• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan santri Futuhiyyah terhadap agama non Islam dan sikap terhadap

BAB III : PONDOK PESANTREN FUTUHIYYAH DAN PANDANGAN SANTRI

B. Pandangan santri Futuhiyyah terhadap agama non Islam dan sikap terhadap

B. Pandangan Santri Futuhiyyah Terhadap Agama non Islam dan sikap Terhadap non Muslim.

Dalam penulisan skripsi ini penulis memberikan beberapa selebaran kertas yang berisi pertanyaan-pertanyaan untuk membantu memperoleh data dalam penulisan skripsi, yang diberikan kepada para santri pondok pesantren Futuhiyyah untuk mengetahui sejauh mana sikap dan pandangan santri terhadap non muslim. Misalnya pertanyaan yang berkaitan dengan ibadah, apabila santri Futuhiyyah melihat agama lain sedang melakukan sembahyang bagaimana sikap santri, ternyata para santri banyak yang menjawab menghargai.

Disini yang menjadi responden adalah 26 orang maka, dapat diklasifikasikan menurut pendapat para santri pondok pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak. Dilihat sebagaimana yang tersebut dalam tabel sebagai berikut :

NO Indikator F %

2. Mengejek 4 4%

3. Tidak tahu 2 2%

Jumlah 26 26%

Dan bagaimana sikap santri jika agama lain sedang merayakan hari raya besar, para santri banyak yang menjawab menghargai. Dilihat sebagaimana yang tersebut dalam tabel sebagai berikut :

NO Indikator F %

1. Menghargai 23 23%

2. Mengejek - -

3. Tidak tahu 3% 3%

Jumlah 26 26%

Para santri juga menjawab menghargai, ketika ada pertanyaan bagaimana sikap santri apabila agama lain sedang mendirikan tempat ibadah. Dilihat sebagaimana yang tersebut dalam tabel sebagai berikut :

NO Indikator F %

1. Menghargai 15 15%

2. Mengejek 5% 5%

3. Tidak tahu 6 6%

Jumlah 26 26%

Dan para santri juga diberikan pertanyaan yang berkaitan dengan aqidah orang non muslim, seperti contoh, bagaimana menurut anda tingkat keimanan orang non muslim, para santri menjawab, keimanan orang non muslim rendah. Dilihat sebagaimana yang tersebut dalam tabel sebagai berikut : NO Indikator F % 1. Tinggi 2 2% 2. Rendah 15 15% 3. Tidak tahu 9 9% Jumlah 26 26%

Dan bagaimana menurut para santri apabila orang muslim menukar agamanya dengan barang-barang ekonomi (sembako), para santri menjawab tidak baik karena agama adalah bukan barang dagangan. Dilihat sebagaimana yang tersebut dalam tabel sebagai berikut :

NO Indikator F %

1. Baik - -

2. Tidak baik 26% 26%

3. Tidak tahu - -

jumlah 26 26%

Pertanyaan yang berkaitan dengan Muamalah seperti, bagaimana sikap santri jika bertemu dengan non muslim, para santri banyak yang menjawab menghargai. Dilihat sebagaimana yang tersebut dalam tabel sebagai berikut :

NO Indikator F %

1. Menghargai 17 17%

2. Mengejek 5 5%

3. Tidak tahu 4 4%

Jumlah 26 26%

Ketika santri diberi makanan/snack dari orang non muslim bagaimana sikap santri, para santri juga banyak yang menjawab menghargai. Dilihat sebagaimana yang tersebut dalam table sebagai berikut :

NO Indikator F %

1. Menghargai 15 15%

2. Mengejek 4 4%

3. Tidak tahu 7 7%

Jumlah 26 26%

Dan apabila orang non muslim berpendapat lain dengan pendapat santri bagaimana sikap santri, mereka juga menjawab menghargai. Dilihat sebagaimana yang tersebut dalam tabel sebagai berikut :

1. Menghargai 13 13%

2. Mengejek 7 7%

3. Tidak tahu 6% 6%

Jumlah 26 26%

Apabila kakak atau adik kita bergaul dengan non muslim, bagaimana sikap santri, para santri juga menjawab menghargai. Dilihat sebagaimana yang tersebut dalam tabel sebagai berikut :

NO Indikator F %

1. Menghargai 17 17%

2. Mengejek 4 4%

3. Tidak tahu 5 5%

Jumlah 26 26%

Para santri pondok pesantren Futuhiyyah memiliki latar belakang yang berbeda, misalnya ada santri yang orang tuanya bekerja sebagai petani, guru, kyai atau pekerjaan yang lainnya. Sehingga lingkungan yang ada dikehidupan para santri sebelum di pondok sangatlah berbeda, untuk itu pastilah memiliki pemikiran yang berbeda pula.

Salah satu diantara santri orang tuanya bekerja sebagai petani, dan sebelum masuk di pondok kehidupannya sangat tidak teratur. Karena kedua orang tuanya tidak memperhatikan pertumbuhan mental dan psikologisnya. Sehingga tindakan-tindakan yang santri itu lakukan adalah terserah kemauan yang diinginkannya dan tidak memperdulikan akibat yang ditimbulkan. Sehingga akibatnya santri tersebut tidak peka terhadap lingkungan dan akhirnya merasa tidak butuh bantuan orang lain dan kebanyakan anak yang seperti itu jika mengalami kegagalan langsung putus asa.8

Ada juga santri yang orang tuanya seorang kyai, dari kecil seorang anak sudah dididik untuk hidup dengan teratur, misalnya jam 04.30 pagi harus sudah bangun dan melaksanakan shalat subuh berjama’ah dilanjutkan dengan

8

Wawancara santri pondok pesantren Futuhiyyah (Muhammad Sahid), Tanggal 23 Desember 2007 di Pon-pes Futuhiyyah.

mengaji bersama dan seterusnya. Itu semua dilakukan setiap hari, akhirnya menginjak dewasa sudah paham dengan apa yang harus dikerjakan. Begitu juga dengan agama karena dari kecil sudah diberi bekal oleh orang tua maka pastilah dapat mengaplikasikannya dimasa dewasa. Untuk itu setelah mengalami berbagai cobaan hidup anak tersebut dapat menghadapi dengan sabar dan tawakal.

Dan dari sinilah pandangan para santri itu berasal, karena para santri mempunyai latar belakang yang berbeda, sehingga pemikiran-pemikiran para santri juga berbeda dalam hal ini berpikir tentang agama non Islam. Pendapat salah satu santri, “Jika agama non Islam itu tidak melakukan sesuatu yang membahayakan untuk agama Islam, maka sebagai orang muslim harus menghargai dan menghormati. Karena agama adalah keyakinan untuk tidak dapat dipaksakan”.9

Ada juga santri yang berpendapat bahwa, “agama non Islam adalah perusak agama Islam, contohnya jika ada orang miskin. Orang non muslim berpura-pura baik yaitu memberikan bantuan makanan dan semacamnya, tetapi pada akhirnya orang non muslim tersebut meminta orang miskin untuk pindah agama.”10

Jika ada hal yang semacam itu maka Allah memerintahkan kepada orang muslim untuk tidak menjadikannya teman. Karena orang non muslim tersebut ingin menghancurkan Islam, orang non muslim yang seperti itu adalah orang yang dzalim.

“orang non muslim adalah bukan musuh orang muslim” pendapat salah seorang santri, menurutnya orang non muslim juga melakukan ibadah dan tujuan ibadahnya yaitu kepada Tuhan. Dan yang membedakan dengan orang muslim adalah dalam hal ritual dan Tuhan yang mereka sembah. Jika orang non muslim mau menghargai agama Islam, maka orang muslim juga harus menghargai agama non Islam.11

9

Wawancara santri pondok pesantren Futuhiyyah (Aminuddin Bashir), Tanggal 27 Desember 2007 di Pon-pes Futuhiyyah.

10

Wawancara santri pondok pesantren Futuhiyyah (Isma’il), Tanggal 23 Desember 2007 di Pon-pes Futuhiyyah.

11

Wawancara santri pondok pesantren Futuhiyyah (Muzaipin), Tanggal 25 Desember 2007 di Pon-pes Futuhiyyah.

Masih menurut pendapat Muzaipin (santri pondok pesantren Futuhiyyah) “bahwa manusia itu diciptakan oleh Allah untuk hidup dengan damai, adil, bahagia dan sejahtera”. Maka apabila ada orang yang berbeda pendapat itu adalah suatu hal yang wajar. Sehingga apabila orang non muslim itu berlaku adil maka orang muslim juga harus berlaku adil. Dan perlu diingat bahwa hal tersebut tidak sampai pada batas agama.

Jika sudah menyangkut tentang agama, misalnya ada orang non muslim ingin shalat berjamaah dengan orang muslim, dan orang non muslim tersebut meminta imbalan, agar supaya orang muslim harus ikut datang ke tempat peribadatan orang non muslim Pada saat inilah orang muslim dilarang bergaul karena hal tersebut bisa membahayakan bagi orang muslim.

Pendapat santri pondok pesantren Futuhiyyah, “bahwa agama non Islam itu mempunyai ajaran yang sama dengan agama non Islam”. di dalam agama Islam dianjurkan untuk saling mengasihi, menghormati, menghargai, dan taat kepada agamanya, hal tersebut tidak jauh beda dari agama non Islam. Sehingga jika dilihat dari sisi tersebut dari sekian agama di dunia adalah ingin hidup damai dan bahagia.

Untuk itu jika ada pertengkaran yang dipicu oleh agama menurut santri tersebut adalah tidak benar. Karena agama itu adalah sesuatu yang suci, maka tidak mungkin suatu yang suci tersebut akan menimbulkan keburukan. Jika demikian, maka yang harus disalahkan adalah orang yang beragama tersebut (manusianya) bukan semata-mata agama yang dianutnya.12

Dan para santri juga menyadari bahwasannya, agama-agama mempunyai jalan sendiri untuk menuju jalan kebaikan, dan ajaran mereka (non Islam) yang dianggapnya yang paling mulia dan yang paling benar, para santri tidak merasa iri hati dan tidak merasa tersinggung dan tidak akan menghina atau mengejek terhadap agama lain, karena di dalam Islam terdapat firman Allah (QS. Al-Kafirun Ayat : 1-6) :

12

Wawancara santri pondok pesantren Futuhiyyah (Zainun Naja), Tanggal 26 Desember 2007 di Pon-pes Futuhiyyah.

 

 

 

   



  

 

   



  



   



Artinya :

Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah, Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." (QS. Al-kafirun Ayat : 1-6).

Jadi pandangan para santri terhadap beda agama itu tidak membuat mereka merasa dengki atau benci terhadap mereka karena dalam ajaran Islam firman Allah Al-Baqoroh ayat 148, bahwasannya bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Santri juga mengatakan bahwa agama-agama yang dipercayai oleh para kaumnya atau pengikutnya itu semuanya adalah benar dan menuju jalan kebaikan, tetapi hanya Allahlah yang menilai dari kebenaran-kebenaran yang diperbuat di dunia ini.13

Dan santri mengatakan kepada uamtnya, Bagi seorang muslim, pandangan hidup yang benar hanyalah pandangan hidup Islam semata, karena agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam saja. Agama-agama selain Islam seperti Yahudi dan Nasrani adalah agama kafir, sebagaimana ideologi-ideologi selain Islam seperti Kapitalisme dan Sosialisme adalah ideologi-ideologi kafir.

13

Wawancara, Santri Pondok Pesantren Futuhiyyah (Aminuddin Bashir), Tanggal 27 Desember 2007 di Pon-pes Futuhiyyah.

Semua agama dan ideologi selain Islam tidak akan diterima oleh Allah SWT, sebagaimana firman Allah SWT:

   



Artinya :

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.”

(Qs. Ali ‘Imraan ayat 3 : 19).

  

 



Artinya :

“Barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Qs. Ali‘Imraan ayat 3 : 185).14

Dan masyarakat muslim adalah masyarakat yang bertumpu atas aqidah dan ideologi yang khas, yang merupakan sumber peraturan-peraturannya serta etika dan akhlaknya. Sedangkan Islam itu sendiri adalah agama yang membawa misi rahmatan lil’alamin Oleh karena itu ajarannya banyak yang toleran atau penuh dengan tenggang rasa mendorong kebebasan berfikir serta menyerukan persaudaraan, saling bantu dan saling memperhatikan kepentingan masing-masing dan saling cinta kasih antara sesama manusia.

Demikian juga Islam memerintahkan kaum muslimin untuk menjalin hubungan yang baik dengan non muslim hidup berdampingan secara damai dengan orang-orang. Hubungan dengan non muslim semuanya telah digariskan dalam Al-Qur’an dan sunnah Rosul yang merupakan way of life dari seluruh umat Islam.

14

Wawancara, Santri Pondok Pesantren Futuhiyyah (Subhan), Tanggal 26 Desember 2007 di Pon-pes Futuhiyyah.

Setelah melakukan penelitian di pondok pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak, telah didapat beberapa pernyataan, dalam bab ini penulis akan menganalisa pernyataan-pernyataan tersebut.

A. Pandangan Santri Terhadap agama non Islam

Dalam pondok pesantren Futuhiyyah pemikiran-pemikiran para santri sangat berbeda-beda dilihat dari pendapat-pendapat pada bab III, ada yang berfikir positif dan berfikir negatif. Para santri kebanyakan berfikiran positif dan mereka tidak ingin gara-gara agama di Indonesia menjadikan perpecahan, dan kita hidup di Indonesia memiliki pandangan positif terhadap agama lain.

Dalam pondok pesantren Futuhiyyah juga diajarkan tentang pluralisme dan toleransi yang mana para santri perlu mengetahui dalam memaknai pluralisme dan toleransi, dimana pada zaman sekarang ini perlu adanya sifat pluralisme dan toleransi terhadap agama-agama yang ada di Indonesia ini, dan tidak jauh berbeda yang diajarkan di dunia pesantren yang mereka sebut faham Ahlusunnah Waljama’ah (aswaja). Beberapa hal pokok dari hal sosial model pesantren antara lain : (1) Tawasuth (tidak memihak), (2) Tawazun (menjaga keseimbangan dan harmonitas), (3), Tasamuh (Toleransi), (4) I’tdal (adil), (5) Tasywur (musyawarah).1 Para santri menyadari bahwasannya kita hidup di dunia khususnya di Indonesia ini tidak sendiri, dan Allah menciptakan manusia untuk saling tolong menolong antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu para santri mengatakan bahwasannya dengan adanya

1

Hamdan Farhan dan Syarifuddin, Titik Tengkar Pesantren, Pilar Relegia Kelompok Pilar media, Yogyakarta, 2005 hlm. 12-13

agama yang berbeda-beda kita dapat menjalin hubungan yang harmonis dan menjadikan kedamaian antara beda agama di Indonesia.

Masyarakat muslim adalah masyarakat yang bertumpu atas aqidah dan ideologi yang khas, yang merupakan sumber peraturan-peraturan dan hukumnya serta etika dan akhlaknya. Sedangkan Islam itu sendiri adalah agama yang membawa misi rahmatan lil ‘alamin, oleh karena itu ajarannya banyak yang toleran atau penuh dengan tenggang rasa mendorong kebebasan berfikir dan kemerdekaan berpendapat, serta menyerukan persaudaraan, saling bantu dan saling cinta kasih diantara sesama manusia.2

Sikap santri dalam membina keharmonisan hubungan dengan non muslim dalam kehidupan bermasyarakat dipengaruhi oleh keyakinan-keyakinan yang bersumber dari ajaran agama sebagai dasar pemikirannya yakni: adanya kesamaan asal-usul manusia, hakekat perbedaan-perbedaan yang sudah dikehendaki oleh Allah SWT. Manusia diberi kewajiban untuk menegakkan kehidupan bermasyarakat yang adil.

Para santri pondok pesantren Futuhiyyah memandang agama Islam dan non Islam bahwa keduanya memiliki tujuan yang sama yaitu untuk hidup damai, bahagia dan sejahtera. Adapun ritual yang dilakukan oleh setiap agama adalah berbeda, misalnya Islam yaitu dengan shalat, dzikir, puasa, zakat, haji dan sebagainya. Sedangkan non Islam adalah nyanyi-nyanyi, menyembah batu, binatang, berhala dan lain-lain.

Sebenarnya apa yang telah dilakukan oleh semua orang yang beragama pada intinya adalah untuk meminta perlindungan pada sang penguasa atau “Tuhan” dan ingin hidup damai dan bahagia. “Tuhan” dalam setiap agama mempunyai persepsi yang berbeda. Perlu diingat bahwa suatu perbedaan itu adalah suatu yang wajar, karena jika tidak ada perbedaan dalam kehidupan, maka hidup ini akan serasa hampa. Untuk itu sebagai seorang hamba Tuhan yang sempurna harus tahu bagaimana bertindak dan bagaimana berbudi pekerti. Firman Allah surat Al-Hujarat ayat 11-12

2

Yusuf Qordhowi, Minoritas non Muslim di Masyarakat Islam. Mizan Bandung, 1985, hlm. 14

 

   



   

    

   

  

  

  

    

  

 

 

 

   

    

  

   

   

   

    



Artinya:

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim”.

“ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.3

3

Qur’an, Surat Hujarat Ayat 11-12, Yayasan Penyelenggara Penterjemah, Al-Qur’an dan Terjemahnya Departemen Agama, 1989, hlm. 956

Untuk itu jika ada suatu perbedaan pendapat atau permasalahan yang ada disekitar, maka seharusnya bertindak dengan seadil-adilnya dengan penyelesaian yang baik dan tanpa merugikan orang lain. jika ingin dihormati dan disayangi oleh orang lain, maka sebaiknya juga harus menghormati dan menyayangi orang lain, tidak ada bedanya dalam beragama. Jika agama Islam ingin dihormati dan dihargai oleh agama non Islam maka, orang muslim harus menghormati dan menghargai, tapi dalam batas yang sewajarnya. Misalnya ada orang non muslim sedang melaksanakan ibadah, sebagai orang muslim harus menghormati dengan cara tidak mengganggu jalannya ibadah, ataupun jika orang muslim sedang melaksanakan ibadah puasa, maka orang non muslim juga menghargai tidak makan disembarang tempat atau tempat umum. Artinya ada timbal balik antara keduanya.

Antara satu agama dengan agama yang lain itu tidak ada permusuhan atau pertengkaran yang menimbulkan perpecahan dalam beragama, melainkan umatnyalah yang membuat permasalahan, biasanya masalah pribadi.

Karena perlu diketahui bahwa semua agama itu adalah suci, karena agama tersebut adalah wahyu dari Tuhan. Adapun yang menyalah artikan agama tersebut yaitu manusia.

Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai ciptaan yang sempurna yaitu terutama mempunyai akal dan nafsu, jika seseorang dapat mengalahkan nafsunya dan menggunakan akal sehatnya dengan baik pasti akan mendapat sesuatu yang baik dan membahagiakan. Jika manusia tahu dan sadar atas apa yang dilakukan, maka sebenarnya tidak akan ada permusuhan atau pertengkaran, tetapi pada kenyataannya banyak sekali sesuatu hal yang terjadi didunia ini, karena tidak dapat mengendalikan nafsunya, sehingga pertumpahan darah sering terjadi didunia, khususnya di Indonesia.

Disini peran agama sangat penting, di dalam agama akan diberikan bekal untuk dapat menghadapi hidup. Misalnya saja dalam agama Islam, diberikan suatu ajaran bahwa tidak boleh makan-makanan haram, tidak boleh berzina, tidak boleh mengejek atau menghina orang lain, harus jujur, sabar,

tawakal, menghormati, menyayangi dan sebagainya. Itu semua diberikan agar didunia ini menciptakan kehidupan yang damai, aman dan bahagia.

Dalam menggapai hal tersebut santri pondok pesantren Futuhiyyah, sependapat karena semua agama adalah baik maka akan berakhir juga dengan kebaikan, tetapi salahnya orang yang beragama itu, kurang peka terhadap agama yang dianutnya, sehingga kadang-kadang masih ada kesalahfahaman diantara orang yang beragama.

Ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan penegasan bahwa keragaman merupakan sunatullah adalah; (Al-Ma’idah Ayat : 48)

 

 

  

  

  

  

    

  

   

  

   

  

 

  

  

   

 

  



Artinya :

Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji

kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu.4

Karena ayat Al-Qur’an sendiri telah mengatakan tentang intisari dari problem dan sekaligus solusi tentang pluralisme menurut pemahaman Islam. Ayat tersebut dimulai dengan kenyataan tentang fakta bahwa masyarakat dalam dirinya sendiri terbagi kedalam berbagai macam kelompok dan komunitas yang masing-masing memiliki orientasi kehidupannya sendiri yang memberikannya arah petunjuk.

Sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an, sudah menjadi fakta sejarah bahwa Allah menciptakan manusia terbagi dalam berbagai kelompok dan komunitas, yang masing-masing memiliki orientasi atau tujuan hidupnya sendiri sesuai dengan keyakinannya. Oleh karena itu, pada masing-masing komunitas atau kelompok diharapkan dapat menerima kenyataan keragaman (pluralisme) sosio-kultural dan saling toleran dan memberikan kebebasan serta kesempatan pada mereka untuk menjalankan sistem kepercayaan (agama) yang diyakininya.

Hal ini dipertegaskan oleh ayat Al-Qur’an; surat Al-Baqoroh Ayat :

148.

  

 



   

   

    



Artinya :

Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana

4

Al-Qur’an, Surat Al-Ma’idah Ayat 48, Yayasan Penyelenggara Penterjemah, Al-Qur’an dan Terjemahnya Departemen Agama, 1989, hlm.183

saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.5

Menurut Dr. Nurcholis Madjid ayat tersebut dimulai dengan kenyataan tentang fakta bahwa masyarakat dalam dirinya sendiri terbagi kedalam berbagai macam kelompok dan komunitas, yang masing-masing memiliki orientasi kehidupan sendiri yang memberikan kehidupannya arah petunjuk. Komunitas-komunitas tersebut menurutnya diharapkan dapat menerima kenyataan tentang adanya keragaman. Sosio-kultural dan saling toleran dalam memberikan kebebasan dan kesempatan setiap orang untuk menjalani kehidupan sesuai dengan sistem kepercayaan mereka masing-masing dan komunitas yang berbeda tersebut saling berlomba-lomba dalam cara yang dapat dibenarkan dan sehat, guna meraih sesuatu yang baik bagi semuanya.6

Para santri pondok pesantren Futuhiyyah menganggap bahwa agama non Islam itu adalah suatu rahmat, maksudnya bahwa antara Islam dan non Islam adalah berbeda, dan perbedaan itu adalah suatu rahmat dari Tuhan. Untuk itu harus dijaga, jika saling menghormati dan menghargai, maka tidak akan menimbulkan permusuhan, yang ada hanyalah kehidupan yang harmonis atau kebahagiaan.

Kebahagiaan agama itu terletak dihati, maka bagaimana caranya kita menemukan kebahagiaan itu, yaitu dengan cara melaksanakan perintah-perintah dan juga menjauhi larangan-larangan yang ada dalam agama yang kita anut. Bahwasannya kebahagiaan bukan ada, tetapi kebahagiaan ada karena dicari, untuk itu carilah kebahagiaan dengan jalan yang baik dan lurus. Karena suatu kebaikan akan berakhir dengan kebaikan.

Sama dengan agama, semua agama itu baik dan suci, tetapi tergantung seseorang itu menyikapinya, agama bisa memberikan kebahagiaan kepada seseorang karena agama diperlakukan dengan sebaik-baiknya, tapi sebaliknya agama bisa menjerumuskan seseorang jika agama diperlakukan semena-mena.

Dokumen terkait