• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.4. Persimpangan

II.4.4. Parameter-parameter Pengaturan Lampu

Parameter-parameter yang biasa digunakan dalam perencanaan waktu lampu lalulintas adalah :

1. Intergreen Periode(waktu antar hijau)

Waktu antar hijau atau intergreen periode adalah waktu yang diperlukan

untuk pergantin antara waktu hijau pada suatu fase awal ke suatu fase berikutnya, merupakan periode kuning+merah semua antara dua fase sinyal yang berurutan (detik). Waktu minimum yang diperuntukkan pada periode ini adalah selama 4-6 detik. Atau dimana waktu semua sinyal beberapa saat tetap sebelum pergantian sinyal berikutnya yang disebut antara (interval) dan pertukaran tersebut selama waktu kuning (amber) dan merah semua (all red) yang disebut pertukaran antara (change interval).

Kendaraan yang akan membelok kekanan dapat bergerak membelok

kekanan selama intergreen periode ini. Intergreen periode juga merupakan

penjumlahan antara waktu kuning, dalam desain umumnya diambil selama 3

detik, dengan waktu all red, dalam desain umumnya diambil selama 2 detik.

Waktu merah semua ini dipergunakan untuk membersihkan (clearence time)

sebelum pergerakan fase selanjutnya. Lama waktu antar hijau bergantung pada ukuran lebar persimpangan dan kecepatan kendaraan.

Di Indonesia waktu antar hijau dialokasikan sebagaimana yang ditunjukkan dalam tabel berikut:

Tabel 2.2 Lama waktu antar hijau (detik/fase)

Ukuran Simpang Lebar Jalan

(m) Waktu Antar-hijau (detik/fase) Kecil 6-9 4 Sedang 10-14 5 Besar ≥14 ≥6

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia, 1997

2. Waktu Hijau Minimum dan Waktu Hijau Maksimum

Waktu hijau minimum adalah waktu hijau yang diperlukan oleh pejalan kaki untuk menyeberangi suatu ruas jalan. Lamanya waktu hijau ini ditentukan

7-13 detik. Pada sistem pengaturan Traffic actuated control jika terjadi arus

lalulintas yang terus menerus menyala. Untuk menghindari hal tersebut maka diperlukan batas hijau maksimum. Waktu hijau maksimum ini ditentukan sebesar 8-68 detik.

3. Arus Jenuh (Saturation Flow)

Kapasitas suatu simpang ditentukan oleh kapasitas tiap-tiap cabang simpang pada suatu persimpangan. Dua faktor yang menentukan kapasitas cabang simpang yaitu, kondisi fisik cabang simpang, seperti lebar jalan, jari-jari belok dan kelandaian cabang simpang serta jenis kendaraan yang akan melalui simpang

tersebut. Kapasitas suatu cabang simpang yang ditentukan berdasarkan pada kondisi fisik cabang simpang pada suatu persimpangan ditunjukkan oleh suatu parameter yang disebut arus jenuh (saturation flow).

Arus jenuh adalah antrian arus lalulintas pada saat awal waktu hijau yang

dapat melewati garis stop pada suatu lengan secara terus menerus selama waktu

hijau dari suatu antrian tidak terputus. Arus lalulintas jenuh pada suatu persimpangan merupakan kapasitas lengan tersebut persiklus.

Secara ideal pengukuran arus jenuh lebih baik dilakukan di lapangan, akan tetapi pengukuran arus jenuh dengan estimasi diperlukan ketika akan dilakukan pemasangan lampu lalulintas pada persimpangan maupun untuk memodifikasi keadaan sinyal lampu lalulintas (signal setting) yang telah ada berkenaan dengan perubahan geometri persimpangan, alokasi lajur dan susunan fase.

Estimasi arus jenuh didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya dari sejumlah persimpangan pada masa tertentu. Aspek-aspek yang mempengaruhi arus jenuh secara umum adalah faktor lingkungan, tipe lajur, kemiringan dan komposisi lalulintas. Estimasi empiris yang pernah dilakukan pada setiap metode pengukuran arus jenuh dikembangkan atas dasar pertimbangan pengaruh faktor-faktor tersebut.

Metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997 menetapkan arus jenuh sebagai fungsi lebar jalur yang sama. Terdapat banyak persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung arus jenuh (S) ini diantaranya adalah :

3.1. Metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997

Metode perhitungan arus jenuh yang diberikan Manual Kapasitas Kalan Indonesia (MKJI) 1997 ditentukan bahwa arus lalulintas yang mengalir pada saat waktu hijau dapat disalurkan oleh suatu pendekatan.

Penentuan arus jenuh dasar (S0) untuk setiap pendekatan yang diuraikan dibawah

ini :

• Untuk pendekatan tipe P (Protected), yaitu arus terlindung: S0 = 600 x We smp/jam hijau

Dimana,

S0 = arus jenuh dasar (smp/jam) We = lebar jalan efektif (m)

Gambar 2.2 Arus jenuh dasar untuk pendekatan tipe P Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

Berdasarkan pada nilai jenuh dasar S0 yang menggunakan lebar pendekatan, maka

kendaraan yang lewat atas jenis kendaraan penumpang, kendaraan berat dan sepeda motor yang merupakan bagian dari arus lalulintas.

Faktor-faktor yang mempengaruhi besar arus jenuh adalah jumlah lajur dalam kelompok lajur yang bersangkutan, lebar jalur, persentase kendaraan yang lewat, kemiringan memanjang jalan, adanya lajur parkir dan jumlah manuver parkir perjam, pengaruh penyesuaian kota dan penduduk, hambatan samping sebagai fungsi fungsi dari jenis lingkungan jalan dan pengaruh membelok ke kanan dan kekiri. Persamaan matematis untuk menyatakan hal diatas dapat digunakan dalam perhitungan arus jenuh sebagai berikut:

S = S0 x Fcs x Fsf x Fg x Fp x Frt x Flt smp/jam (2.3) Dimana:

S = Arus jenuh untuk kelompok lajur yang dianalisis, dalam kendaraan perjam waktu hijau (smp/jam)

S0 = Arus jenuh dasar untuk setiap pendekatan (smp/jam) Fcs = Faktor penyesuaian ukuran kota dengan jumlah penduduk

Fsf = Faktor penyesuaian hambatan samping sebagai fungsi dari jenis lingkungan c = Faktor penyesuaian kelandaian jalan

Fp = Faktor penyesuaian terhadap parkir

Frt = Faktor penyesuaian belok kanan (hanya berlaku untuk pendekatan tipe P,

jalan dua arah)

Flt = Faktor penyesuaian belok kiri (hanya berlaku untuk pendekatan tipe P,

Gambar 2.3. Arus jenuh dasar untuk pendekat tipe O tanpa belok kanan terpisah

Gambar 2.4. Arus jenuh dasar untuk pendekat tipe O dengan belok kanan terpisah

a. Faktor penyesuaian ukuran kota Fcs

Tabel 2.3. Faktor penyesuaian ukuran kota Fcs Penduduk kota

(juta jiwa)

Faktor penyesuaian ukuran kota Fcs >3,0 1,0-3,0 0,5-1,0 0,1-0,5 <0,1 1,05 1,00 0,94 0.83 0,82 Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

b. Faktor penyesuaian hambatan samping Fsf

Tabel 2.4. Faktor penyesuaian tipe lingkungan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor

Lingkungan

Hambatan Samping Tipe fase Rasio kendaraan tak bermotor

jalan 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 >0,25 Tinggi Terlawan 0,93 0,88 0,84 0,79 0,74 0,70 Terlindung 0,93 0,91 0,88 0,87 0,85 0,80 Komersial Sedang Terlawan 0,94 0,89 0,85 0,80 0,75 0,70 (COM) Terlindung 0,94 0,92 0,89 0,88 0,86 0,82 Rendah Terlawan 0,95 0,90 0,86 0,81 0,76 0,70 Terlindung 0,95 0,93 0,90 0,89 0,87 0,80 Tinggi Terlawan 0,96 0,91 0,86 0,81 0,78 0,72 Terlindung 0,96 0,94 0,92 0,89 0,86 0,80 Pemukiman Sedang Terlawan 0,97 0,92 0,87 0,82 0,79 0,70 (RES) Terlindung 0,97 0,95 0,93 0,90 0,87 0,85 Rendah Terlawan 0,98 0,93 0,88 0,83 0,80 0,70 Terlindung 0,98 0,96 0,94 0,91 0,88 0,80 Akses Tinggi/Sedang/Rendah Terlawan 1,00 0,95 0,90 0,85 0,80 0,75

Terbatas (RA) Terlindung 1,00 0,98 0,95 0,93 0,90 0,80

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

Gambar 2.3. Faktor penyesuaian untuk kelandaian Fg Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

d. faktor penyesuaian parkir Fp

Gambar 2.4 Faktor penyesuaian untuk pengaruh parkir dan lajur belok kiri yang pendek Fp

e. Faktor penyesuaian belok kanan Frt Hanya untuk tipe P dengan median dua arah

Gambar 2.5 Rasio belok kanan Frt Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

f. Faktor penyesuaian belok kiri Flt

Hanya untuk tipe P dengan belok kiri langsung

Gambar 2.6 Faktor penyesuaian untuk pengaruh belok kiri Flt Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

Namun begitu, arus jenuh tersebut diatas berlaku tipe pendekatan terlindung P (Protected) , sedangkan untuk tipe terlawan arus jenuh dasar ditentukan oleh data empiris yang berlaku di Indonesia.

g. Faktor Waktu siklus sebelum penyesuaian

Gambar 2.7. Penetapan arus siklus sebelum penyesuaian h.Faktor jumlah kendaraan antri

i.Faktor peluang untuk pembebanan lebih Pol

Gambar 2.9.Perhitungan jumlah antrian (NQmax) dalam smp

j. Faktor penetapan tundaan lalu lintas rata-rata (DT)

4. Waktu Hilang (lost time)

Waktu hilang pada konsep pergerakan memberikan selang waktu diantara permulaan waktu menyala hijau aktual dan permulaan waktu hijau efektif yang

disebut kehilangan awal (start lost). Atau pada konsep fase kehilangan waktu

awal merupakan keterlambatan awal bergerak (lost time due to start) dan tidak

ada penambahan waktu antara hijau (intergreen) sebagaimana yang terdapat pada

konsep pergerakan. Penjumlahan dari waktu antara hijau dan kehilangan waktu

awal (start lag), dan tambahan waktu akhir (end lag) adalah waktu yang masih

dapat dimanfaatkan kendaraan pada waktu kuning (amber) untuk melintasi

persimpangan.

Dengan persamaan matematis, waktu hilang pada konsep pergerakan dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut:

l = a-b

(2.4) Dimana, l = waktu hilang (detik)

a = start lag (detik) b = end lag

Waktu hilang total pada persimpangan merupakan jumlah seluruh waktu hilang pada setiap lengan persimpangan yang dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

L = ∑ l (2.5)

Dimana, L = Waktu hilang total (detik)

5. Faktor Ekivalen Jenis Kendaraan

Jenis-jenis kendaraan yang melewati suatu simpang yang diekivalenkan dalam satuan mobil penumpang (smp) yang bergantung dari efek yang diakibatkan terhadap mobil penumpang. Faktor ekivalen ini diambil berdasarkan metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 karena sesuai dengan jenis-jenis kendaraan yang ada dikota Medan dan dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 2.5 Angka ekivalensi kendaraan

JENIS KENDARAAN smp

Kendaraan Ringan (LV) 1,00

Kendaraan Berat (HV) 1,30

Sepeda Motor (MC) 0,20

Kendaraan Tak Bermotor (UM) 0,50

Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

6. Waktu hijau efektif (effective green time)

Waktu hijau efektif adalah waktu yang dapat digunakan untuk melewatkan kendaraan dalam satu fase, terdiri atas waktu hijau dan sebagaian waktu kuning.

Gambar 2.7 Model dasar diagram sinyal lalulintas Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI), 1997

Pada gambar diatas dapat dilihat hubungan antara arus yang dilewatkan dengan waktu pada periode hijau. Daerah dibawah kurva menunjukkan jumlah kendaraan yang melewati garis henti selama waktu hijau (green time). Daerah di dalam kurva tidak dapat ditentukan dengan mudah sehingga diambil suatu model penyederhanaan berupa persegi panjang dimana tinggi persegi panjang tersebut menunjukkan arus jenuh sedangkan lebar persegi panjang menunjukkan waktu hijau efektif.

Dari definisi waktu hilang tersebut diatas dapat ditunjukkan hubungan antara periode waktu hijau aktual dengan periode waktu hijau efektif pada persamaan berikut:

g – b + a = G + I atau;

II.4.5. Waktu Siklus Optimum Suatu Simpang

Waktu siklus adalah panjang waktu yang diperlukan dari rangkaian urutan fase sinyal lalulintas (siklus). Lama waktu siklus dari suatu sistem operasional sinyal lalulintas dengan waktu tetap (fixed time) mempengaruhi tundaan rata-rata dari kendaraan yang melewati persimpangan. Dari parameter diatas dapat ditentukan besarnya waktu siklus optimum suatu simpang, dan terdapat satu parameter lain yang digunakan untuk menentukan waktu siklus optimum ini yaitu nilai IFR, yang merupakan perbandingan antara volume lalulintas dalam smp dengan arus jenuh dalam smp.

Waktu siklus harus mampu melewatkan arus lalulintas sedemikian rupa sehingga dapat meminimumkan tundaan yang terjadi. Waktu siklus yang terlalu singkat menimbulkan banyak terjadi waktu hilang dan keterlambatan bergerak

(starting delay), sehingga pengaturan dengan lampu lalulintas menjadi tidak

efisien. Jika waktu siklus terlalu besar maka arus lalulintas akan dilewatkan pada sebagian waktu hijau dan tidak ada kendaraan yang tertahan digaris henti. Kendaraan yang dilewatkan pada sebagian waktu hijau berikutnya merupakan kendaraan yang datang kemudian dengan jarak kedatangan yang panjang. Pada kondisi dimana arus lalulintas yang ada bertambah besar sehingga terjadi antrian pada cabang simpang. Dengan demikian, waktu siklus yang terlalu panjang juga tidak memberikan kebaikan dalam operasional sinyal lalulintas.

Untuk itu, penentuan waktu siklus yang optimum dapat ditentukan dengan menggunakan tundaan rata-rata yang dialami setiap kendaraan sebagai dasar penurunan rumus. Waktu siklus optimum dengan kriteria tundaan minimum dapat dihitung dengan rumus:

Co = 1,5 LTI + 5 (2.7) 1 - IFR

Dimana, Co = Waktu siklus optimum (detik)

LTI = Total lost time selama satu cycle time (detik) IFR = Perbandingan arus persimpangan

(Perbandingan antara arus Q dengan saturation flow S)

Nilai waktu siklus ini dibatasi dengan batasan minimum 25 detik dan batas maksimum sebesar 120 detik. Waktu hijau untuk masing-masing fase ditentukan dengan rumus: gi =

IFR

Si

Qi/

(Co – LTI) (2.8)

Dimana: Qi = Arus pada arah i (smp) Si = Arus jenuh pada arah i (smp)

Dokumen terkait