• Tidak ada hasil yang ditemukan

12

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kumpulan data penelitian sedimen di Teluk Kaping 2005 ... 86

2. Perhitungan komponen utama ...……….. 88

3. Analisis regresi ... 92

4. Kontur sebaran bakteri di sedimen Teluk kaping ... 95

5. Genus bakteri di sedimen Teluk Kaping ... 98

13

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan pemanfaatan wilayah laut terutama kawasan pesisir meningkat terutama untuk budidaya perikanan di Indonesia, hal itu mengakibatkan terjadi perluasan wilayah pemanfaatan intensif kawasan pesisir. Pemanfaatan tersebut selain oleh lembaga riset juga dilakukan oleh masyarakat sekitar. Fenomena yang kemudian muncul sebagai akibat pengembangan tersebut adalah banyak buangan limbah yang merupakan residu dari sisa-sisa budidaya, baik dalam bentuk bahan-bahan organik maupun bahan anorganik. Bahan-bahan tersebut di perairan sebagian besar mempengaruhi kualitas perairan yang ada di sekitarnya. Kualitas perairan yang baik adalah syarat utama untuk keberhasilan pemanfaatan terutama budidaya. Kegiatan budidaya di laut memiliki lima interaksi dengan lingkungannya, yaitu pertama masukan bahan-bahan sisa dari kegiatan dan interaksinya dengan lingkungan alaminya; kedua efek samping limbah yang berupa obat-obatan dan bahan kimia; ketiga kontaminasi organisme patogen pada kegiatan budidaya dan organisme yang ada di sekitarnya; keempat lepasnya organisme budidaya dan efeknya pada populasi di lingkungan alami; dan kelima ketersediaan pakan, termasuk kegiatan penelitian dan pakan tambahan (SECRU 2002)

Kualitas air yang baik akan meningkatkan dan mempertahankan kelangsungan kondisi ekosistem itu sendiri termasuk usaha budidaya. Untuk mempertahankan kualitas air yang baik maka harus diketahui indikator-indikator yang mempengaruhi perubahannya. Perubahan faktor-faktor yang berpengaruh pada perairan dapat dijadikan indikator untuk mengambil tindakan awal mempertahankan usaha budidaya dan lingkungan di sekitarnya.

Indikator yang dijadikan parameter utama adalah indikator fisik-kimia dan biologi. Parameter tersebut bisa diukur pada kolom air atau juga diukur pada sedimen. Pada kolom air perubahan yang terjadi besar karena mengikuti pola hidrooseanografi perairan tersebut, sehingga data yang dihasilkan seringkali tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya dari lingkungan perairan secara umum. Besaran nilai parameter lingkungan juga sangat tergantung pada iklim dan musim. Setiap

14

perubahan iklim dan musim akan menghasilkan data yang berbeda pada kolom air. Nilainya menjadi sangat tergantung pada waktu pengambilan sampel, perbedaan waktu pengambilan menghasilkan data yang berbeda.

Sedimen yang merupakan penampung akhir dari proses yang berlangsung pada ekosistem perairan laut. Bahan-bahan yang masuk ke dalam ekosistem perairan laut mengalami berbagai proses baik fisik, kimia maupun biologi. Proses awal terjadi dalam kolom air, setelah proses-proses tersebut jenuh maka terjadi pengendapan ke sedimen. Kondisi fisik sedimen relatif stabil sehingga memungkinkan data yang dihasilkan tidak terlalu jauh berbeda, selain itu juga tidak terlalu terpengaruh oleh perubahan-perubahan iklim dan musim (Chester 1990; Millero dan Sohn 1992). Sifat sedimen yang relatif stabil menyebabkan kandungan bahan-bahan kimia di dalamnya tidak banyak mengalami perubahan oleh proses pencucian oleh pergerakan air. Topografi juga sangat mempengaruhi kestabilan kondisi di sedimen. Wilayah yang tertutup atau mempunyai penghalang baik alami maupun buatan mendukung kestabilan komposisi sedimen.

Usaha budidaya utama di Teluk Kaping adalah Keramba jaring Apung (KJA), jumlahnya cukup banyak dan umumnya diusahakan secara intensif. Usaha tersebut kebanyakan dijalankan oleh masyarakat dengan dukungan modal dari beberapa pengusaha dari luar kawasan. Selain itu ada usaha lain yang juga memanfaatkan kawasan teluk, yaitu budidaya rumput laut, keramba jaring apung untuk kerang mutiara, karang hias, dan keramba tancap atau pen culture (Hanafi 2004).

Kegiatan masyarakat di luar usaha budidaya tersebut juga terdapat di sekitar Teluk Kaping, yaitu bekas usaha tambak ikan dan udang yang tidak beroperasi. Lokasi tambak tersebut di bagian barat teluk (Gambar 1). Kegiatan lain yang berlokasi pesisir teluk yaitu dermaga kapal singgah yang cukup aktif untuk persinggahan kapal yang melintas di laut Utara Bali dan nelayan di sekitar teluk. Kegiatan budidaya dan kegiatan lain yang berhubungan langsung dengan ekosistem laut dalam hal ini Teluk Kaping, berpotensi memberi masukan bahan organik maupun non-organik ke dalam sistem perairan. Kehadiran bahan-bahan tersebut secara langsung maupun tidak memberi pengaruh yang cukup nyata terhadap perubahan kualitas lingkungan teluk secara menyeluruh. Kualitas

15

lingkungan akan berubah seiring dengan semakin tingginya intensifitas pemanfaatan kawasan Teluk Kaping.

Gambar 1 Peta budidaya di Teluk Kaping.

Teluk Kaping memiliki topografi relatif tertutup dengan keberadaan gosong pasir dan gosong karang. Keadaan seperti tersebut menyebabkan pergerakan sedimen tidak terlalu aktif. Teluk ini juga merupakan wilayah pemanfaatan yang aktif antara lain kegiatan berbagai macam jenis budidaya dan kegiatan penunjang lainnya. Kondisi tersebut menyebabkan rentan terhadap perubahan kualitas lingkungan. Di sisi lain kualitas lingkungan yang baik merupakan syarat penting untuk mendukung kegiatan masyarakat di sekitar terutama usaha budidaya. Untuk mengetahui kondisi lingkungan Teluk Kaping maka akan dikaji kondisi sedimennya, sebagai indikator untuk mengetahui keadaan ekosistem teluk. Parameter yang diteliti meliputi komposisi dan kelimpahan bakteri-bakteri indikator yang ada pada kondisi-kondisi fisik kimia sedimen yang berbeda.

0,5 0 0,5

16

Rumusan Masalah

Teluk Kaping diperuntukkan bagi budidaya khususnya keramba jaring apung (KJA) dan beberapa jenis budidaya. Akibatnya masuknya bahan-bahan sisa pakan dan feses dari ikan, selain juga dari aktivitas manusia yang berada di sekitar teluk. Bahan sisa itu bisa dalam berbagai berbentuk. Pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini lebih menekankan pada keberadaan senyawa karbon organik (C-org), nitrogen (N), dan fosfor (P). Kemampuan bakteri memanfaatkan sumber C, N dan P sebagai sumber nutrisi di ekosistem perairan mestinya berimplikasi pada adanya korelasi yang positif antara konsentrasi C, N dan P dengan komposisi dan kelimpahan bakteri. Pengaruh parameter fisik-kimia sedimen terhadap komposisi dan kelimpahan bakteri di sedimen. Masalah yang timbul yaitu pertama, bagaimanakah karakteristik fisik-kimia sedimen Teluk Kaping; kedua, bagaimanakah komposisi dan kelimpahan bakteri di daerah Teluk Kaping; dan ketiga, bagaimanakah pengaruh kondisi fisik-kimia sedimen terhadap komposisi dan kelimpahan bakteri di daerah Teluk Kaping.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi sedimen Teluk Kaping. Parameter yang digunakan ialah karakteristik fisik-kimia sedimen di kawasan Teluk Kaping Bali dan hubungannya dengan komposisi dan kelimpahan bakteri.

Hasil Penelitian

Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah data dan informasi mengenai karakteristik fisik-kimia, data dan informasi berupa komposisi maupun kelimpahan bakteri, serta hubungan karakteristik fisik-kimia dengan komposisi dan kelimpahan bakteri.

Kerangka Pendekatan Masalah

Aktivitas masyarakat yang tinggi di dalam dan sekitar Teluk Kaping, secara langsung maupun tidak berpengaruh terhadap kondisinya. Akibatnya terjadi perubahan struktur ekologis dalam ekosistem teluk, baik di kolom air maupun di

17

sedimen. Hampir semua aktivitas masyarakat di kawasan teluk memberikan kontribusi yang tinggi pada perubahan-perubahan tersebut.

Perubahan-perubahan kondisi habitat tersebut dapat dilakukan dengan pengamatan terhadap faktor fisik, kimia, dan biologi di perairan tersebut terutama di sedimen. Diantara faktor-faktor tersebut memiliki hubungan yang erat dan dapat menggambarkan kondisi suatu ekosistem perairan (Brower et al. 1990). Perubahan satu parameter lingkungan dipengaruhi oleh perubahan parameter lingkungan yang lain (Gambar 2).

18

6 Gambar 2 Kerangka pendekatan masalah.

Keramba Jaring Apung Kerang Mutiara Rumput Laut Keramba Tancap Tambak Pelabuhan Nelayan/ Singgah

Sedimen

Teluk Kaping

Faktor Fisik Sedimen Faktor Kimia Sedimen pH, Redoks Pot., dan Interstitial water (IW) Konsentrasi karbon organik, nitrogen, dan fosfor Faktor Biologi Sedimen: komposisi dan kelimpahan bakteri Kondisi Sedimen Teluk Kaping

Pemanfaatan teluk

yang memperhatikan

lingkungan

Aktivitas

TELUK

KAPING

dalam

teluk

pesisir

teluk

Penelitian

Perairan Teluk

TINJAUAN PUSTAKA

Teluk adalah suatu kawasan laut yang menjorok ke daratan dan merupakan salah satu bagian integral dari ekosistem pesisir (Day et al. 1989). Ekosistem ini memiliki karakteristik unik akibat interaksi air laut, air tawar, daratan, dan atmosfer. Parameter lingkungannya bersifat komplek dan dinamis. Castro dan Huber (2005) menyatakan ada beberapa tipe kawasan pesisir yaitu coastal plain estuaries, bar-built estuary, dan tectonic estuaries. Teluk dapat berupa bar-built estuaries. Teluk pada setiap lokasi memiliki karakteristik lingkungan yang khas, sesuai dengan bentuk dan topografinya. Teluk berdasarkan letaknya dapat dibedakan menjadi dua yaitu teluk yang tertutup dan teluk yang terbuka. Teluk yang terbuka memiliki topografi yang berhadapan langsung dengan laut terbuka. Ukuran teluk seperti tersebut biasanya besar, seperti Teluk Jakarta. Teluk tertutup biasanya ukurannya kecil dan tertutup oleh gugusan pulau, gosong karang, dan atau gosong pasir yang terbentuk sebagai akibat aktivitas hidrooseanografi.

Karakteristik Umum Sedimen Kawasan Teluk

Analisis fauna yang terdapat pada sedimen menunjukkan bahwa karakteristik sedimen dipengaruhi juga oleh faktor-faktor lingkungan alamiah (Brooks et al. 2002), termasuk diantaranya adalah faktor fisik-kimia perairan. Faktor yang mempengaruhi seperti redoks potensial (EhpH), pH, dan air jebakan sedimen di sedimen. Pengaruh parameter tersebut menyebabkan terjadinya perubahan komposisi dan kelimpahan organisme.

Umumnya senyawa di ekosistem laut dapat dibagi menjadi dua, yaitu senyawa terlarut yang berukuran kurang dari 0,5 µm dan tidak terlarut yang berukuran lebih dari 0,5 µm. Senyawa ini dihasilkan oleh organisme hidup melalui proses metabolisme dan aktivitas ekstraseluler mikroorganisme. Peranan penting senyawa tersebut di dalam ekologi laut adalah sebagai sumber energi, sumber bahan keperluan bakteri, tumbuhan maupun hewan, sumber vitamin, sebagai zat yang dapat mempercepat dan menghambat pertumbuhan sehingga memiliki peranan penting dalam mengatur kehidupan plankton di laut.

8

Senyawa dalam ekosistem laut bersumber dari sungai, sebagian besar tidak terlarut di laut. Selain itu, juga dihasilkan oleh beberapa organisme seperti fitoplankton, makroalga dan bakteri kemoautotrofik. Produksi utama ini dihasilkan oleh fotoautotrofik nanoplankton (diameter 2,0 – 20 μm). Jumlahnya berkisar 10% dihasilkan dari tanaman dalam bentuk senyawa, berat molekulnya rendah seperti asam amino, asam trikarboksilik. Hasil ini dengan cepat dimanfaatkan oleh bakteri.

Senyawa-senyawa kimia di sedimen dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Kondisi utama lingkungan yang merubah komposisi senyawa di sedimen antara lain pH, redoks potensial, air jebakan sedimen atau interstitial water (IW), bahan-bahan alami yang berasal dari sistem itu sendiri (autothonous inputs), dan kegiatan yang dilakukan oleh hewan-hewan akuatik (Chester 1990; Millero dan Sohn 1992). Faktor lain yang juga mempengaruhi antara lain produktivitas primer dan sekunder perairan, temperatur, masukan bahan dari luar sistem sedimen perairan (allochthonous inputs), limbah yang berasal dari manusia (anthropogenic inputs), dan kondisi hidrologi (hydrologic variables).

Kondisi dan daya dukung kawasan dipengaruh oleh tekstur sedimen. Tekstur sedimen kasar menyebabkan sedimen bersifat aerobik dengan redoks potensial yang tinggi (+). Tetapi, tekstur sedimen halus cenderung bersifat anoksik dengan redoks potensial sedimen yang rendah mencapai 20,68 - 22.29 mV (Brooks et al. 2002) dan stratifikasi sedimen akan semakin jelas, serta diikuti oleh penurunan daya dukung kawasan tersebut.

Teluk merupakan kawasan yang memiliki karakteristik yang unik, karena merupakan pertemuan dua ekosistem (ecotone). Masuknya bahan-bahan dari daratan melalui sungai mempengaruhi kondisi lingkungan teluk, baik kolom air maupun sedimen. Teluk juga merupakan bagian dari zona transisi yang rentan terhadap pengaruh dari ekosistem besar di sekitarnya. Kawasan seperti ini disebut dengan zona transisi yang kritis atau critical transition zone (CTZ). Kondisi teluk terutama yang kondisinya agak tertutup memungkinkan terjadinya penumpukan bahan-bahan organik yang tinggi pada sedimen, seperti pada tipe daerah rawa pantai dan pesisir.

9

Kondisi sedimen di wilayah yang dimanfaatkan sebagai lahan budidaya, dipengaruhi oleh kegiatan yang berlangsung tersebut. Bahan-bahan alami yang masuk ke sedimen dalam bentuk sisa penguraian oleh aktivitas mikroba tidak nyata menurunkan kadar BOD, karena proses penghancurannya memerlukan waktu yang lama dan kontinuitas sinergi mikroba. Berbeda jika yang masuk adalah feses yang berasal dari limbah budidaya ikan akan mempercepat penurunan kadar BOD di perairan. Kondisi sedimen sendiri akan mengalami perubahan yang cepat dari bersifat aerobik menjadi anaerobik.

Keadaan lingkungan pada kawasan pemanfaatan pada umumnya relatif mengalami penurunan kualitas bila dibandingkan dengan kawasan yang bebas dari pemanfaatan. Perbedaan yang tidak besar terjadi pada kualitas kolom air, apabila sirkulasi air berjalan dengan lancar. Sesuai dengan kondisi hidrooseanografi dan topografi pantai suatu kawasan. Sedimen yang berperan sebagai sistem penampung relatif lebih stabil, hal ini mengakibatkan bahan-bahan yang memasuki wilayah akan terakumulasi alam jangka waktu lama. Kondisi teluk yang topografinya memiliki pembatas yang berupa gosong-gosong juga akan menambah kestabilan sedimen tersebut. Daerah yang memiliki tingkat sedimentasi yang tinggi, perairannya kurang mampu menyebarkan sedimen yang masuk ke dalam kawasan tersebut secara merata (Danovaro et al. 1998). Akibatnya sedimen akan mengendap pada suatu titik tertentu dan terjadi akumulasi yang meningkat dengan cepat.

Daerah pemanfaatan untuk budidaya berpotensi sebagai penghasil utama bahan organik di lingkungan. Bahan organik tersebut dapat berasal dari sisa pakan dan kotoran ikan. Kurang lebih 20% makanan yang diberikan hilang dan terdistribusi ke lingkungan, kemudian 26% makanan tersebut akan direproduksi menjadi kotoran ikan. Penggunaan teknik manajemen pakan yang baik pun sisa pakan yang akan menjadi penyebab polusi masih mencapai 11,4%, hal ini terjadi pada budidaya ikan trout. Penelitian mengemukakan bahwa terdapat 150 kg material padat dan 3 kg fosfor yang mengkontaminasi lingkungan pada setiap satu metrik ton panen ikan salmon. Jadi tidak dapat dikesampingkan bahwa budidaya perikanan memberikan kontribusi yang besar pada pemasukan bahan organik

10

padat ke sistem perairan, dan pada saat terjadi proses mineralisasi dapat juga sebagai sumber nutrisi yang penting (Henrichs 1992).

Tekstur sedimen mempengaruhi penyebaran, komposisi, dan jumlah mikroorganisme. Holme dan McIntyre (1971) berdasarkan skala Wentworth mengklasifikasikan sedimen berdasarkan ukuran partikelnya (Tabel 1). Pengendapan sedimen atau sedimentasi ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya kecepatan arus sungai, kondisi dasar sungai, turbulensi, densitas sedimen, bentuk sedimen, dan diameter sedimen (Libes 1992).

Tabel 1 Klasifikasi dan ukuran sedimen berdasarkan skala Wentworth.

Nama Partikel Ukuran (mm)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Batuan (Boulder) Batuan bulat (Cobble) Batuan kerikil (Pebble) Butiran (Granule)

Pasir paling kasar (Very coarse sand) Pasir kasar (Coarse sand)

Pasir sedang (Medium sand) Pasir halus (Fine sand)

Pasir sangat halus (Very fine sand) Debu (Silt) Liat (Clay) 256 256 – 64 64 – 4 4 – 2 2 – 1 1 – 0.5 0.5 – 0.25 0.25 – 0.125 0.125 – 0.0625 0.0625 -0.0039 kurang dari 0.0039

Sumber : Holme dan McIntire (1971)

Karakteristik Fisik Sedimen

Kawasan budidaya yang intensif memiliki dampak yang sangat besar terhadap kondisi fisik sedimen yang berada di bawahnya. Masuknya limbah dalam jumlah besar dan terus-menerus menyebabkan daya dukung suatu kawasan menjadi menurun. Kemampuan asimilasi semua komponen yang berada dalam sedimen memiliki keterbatasan apabila masukan bahan-bahan asing terutama organik.

Tekstur sedimen sangat menentukan juga daya dukung terhadap limbah yang masuk. Semakin kasar tekstur sedimen maka kemampuan untuk menerima limpahan limbah semakin besar. Hal ini berkaitan dengan kondisi oksidatif sedimen. Kondisi yang oksidatif menyebabkan hasil degradasi bahan-bahan organik tidak akan bersifat toksik akan tetapi bisa lebih bermanfaat bagi organisme akuatik pada umumnya.

11

Berbeda halnya dengan tekstur sedimen halus dimana daya dukungnya terhadap masukan limbah relatif lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh sudah ada konsentrasi bahan organik yang harus di dekomposisi sebelumnya. Masukan limbah apalagi dalam jumlah banyak dan konstan akan menyebabkan keadaan anoksik pada sedimen. Kondisi seperti ini menyebabkan hasil dekomposisi bahan-bahan organik kebanyakan bersifat toksik bagi organisme akuatik.

Kualitas sedimen suatu perairan bisa dilihat dari warna yang dimilikinya. Warna sedimen berkaitan erat dengan tekstur sedimen. Tekstur sedimen akan mempengaruhi warna sedimen. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kandungan sedimen itu sendiri, masing-masing senyawa memiliki warna yang berbeda dengan senyawa yang lain.

Warna sedimen berkaitan erat dengan beberapa hal yaitu, sedimen awal pantai tersebut, konsentrasi unsur dan senyawa yang ada di dalamnya, keadaan lingkungan di sekitarnya, dan tekstur sedimen. Sedimen awal pantai biasanya sangat tergantung dari daratan yang ada di sekitarnya, apabila pantai tersebut berada pada daratan besar sehingga warnanya cenderung lebih gelap. Apabila pantai tersebut berada pada kepulauan yang kecil-kecil maka sedimennya cenderung berwarna lebih cerah dan terang, karena sedimen berasal dari pelapukan karang.

Kandungan unsur dan senyawa juga sangat berperan memberi warna yang khas pada sedimen. Unsur-unsur yang berbeda memiliki panjang gelombang warna tertentu yang apabila terakumulasi dalam jumlah tertentu mempengaruhi secara signifikan warna sedimen, misalnya banyak senyawa besi akan memberikan warna yang relatif merah pada sedimen demikian juga dengan unsur-unsur yang lain akan memberikan warna yang khas pada sedimen bila dalam jumlah yang besar.

Pantai dengan ekosistem utama yang lengkap terdiri atas ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang, memiliki ciri khas bahwa pantai tersebut dalam kondisi yang relatif baik maka warna sedimennya pun akan berbeda. Warna yang ditimbulkan menyesuaikan dengan kehadiran organisme yang ada baik itu tumbuhan, hewan, maupun mikroorganismenya. Berbeda halnya dengan pantai yang tidak lengkap, maka sedimennya menimbulkan warna yang berbeda.

12

Indikator lain yang bisa dipakai untuk menilai kondisi sedimen adalah dari bau, masing-masing kondisi sedimen memiliki bau yang berbeda. Pada kondisi yang oksik (aerob) maka yang banyak dihasilkan adalah unsur nitrogen yang akan lebih bersifat volatil sehingga sangat mudah menghilang di dalam sedimen menuju ke kolom air bahkan udara. Berbeda dengan kondisi anoksik atau kekurangan oksigen, menimbulkan bau yang tidak sedap bagi manusia.

Pengelompokan ukuran partikel atau fraksi sedimen bisa menggunakan skala Wenworth (Tabel 1), selain itu juga bisa menggunakan pedoman dari USDA (United States Department of Agriculture). USDA mengelompokkan fraksi sedimen dalam tujuh kategori (Tabel 2). Pedoman lain yang bisa digunakan adalah pedoman internasional (Tabel 3) dari ISSS system (International Soil Science Society System). Kedua badan tersebut membandingkan persentase fraksi liat, debu, dan pasir untuk mengetahui tekstur sedimen. Brower et al. (1990) menyatakan perbandingan tersebut kemudian dianalisis menggunakan Segitiga Millar (Gambar 3).

Tabel 2 Kategori ukuran partikel sedimen menurut USDA

Diameter partikel Kategori

mm µm

Liat (clay) < 0,002 < 2

Debu (silt) 0,002 – 0,05 2 – 50

Pasir sangat halus (very fine sand) 0,05 – 0,10 50 – 100 Pasir halus (fine sand) 0,10 – 0,25 100 – 250 Pasir sedang (medium sand) 0,25 – 0,5 250 – 500 Pasir kasar (coarse sand) 0,5 – 1,0 500 – 1000 Pasir sangat kasar (very coarse sand) 1,0 – 2,0 1000 - 2000

Tabel 3 Kategori ukuran partikel sedimen menurut ISSS

Diameter partikel Kategori mm µm IV < 0,002 < 2 III 0,002 – 0,02 2 – 20 II 0,02 – 0,2 20 – 200 I 0,20 – 2,0 200 – 2000

13

Gambar 3 Segitiga Millar (sumber: Brower et al. 1990)

Karakteristik Kimia Sedimen

Sedimen memiliki ciri dan struktur yang berbeda dengan kolom air. Strukturnya yang padat menyebabkan sedimen memiliki stratifikasi konsentrasi unsur atau elemen dan proses-proses yang jelas. Salah satu yang keunikan dari sedimen adalah memiliki karakteristik kimia yang khas, terutama di kawasan pesisir. Pengaruh ekosistem daratan dan laut menyebabkan sedimen pesisir memiliki rentangan nilai parameter kimia yang relatif besar dan beragam. Ada beberapa parameter yang menonjol dalam perubahan komposisi elemen atau unsur di sedimen kawasan pesisir yaitu pH, redoks potensial, dan IW. Elemen atau unsur

14

yang mendominasi bionutrisi di sedimen antara lain karbon (C), nitrogen (N), dan fosfor (P).

pH (asam-basa) sedimen.

Kondisi asam basa atau pH memiliki pengertian operasional sebagai aktivitas ion hidrogen. Rentangan normal pH di ekosistem laut berkisar antara 7,5 – 8,4. Pada daerah pesisir yang memiliki muara sungai rata-rata pH linkungannya kurang lebih 8,4 (Chester 1990). Nilai pH tersebut mengindikasikan ekosistem laut khususnya kawasan pesisir bersifat basa (lebih dari 7) dan banyak terdapat OH- sebagai ion yang menandakan suatu larutan bersifat basa. Sillen (1963) diacu dalam Chester (1990) menyatakan bahwa berdasarkan skala waktu geologi pH di kendalikan oleh kesetimbangan antara kolom air dan mineral alami yang ada di sedimen.

Lingkungan pesisir yang dipengaruhi oleh dua ekosistem besar menyebabkan fluktuasi dan rentangan pH tinggi. Terdapat perbedaan nilai pH yang besar pada daerah-daerah yang tidak luas, terutama pada daerah yang berhadapan langsung dengan daratan atau daerah yang berhadapan langsung dengan lautan terbuka. Nilai pH juga dipengaruhi oleh faktor fisik sedimen, berkaitan dengan konsentrasi bahan-bahan organik yang ada di sedimen. Semakin kecil ukuran butiran sedimen pH cenderung menjadi lebih rendah (asam), demikian juga sebaliknya (Alongi 1998).

Perubahan nilai pH akan mempengaruhi sebaran faktor kimia perairan, hal ini juga akan mempengaruhi sebaran mikroorganisme yang metabolismenya tergantung pada sebaran faktor-faktor kimia tersebut (Odum 1994). Sebagian besar mikroorganisme sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH yang berbeda pada setiap jenis yang berbeda. Nilai pH mempengaruhi proses-proses biokimia perairan, misalnya proses-proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Effendi 2003).

15

Redoks potensial atau Oxidations - Reductions Potential (ORP)

Redoks petonsial menggambarkan aktivitas elektron di dalam sistem perairan. Hal ini berkaitan dengan kemampuan suatu sistem untuk mengantarkan elektron suatu lokasi ke lokasi lainnya. Keadaan dengan banyak kehilangan elektron disebut dengan kondisi oksidasi, apabila banyak menerima elektron disebut dengan kondisi reduksi.

Potensi pengurangan oksigen atau redoks diukur dengan ukuran milivolt yang disebut dengan skala eH. Skala ini merupakan pengukuran terhadap aktivitas elektron sedangkan pH mengukur aktivitas proton (Odum 1994). Konsentrasi oksigen di sedimen berhubungan erat dengan nilai redoks potensial (eH) sedimen.

Dokumen terkait