ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. LANDASAN TEORI 1 Dasar Hukum
3. Pajak Daerah dan Pajak Hotel
Pajak Daerah merupakan salah satu andalan Pendapatan Asli
Daerah di samping Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lainnya yang dipisahkan.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000, Pajak Daerah adalah iuran wajib
yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa
imbalan langsung yang seimbang. Pajak Daerah dapat dipaksakan
berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana hasilnya
digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan
pembangunan daerah (Kesit Bambang Prakosa, 2003: 2).
Mardiasmo (2006:1) mendefinisikan Pajak Daerah, yang
selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang
pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang,
yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan
daerah dan pembangunan daerah.
Kriteria pajak daerah tidak jauh berbeda dengan kriteria pajak
pusat, yang membedakan keduanya adalah pihak pemungutnya. Pajak
yang memungut adalah pemerintah daerah. Kriteria pajak yang diuraikan
oleh Davey dalam Kesit Bambang Prakosa (2003: 2), terdiri dari 4 (empat)
hal yaitu:
a. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan pengaturan
dari daerah sendiri,
b. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan pemerintah pusat tetapi
penetapan tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah,
c. Pajak yang ditetapkan dan/ atau dipungut oleh pemerintah daerah,
d. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat
tetapi hasil pemungutannya diberikan kepada pemerintah daerah.
Dari kriteria pajak tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian
pajak daerah tersebut tediri dari pajak yang ditetapkan dan/ atau dipungut
di wilayah daerah dan bagi hasil pajak dengan pemerintah pusat.
Berikut jenis Pajak Daerah beserta tarif maksimal yang dapat
dipungut oleh Pemerintah Daerah :
1) Jenis Pajak Propinsi terdiri atas:
a Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 5% (lima
persen);
b Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor di Atas Air 10%
(sepuluhpersen);
c Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5% (lima persen);
d Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah 20% (dua
Hasil penerimaan Pajak Provinsi sebagian diperuntukkan bagi daerah di
Wilayah Provinsi yang bersangkutan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas
Air Bea dan Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas
Air diserahkan kepada daerah Kabupaten atau Kota paling sedikit
30% (tiga puluh persen);
b. Hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
diserahkan kepada daerah Kabupaten atau Kota peling sedikit 70%
(tujuh puluh persen);
c. Hasil penerimaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah
Tanah dan Air Permukaan diserahkan kepada Kabupaten atau Kota
paling sedikit 70% (tujuh puluh persen).
2) Jenis Pajak Kabupaten atau Kota terdiri atas:
a Pajak Hotel 10% (sepuluh persen); dan Pajak Restoran 10%
(sepuluh persen);
b Pajak Hiburan 35% (tiga puluh lima persen);
c Pajak Reklame 25% (dua puluh lima persen);
d Pajak Penerangan Jalan 10% (sepuluh persen);
e Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 20%(dua puluh
persen);
Dalam penelitian ini dibahas Pajak Hotel sebagai salah satu
pendapatan daerah Kota Surakarta. Berikut adalah penjabaran tentang Pajak
Hotel:
1. Pengertian Pajak Hotel
Menurut Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 9 Tahun 2002
tentang Pajak Hotel, menjelaskan bahwa Pajak Hotel adalah pajak yang
dikenakan atas pelayanan yang disediakan hotel dengan pembayaran oleh
orang pribadi atau badan.
Hotel itu sendiri adalah bangunan khusus yang disediakan untuk
menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan dan atau fasilitas lainnya
dengan dipungut bayaran, termasuk bangunan lainnya yang menyatu,
dikelola dan dimiliki oleh pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan
perkantoran.
2. Objek, Subjek dan Wajib Pajak
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 9 Tahun 2002
tentang Pajak Hotel, objek pajak hotel adalah setiap pelayanan yang
disediakan dengan pembayaran di hotel atau penginapan, yang meliputi :
a. Penginapan atau tempat tinggal jangka pendek,
b. Pelayanan penunjang lain sebagai pelengkap untuk kemudahan dan
kenyamanan,
c. Fasilitas olahraga dan hiburan untuk tamu hotel,
e. Tempat makan atau restoran hotel seperti kafe, kantin, bar, pub, dan
lain-lain.
Dikecualikan dari Objek Pajak Hotel adalah :
a. Penyewaan rumah atau kamar, apartemen dan atau fasilitas tempat
tinggal lainnya yang tidak menyatu dengan hotel;
b. Pelayanan tinggal di asrama, dan pondok pesantren;
c. Fasilitas olah raga dan hiburan yang disediakan di hotel yang
pergunakan oleh bukan tamu hotel dengan pembayaran;
d. Pertokoan, perkantoran, perbankan, salon yang dipergunakan oleh
umum di hotel dan
e. Pelayanan perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel dan
dapat dimanfaatkan oleh umum
3. Subjek Pajak Hotel
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 9 Tahun
2002 tentang Pajak Hotel, Subjek Pajak Hotel adalah orang atau badan
yang melakukan pembayaran atas pelayanan hotel atau penginapan.
Wajib Pajak hotel adalah pengusaha hotel atau penginapan. Pengusaha
hotel atau penginapan adalah perorangan atau badan yang
menyelenggarakan usaha hotel atau penginapan untuk dan atas nama
4. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dan Tarif Pajak Hotel
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2002 tentang Pajak
Hotel, dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran yang
dilakukan kepada hotel atau penginapan.
Tarif pajak yang ditetapkan adalah:
a. Tarif pajak hotel tertinggi ditetapkan sebesar 10% (sepuluh
persen); dan
b. Khusus untuk tarif pajak rimah indekost tertinggi ditetapkan
sebesar 5% (lima persen)
5. Tata Cara Perhitungan dan Penetapan Pajak Hotel
a. Berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD),
Walikota menetapkan pajak terutang dengan menertibkan Surat
Ketetapan Daerah (SKPD).
b. Apabila SKPD tidak atau kurang bayar setelah lewat waktu
paling lama 30 hari sejak SKPD diterima, dikenakan sanksi
administrasi berupa denda sebesar 2% setiap bulan dan ditagih
dengan menerbitkan STPD.
c. Bagi hotel atau penginapan/rumah indekos yang tidak dapat
menunjukkan pembukuan atau catatan penerimaan, Walikota
menaksir besarnya pajak berdasarkan kriteria yang berlaku.
d. Wajib Pajak hotel atau penginapan/rumah indekos wajib
bruto yang diterima dan melaporkan kepada Walikota paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
e. Bagi hotel/penginapan atau rumah indekos yang tidak
melaporkan pembukuannya akan diusulkan untuk dicabut izin
usaha pengelolaan hotel/penginapan atau rumah indekos.
6. Tata Cara Pembayaran
a. Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau Pemegang Kas
Penerima/Pembantu Pemegang Kas Penerima sesuai waktu yang
ditentukan dalam SPTPD, SKPDKP, SKPDKBT, dan STPD.
b. Apabila pembayaran pajak dilakukan Pemegang Kas
Penerima/Pembantu Pemegang Kas Penerima, hasil penerimaan
pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1x24 jam.
c. Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus lunas.
d. Walikota dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak
untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu,
setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan.
e. Angsuran pembayaran pajak harus dilakukan sacara teratur dan
berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2% setiap bulan
dari jumlah pajak yang belum atau kurang pajak.
f. Walikota dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak
untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang
dikenakan bunga sebesar 2% setiap bulan dari jumlah yang belum
atau kurang bayar.
7. Tata Cara Penagihan
Tata cara penagihan Pajak Hotel adalah sebagai berikut:
a. Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis
sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak, dikeluarkan
tujuh hari sejak jatuh tempo pembayaran.
b. Dalam jangka waktu tujuh hari setelah tanggal surat teguran atau
surat peringatan atau surat lain yang sejenis, Wajib Pajak harus
melunasi pajak yang terutang.
c. Surat teguran, surat peringatan atau sural lain yang sejenis
dikeluarkan oleh Kepala Dipenda.
d. Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi
dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran
dan surat peringatan atau surat lain yang sejenis, jumlah pajak
harus dibauar, ditagih dengan surat paksa.
e. Kepala Dinas Pendapatan Daerah dapat menerbitkan surat paksa
segera setelah lewat 21 hari sejak tanggal surat tegutran atau surat
peringatan atau surat lain yang sejenis.
f. Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka
waktu 2x24 jam sesudah tanggal pemberitahuan Surat Paksa,
Kepala Dipenda segera menerbitkab Surat Perintah Melaksanakan
g. Setelah dilakukan penyitaan dan Wajib Pajak juga belum melunasi
utang pajaknya, setelah lewat 10 hari sejak tanggal pelaksanaan
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Kepala Dipeda
mengajukan permintaan penetapan tanggal kepada Kantor Lelang
Negara.
h. Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan
tempat pelaksanaan lelang, Juru Sita memberitahukan dengan
segera secara tertulis kepada Wajib Pajak.
8. Keberatan dan Banding
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan dan banding kepada
walikota atas suatu: SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, SKPDLB, SKPDN.
Permohonan keberatan harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia paling lama satu bulan sejak tanggal SKPD, SKPDKB,
SKPDKBT, SKPDLB, dan SKPDN diterima oleh Wajib Pajak dapat
menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena
keadaan diluar kekuasaanya. Walikota dalam jangka waktu paling
lama 3 bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan telah diterima,
sudah harus memberikan keputusan. Apabila setelah lewat waktu dua
bulan Walikota tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan
dianggap dikabulkan. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban
membayar pajak.
Wajib pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesain
keputusan keberatan. Pengajuan banding tidak menunda kewajiban
membayar pajak.
Apabila pengajuan keberatan dan banding dikabulkan sebagian
atau seluruhnya, kelebihan pembayaran dikembalikan dengan
ditambah imbalan bunga sebesar 2% setiap bulan untuk paling lama 24
bulan.
9. Kadaluarsa
Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluarsa setelah
melampaui jangka waktu lima tahun terhitung sejak saat terutangnya
pajak, kecuali Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan daerah.
Kadaluarsa penagihan pajak diterbitkan dengan surat teguran dan
surat paksa. Ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik
langsung maupun tidak langsung.
10.Ketentuan Pidana
Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTD
atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengakap atau melampirkan
keterangan yang tidak benar sehingga merugikan Keuangan Daerah
dapat dipidana dengan pidana kurunagn paling lama 1 (satu) tahun dan
atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang.
11.Program Kerja Penetapan Target Tahun 2009
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak Dipenda program kerja
mengevaluasi target yang telah ditetapkan dan realisasi penerimaannya
pada tahun lalu atau tahun 2008.
12.Potensi Pajak Hotel
Untuk menghitung potensi pajak hotel dengan cara mengalikan
jumlah tingkat hunian hotel dalam satu bulan dengan tarif rata-rata
kemudian dikalikan dengan total jumlah bulan selama setahun dan
tarif hotel sebesar 10%. Potensi pajak dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :