• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Parameter Kimia

10 Kandungan Organik Substrat % 1,337 0,953 1,248 Keterangan :

4.2.1 Parameter Fisika

Dari penelitian yang dilakukan diperoleh suhu berkisar antara 26-28,50C. Suhu terendah terdapat pada stasiun 1 yaitu 26,500C. Hal ini disebakan tidak adanya aktifitas yang terjadi di stasiun ini. Pada stasiun 2 dan 3 suhu hampir sama, berkisar antara 28-28,50C. Hal ini disebabkan adanya aktifitas di stasiun ini berupa pertanian, pemukiman dan pembuangan limbah dari pertambangan yang langsung menuju badan sungai. Tutupan vegetasi yang kurang dan terbuka sehingga cahaya yang masuk lebih besar pada perairan sehingga suhu di perairan meningkat. Menurut Sutisna & Sutarmanto (1995), menyatakan kisaran suhu yang baik bagi ikan adalah antara 25-300C. Kisaran suhu ini umumnya berada di daerah tropis. Perbedaan suhu antara siang dan malam kurang dari 50C.

Penetrasi cahaya juga memiliki peranan penting bagi perkembangan ikan di suatu perairan. Dari tabel 9 dapat dilihat bawah penetrasi yang didapat memiliki nilai berkisar antara 29,5-30,5 cm. penetrasi cahaya tertinggi didapat pada stasiun 3 yaitu 30,5 cm, penetrasi cahaya terendah pada stasiun 2 dengan nilai 29,5. Rendahnya penetrasi cahaya pada ketiga stasiun disebabkan adanya bahan-bahan terlarut seperti buangan limbah dari pertabangan dan juga akibat curah hujan yang menyebabkan warna air menjadi keruh sehingga menghambat cahaya yang datang. Banyaknya partikel terlarut dalam perairan akan menyebabkan kekeruhan yang tinggi. Menurut Boyd (1982) dalam APHA (1992), perairan yang memiliki kecerahan 0,60 m – 0,90 m dianggap cukup baik untuk menunjang kehidupan ikan dan organisme lainnya. Namun, jika kecerahan <0,30 m, maka dapat menimbulkan masalah bagi ketersediaan oksigen terlarut di perairan.

Intensitas cahaya merupakan salah satu faktor yang juga mempengaruhi penyebaran ikan. Berdasarkan Tabel 8 didapat intensitas cahaya berkisar antara 569,5 – 624 candella, dimana nilai intensitas tertinggi terdapat pada stasiun 2 dengan nilai 624 candella dan terendah pada stasiun 1 dengan nilai 569,5 candella.

Adanya perbedaan intensitas cayaha ini disebabkan adanya perbedaan tutupan vegetasi (kanopi) yang berbeda setiap stasiunnya.

Menurut barus (2004), menyatakan bahwa faktor cahaya matahari yang masuk kedalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahya matahari akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan keluar permukaan air. Bila intensitas cahaya matahari berkurang maka proses fotosintesis akan terhambat sehingga oksigen dalam air juga akan berkurang, dimana oksigen dibutuhkan organisme akuatik untuk metabolisme.

kecepatan arus yang diukur berkisar antara 0,65-1,15 meter/second, terendah adalah stasiun 1 dan tertinggi stasiun 3. Hal ini disebabkan permukaan sungai pada stasiun 3 lebih lebar dari pada stasiun 1, sehingga menyebakan debit air yang mengalir lebih cepat. Kondisi stasiun 1 yang merupakan daerah berbatu mempengaruhi kecepatan arus air yang mengalir. Menurut Suin (2002), kecepatan arus air dari suatu badan air ikut menentukan penyebaran organisme yang hidup di badan air tersebut.

Menurut Odum (1993), menyatakan bahwa arus adalah faktor pembatas utama pada aliran deras. Dasar sungai yang dalam mempunyai arus yang lebih lambat, cocok untuk ikan. Pasir, batu dan tanah liat juga mempengaruhi kecepatan arus di sungai. Pada umumnya ikan di sungai akan mencari daerah air yang tenang yang arus airnya tidak terlalu cepat. Komunitas ikan akan menunjukan adaptasi terhadap kecepatan arus dengan memiliki bentuk badan pipih.

4.2.2. Parameter Kimia

Tabel 9 menunjukan derajat keasaman (pH) pada setiap stasiun berkisar antara 6,85-7,4, dimana pH tertinggi terdapat distasiun 3 dengan nilai 7,4 sedangkan pH terendah terdapat pada stasiun 1 dengan nilai 6,95. Hal ini disebabkan perbedaan kondisi perairan di setiap stasiun. Kristanto (2002) menyatakan nilai pH air yang normal adalah sekitar netral yaitu 6-8. Air yang masih segar dari pegunungan biasanya mempunyai pH yang lebih tinggi. Semakin lama pH air akan menurun menuju kondisi asam. Hal ini disebabkan oleh bertambahnya bahan-bahan organik yang membebaskan CO2 jika mengalami proses penguraian. Derajat keasaman (pH) dapat digunakan untuk menyatakan baik buruknya suatu kondisi perairan.

Menurut Barus (1996), air yang mempunyai pH antara 6,7 sampai 8,6 mendukung populasi ikan. Pada umumnya ikan hidup pada pH netral, tapi toleran pada pH 4,5-11.

Berdasarkan Tabel 9 diperoleh rata-rata nilai DO yang didapat adalah 6,65 -7,5 mg/l, dimana nilai DO tertinggi terdapat pada stasiun 1, dengan nilai 7,5 hal ini disebabkan pada stasiun penelitian ini minim aktifitas Hal ini diduga karena dipengaruhi oleh pergerakan massa air. Sedangkan nilai oksigen terlarut terendah terdapat pada stasiun 3 dengan nilai 6,65 mg/l, hal ini disebabkan pada stasiun 3 merupakan daerah pemukiman dan kawasan pertanian sehingga menyebakan senyawa organik yang tinggi dan suhu pada stasiun ini lebih tinggi dari 2 stasiun lainnya. Kandungan oksigen terlarut dalam air merupakan salah satu komponen utama yang menentukan kualitas suatu perairan. Menurut Suin (2002), oksigen merupakan faktor yang paling penting bagi organisme air. Menurut Wetzel dan likens (1979), tinggi rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam perairan juga dipengaruhi oleh faktor temperatur, tekanan dan berbagai konsentrasi ion yang terlarut dalam air pada perairan tersebut. Kandungan oksigen terlarut pada ketiga stasiun masih tergolong sangat layak dalam mendukung kehidupan organisme.

Kisaran nilai BOD5 yang didapat dari ketiga stasiun penelitian adalah 0,45-1,15 mg/l. dimana nilai BOD5 tertinggi pada stasiun 3 dengan nilai 1,15 dan nilai BOD5 terendah pada stasiun 1 dengan nilai 0,45. Tingginya nilai BOD5 diduga selain berasal dari pembusukan tanaman dan hewan sebagian besar berasal dari buangan limbah sedangkan rendahnya nilai BOD5 karena lebih sedikit bahan organik yang terdapat diperairan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Effendie (2003), bahwa buangan hasil limbah domestik dan industri dapat mempengaruhi nilai BOD. Nilai BOD pada ketiga stasiun masih tergolong tidak tercemar. Menurut Landau (1992), peningkatan nilai BOD akan menyebabkan turunnya nilai DO dalam suatu perairan. Sehubungan dengan hal ini akan terjadi gangguan proses metabolisme pada organisme akuatik.

Penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai kadar nitrat dengan rata- rata antara 1,024-1,382 mg/l. Kadar nitrat tetinggi diperoleh pada stasiun 3 dengan nilai 1,382. Nitrat memiliki peranan yang cukup penting juga bagi kehidupan

ikan. Menurut Mahida (1993) dalam Ali (1994), keberadaan Nitrat-Nitrogen mendukung keberadaan fitoplankton yang merupakan makanan ikan. Secara hipotetik, kandungan nitrat yang tinggi dapat mendukung produktifitas yang tinggi pula. Kandungan optimum NO3-N yang dibutuhkan bagi pertumbuhan alga dan fitoplankton berkisar 0,3-17,0 mg/l.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata kadar fosfat adalah 0,118 – 0,142. Nilai kadar fosfat tertinggi adalah pada stasiun 2 dengan nilai 0,142 hal ini disebabkan karna pada daerah ini merupakan tempat pembuangan limbah dan area perkebunan sehingga keberadaan fosfor lebih besar. Dari nilai rata-rata fosfat pada Tabel 8 menunjukkan kondisi perairan yang masih alami hal ini sesuai dengan pernyataan Boyd (1988), dimana kisaran perairan alami yaitu kurang dari 1mg/l.

Berdasarkan Tabel 9 diperoleh nilai rata-rata kandungan organik substrat 0,953-1,337 kandungan organik tertinggi terdapat pada stsiun 1, hal ini disebabkan karena tidak adanya aktifitas di stasiun 1, sehingga menyebakan penumpukan kadar organik pada substrat. Sedangkan tipe substarat pada stasiun 1 adalah pasir berbatu, Menurut Ramlis (1998) dalam Darojah (2005), tipe substarat dasar ikut menentukan jumlah dan jenis organisme disuatu perairan.

Dokumen terkait