• Tidak ada hasil yang ditemukan

Parenting dalam Tafsir Al-Marâghî

BAB II PEMBAHASAN

C. Parenting dalam Tafsir Al-Marâghî

− Kemudian langkah berikutnya, beliau menuliskan ayat secara berurutan sesuai dengan pengelompokkan tema.

− Kemudian beliau menjelaskan kosa kata (apabila dipandangnya susah), agar mudah dipahami oleh pembaca.

Adapun langkah terakhir adalah menafsirkan ayat diikuti dengan menukil riwayat dan pendapat para ulama yang relevan.78

Tafsir ini dinamakan tafsir Al-Miṣbâẖ yang berarti penerang, harapannya dengan adanya tafsir ini masyarakat Indonesia dapat tercerahkan dan memiliki pandangan baru yang positif terhadap Al-Qur’an.79 Kemunculan tafsir ini dikarenakan kekhawatiran Quraish Shihab akibat melemahnya kajian Al-Qur’an di Indonesia. Menurut Quraish Shihab masyarakat Islam saat itu lebih terpesona pada lantunan bacaan, dan meninggalkan hakikat Al-Qur’an untuk dipelajari lebih dalam.80

Pengertian secara ijmal dari kisah Nabi Ibrahim as dan juga sang anak Nabi Ismail as dijelaskan, bahwa setelah Allah berfirman, ‘Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang sabar’, kehendak Allah swt benar-benar terjadi seperti apa yang telah di firmankan-Nya. Lahirnya seorang anak yang memiliki sifat sabar di saat umurnya hampir dewasa (murâhiq82).

Menurut al-Marâghî seorang anak telah mampu bekerja dan berusah,a apabila telah mencapai umur hampir dewasa. Pada ayat 102 dikisahkan tentang Nabi Ibrahim as yang berusaha menyampaikan mimpi pada sang anak, dengan harapan sang anak mampu mematuhi sang ayah untuk tunduk dan melaksanakan perintah Allah swt. Ibrahim as juga berharap sang anak akan bersabar dalam melaksanakan perintah-Nya. Keduanya memenuhi perintah Allah swt dengan adanya Ibrahim as menelungkupkan wajah sang anak untuk disembelih.83

Dijelaskan selama masa hijrah Ibrahim as dari tanah airnya, ia berdoa dengan tujuan meminta dianugerahkan anak:

لا َنِّم ْ ِّلِ ْبَه ِّ بَر ص

َ ْيِّحِّل

Nabi Ibrahim as meminta untuk dianugerahkan keturunan yang taat yang mampu membantunya dalam hal berdakwah, menemaninya saat berhijrah, dan berharap sang anak akan menjadi pengganti setelah apa yang Ibrahim as rela tinggalkan. Allah swt mengabulkan doa Nabi Ibrahim as, dalam firman-Nya:

82 Masa Murahiq dianggap sebagai masa remaja/peralihan dimana anak sedang dalam tahapan mencari identitas diri, diikuti dengan pertumbuhan fisik dan pertumbuhan psikis yang bervariasi. Fakhrurrazi, “KARAKTERISTIK ANAK USIA MURAHIQAH (PERKEMBANGAN KOGNITIF, AFEKTIF DAN PSIKOMOTORIK),” Al-Ikhtibar: Jurnal Ilmu Pendidikan, vol. 6 no.

1 (2019): 574, https://journal.iainlangsa.ac.id/index.php/ikhtibar

83 Al-Maraghiy, Terjemah Tafsir Al-Maraghiy, 118-119.

نْ َشََبَف لمُغِّب ُه ْيِّلَح

Allah swt memberikan kabar gembira kepada Nabi Ibrahim as dengan akan dilahirkannya seorang anak laki-laki yang sangat sabar ketika umurnya mencapai dewasa.84 Sifat sang anak dijelaskan sebagai seorang yang halîm, dimana sifat ini telah lazim terdapat pada umur dewasa. Sangat jarang sekali sikap lapang dada dan kesabaran yang baik ditemukan pada diri anak kecil.

Anak yang dikabarkan dalam ayat ini menurut al-Marâghî adalah Nabi Ismail as, karena Ismail as merupakan anak pertama dari Nabi Ibrahim as. Al-Marâghî melampirkan bahwa para ulama ahli kitab dan kaum muslim sepakat bahwa Nabi Ismail as memiliki umur lebih tua dibandingkan dengan Nabi Ishaq as.

Sebuah nash Taurat menjadi bukti bahwa Ismail as lahir, ketika Nabi Ibrahim as berumur 86 tahun sedangkan saat kelahiran Nabi Ishaq as beliau berumur 99 tahun.85

Menurut Al-Marâghî tidak ada kesabaran yang lebih besar daripada kesabaran Ismail, karena menginjak umurnya yang hampir dewasa ayahnya datang dan menyatakan hendak menyembelihnya. Ismail as kemudian berkata:

َنىيِّ ِّبِ صلا َنِّم ُ للّا َءٓا َش ىنِّا ۡۤى ِّنُدِّجَت َ س

Engkau akan mendapatiku, Insya Allah termasuk orang-orang yang sabar.

(Aṣ-Ṣaffât:: 102)86

84 Al-Maraghiy, Terjemah Tafsir Al-Maraghiy, 118-119.

85 Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Juz XXIII, (Kairo: Syirkah Maktabah wa Mathba’ah al-Babiy al-Hallaby, 1946), 72.

86 Al-Maraghiy, 116.

Allah swt tidak pernah menyifati seorang Nabi sebagai halîm, selain Ibrahim dan anaknya, Ismail as.87 Al-Marâghî menyampaikan sifat halîm yang dimiliki Ismail as, ketika mendapatkan cerita terkait mimpi yang disampaikan sang ayah dengan meminta pendapat pembaca yang merupakan bentuk penegasan bahwa sifat halîm tidak dimiliki keseluruhan manusia di dunia kecuali, Nabi Ibrahim as dan anaknya Ismail as.

Menurut tafsir Al-Azhar sifat halîm yang disebutkan dalam ayat 101 merupakan anugerah dari Allah swt kepada anak yang baru lahir. Permohonan Nabi Ibrahim as dalam doanya yang termuat pada ayat 100, ketika beliau meminta untuk dianugerahkan keturunan yang baik dan termasuk kalangan orang shalih, dikabulkan Allah swt. Allah swt menanamkan sifat halîm yang dimiliki sang ayah kepada Ismail as.88

َف َل َلاَق َيْع َّسلا ُهَعَم َغَلَب اَّم ى رَت اَذاَم ىر ُظْناَف َكُ َبَىذَا ۡۤى ِّ نَا ِّماَنَمىلا ِّفِ ى رَا ۡۤى ِّ نِّا َّ َنَُب ي

Mencapai usia Ismail as yang dewasa, ia mulai berusaha melakukan pekerjaan-pekerjaan dan memenuhi keperluan-keperluan hidup bersama sang ayah.

Nabi Ibrahim as menceritakan mimpi tersebut kepada sang anak dengan mengatakan, “Hai anakku, sesungguhnya aku telah bermimpi bahwa aku menyembelih kamu, maka bagaimanakah pendapatmu?”.89

Al-Marâghi menyampaikan bahwa mimpi yang diceritakan sang ayah kepada anaknya merupakan kesadaran Nabi Ibrahim as atas hadirnya cobaan dari

87 Al-Maraghiy, Terjemah Tafsir Al-Maraghiy, 116.

88 Hamka, Tafsir Al-Azhar Jilid VIII, (Jakarta: GEMA INSANI PRESS, 2015), 6102.

89 Al-Maraghiy, 120.

Allah swt bagi keduanya. Ibrahim as hendak meneguhkan hati sang anak dan menentramkan jiwanya untuk menunaikan penyembelihan sekaligus menginginkan pahala dari Allah dengan tunduk kepada perintah-Nya.

Allah swt menerangkan bahwa Ismail as mendengar, patuh dan tunduk kepada apa yang diperintahkan kepada ayahnya.

ِّتَبَ ۡۤ يٰ َلاَق ُرَمىؤُت اَم ىلَعىفا

Al-Marâghi menyampaikan bahwasannya Ismail berkata:

“Hai ayahku, engkau telah menyeru kepada anak yang mendengar, dan engkau telah berhadapan dengan anak yang rela dengan cobaan dan putusan Allah. Maka, bapak tinggal melaksanakan saja yang diperintahkan, sedang aku hanyalah akan patuh dan tunduk kepada perintah, dan aku serahkan kepada Allah pahalanya, karena Dia-lah cukup bagiku dan sebaik-baiknya tempat berserah diri.”90

Ibrahim as berbicara kepada anaknya dengan ucapan ya bunayya,

al-Marâghî menyampaikan ucapan tersebut merupakan ungkapan kasih sayang.

Jawaban dari sang anak juga menggunakan ucapan ya abati yang merupakan bentuk ungkapan tunduk dan hormat, dan menyerahkan urusan kepada ayahnya.

Nabi Ismail as yakin bahwa kewajibannya hanya melaksanakan apa yang dipandang baik oleh sang ayah.91

Ismail as menegaskan kepatuhannya kepada perintah dalam lanjutan ayat:

َنىيِّ ِّبِ صلا َنِّم ُ للّا َءٓا َش ىنِّا ۡۤى ِّنُدِّجَت َ س

90 Al-Maraghiy, Terjemah Tafsir Al-Maraghiy, 120.

91 Al-Maraghiy, 120.

“Aku akan sabar menerima putusan dan sanggup menanggung penderitaan tanpa gusar dan tanpa gempar dengan apa yang telah ditakdirkan dan diputuskan”.92 Nabi Ismail as tentu telah mendengar siapakah sosok sang ayah dari lingkungannya, ia yakin bahwa banyaknya kejadian yang dilewati sang ayah dalam menyampaikan dakwah kepada kaumnya. Sang ayah yang bersedia dibakar dan dimasukan ke dalam api yang menyala-nyala, lantaran ia yakin dengan pendirian terkait Keesaan Allah itu benar.

Cobaan hidup yang telah dialami Ibrahim as tentu telah diketahui Ismail as, sehingga Ismail as semakin yakin bahwa mimpi sang ayah tidak hanya khayalan karena benar adanya perintah Allah swt. Ismail tanpa keraguan membuat keputusan dengan cepat, setelah ia menerima cerita dari sang ayah.93

Al-Marâghî menjelaskan Ismail as menepati janjinya dan melaksanakan dengan baik kepatuhan dalam menunaikan apa yang diperintahkan kepadanya, kemudian Allah swt berfirman:

َلىيِّع ىسمِّا ِّب تِّكـىلا ِّفِ ىرُكىذاَو اًّيِّبَّن الا ىو ُسَر َن َكََو ِّدىعَوىلا َقِّدا َص َن َكَ ٗهَّنِّا ۚ

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka), kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya dia adalah seorang yang benar janjinya”.

(Maryam ayat 54)

Allah swt memerintahkan jalannya pelaksanaan mimpi itu melalui firman-Nya:

92 Al-Maraghiy, Terjemah Tafsir Al-Maraghiy, 121.

93 Hamka, Tafsir Al-Azhar Jilid VIII, 6103.

ِّ ْيِّبَجىلِّل َّٗلََّتَو اَمَل ىسَا ۡۤاَّمَلَف

“Dan ketika keduanya telah berserah diri dan tunduk kepada perintah Allah swt, Nabi Ibrahim as menelungkupkan wajah sang anak kebawah melalui isyarat sehingga beliau tidak merasa kasihan ketika melihat wajah sang anak”.94

Al-Marâghî memaparkan riwayat dari Mujahid, bahwa Ismail berkata kepada ayahnya tentang pelaksanaan mimpi tersebut. “Janganlah engkau menyembelihku sedang engkau melihat kepada wajahku. Boleh jadi engkau kasihan kepadaku sehingga tidak tega padaku. Ikatlah tangan dan leherku. Kemudian, letakkan wajahku menghadap tanah.”95

Dokumen terkait