• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Pajak Daerah

8. Tata Cara Pemungutan Pajak (Mardiasmo, 2000: 7): a. Stelsel Pajak

1) Stelsel nyata (riil stelsel), yaitu pengenaan pajak didasarkan objek pajak (panghasilan yang nyata).

2) Stelsel anggapan (fictive stelsel), yaitu pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang- undang.

3) Stelsel campuran, yaitu merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.

b. Asas Pemungutan Pajak

1) Asas domisili (asas tempat tinggal) yaitu negara berhak mengenakan pajak atas wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan dari dalam maupun dari luar negeri.

2) Asas sumber, yaitu negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.

3) Asas kebangsaan, yaitu pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

c. Sistem Pemungutan Pajak

1) Official Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

13

2) Self Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

3) With Holding System

Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang kepada pihak ketiga untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.

B. Pajak Daerah

1. Pengertian Pajak Daerah

Menurut Undang- undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2000 Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.

Daerah yang dimaksud disini adalah daerah yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri (daerah otonom), yang dibagi menjadi Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. (Mardiasmo, 2000: 93)

2. Prinsip-prinsip Perpajakan Daerah

Apabila kita perhatikan sistem perpajakan yang dianut oleh banyak negara didunia, maka prinsip-prinsip umum perpajakan daerah dapat dijelaskan sebagai berikut (Sidik, 2000) :

a. Prinsip memberikan pendapatan yang cukup dan elastis, artinya dapat mudah naik turun mengikuti naik/turunnya tingkat pendapatan masyarakat.

b. Adil dan merata secara vertikal artinya sesuai dengan tingkatan kelompok masyarakat, dan horisontal artinya berlaku sama bagi setiap anggota kelompok masyarakat sehingga tidak ada yang kebal pajak.

c. Administrasi yang fleksibel artinya sederhana, mudah dihitung, pelayanan memuaskan bagi wajib pajak.

d. Non-distorsi terhadap perekonomian, implikasi pajak atau pungutan yang hanya menimbulkan pengaruh minimal terhadap perekonomian. Pada dasarnya setiap pajak atau pungutan menimbulkan beban tambahan yang berlebihan, sehingga akan merugikan masyarakat secara menyeluruh. 3. Jenis Pajak Daerah

Sesuai dengan Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yaitu menurut Peraturan Daerah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah, bahwa Pajak Daerah dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu :

a. Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi), terdiri atas : 1) Pajak Kendaraan Bermotor

2) Bea Balik Nama Kendaran Bermotor 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

b. Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota), terdiri atas : 1) Pajak Hotel

15

2) Pajak Restoran 3) Pajak Hiburan 4) Pajak Reklame

5) Pajak Penerangan Jalan

6) Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C 7) Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan

C. Kebijakan Akuntansi 1. Pendahuluan

Secara garis besar kebijakan akuntansi meliputi beberapa hal sebagai berikut menurut Bastian ( 2002: 47 ) :

a. Pengukuran atau measurement, adalah penentuan jumlah rupiah yang dicatat pertama kali pada saat suatu transaksi terjadi.

b. Penilaian atau valuation, adalah penentuan jumlah rupiah yang harus ditetapkan untuk tiap pos laporan pada tanggal laporan.

c. Definisi, adalah pengertian istilah atau nama-nama rekening yang dipergunakan dalam laporan keuangan agar tidak terjadi kesalahan klasifikasi oleh penyusunan dan kesalahan interpretasi oleh pemakai. d. Pengakuan atau recognition, berhubungan dengan apakah suatu transaksi

dicatat atau tidak, dengan beberapa kriteria pengakuan yaitu syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu transaksi dapat diakui.

e. Pengungkapan / Penyajian atau disclosure / presentation, berhubungan dengan bagaimana suatu informasi keuangan disajikan dalam laporan keuangan, termasuk penentuan masuk tidaknya informasi tambahan yang penting (kualitatif maupun kuantitatif) ke dalam laporan keuangan.

2. Kebijakan Akuntansi untuk Laporan Keuangan Daerah (Bastian, 48-49): a. Kebijakan Umum Laporan Keuangan Daerah

1) Laporan keuangan daerah adalah laporan pertanggungjawaban Pemerintah Daerah atas kegiatan keuangan dan sumber daya ekonomi yang digunakan.

2) Fungsi laporan keuangan adalah untuk mengkomunikasikan informasi keuangan kepada para pemakai.

3) Laporan keuangan terdiri dari laporan perhitungan anggaran, laporan arus kas, laporan surplus defisit, laporan perubahan ekuitas, dan neraca.

4) Asumsi dasar atas transaksi adalah transaksi diakui atas dasar akrual. 5) Periode akuntansi adalah satu anggaran.

b. Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan

1) Dapat dipahami, artinya informasi yang disajikan dalam bentuk dan bahasa teknis yang sesuai dengan tingkat pengertian penggunanya. 2) Relevan, artinya penyajian informasi keuangan harus sesuai dengan

17

3) Andal, artinya informasi keuangan memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan yang material, dan dapat diandalkan sebagai penyajian jujur dari yang seharusnya disajikan atau secara wajar diharapkan dapat disajikan.

4) Dapat diperbandingkan, artinya informasi keuangan suatu daerah harus dapat diperbandingkan dengan informasi keuangan periode sebelumnya dalam daerah yang sama, dan dapat diperbandingkan dengan informasi keuangan daerah lain dalam periode yang sama. 3. Kebijakan Akuntansi untuk Pendapatan (Bastian, 2002: 49-53):

a. Definisi Pendapatan

Pendapatan adalah peningkatan aktiva atau penurunan utang/kewajiban yang berasal dari berbagai kegiatan di dalam periode akuntansi atau periode anggaran tertentu.

b. Pengakuan dan Pengukuran Pendapatan

1) Pendapatan baru dapat diakui bilamana jumlah rupiah pendapatan telah terealisasi atau cukup pasti akan terealisasi.

2) Pendapatan baru dapat diakui bilamana pendapatan tersebut sudah terhimpun /terbentuk.

c. Pengakuan dan Pengukuran Pendapatan Pajak Daerah

1) Pengakuan dan pengukuran pendapatan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

3) Pengakuan dan pengukuran pendapatan Pajak Reklame 4) Pengakuan dan pengukuran pendapatan Pajak Hiburan

5) Pengakuan dan pengukuran pendapatan Pajak Penerangan Jalan 6) Pengakuan dan pengukuran pendapatan lain- lain yang syah 7) Pengakuan dan pengukuran pendapatan Retribusi Daerah 8) Pengakuan dan pengukuran pendapatan Bagian Laba BUMD 9) Pengakuan dan pengukuran pendapatan dinas-dinas

4. Kebijakan Akuntansi untuk Belanja/Biaya (Bastian, 53-54): a. Definisi Belanja/Biaya

Belanja/Biaya adalh penurunan aktiva atau kenaikan utang yang digunakan untuk berbagai kegiatan dalam suatu periode akuntansi atau periode anggaran tertentu.

b. Pengakuan dan Pengukuran Belanja/Biaya

Belanja/Biaya diakui dalam laporan keuangan kalau penurunan manfaat ekonomi masa depan berkaitan dengan penurunan aktiva atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan apabila pengukurannya dapat diuji serta bebas dari bias.

Dokumen terkait