• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lalat buah ini berperan penting dalam lalu lintas perdagangan komoditas pertanian antar negara yang membawa risiko masuk dan tersebarnya organisme pengganggu tumbuhan ke wilayah yang masih bebas. Iradiasi merupakan salah satu perlakuan yang berpotensi untuk menggantikan perlakuan karantina yang umum digunakan yaitu fumigasi dengan methyl bromide (MB). Penelitian ini bertujuan mendapatkan dosis minimum iradiasi sinar gamma dari 60Cobalt yang diperlakukan pada telur dan larva B. papayae untuk mencegah pembentukan imago secara in-vitro.

Penelitian dilakukan mulai bulan November 2011 sampai dengan bulan April 2012 di Laboratorium Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional Jakarta. Penelitian terdiri dari 2 tahap pengujian yaitu: (1) uji resistensi telur dan larva B. papayae terhadap iradiasi sinar gamma secara

in-vitro, dan (2) uji dosis minimum iradiasi sinar gamma secara in-vitro pada larva instar tiga. Pada tahap pertama peengujian dilakukan dengan menggunakan stadia lalat buah yang mungkin ada dalam komoditi inang, yaitu stadia telur, L1, L2 dan L3 yang dipelihara dalam pakan buatan. Perlakuan iradiasi dilakukan dengan 6 taraf dosis yaitu 0 (kontrol), 25, 50, 75, 100, 125 dan 150 Gy. Pengamatan dilakukan terhadap pupa dan imago yan terbentuk pada masing-masing stadium dan taraf dosis. Pengujian tahap kedua dilakukan dengan menggunakan larva instar tiga sebagai stadium yang paling resisten terhadap iradiasi sinar gamma. Perlakuan iradiasi dilakukan dengan 9 taraf dosis 10, 20, 40, 60, 80, 100, 120, 150 Gy dan 0 Gy sebagai kontrol. Pengamatan dilakukan pada pupa dan imago yang terbentuk pada setiap taraf dosis.

Berdasarkan jumlah pupa dan imago yang terbentuk pada telur, L1, L2 dan L3 diketahui bahwa L3 merupakan stadium yang paling resisten terhadap iradiasi sinar gamma dibandingkan telur, L1 dan L2. Hasil pengujian dosis minimum iradiasi sinar gamma pada seluruh taraf dosis tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap pembentukan pupa. Imago yang muncul pada setiap taraf dosis di analisis LD probit 9 dengan program Polo Plus. Hasil analisis probit menunjukkan bahwa dosis 114.76 Gy efektif dalam mencegah munculnya imago

B. papayae.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

DOSIS MINIMUM IRADIASI GAMMA

UNTUK PERLAKUAN KARANTINA

TERHADAP Bactrocera papayae (DREW & HANCOCK)

(DIPTERA: TEPHRITIDAE)

RATIH RAHAYU

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Judul Tesis : Dosis Minimum Iradiasi Gamma untuk

Perlakuan Karantina terhadap Bactrocera papayae

(Drew & Hancock) (Diptera: Tephritidae) Nama Mahasiswa : Ratih Rahayu

Nomor Pokok : A352100114 Program Studi : Entomologi

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dra. Endang Sri Ratna, PhD Ketua

Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si. Prof.(R). Ir. Achmad Nasroh Kuswadi, M.Sc. Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Entomologi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Pudjianto, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2011 ini adalah perlakuan karantina iradiasi, dengan judul Dosis Minimum Iradiasi Gamma untuk Perlakuan Karantina terhadap Bactrocera papayae (Drew & Hancock ) (Diptera: Tephritidae).

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Entomologi Sekolah Pascasarjana IPB. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dra. Endang Sri Ratna, PhD selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran dalam penulisan tesis ini

2. Dr. Ir. Ruly Anwar, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan bantuan pustaka selama penyusunan tesis ini

3. Prof (R) Ir. Achmad Nasroh Kuswadi, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan, saran, masukan dan motivasi yang bermanfaat bagi penulis

4. Ir. Turhadi Noerachman, M.Si yang telah memberikan saran, masukan dan menyediakan waktu untuk menguji tesis ini

5. Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional yang telah mendukung pelaksanaan penelitian ini

6. Ibu Murni dan Ibu Indah sebagai peneliti di BATAN yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini

7. Seluruh keluarga, Ayah, ibu, kakak-kakak, suami dan anakku tercinta atas segala dukungan dan doa yang diberikan

8. Rekan-rekan di Program Khusus Karantina, Dwi, Erna, Aulia, Aprida, Yuli, Arif, Fitri, Joni, Nurul, Selamet, Riri, Lulu, Rahman, dan Catur atas dukungan dan kebersamaannya

9. Seluruh staf pengajar di Program Studi Entomologi/Fitopatologi Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga tesis ini beranfaat bagi pihak yang membutuhkan, terutama dibidang Hama dan Penyakit Tumbuhan.

Bogor, Mei 2012

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Betung (Musibanyuasin) pada tanggal 8 April 1982 dari ayah Sulaiman Effendi dan ibu Ami Hartini. Penulis merupakan anak ke-4 dari empat bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus pendidikan sarjana program studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Tahun 2006 sampai dengan 2009 penulis bekerja sebagai petugas karantina di Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Timika. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Pasca Sarjana IPB diperoleh pada tahun 2010. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian Republik Indonesia. Saat ini penulis bekerja sebagai petugas karantina di Badan Karantina Pertanian Jakarta.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Manfaat ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Bactrocera papayae (Drew & Hancock) ... 3

Distribusi ... 3

Morfologi ... 4

Biologi dan Ekologi ... 5

Kisaran Inang ... 5

Aplikasi Iradiasi Gamma pada Bahan Makanan dan Komoditas Pertanian ... 6

Iradiasi sebagai Perlakuan Karantina ... 7

Sejarah Perkembangan Perlakuan Iradiasi untuk Buah dan Sayuran ... 9

Efek Iradiasi terhadap Lalat Buah dan Implementasinya terhadap Keamanan Komoditas ... 10

BAHAN DAN METODE ... 12

Tempat dan Waktu ... 12

Alat dan Bahan ... 12

Metode Penelitian ... 12

Perbanyakan Massal Lalat Buah B. papayae ... 13

Uji Keberhasilan Hidup Lalat Buah di Dalam Pakan Buatan 13

Aplikasi Iradiasi Gamma terhadap Telur dan Larva

B. papayae ... 13

Pengujian Dosis Minimum Iradiasi terhadap L3 B. papayae secara in-vitro ... 14

Analisis Data ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

Pertumbuhan dan Perkembangan Stadia Larva B. papayae pada Pakan Buatan ... ... 16

Pengaruh Iradiasi Gamma terhadap Perkembangan B. papayae ... 17

Pengujian Dosis Minimum Iradiasi secara in-vitro ... 21

KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi pakan buatan lalat buah B. papayae ... 12 2 Jumlah larva B. papayae yang hidup dari inokulasi 100 telur pada

pakan buatan ... 16 3 Pupa B. papayae yang terbentuk dari 100 butir telur dalam pakan

buatan yang diiradiasi gamma pada stadium yang berbeda ... 17 4 Dosis lethal iradiasi gamma pada stadia telur dan larva B. papayae

berdasarkan mortalitas larva ... 18 5 Jumlah imago B. papayae yang muncul setelah perlakuan iradiasi

gamma stadia telur dan larva pada pakan buatan ... 20 6 Jumlah pupa dan imago yang muncul dari 100 ekor L3 B. papayae

dalam pakan buatan setelah mendapat perlakuan iradiasi gamma

pada taraf dosis yang berbeda ... 22 7 Tiga taraf dosis lethal iradiasi gamma pada L3 B. papayae dalam

Halaman

1 Peta persebaran B. papayae di Asia Tenggara ... 3 2 Ciri morfologi imago B. papayae, seta praskutelar (a), seta

skutelar (b), lateral postsutural vittae (c), sel bc dan c (d),

abdomen terga ruas ke 3 – 5 . ... 4 3 Ukuran pradewasa lalat buah B. papayae, telur (a), larva instar

satu (b), larva instar dua (c), dan larva instar tiga (d) ... 13 4 Iradiator gamma chamber 4000 A ... 14 5 Bentuk-bentuk imago setelah perlakuan iradiasi: kedua sayap

tidak berkembang sempurna (a), imago muncul sebagian (b), salah satu sayap tidak berkembang sempurna (c), bentuk imago normal

(d) ... 20

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data jumlah larva

B. papayae yang hidup dari inokulasi 100 telur pada pakan

buatan ... 31 2 Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data pupa

B. papayae yang terbentuk dari 100 butir telur dalam pakan

buatan yang diiradiasi gamma pada stadium yang berbeda ... 32 3 Analisis probit dengan program POLO-PC untuk data dosis

lethal iradiasi gamma pada stadia telur dan larva B. papayae

berdasarkan mortalitas larva ... 38 4 Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data jumlah

imago B. papayae yang muncul setelah perlakuan iradiasi

gamma stadia telur dan larva pada makanan buatan ... 45 5 Uji statistik dengan program Minitab 16 untuk data jumlah pupa

dan imago yang muncul dari 100 ekor L3 B. papayae dalam pakan buatan setelah mendapat perlakuan iradiasi gamma pada

taraf dosis yang berbeda ... 47 6 Analisis probit dengan program POLO-Plus untuk data Tiga

taraf dosis lethal iradiasi gamma pada L3 B. papayae dalam

pakan buatan berdasarkan mortalitas imago ... 51

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lalat buah famili Tephritidae merupakan salah satu organisme pengganggu tumbuhan (OPT) penting di Asia dan Pasifik yang seringkali berasosiasi dengan buah tropika. Serangan larva lalat yang tumbuh dan berkembang di dalam buah mengakibatkan pembusukan bagian daging buah yang dapat mengurangi nilai estetika dan higienis makanan, sehingga buah tidak dapat dipasarkan (Siwi et al.

2006; Clarke et al. 2005).

Keberadaan lalat buah Bactrocera papayae di Indonesia telah dilaporkan oleh Siwi et al. (2006). Persebaran serangga ini meliputi beberapa wilayah di Asia dan Papua New Guinea. Lalu lintas perdagangan komoditas pertanian yang dinamis saat ini menimbulkan dampak peningkatan risiko masuk dan tersebarnya OPT karantina ke wilayah yang masih bebas (CAB International 2007). Oleh karena itu, negara pengimpor memberlakukan persyaratan impor yang ketat antara lain dengan perlakuan yang efektif dalam mengeradikasi OPT.

Perlakuan karantina yang umum digunakan untuk mengeradikasi serangga pada makanan dan komoditas pertanian adalah fumigasi metil bromida (MB). Berdasarkan Montreal Protocol, fumigan MB dikategorikan sebagai bahan perusak ozon. Oleh karena itu, National Plant Protection Organization (NPPO) menganjurkan upaya pembatasan penggunaan bahan tersebut melalui perlakuan karantina alternatif, diantaranya adalah perlakuan iradiasi (IPPC 2008). Perlakuan iradiasi telah dimasukkan sebagai bagian dari peraturan perkarantinaan yang aplikasinya disahkan secara internasional (IPPC 2003). Hossain et al. (2011) melaporkan bahwa secara umum berbagai komoditas bahan pertanian yang dikonsumsi segar paling toleran terhadap perlakuan karantina iradiasi. Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Australia, India, Vietnam, Thailand dan Pakistan dilaporkan telah mengadopsi metode tersebut untuk mencegah lolosnya serangga di dalam komoditas bahan segar. Keuntungan penggunaan iradiasi dibandingkan perlakuan karantina lain adalah aplikasi cepat, praktis, tidak menimbulkan residu bahan kimia dan berbagai jenis buah toleran terhadap iradiasi (Hallman 2011).

2

Iradiasi terhadap serangga dapat mengakibatkan penghentian aktivitas hidup, penghambatan pertumbuhan dan perkembangan stadia pradewasa, penghambatan reproduksi imago, dan mortalitas serangga (IPPC 2003). Respon iradiasi ini pada serangga bergantung pada dosis yang diaplikasikan. Berdasarkan fakta di atas, penentuan dosis efektif aplikasi iradiasi terhadap setiap spesies penting di teliti untuk mengefisiensikan dosis minimum dalam mengeradikasi OPT/OPTK yang akan digunakan dalam skala komersial. Pada umumnya, skala pengamatan perlakuan karantina yang digunakan berupa mortalitas serangga, yaitu untuk membatasi kemungkinan serangga lolos hidup pada bahan komoditas ekpor-impor. Aplikasi iradiasi dengan dosis minimum dapat mengurangi kerusakan pada komoditas, mengurangi biaya dan aplikasi menjadi lebih cepat. Penentuan dosis minimum iradiasi yang efektif mengeradikasi spesies lalat buah telah banyak dilakukan di luar negeri (Rivera dan Hallman 2007; Hallman dan Martinez 2001). Dosis 60 dan 100 Gy iradiasi sinar gamma dilaporkan efektif mencegah pembentukan stadia imago Anastrepha ludens pada buah jeruk dan Ceratitis capitata pada buah mangga. Namun hingga saat ini belum dilaporkan tentang dosis minimum aplikasi iradiasi untuk mengeradikasi lalat buah B. papayae. Oleh karena itu, penentuan dosis minimum radiasi sinar gamma terhadap B. papayae perlu diteliti sebagai dasar pertimbangan yang dapat direkomendasikan dalam pengendalian OPT karantina.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan menentukan dosis minimum iradiasi sinar gamma, sumber radio aktif 60Cobalt yang di aplikasikan pada telur dan larva B. papayae

terhadap lolos hidup stadia pradewasa dan mortalitas imago.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dalam merekomendasikan dosis minimum perlakuan iradiasi sinar gamma sebagai perlakuan karantina di Indonesia.

Bactrocera papayae (Drew & Hancock) Distribusi

Lalat buah famili Tephritidae merupakan hama utama pada bebuahan dan sesayuran di wilayah tropis dan subtropis (CAB International 2007). Genus Bactrocera menjadi salah satu genus utama di wilayah Asia dan Pasifik (Clarke et al. 2005; Clarke et al. 2001) dan B. dorsalis complex menjadi salah satu hama paling penting dikawasan Asia Tenggara (Adsavakulchai et al. 1999).

Persebaran lalat buah B. papayae telah meluas di Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, Christmas Island (Drew dan Hancock 1994), Papua New Guinea dan Brunei Darussalam (Gambar 1; EPPO 2011; CAB International 2007). Lalat buah ini dilaporkan sebagai hama baru di Cairns (Queensland Utara, Australia) pada bulan Oktober 1995, populasi berkembang mapan di daerah tersebut dan dilaporkan menjadi hama 2 tahun kemudian. Serangga ini berhasil dieradikasi dengan menggunakan jantan mandul yang berasal dari perbanyakan massal di Queensland (SPC 2011).

Gambar 1 Peta persebaran B. papayae di Asia Tenggara (EPPO 2011) Legend

Present (national record)

Present (subnational record)

4

Morfologi

B. papayae memiliki tipe metamorfosis holometabola. Pertumbuhan dan perkembangan stadia serangga meliputi telur, larva, pupa dan imago. Telur berwarna putih bening, putih keruh atau putih kekuningan. Bentuk telur silindris dan menyempit ke arah posterior. Panjang telur 1.09 – 1.15 mm, dan lebar telur 0.20 mm. Stadia larva B. papayae dilalui dengan tiga instar. Panjang larva instar akhir 7.69 – 7.85 mm dan lebar 1.81 – 1.87 mm. Pupa eksarata terbungkus di dalam puparium. Puparium pada awalnya berwarna kuning pucat, kemudian berangsur-angsur berubah hingga coklat kehitaman. Panjang puparium 6.62 - 6.94 mm dan lebar 2.89 – 2.92 mm (Noor et al. 2011; CAB International 2007).

Ciri karakter morfologi Imago B. papayae sebagai berikut (Gambar 2), memiliki rentang sayap 6.2 mm. Kepala hipognatus, panjang permukaan kepala arah vertikal 1.8 mm. Skutum toraks dominan berwarna hitam dengan pita berwarna kuning disisi lateral (lateral postsutural vittae) dan tidak terdapat pita (postsutural vittae) di tengah. Pada bagian tepi posterior skutum dan anterior skutelum terdapat masing-masing 2 seta praskutelar dan 2 seta skutelar. Abdomen berbentuk oval, pola warna hitam berbentuk huruf T membentang di bagian terga ruas abdomen ruas ke 3 - 5. Femur berwarna kuning kemerahan. Pertulangan sayap, khususnya pita kostal tidak tumpang tindih dengan Radius2+3 dan tidak meluas pada ujung sayap, sel bc dan c jelas (Drew dan Hancock 1994; Rahardjo et al. 2009; Sukarmin 2011; Siwi et al. 2006)

Gambar 2 Ciri morfologi imago B. papayae, setapraskutelar (a), seta skutelar (b),

lateral postsutural vittae (c), sel bc dan c (d), abdomen terga ruas ke 3 – 5 (e) e a b d c

Ciri morfologi spesies B. papayae memiliki kemiripan dengan

B. carambolae, B. dorsalis, B. occipitalis, dan B. philippinensis, yaitu memiliki

lateral postsutural vitae yang lebar, pita costal sempit, terga abdomen ruas ke 3 - 5 dengan garis lateral dan pita longitudinal bagian tengah yang gelap dan sempit, bercak oval berwarna pucat pada tergum ruas ke-5, aculeus (ruas ujung ovipositor

yang mengeras) berbentuk seperti jarum. Perbedaan B. papayae dengan

B. carambolae, B. dorsalis, dan B. occipitalis adalah aculeus yang lebih panjang (1.77 – 2.12 mm) dan pita costal umumnya tidak tumpang tindih dengan Radius2+3. B. papayae dibedakan dari B. carambolae dengan ciri tidak dijumpainya bercak hitam pada permukaan femur. Begitu pula B. papayae

dibedakandengan B. philippinensis dengan ukuran sisik pada ruas ujung dan tengah ovipositor yang lebih panjang (Ebina dan Ohto 2006; Drew dan Hancock 1994; Mahmood 2004).

Biologi dan Ekologi

B. papayae merupakan hama polifagus menyerang buah dan sayuran berdaging. Imago betina biasanya meletakkan telur di bawah kulit buah inang secara berkelompok berisi 10 – 50 telur. Telur menetas dalam waktu 1.16 hari. Larva makan dan hidup menggerek di dalam daging buah sehingga menimbulkan gejala serangan buah busuk dan jatuh. Larva terdiri atas 3 instar. Stadia larva berlangsung 6 hingga 35. Larva instar akhir akan keluar dari dalam buah dan berpupa di permukaan tanah dekat tanaman inang. Stadia pupa berkisar 8 hingga 12 hari, namun dalam suhu rendah dapat mencapai 90 hari. Imago mulai kawin pada hari ke-8 hingga 12 setelah eklosi. Lama hidup imago mencapai 1 hingga 3 bulan, bahkan dapat mencapai 12 bulan di daerah bersuhu rendah (Noor et al.

2011; Clarke et al. 2001; CAB International 2007).

Kisaran Inang

Spesies B. papayae merupakan hama polifagus dengan kisaran inang yang luas, meliputi 209 spesies dari 51 famili tanaman inang (Clarke et al. 2005). Menurut Allwood et al. (1999) di Asia Tenggara, B. papayae tercatat memiliki 193 spesies inang dari 114 genus dan 50 famili tanaman. Lalat buah ini memiliki

6

perbedaan preferensi inang di setiap wilayah. Terminalia catappa, Psidium guajava, Syzygium samarangense dan Averrhoa carambola menjadi

inang yang disukai di Thailand dan Malaysia (Clarke et al. 2001). Pepaya jarang diserang B. papaye di Brunei Darusalam, dan mangga merupakan inang utama saat terjadi outbreak di Queensland Australia (CAB International 2007).

Aplikasi Iradiasi Gamma pada Bahan Makanan dan Komoditas Pertanian

Iradiasi adalah perlakuan pemaparan sinar terhadap suatu bahan untuk berbagai keperluan khusus. Teknologi iradiasi umumnya dimanfaatkan untuk berbagai tujuan antara lain: terapi penyakit kanker, mendeteksi barang di pelabuhan udara, mengewetkan ban, mensterilkan pupuk, membuat peralatan masak anti lengket, membersihkan wol, sterilisasi peralatan medis, dan membunuh bakteri pada kosmetik (Brennand 1995). Iradiasi dapat digunakan terhadap bahan pangan dengan tujuan membunuh bakteri merugikan seperti E. coli dan Salmonella, mencegah pertunasan umbi, memperpanjang waktu simpan komoditas, dan mencegah perkembangan OPT (Ferrier 2009). Iradiasi yang berkaitan dengan pengendalian OPT pada bahan pangan dan hasil pertanian dilakukan dengan cara memaparkan sinar gamma, e-beam (elektron berenergi tinggi), atau sinar X tanpa merusak kualitas bahan. Sinar yang di pancarkan akan menembus ke bagian dalam bahan yang disinari dan akan merusak molekul sel organisme hidup termasuk OPT di dalamnya. Pada serangga OPT sasaran perlakuan sinar biasanya berpengaruh pada jaringan reproduksi (Ferrier 2010).

Sumber radiasi yang umum diaplikasikan untuk iradiasi bahan makanan adalah: (1) sinar gamma yang dipancarkan oleh unsur radioaktif 60Cobalt dan 137Cesium, (2) berkas elektron yang dihasilkan di dalam mesin berkas elektron (MBE), dan (3) sinar X dihasilkan oleh mesin sinar X. Sinar gamma dan sinar X memiliki kemiripan dalam kemampuan daya tembus yang tinggi melampaui bahan kemasan. Namun, cara kerja di antara keduanya berbeda, yaitu berkas sinar terkonsentrasi pada arah yang sama (searah), sedangkan sinar gamma dipancarkan ke segala arah secara merata. Radiasi berkas elektron hanya dapat menembus beberapa sentimeter ke dalam bahan perlakuan, sehingga penggunaan cara tersebut hanya terbatas pada komoditas bahan berukuran kecil. Cara

pengoperasian iradiasi yang dikembangkan untuk keperluan skala komersial ada dua tipe: (1) komoditas yang akan diradiasi dimasukkan ke dalam ruang radiasi dan bahan sumber radioaktif diarahkan ke ruang radiasi sesuai dengan waktu yang diperlukan hingga mencapai dosis tertentu, (2) sistem konveyor yang melalukan komoditas melewati sumber penyinaran dengan kecepatan tertentu sesuai dengan dosis serap yang dibutuhkan. Sinar X dan berkas elektron yang keduanya memancarkan sinar searah sesuai diaplikasikan melalui metode sistem konveyor (Hallman 1999; IPPC 2003).

Keamanan iradiasi terhadap kualitas bahan makanan dipengaruhi oleh dosis penyinaran yang diaplikasikan. WHO (1992) menyatakan bahwa makanan hasil iradiasi dibawah dosis 10 KGy dinyatakan aman dari infestasi OPT dan masih memiliki kandungan gizi yang memadai. Keamanan penggunaan bahan makanan hasil iradiasi tersebut didukung oleh sebagian besar lembaga kesehatan masyarakat di seluruh dunia, yaitu dengan mencantumkan pelabelan pada produk makanan. Makanan hasil iradiasi tersebut biasanya diberi label treated with irradiation atau treated by irradiation (IPPC 2003; Ferrier 2010; Delincee 1998).

Iradiasi sebagai Perlakuan Karantina

Lalulintas komoditas hasil pertanian serta kehutanan dalam perdagangan global memberi peluang terjadinya perpindahan atau penyebaran OPT dari suatu daerah atau negara ke negara lain yang terbawa bersama komoditas tersebut. Oleh karena itu, peraturan karantina diperlukan sebagai upaya pencegahan masuk dan penyebaran OPT baik melalui darat, laut maupun udara. Upaya tersebut berupa perlakuan karantina yang bertujuan untuk membunuh, membuang ataupun mencegah perkembangbiakan OPT pada komoditas tersebut. Metode perlakuan karantina tumbuhan dapat dilakukan secara fisik maupun kimiawi. Contoh perlakuan fisik adalah aplikasi suhu tinggi atau rendah, kontrol atmosfer, iradiasi dan kombinasi dari perlakuan tersebut (Follet dan Neven 2006). Sedangkan contoh perlakuan kimiawi adalah aplikasi pestisida fumigan. Perlakuan suhu tinggi pada kisaran 43 – 48 oC dan suhu rendah pada kisaran 0 – 3 oC serta perlakuan fumigan etilen dibromida dan metil bromida pada komoditas bahan pertanian telah dilaporkan untuk keperluan eradikasi lalat buah (Hallman 1999).

8

Demikian pula, penyimpanan bahan di ruang pendingin dan berbagai perlakuan panas dengan kombinasi pencelupan insektisida juga dilaporkan untuk mengeradikasi lalat buah Tephritiae (Hallman dan Loaharanu 2002). Setiap metode perlakuan karantina memiliki kekurangan dan kelebihan. Tiga perlakuan suhu tinggi, suhu rendah maupun kimia efektif dalam mengendalikan OPT, namun seringkali faktor kerugian yang ditimbulkan menjadi kendala operasional. Perlakuan suhu tinggi dapat menimbulkan kerusakan pada beberapa komoditas seperti terjadi pada buah pome dan alpukat, perlakuan suhu rendah membutuhkan waktu aplikasi yang lama yaitu kurang lebih 12 hari, sedangkan perlakuan kimia mulai dihindari karena efek negatif yang ditimbulkan terhadap kesehatan dan lingkungan (Hallman 1999). Sekarang ini perlakuan iradiasi mulai banyak diminati karena memiliki beberapa keunggulan antara lain (1) aplikasi cepat; (2) dapat diaplikasikan pada komoditas dikemas; (3) tidak meninggalkan residu bahan kimia; (4) berbagai jenis buah toleran pada aplikasi dosis yang sesuai; dan (5) dosis efikasi tidak dipengaruhi oleh ukuran buah. Walaupun demikian, iradiasi memiliki beberapa kelemahan antara lain (1) diperlukan biaya yang besar untuk

Dokumen terkait