• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pakar HAM Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengutarakan niat untuk menyelidiki Presiden Filipina Rodrigo Duterte dalam perangnya melawan kriminal dan narkoba di Filipina. Pakar HAM ini ingin berkunjung langsung ke Filipina, namun ia meminta jaminan keamanan bagi orang-orang yang akan diwawancarainya.

Duterte sendiri, pekan lalu, menyatakan dirinya akan mengizinkan pakar PBB dan Uni Eropa untuk datang dan menyelidiki pembunuhan ribuan orang di Filipina, sejak dirinya menjabat pada 30 Juni 2016 lalu. Namun, Duterte juga menantang para pakar itu untuk berdebat dengan dirinya di hadapan publik

Pemerintah filipina hingga kini belum mengeluarkan undangan resmi. Namun pelapor PBB untuk urusan eksekusi sewenang-wenang dan di luar hukum, Agnes callamard, menyatakan dirinya akan mengajukan permohonan.

“Saya menyambut baik laporan baru-baru ini (yang disampaikan) melaui

media bahwa presiden dan pemerintah Filipina akan mengundang misi PBB untuk menyelidiki tudingan eksekusi mati di luar hukum,” tutur Callmard dalam pernyataannya via email kepada AFP, senin (26/9/2016)

Meskipun sang presiden membuka kesempatan bagi pakar PBB dan Uni Eropa untuk melakukan penyelidikan, di sisi lain, Mentri Luar Negri Filipina Perfecto Yasay mendesak dunia internasional untuk tidak ikut campur dalam urusan Filipina. Ia mengatakan, presiden Filipina Radigro Duterte memiliki mandat untuk membersihkan Filipina dan narkoba dan korupsi, dan kini Filipina tengah berupaya untuk memenuhi mandat tersebut.

Pemerintah Duterte bertekad untuk membebaskan Filipina dari praktik korupsi dan lainnya, termasuk distribusi dan penggunaan obat-obatan terlarang. Tindakan kita, bagaimanapun, telah memegang kedua berita utama nasional dan perhatian internasional untuk semua alasan yang salah,” kata Yasaf, saat berbicara di Sidang Umum PBB.

Sejauh ini , Amerika Serikat (AS), PBB dan Uni Eropa (UE) mengecam kebijakn yang di ambil oleh Duterte, khususnya dalam memberantas narkoba. Menurut ketiganya kebijakan Duterte telah melanggar Hak Asasi Manusia.

Dalam kampanye anti anrkoba, Duterte memang telah menerapkan kebijakan yang cukup ekstrem, ia mengizinkan para penegak hukum, bahkan

filipina untuk menembak mati para pecandu, pengedar dan bandar narkoba bahkan akan mendapat pelindungan hukum.

Setidaknya sudah 3.000 orang telah tewa sejak Dutertemerilis kebijakan tersebut. Duterte sendiri menegaskan kampanye tidak akan berakhir sebelum pabrik narkoba terkahir di filipina tutup dan bandar narkoba terkahir di filipina tewas.Melalui kebijakan tersebut pula, Duterte bersikeras bahwa ia tidak mendrong pelanggaran hukum karena pelaku kriminal tersebut jelas merugikan negara dan pantas untuk di berantas.70

Kantor PBB urusan penanggulangan narkotika sebelumnya menyampaikan kekhawatiran yang mendalam atas aksi "main hakim sendiri" yang dilakukan Duterte terhadap para tersangka penyelundup narkotika di Filipina.

Pakar urusan narkotika PBB belum lama ini meminta pemerintah Manila menghentikan rangkaian pembunuhan terhadap para pengedar narkotika dalam kebijakan perang terhadap narkotika yang ditabuh pemerintah Duterte.

Tapi Duterte balik menyerang PBB dengan menyerukan supaya pakar di organisasi internasional itu tidak hanya melihat kematian para pengedar narkotika, tapi juga orang-orang yang tewas akibat penyebaran barang haram itu di tengah masyarakat Filipina.71

Negara-negara dari seluruh dunia memberikan peringatan kepada Filipina atas kebijakan negara itu untuk melakukan “perang” melawan narkoba.

Para diplomat yang hadir dalam Universal Periodic Review (UPR) di Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-bangsa (HAM PBB), Jenewa,

70

https://jakartagreater.com/kebijakan-duterte-berantas-narkoba-melanggar-ham/ di akses pada tanggal 26 sep 2016

Swiss, mengecam lonjakan angka kematian selama operasi anti-narkoba Presiden Filipina Rodrigo Duterte, serta mendesak penghentian aksi pembunuhan di luar hukum tersebut.

Filipina menjadi salah satu negara yang dievaluasi dalam forum UPR tersebut. Setiap negara secara sukarela menyampaikan kebijakannya terkait penegakan HAM dan dievaluasi oleh negara-negara PBB lainnya dalam UPR setiap empat tahun sekali.

Organisasi pengawas HAM internasional, Human Rights Watch (HRW) menyatakan sesi UPR hari Senin (8/5) penting karena besarnya bencana HAM sejak pelantikan Duterte. Senator Filipina sekaligus sekutu Duterte, Alan Cayetano, mengecam apa yang disebutnya sebagai kampanye oleh para pendukung HAM dan media untuk mengubah persepsi upaya anti-narkoba pemerintah.72

72

http://www.beritasatu.com/asia/429690-perang-antinarkoba-filipina-dikecam-di-dewan-ham-pbb.html diakses pada tanggal 9 mei 2017

A. Kesimpulan

1. Asia Tenggara mrupakan salah satu kawasan yang tingkat kejahatan transosialnya relatif tinggi khususnya perdagangan narkotika. Hal ini disebabkan karena kejahatan transnasional marak terjadi di kawasan dimana negara-negaranya diatur oleh pemerintahan yang korup dan lembaga pemerintahan yang lemah. Dan dalam pencegahan narokotika di kawasan Asia Tenggara ASEAN membuat ASOD (ASEAN Senior Officials on Drugs Matters) yang merupakan organisasi bentukan ASEAN pada tahun 1984 yang bertugas dan bertanggung jawab dalam penanggulangan masalah narkoba atau narkotika.

2. Perangkat hukum internasional tentang Hak Asasi Manusia adalah Konvensi dan Deklarasi. Terdapat perbedaan antara keduanya, Konvensi bersifat mengikat secara hukum dan memiliki sanksi yang tegas, (hard law) sedangkan Deklarasi tidak besifat mengikat dan tidak memiliki sanksi yang tegas (soft law).

3. Presiden Radigro Duterte ingin membasmi narkotika yang ibarat jamur Filipina sampai keakar-akarnya yang dimaksudkan sebagai sesuatu yang baik pada keselamatan bangsanya di Negara Filipina dan sebagai penghacur generasi mudanya, dan menrut Presiden Radigro Dutertr jika memerani narkoba hanya bergantung via berbagai toleransi dan rehabilitasi tanpa tindakan yang tegas, mata rantai peredaran narkoba berujung

B. Saran

1. Perlu di harapkan agar pemerintah dalam setiap peraturan atau kebijakan yang di keluarkan harus dapat diperlakukan secara efektif dalam menangani kasus-kasus pelanggaran atau kejahatan dengan pemberlakuan dan penjatuhan hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Dan disini di tuntut kebijaksanaan dan kejujuran para aparat penegak hukum demi tegaknya dan terciptanya keadilan tanpa meninggalkan Hak Asasi Manusia itu sendiri.

2. Konvensi ini belum berlaku berlaku secara efektif, dengan bukti masih banyaknya penyiksaan yang terjadi kepada manusia yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak pernah memikirkan hak-hak orang lain. Tetapi semoga saja konvensi ini dapat berlaku secara lebih tegas untuk kedepannya agar Penyiksaan-penyiksaan itu tidak terjadi lagi.

3. Praktek penyiksaan dan tindakan yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat ini sudah seharusnya mendapat ketegasan dari Komite Anti Penyiksaan, dengan harapan dapat membantu memperbaikki dan menghapus praktek-praktek penyiksaan di Negara Filipina. Sehingga sebaiknya pemerintah Negara Filipina harus melakukan monitoring terhadap setiap proses hukum kasus-kasus penyiksaan yang terjadi sebagai wujud pelaksaanaan kewajibannya menurut Konvensi Menentang Penyiksaan. Pemerintah Negara Filipinajuga harus menjalankan kewajibannya untuk memenuhi hak-hak korban berupa hak atas kompensasi, rehabilitasi dan keadilan.

Dokumen terkait