• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Metode Kontrasepsi 1. Metode sederhana

2.5.1.2. Pantang Berkala

Prinsip metode pantang berkala ini adalah tidak melakukan sanggama pada masa subur yaitu pertengahan siklus haid atau ditandai dengan keluarnya lendir encer dari liang vagina. Untuk menghitung masa subur digunakan rumus siklus terpanjang dikurangi 11 hari dan siklus terpendek dikurangi 18 hari. Dua angka yang diperoleh merupakan range masa subur. Dalam jangka waktu subur tersebut harus pantang sanggama, dan diluarnya merupakan massa aman. Sebagai contoh jika seorang wanita mempunyai siklus haid dari hari ke 28 sampai ke 36, maka perhitungannya adalah 28-18 = 10, dan 36- 11 = 25. hari ke 10 hingga hari ke 25 daur haid, sehingga masa aman adalah hari pertama sampai hari ke 0 daur haid (Samra-Latif, 2011).

Metode ini tanpa efek samping, gratis, tidak menggunakan bahan kimia, dapat digunakan oleh semua wanita baik tua maupun muda. Bagi wanita, cara ini sangat sulit dilaksanakan karena sukar menentukan saat ovulasi yang tepat terlebih lagi hanya sedikit wanita yang mempunyai daur haid teratur (Sarwono, 2008).

12

2.5.1.3. Kondom

Kondom merupakan selubung atau sarung karet yang terbuat dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami (produk hewani) yang dipasang pada penis saat berhubungan seksual.Kondom sudah digunakan di Mesir sejak tahun 1350 sebelum Masehi. Pada abad ke 18 diberi nama “ kondom “ yang pada waktu itu digunakan dengan tujuan mencegah penularan penyakit kelamin. Kondom menghalangi masuknya sperma ke dalam vagina sehingga pembuahan dapat dicegah (Sarwono,2008).

Jenis-jenis kondom yang sekarang tersedia beragam tipe (Gebbie, 2005): 1) Sebagian besar kondom terbuat dari karet lateks halus dan berbentuk

silinder bulat (garis tengah sekitar 3,0 – 3,5 cm, panjang 15 – 20 cm, tebal 0,03 – 0,08 mm) dengan satu ujung buntu yang polos atau berpentil dan tepi bulat di ujungnya yang terbuka. Kondom dikemas secara individual, digulung sampai ke tepi, dan disegel secara kedap udara dalam kertas timah impermeabel. Apabila kemasan terbuka atau robek, maka kondom di dalamnya cepat rusak.

2) Selama bertahun-tahun hanya tersedia satu ukuran tetapi sekarang diketahui adanya kebutuhan untuk kondom berukuran lebih besar dan lebih kecil dan keduanya saat ini sudah tersedia.

3) Sebagai usaha untuk meningkatkan akseptabilitas, juga diperkenalkan variasi yang berpelumas, mengandung spermisida, berwarna, memiliki rasa, beraroma, dan bertekstur.

4) Tersedia kondom alergi, yang terbuat dari karet lateks dengan rendah residu dan tidak dipralubrikasi, bagi mereka yang mengalami hipersensitivitas.

5) Kondom yang lebih tebal dan melebihi Standar Inggris dipasarkan terutama untuk hubungan intim per–anus pada pria homoseks untuk memberikan perlindungan tambahan terhadap infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

13

Cara Kerja Kondom

Seperti semua metode barier lainnya, kondom mencegah spermatozoa mencapai saluran genital atas wanita (Gebbie, 2005).

Keunggulan Kondom (Gebbie, 2005):

1) Efektif apabila digunakan secara benar dan konsisten. 2) Tersedia luas, murah, dan sering diberikan secara gratis.

3) Tidak ada persyaratan untuk berkonsultasi dengan petugas kesehatan.

4) Tingkat proteksi yang sangat tinggi terhadap Infeksi Menular Seksual, termasuk infeksi HIV. Pada uji in vitro, kondom lateks yang utuh tidak dapat ditembus oleh organnisme yang ditularkan melalui hubungan seks termasuk virus.

5) Perlindungan terhadap karsinoma dan penyakit pramaligna serviks.

6) Peningkatan kemampuan seksual pada sebagian pasien dengan ejakulasi dini.

Kekurangan Kondom (Gebbie, 2005): 1) Penampilan tidak menarik

2) Sensasi kenikmatan berkurang sewaktu berhubungan intim, terutama transmisi kehangatan tubuh.

3) Perlu dipasang sebelum koitus dan segera dibuang sesudahnya, yang bagi sebagian pasangan dianggap mengganggu aktivitas seksual.

4) Kesulitan ereksi dapat bertambah, walaupun sebagian pria yang sudah lanjut usia mendapati bahwa pemakian kondom membantu mempertahankan ereksi mereka.

2.5.1.4. Spermisida

Spermisida adalah bahan kimia yang di gunakan untuk menonaktifkan atau membunuh sperma.Spermisida menyebabkan sel membran sperma terpecah, memperlambat pergerakan sperma dan menurunkan kemampuan pembunuhan sel telur. Spermisida dikemas dalam bentuk aerosol (busa), tablet vaginal atau krim. Metode ini tidak mengganggu produksi air susu ibu (ASI), mudah digunakan dan

14

tidak memerlukan pemeriksaan kesehatan khusus.Perlu ditekankan bahwa pemakaian spermisida sebagai tindakan kontraseptif tunggal tidak dianjurkan dan peran utama zat ini adalah meningkatkan efek kontraseptif dari metode barier yang lain (Sarwono, 2008).

Jenis-jenis spermisida (Manuaba, 1998): 1) Krim dan jeli

Pada bentuk krim, bahan kimia dimasukkan ke dalam suatu bahan dasar sabun stearat, sedangkan pada bentuk jeli dimasukkan ke dalam bahan dasar yang larut air. Kedua bentuk ini mencair pada suhu tubuh dan cepat menyebar ke seluruh vagina.

2) Pesarium vagina

Bahan dasar terdiri dari gelatin, gliserin, tau lilin. Pesarium dikemas dalam kertas timah dan mudah digunakan. Karena cepat menyebar ke seluruh vagina, bentuk ini mungkin kurang efektif dibandingkan dengan krim atau jeli tetapi para wanita sering mendapati presarium ini lebih nyaman.

3) Tisu spermisida

Tisu spermisida ini berupa sejenis lembaran segi empat semi transparan larut air yang cepat larut di vagina untuk membebaskan nonoksinol-9.

Cara kerja spermisida (Gebbie, 2005) Kerja spermisida bersifat ganda:

1) Bahan dasar preparat secara fisik menghambat pergerakan sperma.

2) Bahan kimia aktif mematikan sperma tanpa merusak jaringan tubuh yang lain.

Keuntungan spermisida(Gebbie,2005):

1) Memberi tambahan pelumas apabila ada masalah kekeringan vagina. 2) Mudah diperoleh tanpa resep.

15

Kekurangan spermisida (Gebbie, 2005):

1) Angka kegagalan terlalu tinggi apabila digunakan tersendiri.

2) Pesarium tidak cocok untuk negara tropis karena dapat meleleh. Namun pesarium yang meleleh akan kembali memadat di dalam kemasannya apabila

didinginkan, serta masih mempertahankan aktivitasnya.

3) Kadang-kadang menimbulkan keluhan bau tidak sedap, rasa menyengat, atau rasa tidak nyaman di vagina.

4) Pemakaian spermisida yang melebihi dosis normal dapat menyebabkan iritasi dan ulserasi mukosa vagina dan efek ini tampaknya berkaitan dengan dosis. Epitel vagina yang rusak dapat mempermudah masuknya organisme yang ditularkan melalui hubungan intim misalnya HIV.

5) Kurang efektif dalam penggunaanya karena harus menunggu waktu 10 – 15 menit setelah pemakaian sebelum melakukan hubungan seksual dan efektivitas pemakaian hanya 1-2 jam saja.

Efek samping spermisida (Gebbie, 2005): 1) Alergi (pada salah satu pasangan).

2) Busa aerosol jangan digunakan bersama diafragma, karena apabila terbentuk tekanan di vagina maka diafragma dapat terlepas.

2.5.2. Metode Modren

Dokumen terkait