan teknik intraoral yaitu foto periapikal. Menurut Mile (1975) foto periapikal adalah suatu teknik yang banyak digunakan oleh dokter gigi untuk melihat gambaran seluruh bagian gigi, dari daerah koroner sampai apikal dan keadaan tulang alveolar disekitar apeks gigi. Pada foto periapikal lamina dura, trabekula tulang alveolar, pulp canal, lesi apikal gigi maupun batas lesi dari jaringan karies dapat terlihat cukup jelas. Teknik yang dipakai dalam penelitian ini adalah teknik parallel yang sering disebut dengan metode kesejajarandimana posisi tube head (cone) tegak lurus dengan gigi dan film. Posisi ini sudah memenuhi persyaratan untuk mendapatkan posisi ideal penempatan film terhadap gigi yang diperiksa pada teknik pemotretan radiografis periapikal (Haring, 2000).

44

Dokumen terkait