• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.3. Pajak Daerah

Pengertian dan Kriteria Pajak Daerah

Menurut Siahaan (2005:7), Pajak Daerah adalah “Iuran wajib yang dilakukan oleh daerah kepada orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah”.Dengan demikian, pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan peraturan daerah (Perda), yang wewenang pemungutannya

dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan didaerah.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pajak Daerah merupakan komponen dari pendapatan asli daerah, sampai saat ini. Pajak Daerah memberikan kontribusi daerah terbesar bagi Pendapatan Asli Daerah. Undang-undang No.28 Tahun 2009 memberikan peluang kepada daerah kabupaten/kota untuk memungut jenis Pajak Daerah lain yang dipandang memenuhi syarat selain dari jenis Pajak Daerah kabupaten/kota yang telah ditetapkan. Penetapan jenis pajak lainnya ini harus benar-benar bersifat spesifik dan potensial di daerah. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasan kepada kabupaten/kota dalam mengantisipasi situasi dan kondisi serta perkembangan perekonomian daerah pada masa mendatang yang mengakibatkan perkembangan potensi pajak dengan tetap memperhatikan kesejahteraan jenis pajak dan aspirasi masyarakat serta memenuhi kriteria yang ditetapkan.

Kriteria pajak daerah yang ditetapkan oleh undang-undang bagi kabupaten/kota adalah:

1. Bersifat pajak dan bukan retribusi. Maksudnya adalah pajak yang ditetapkan harus sesuai dengan pengertian yang ditentukan dalam defenisi pajak daerah. 2. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota yang

bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan. 3. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertantangan dengan kepentingan

umum, maksudnya adalah bahwa pajak tersebut dimaksudkan untuk kepentingan bersama yang lebih luas antara pemerintah dan masyarakat dengan memperhatikan aspek ketentraman, kestabilan politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan.

4. Objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi dan atau objek pajak pusat.

5. Potensinya memadai. Maksudnya adalah bahwa hasil pajak cukup besar sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dan laju pertumbuhannya, diperkirakan sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi.

6. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negative. Maksudnya adalah bahwa pajak tersebut tidak mengganggu alokasi sumber-sumber ekonomi efisien dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antar daerah maupun kegiatan eksport import.

7. Memerhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat. Kriteria aspek keadilan antara lain objek dan subjek harus jelas sehingga dapat diawasi pemungutannya, jumlah pembayaran pajak dapat diperkirakan oleh wajib pajak yang bersangkutan. Dan tarif pajak ditetapkan dengan memerhatikan keadaan wajib pajak. Selanjutnya kriteria kemampuan masyarakat adalah kemampuan subjek pajak untuk memikul tambahan beban pajak.

8. Menjaga kelestarian lingkungan. Maksudnya adalah bahwa pajak harus bersifat netral terhadap lingkungan, yang berarti bahwa pengenaan pajak tidak memberikan peluang kepada pemerintah daerah dan masyarakat untuk merusak lingkungan yang akan menjadi beban bagi pemerintah daerah dan masyarakat.

Pajak daerah harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain:

1) Tidak boleh bertentangan atau harus searah dengan kebijaksanaan pemerintah pusat.

2) Pajak daerah harus sederhana dan tidak terlalu banyak jenisnya 3) Biaya administrasi harus rendah

4) Tidak mencampuri system perpajakan pusat maupun peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh daerah serta dapat dipaksakan

Dengan demikian, penerimaan pajak harus dilakukan secara efektif agar penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan pemerintah daerah dapat terlaksana dengan baik. Pajak daerah dikatakan efektif jika:

• Memenuhi kriteria adil

• Dapat mendorong tindakan ekonomi

• Mampu menstabilkan tingkat kenaikan harga • Dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat

• Biaya untuk administrasi ringan dan terjangkau oleh wajib pajak.

Jenis – Jenis Pajak Daerah

Menurut undang-undang nomor 28 tahun 2009: a. Pajak Daerah Tingkat I (Propinsi)

1) Pajak Kendaraan Bermotor

2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 4) Pajak Air Permukaan; dan

5) Pajak Rokok

b. Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kota) 1) Pajak Hotel

a) Pengertian

Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Pengertian hotel disini termasuk juga rumah penginapan yang memungut bayaran. Pengenaan pajak hotel tidak mutlak pada seluruh daerah kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yamg diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitlkan peraturan daerah tentang hotel. Peraturan itu akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak hotel di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.

b) Subjek Pajak Hotel

Pada pajak hotel yang menajadi subjek pajak adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel. Sementara yang menjadi wajib pajak adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel.

Objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan.

• Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek antara lain: gubuk pariwisata (cottage), motel, wisma pariwisata, pesanggrahan (Hostel), losmen dan rumah penginapan.

• Pelayanan penunjang, antara lain : telepon, faksimile, teleks, fotokopi, pelayanan cuci, sertrika, taksi dan pengangkutan lainnya yang disediakan atau dikelola hotel.

• Fasilitas olahraga dan hiburan khusus untuk tamu hotel antara lain: pusat kebugaran (fitness center), kolam renang, tenis, golf, karaoke, pub, diskotik yang disediakan atau disediakan oleh hotel.

• Jasa persewaan ruangan untuk kegiaatan acara atau pertemuan di hotel.

d) Dasar Pengenaan Pajak Hotel

Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel. Besarnya tarif pajak hotel ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabipaten/kota yang bersangkutan.

Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran yang dilakukan kepada hotel

2) Pajak Restoran a) Pengertian

Pajak restoran adalah pajak atas pelayanan restoran. Pengenaan pajak restoran tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan

atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk dapat dipungut pada suatu daerah kabupaten atau kota, pemerintah daerah harus terlebih dahulu menerbitkan peratuan daerah tentang pajak restoran yang akan menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan pemungutan pajak restoran didaerah kabupaten atau kota yang bersangkutan.

b) Subjek Pajak Restoran

Pada pajak restoran yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau Badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari restoran. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha restoran. Sementara yang menjadi wajib pajak adalah orang pribadi atau Badan yang mengusahakan restoran.

c) Objek Pajak Restoran

Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran. Yang termasuk dalam objek pajak restoran adalah rumah makan, cafe, bar, dan sejenisnya. Pelayanan yang disediakan di restoran meliputi pelayanan penjualan makan dan/atau minuman yang di konsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun ditempat lain.

d) Dasar Pengenaan Pajak Restoran

Dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima/ yang seharusnya diterima restoran. Besarnya tarif pajak restoran ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran yang dilakukan kepada restoran

3) Pajak Hiburan a) Pengertian

Pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Selain itu, pajak hiburan dapat diartikan sebagai pungutan daerah atas penyelenggaraan hiburan. Pengenaan pajak hiburan tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.

b) Subjek Pajak Hiburan

Pada pajak hiburan yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menonton atau menikmati hiburan. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati hiburan. Sementara yang menjadi wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.

c) Objek Pajak Hiburan

Objek pajak hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan yang dipungut bayaran. Yang dimaksud hiburan antara lain berupa tontonan film, kesenian, pagelaran musik dan tari, diskotik, karaoke, klub malam, permaianan biliar, permainan ketangkasan, panti pijat, mandi uap, pertandingan olahraga. Dengan demikian, objek pajak hiburan meliputi: pertunjukan film, pertunjukan kesenian, pertunjukan pagelaran, penyelenggaraan diskotik dan sejenisnya, penyelenggaraan tempat-tempat wisata dan sejenisnya pertandingan olahraga, pertunjukan dan keramaian umum lainnya.

d) Dasar Pengenaan Pajak Hiburan

Dasar pengenaan pajak hiburan adalah jumlah uang yang diterima/yang seharusnya diterima oleh penyelenggara hiburan. Besarnya tarif pajak hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar tiga puluh lima persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran yang dilakukan untuk menonton/menikmati hiburan

4) Pajak Reklame a) Pengertian

Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Pengenaan pajak reklame tidak mutlak ada seluruh daerah kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten atau kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.

b) Subjek Pajak Reklame

Pada pajak reklame yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame. Sementara yang menjadi wajib pajak adalah yaitu orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame.

c) Objek Pajak Reklame

Objek pajak reklame adalah semua penyelengaraan reklame. Penyelenggaraan reklame dapat dilakukan oleh penyelenggara reklame atau perusahaan jasa periklanan yang terdaftar pada dinas pendapatan daerah kabupaten/kota. Penyelenggaraan reklame yang ditetapkan menjadi objek pajak reklame adalah meliputi: reklame papan, reklame megatron, reklame kain, reklame melekat (stiker), reklame selebaran, reklame berjalan, reklame udara, reklame suara, reklame film dan reklame peragaan.

d) Dasar Pengenaan Pajak Reklame

Dasar pengenaan pajak reklame adalah nilai sewa reklame. Besarnya tarif pajak reklame ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x nilai sewa reklame 5) Pajak Penerangan Jalan

a) Pengertian

Pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar dibayar oleh pemerintah daerah. Pengenaan pajak penerangan jalan tidak mutlak ada pada seluruh daerah kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota.

b) Subjek Pajak Penerangan Jalan

Pada pajak penerrangan jalan yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat menggunakan tenaga listrik. Secara sederhana yang menjadi subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha penerangan jalan. Sementara yang menjadi wajib pajak penerangan jalan adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan tenaga listrik.

c) Objek Pajak Penerangan Jalan

Objek pajak penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik,baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain. Penggunaan tenaga listrik meliputi penggunaan tenaga listrik baik yang disalurkan PLN dan bukan PLN.

d) Dasar Pengenaan Pajak Penerangan Jalan

Dasar pengenaan pajak penerangan jalan adalah nilai jual tenaga listrik. Besarnya tarif pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pajak Terutang = Tarif Pajak x dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x nilai jual tenaga listrik 6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

a) Pengertian

Pajak Mineral Bukan Logam Dan Batuan adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. b) Subjek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Pada subjek pajak bukan logam dan batuanyang menjadi subjek pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang dapat mengambil mineral bukan logam dan batuan. Sementara yang menjadi wajib pajak mineral bukan logam dan batuan adalah orang pribadi atau badan yang mengambil mineral bukan logam dan batuan.

c) Objek Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

Objek pajak mineral bukan logam dan batuan adalah kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan yang meliputi: asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomite, feldspar, garam batu, grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, phospat, talk, tanah serap, tanah diatome, tanah liat, tawas, tras, yarosif, zeolit, basal, trakkit, dan mineral bukan logam dan batuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

d) Dasar Pengenaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Lainnya Dasar pengenaan pajak mineral bukan logam dan batuan lainnya adalah nilai jual hasil pengambilan mineral bukan logam dan batuan. Besarnya tarif pajak mineral bukan logam dan batuan lainnya ditetapkan paling tinggi sebesar dua puluh lima persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pajak Terutang = Tarif Pajak x dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak x nilai jual pajak mineral bukan logam dan batuan lainnya.

7) Pajak Parkir a) Pengertian

Pajak parkir adalah pajak yang di kenakan atas penyelenggaraan tempat parkir diluar badan jalan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penetipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran.

b) Subjek Pajak Parkir

Pada pajak parkir, subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang melakukan parkir kendaraan bermotor. Pajak parkir dibayar oleh pengusaha yang menyediakan tempat parkir dengan dipungut bayaran. Yang menjadi wajib pajak parkir adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan tempat parkir.

c) Objek Pajak Parkir

Objek pajak parkir adalah penyelenggaaan tempat parkir diluar badan jalan, baik yang disediaakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kedaraan bermotor. Klasifikasi tempat parkir diluar badan jalan yang dikenakan pajak parkir adalah: gedung parkir, pelataran parkir, garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran dan tempat penitipan kendaraan bermotor.

d) Dasar Pengenaan Pajak Parkir

Dasar pengenaan pajak parkir adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada penyelenggara tempat parkir. Besarnya tarif pajak penerangan jalan ditetapkan paling tinggi sebesar tiga puluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pajak Terutang = Tarif Pajak x dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak x jumlah pembayaran untuk pemakaian tempat parkir.

8) Pajak Air Tanah a) Pengertian

Pajak Air Tanah adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. (Pasal 1 Angka 33 UU Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah)

b) Subjek Pajak Air Tanah

Pada pajak air tanah, yang menjadi subjek pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. Sementara yang menjadi wajib pajak air tanah adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

c) Objek Pajak Air Tanah

Objek pajak air tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.

d) Dasar Pengenaan Pajak Air Tanah

Dasar pengenaan pajak air tanah adalah nilai perolehan air tanah. Besarnya tarif pajak air tanah ditetapkan paling tinggi sebesar dua puluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pajak Terutang = Tarif Pajak x dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x nilai perolehan air tanah

9) Pajak Sarang Burung Walet a) Pengertian

Sarang Burung Walet adalah Fasilitas Penyedia jasa penginapan/ peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan, rumah singgah, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).

b) Subjek Pajak Sarang Burung Walet

Pada subjek pajak sarang burung walet, yang menjadi subjek pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet. Yang menjadi wajib pajak sarang burung walet adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau mengusahakan sarang burung walet.

c) Objek Pajak Sarang Burung Walet

Objek pajak sarang burung walet adalah pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.

d) Dasar Pengenaan Pajak Sarang Burung Walet

Dasar pengenaan pajak sarang burung walet adalah nilai jual sarang burung walet. Besarnya tarif pajak sarang burung ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pajak Terutang = Tarif Pajak x dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x nilai jual sarang burung walet

10)Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan a) Pengertian

Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

b) Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Pada pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan, yang menjadi subjek pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Yang menjadi wajib pajak bumi dan bangunan

perdesaan dan perkotaan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

c) Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

Objek pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

d) Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan adalah nilai jual objek pajak. Besarnya tarif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar nol koma tiga persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pajak Terutang = Tarif Pajak x dasar Pengenaan Pajak

= Tarif Pajak x nilai jual objek pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan.

11)Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan a) Pengertian

Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah pajak yang dikenakan atas perolehan perolehan hak atas tanah dan bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya atau dimilikinya hak atas tanah dan atau bangunan oleh orang perseorangan pribadi atau badan.

b) Subjek Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Pada bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Yang menjadi wajib pajak bea perolehan atas tanah dan bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan.

c) Objek Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Objek bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan.

d) Dasar Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan

Dasar pengenaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah nilai perolehan objek pajak. Besarnya tarif bea perolehan hak atas tanah dan bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar lima persen dan ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pajak Terutang = Tarif Pajak x dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x nilai perolehan objek pajak.

Dasar Hukum Pajak Daerah

Setiap jenis pajak daerah yang diberlakukan di Indonesia harus berdasarkan dasar hukum yang kuat untuk menjamin kelancaran pengenaan dan pemungutannya. Adapun yang menjadi dasar hukum pajak daerah adalah sebagaimana di bawah ini:

Dokumen terkait