• Tidak ada hasil yang ditemukan

LIES SETIJANINGSIH

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1.1 Parameter Kualitas Air

Hasil pengukuran suhu media pemeliharaan ikan nila pada kolam kontrol cenderung lebih rendah dibandingkan pada pemeliharaan ikan nila perlakuan P1 dan P2. Kisaran suhu air selama pemeliharaan ikan nila antara 26,1-29,3 oC. Kisaran suhu pada semua kolam penelitian masih berada pada batasan yang dapat ditoleransi. Pengukuran suhu dilakukan pada pagi hari. Hasil analisis data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% (P<0,05) menunjukkan bahwa perbedaan padat penebaran memberikan hasil yang berbeda nyata antara kontrol dan P1 terhadap suhu pada H10 sampai H40, tidak berbeda nyata untuk P1 dan P2 pada H0 sampai H40 (Lampiran 2). Gambar 1 menunjukkan grafik suhu pemeliharaan ikan nila dari masing-masing perlakuan,

Keterangan: Warna ungu menunjukkan batas optimal untuk budidaya ikan nila

Gambar 1. Kisaran suhu media pemeliharaan ikan nila pada perlakuan P1, P2 dan kontrol

Kisaran nilai pH media air pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan per bedaan padat penebaran menunjukkan perlakuan P1 dan P2 lebih tinggi dari kolam kontrol. Kisaran pH tertinggi terukur pada perlakuan padat penebaran P1 sebesar 7,0-7,68 dan kisaran pH terendah terukur pada kolam kontrol sebesar 6,36-7,1(Gambar 2). Hasil analisis data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95%

24.0 25.0 26.0 27.0 28.0 29.0 30.0 0 10 20 30 40 Suhu   Air   (oC) Sampling hari ke‐ 50 ekor/m3 100 ekor/m3 150  ekor/m3

9 (P<0,05) untuk H0 sampai H40 menunjukkan bahwa perbedaan padat penebaran memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap perubahan pH (Lampiran 3).

Keterangan: Warna ungu menunjukkan batas optimal untuk budidaya ikan nila, warna oranye menunjukkan batas minimum dan maksimum untuk ikan nila bertahan hidup

Gambar 2 . Nilai pH media pemeliharaan ikan nila pada perlakuan P1, P2 dan kontrol

Oksigen terlarut pada media pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan perbedaan padat penebaran berada diawal perlakuan pada kisaran 6,2-6,4 mg/ℓ. Selama masa pemeliharaan ikan nila pada semua perlakuan cenderung menurun (Gambar 3). Pada kontrol perlakuan oksigen terlarut turun hingga 3,2 mg/ℓ sedangkan pada perlakuan P1 dan P2 oksigen terlarut menurun pada kisaran 4,1-4,3 mg/ℓ. Hasil analisis data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% (P<0,05) menunjukkan bahwa perbedaan padat penebaran memberikan hasil yang berbeda nyata antara kontrol dan P1 terhadap DO pada H10 sampai H40, berbeda nyata antara kontrol dan P2 pada H20 sampai H40, berbeda nyata untuk P1 dan P2 pada H10, H30 dan H40, tidak berbeda nyata untuk semua perlakuan pada H0, tidak berbeda nyata untuk P1 dan P2 pada H0 dan H20 (Lampiran 4).

5.50 6.00 6.50 7.00 7.50 8.00 8.50 9.00 0 10 20 30 40 pH Sampling hari ke‐ 50 ekor/m3 100 ekor/m3 150  ekor/m3

10

Keterangan: Warna ungu menunjukkan batas optimal untuk budidaya ikan nila, warna oranye menunjukkan batas minimum untuk ikan nila bertahan hidup

Gambar 3. Kadar oksigen terlarut media pemeliharaan ikan nila pada perlakuan P1, P2 dan kontrol

Kadar amonia media pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan perbedaan padat penebaran berada pada kisaran 0,0013-0,0206 mg/ℓ. Peningkatan kadar amonia pada kolam kontrol terlihat pada hari H10 sampai hari H20, kemudian cenderung menurun dari hari H30 hingga hari H40. Pada perlakuan P1 dan P2 pada hari H10 terjadi peningkatan, namun pada hari H20 terjadi penurunan dan pada perlakuan P1 mengalami peningkatan lagi pada hari H30 dan turun kembali pada hari H40, sedangkan pada perlakuan P2 cenderung menurun hingga hari H40 (Gambar 4). Hasil analisis data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% (P<0,05) menunjukkan bahwa perbedaan padat penebaran memberikan hasil yang berbeda nyata antara kontrol dan P1 terhadap amonia pada H10 sampai H30, berbeda nyata antara kontrol dan P2 pada H20 sampai H40, berbeda nyata untuk P1 dan P2 pada H10 dan H30, tidak berbeda nyata untuk P1 dan P2 pada H0, H20 dan H40 (Lampiran 5). 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 0 10 20 30 40 DO   (mg/l) Sampling hari ke‐ 50 ekor/m3 100 ekor/m3 150  ekor/m3

11 Keterangan: Warna oranye menunjukkan batas maksimum untuk ikan nila bertahan hidup

Gambar 4. Kadar amonia dalam media pemeliharaan ikan nila pada perlakuan P1, P2 dan kontrol

Hasil uji kualitas air terhadap kadar nitrit pada kolam kontrol mengalami peningkatan dari mulai awal pengamatan (hari H0) hingga hari H40. Pada perlakuan P1 kadar nitrit cenderung menurun dari awal pengamatan (hari H0) hingga hari H10, dan mengalami peningkatan mulai hari H20, kemudian cenderung menurun pada hari H30 sampai hari H40. Pada perlakuan P2 kadar nitrit mengalami penurunan dari awal pengamatan (hari H0) sampai hari H10, kemudian terjadi peningkatan pada hari ke 20 dan mulai hari ke 30 sampai hari ke 40 cenderung menurun (Gambar 5). Hasil analisis data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% (P<0,05) menunjukkan bahwa perbedaan padat penebaran memberikan hasil yang berbeda nyata antara kontrol dan P1 terhadap nitrit pada H10 dan H30, berbeda nyata antara kontrol dan P2 pada H10, tidak berbeda nyata untuk P1 dan P2 pada H0 sampai H40 (Lampiran 6).

0.0000 0.0050 0.0100 0.0150 0.0200 0.0250 0 10 20 30 40 Kadar   Amonia   (mg/l) Sampling hari ke‐ 50 ekor/m3 100 ekor/m3 150  ekor/m3

12 Keterangan: Warna ungu menunjukkan batas optimal untuk budidaya ikan nila

Gambar 5. Kadar nitrit dalam media pemeliharaan ikan nila pada perlakuan P1, P2 dan kontrol

Kisaran nitrat dalam media kolam ikan nila pada kolam kontrol mengalami peningkatan dari awal pengamatan (hari H0) hingga hari H40. Pada perlakuan P1dan P2 kadar nitrat cenderung menurun dari sampling hari H0 hingga hari H10, dan terjadi penurunan mulai sampling hari H20 sampai sampling hari H40 (Gambar 6). Hasil analisis data (ANOVA) pada selang kepercayaan 95% (P<0,05) menunjukkan bahwa perbedaan padat penebaran memberikan hasil nitrat yang berbeda nyata antara kontrol dan P1 pada H10 sampai H40, berbeda nyata antara kontrol dan P2 pada H10 samapi H40, berbeda nyata untuk P1 dan P2 pada H10, tidak berbeda nyata untuk P1 dan P2 pada H20 sampai H40 (Lampiran 7).

0.000 0.020 0.040 0.060 0.080 0.100 0.120 0.140 0.160 0 10 20 30 40 Kadar   Nitrit   (mg/l) Sampling hari ke‐ 50 ekor/m3 100 ekor/m3 150  ekor/m3

13 Keterangan: Warna ungu menunjukkan batas optimal untuk budidaya ikan nila

Gambar 6. Kadar nitrat dalam media pemeliharaan ikan nila pada perlakuan P1, P2 dan kontrol

3.1.2 Tingkat Kelangsungan Hidup (SurvivalRate/SR)

Tingkat kelangsungan hidup ikan nila yang dipelihara selama 40 hari berkisar antara 63,90-72,19% (Gambar 8). Nilai rata-rata tingkat kelangsungan hidup ikan nila tertinggi dicapai pada perlakuan P1 sebesar 72,19%, sedangkan terendah pada kolam kontrol perlakuan sebesar 63,90%. Hasil analis ragam kelangsungan hidup (ANOVA) menunjukkan bahwa pemeliharaan ikan nila dengan perbedaaan kepadatan pada kolam kontrol memberikan hasil berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan P1 dan P2, sedangkan pada perlakuan P1 dan P2 memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan nila (Lampiran 8).

0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000 18.000 20.000 0 10 20 30 40 Kadar   Nitrat   (mg/l) Sampling H 50 ekor/m3 100 ekor/m3 150  ekor/m3

14

Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata

Gambar 7. Tingkat kelangsungan hidup ikan nila pada setiap perlakuan selama pemeliharaan

3.1.3 Bobot Mutlak

Hasil pengukuran pertambahan Bobot mutlak ikan nila yang dipelihara selama 40 hari berkisar antara 9,85-17,74% (Gambar 7). Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa bobot rata-rata ikan pada kolam kontrol menunjukkan hasil yang lebih rendah dari perlakuan P1 dan P2 (P<0,05) terhadap bobot mutlak ikan nila, sedangkan antar perlakuan P1 dan P2 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) (Lampiran 9). Nilai rata-rata bobot mutlak pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan perbedaan padat penebaran, tertinggi dicapai pada perlakuan P2 sebesar 17,74%, sedangkan terendah pada kolam kontrol sebesar 9,85%. Bobot rata-rata setiap sampling ditunjukkan pada Lampiran 10. 63,90±3,34 72,19±2,70 70,86±2,05 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 Kontrol P1 P2 SR (% ) a b b

15

Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata

Gambar 8. Bobot mutlak ikan nila pada setiap perlakuan selama pemeliharaan

3.1.4 Rasio Konversi Pakan (Feeding Convertion Ratio/FCR)

Rasio konversi pakan ikan nila yang dipelihara selama 40 hari menunjukkan nilai berkisar antara 1,31-4,95 (Gambar 9). Nilai rasio konversi pakan ikan nila tertinggi pada perlakuan kontrol yaitu pada kepadatan 50 ekor/m3 dengan nilai rasio konversi pakan sebesar 4,95±1,35, sedangkan nilai konversi pakan terendah pada perlakuan P1 atau kepadatan 100 ekor/m3 dengan nilai rasio konversi pakan sebesar 1,31±0,25. Hasil analis ragam kelangsungan hidup (ANOVA) menunjukkan bahwa pemeliharaan ikan nila dengan perbedaaan kepadatan pada kolam kontrol memberikan hasil berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan P1 dan P2, sedangkan pada perlakuan P1 dan P2 memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan nila (Lampiran 11). 9,85±0,11 17,23±2,72 17,74±2,62 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 Kontrol P1 P2 Bobot Mutlak (g) b a b

16

Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata

Gambar 9. Rasio konversi pakan ikan nila pada setiap perlakuan selama pemeliharaan

3.1.5 Laju Pertumbuhan Spesifik (SpecificGrowthRate/SGR)

Laju pertumbuhan spesifik ikan nila yang dipelihara selama 40 hari berkisar antara 1,70-2,54% (Gambar 10). Nilai rata-rata laju pertumbuhan spesifik ikan nila tertinggi dicapai pada perlakuan P2 sebesar 2,54%, sedangkan terendah pada kolam kontrol sebesar 1,70%. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa kolam kontrol pada perlakuan kepadatan memberikan hasil berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2 terhadap laju pertumbuhan spesifik ikan nila (P<0,05), sedangkan antar perlakuan P1 dan P2 memberikan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) (Lampiran 12).

4,95±1,35 1,31±0,25 1,32±0,30 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 Kontrol P1 P2 FCR a b b

17 Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan hasil tidak berbeda nyata

Gambar 10. Laju pertumbuhan spesifik ikan nila pada setiap perlakuan selama pemeliharaan

3.1.6 Hasil Produksi

Hasil produksi yang diperoleh pada akhir pemeliharaan untuk kontrol, P1, dan P2 secara berturut-turut, yaitu sebesar 4,49±0,26 kg, 13,86±1,30 kg dan 20.81±2.169 kg (Gambar 11). Hasil analisis data (ANOVA) menunjukkan bahwa perbedaan padat penebaran untuk semua perlakuan berbeda nyata terhadap hasil produksi ikan nila (P<0,05).

Gambar 11. Produksi ikan nila pada setiap perlakuan selama pemeliharaan

1,70±0,02 2,49±0,26 2,54±0,23 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 Kontrol P1 P2 SGR (% ) 4,49±0,25 13,86±1,30 20,81±2,17 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 Kontrol P1 P2 Produksi (kg) a b b a b c

18

3.2Pembahasan

Suhu berperan penting dalam aktivitas kimia dan biologis perairan. Hal ini disebabkan kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem air sangat dipengaruhi oleh suhu (Barus 2001). Aktivitas biologis mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan suhu. Kisaran suhu air selama pemeliharaan ikan nila antara 26,1-29,3 oC. Kisaran suhu pada semua kolam penelitian masih berada pada batasan yang dapat ditoleransi. Menurut Irianto (2005), ikan mempunyai derajat toleransi terhadap perubahan suhu dengan kisaran tertentu yang sangat berperan bagi pertumbuhan dan resistensi terhadap lingkungan. Kisaran suhu optimum untuk budidaya ikan nila adalah 28-30 oC (Lawson, 1995). Kisaran suhu pada perlakuan P1 dan P2 berada pada kisaran ideal untuk pertumbuhan ikan.

Derajat keasaman merupakan salah satu komponen yang berpengaruh bagi kehidupan organisme akuatik, karena organisme tersebut berhubungan langsung dengan air yang sangat sensitif terhadap perubahan konsentrasi ion hidrogen. Kisaran pH tertinggi terukur pada perlakuan padat penebaran P1 sebesar 7,0-7,68 dan kisaran pH terendah terukur pada kolam kontrol sebesar 6,36-7,1. Menurut Kordi dan Tancung (2007), kisaran pH yang baik untuk budidaya ikan adalah 6,5-9. Sedangkan menurut Barus (2001), nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5.

Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan makhluk hidup di dalam air maupun hewan terestrial. Ketersediaan oksigen terlarut dalam ekosistem perairan diperlukan untuk mendukung kelangsungan hidup organisme dan proses-proses yang terjadi didalamnya. Oksigen terlarut pada media pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan perbedaan padat penebaran berada pada kisaran 4,1-6,4 mg/ℓ. Hal ini menunjukkan selama masa pemeliharaan ikan nila pada semua perlakuan oksigen cenderung menurun. Untuk perlakuan P1 dan P2 ketersediaan oksigen terlarut lebih tinggi dari kontrol. Rendahnya kadar oksigen terlarut dapat berpengaruh terhadap fungsi biologis dan lambannya pertumbuhan. Oksigen terlarut kurang dari 5 mg/ℓ hingga 1 mg/ℓ dalam jangka panjang akan menyebabkan pertumbuhan menjadi melambat (Lawson, 1995). Menurut Person – Le Ruyet et al. (2007) pada budidaya ikan dengan peningkatan jumlah padat

19 penebaran dapat menyebabkan penurunan kualitas air media pemeliharaan, seperti penurunan kadar oksigen terlarut sebagai akibat dari hasil buangan sisa metabolisme ikan dan karbondioksida yang diikuti dengan penurunan pH. Nilai kualitas air pada kolam filtrasi menunjukkan batas aman dalam budidaya ikan nila secara intensif baik pada perlakuan P1 maupun P2.

Amonia, nitrat dan nitrit merupakan toksik bagi ikan dan dapat bersifat letal ataupun kronik (Shimura et al., 2004; Benlu dan Ksal, 2005; Abbas, 2006; Voslarova, 2008). Kadar amonia media pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan perbedaan padat penebaran berada pada kisaran 0,011 – 0,892 mg/ℓ. Peningkatan kadar amonia pada kolam kontrol terlihat pada hari ke sepuluh sampai hari ke empat puluh. Peningkatan ini berasal dari adanya pakan yang tidak termakan, feses dan urin. Toksisitas amonia terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut. karena amonia dapat menyebabkan stres dan kerusakan insang atau jaringan (Charo-Karisa et al., 2006). Pada budidaya ikan secara intensif amonia mudah terakumulasi karena merupakan produk alami metabolisme ikan (El-Haroun et al., 2006). Peningkatan amonia pada perlakuan P1 dan P2, kadarnya tidak setinggi pada kontrol, hal ini disebabkan proses penguraian amonia dalam proses nitrifikasi berjalan optimal.

Turunnya kadar nitrit pada perlakuan P1 dan P2 pada akhir pengamatan erat kaitannya dengan proses penguraian nitrit menjadi nitrat pada proses nitrifikasi. Diketahui bahwa nitrit dapat bersifat toksik bagi organisme akuatik (Barus 2001).

Hasil pengukuran kadar nitrat menunjukkan bahwa pada perlakuan P1 dan P2 cenderung menurun dari sampling hari H0 hingga hari H10, dan terjadi penurunan mulai sampling hari H20 sampai sampling hari H40. Penurunan ini menunjukkan seiring dengan penurunan konsentrasi nitrit yang berarti amonia yang terurai menjadi amonium dalam kondisi aerob mengalami proses nitrifikasi. Selain itu faktor lingkungan seperti oksigen terlarut pada perlakuan P1 dan P2 lebih tinggi dibandingkan kontrol, yaitu tingginya oksigen terlarut dalam air maka nitrit dalam air teroksidasi menjadi nitrat, sehingga kondisi ini mendukung pertumbuhan dan aktivitas kerja bakteri Nitrobacter yaitu pemanfaatan amonium

20 dan nitrit berlangsung dengan baik yaitu nitrit yang dioksidasi oleh bakteri Nitrobacter menjadi nitrat (Lampiran 13).

Nilai standar kualitas media untuk budidaya perairan menurut Lawson (1995) meliputi kadar oksigen terlarut lebih dari sama dengan 5 mg/ℓ, kisaran pH 6.5-8, amonia bebas kurang dari 0,02 mg/ℓ, nitrit kurang dari 0,06 mg/ℓ dan nitrat kurang dari 1 mg/ℓ.

Pola pertumbuhan ikan nila yang dipelihara dengan perbedaan padat penebaran pada perlakuan P1 dan P2 meningkat dan lebih tinggi dibanding kontrol. Kondisi ini didukung dengan keadaan kualitas air, karena sistem IMTA dapat mempertahankan kualitas air dalam proses resirkulasi agar tetap layak untuk budidaya ikan. Filtrasi biologis dalam kegiatan akuakultur resirkulasi yang berperan pada proses biologis ini adalah menghilangkan limbah nitrogen (total amoniak nitrogen, NO2-N dan NO3-N) serta karbon dioksida (CO2). Proses penyisihan N, adanya nitrogen organik di air melalui proses hidrolisis dan peralihan dari NH4+-N dengan kondisi aerobik. NH4+-N dioksidasi menjadi nitirit (NO2--N) oleh Nitrosomonas sp dan setelah itu menjadi nitrat (NO3--N) oleh bakteri Nitrobacter sp. Konversi dari NH4+-N menjadi NO3--N disebut nitrifikasi, sedangkan NO3--N direduksi menjadi gas nitrogen terjadi dalam kondisi anaerobik disebut denitrifikasi oleh bakteri Psedomonas sp. Tumbuhan menyerap unsur N dalam bentuk NH4+-N dan NO3--N (Tylova-Munzarova et al., 2005; Madigan et al., 2000).

Hasil analisis ragam terhadap sintasan pada pemeliharaan ikan nila dengan perlakuan perbedaan padat penebaran menunjukkan bahwa pemeliharaan ikan nila pada kolam kontrol memberikan hasil berbeda nyata dengan perlakuan P1 dan P2, sedangkan pada selang kepercayaan 95% antar perlakuan P1 dan P2 memberikan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan nila.

Sintasan pada perlakuan P1 dan P2 menunjukkan hasil yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan kontrol disebabkan karena kualitas air pada perlakuan kontrol terus menurun tanpa adanya perbaikan mutu kualitas air. Kadar nitrit yang bersifat toksik bagi ikan pada perlakuan kontrol pada sampling hari ke sepuluh menunjukkan nilai 0,045 mg/ℓ dan terus menurun hingga hari ke empat

21 puluh. Sedangkan kadar nitrit maksimum dalam budidaya 0,02 mg/ℓ. Hal ini merupakan salah satu penyebab rendahnya nilai sintasan pada perlakuan kontrol.

Laju pertumbuhan harian pada perlakuan P1 dan P2 menunjukkan hasil yang berbeda nyata dengan kontrol perlakuan. Pada kontrol perlakuan tidak terdapat filtrasi terhadap air limbah budidaya sehingga limbah budidaya ikan nila pada kontrol perlakuan terus menumpuk dan merusak kualitas air. Kualitas media budidaya mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan dan reproduksi ikan (Lawson, 1995).

Berdasarkan dari tingkat kelangsungan hidup, FCR, SGR dan bobot mutlak perlakuan P1 dan P2 menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata namun lebih baik dari perlakuan kontrol. Bobot rata-rata masing-masing perlakuan masih terus meningkat hingga akhir pemeliharaan (Lampiran 10), sehingga belum diperoleh kepadatan yang optimal. Sistem IMTA yang digunakan pada penelitian ini membuat kualitas air pada kolam pemeliharaan tetap layak untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan Nila. Hasil produksi terbaik yang ditunjukkan pada penelitian ini terdapat pada P2 dengan padat penebaran 150 ekor/m3. Hasil produksi yang diperoleh pada kontrol, P1, dan P2 secara berturut-turut, yaitu sebesar 4,50±0,24 kg; 13,86±1,30 kg, 20,81±2.17 kg. Dengan begitu, dapat dikatakan padat penebaran yang memberikan hasil produksi terbaik pada pendederan ikan nila yaitu 150 ekor/m3.

22

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Budidaya ikan nila intensif sistem IMTA outdoor masih mampu memberikan kondisi kualitas air yang masih dalam kisaran layak bagi budidaya ikan nila. Kepadatan yang paling baik pada budidaya ikan nila secara intensif, dengan menggunakan filtrasi dalam sistem IMTA outdoor adalah pada perlakuan 150 ekor/m3 dengan tingkat kelangsungan hidup 70,86%, bobot mutlak 17,78 g dan laju pertumbuhan harian 2,54%.

4.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian untuk menambah kepadatan ikan/m3 sehingga diperoleh kepadatan yang paling optimum, dengan kualitas air yang masih mendukung untuk budidaya ikan nila dengan sistem IMTA

PERU

Dokumen terkait