BAB IV. MELACAK PARALELITAS KARYA SUGIARTI SISWADI
C. Partai dan Cita-cita Sosialis
Meski Lekra adalah kerja kebudayaan, namun afiliasinya dengan PKI
membuka ruang lebar untuk ditafsirkan sebagai pekerja partai. Tugas sastrawan Lekra
adalah memproduksi karya sastra yang senada dengan realisme sosial dengan panduan
kombinasi 1-5-1. Lebih lanjut, Sugiarti menambahkan bahwa yang bisa mengantarkan
bangsa Indonesia menuju kejayaan adalah sosialisme yang didasarkan pada Manipol.
Pernyataan Sugiarti ini senada dengan AD/ART PKI,
Tujuan PKI dalam tingkat sekarang ialah mencapai sistem Demokrasi Rakyat di Indonesia, sedangkan tujuannya yang lebih lanjut ialah mewujudkan Sosialisme dan kemudian Komunisme di Indonesia. Sistem Demokrasi Rakyat ialah sistem pemerintahan Gotong-Royong dari Rakyat, oleh Rakyat, dan untuk Rakyat, sedangkan Sosialisme ialah sistem masyarakat tanpa pengisapan
atas manusia oleh manusia dan Komunisme ialah sistem masyarakat adil dan makmur sebagai tingkatan yang lebih tinggi dan kelanjutan daripada Sosialisme.39
Pada masa awal kebangkitan kedua PKI, suhu politik di Indonesia memanas.
Kondisi politik inilah yang menghasilkan prinsip politik sebagai panglima.
Pertarungan politik dengan retorika saling menggayang sudah menjadi hiasan
sehari-hari di media massa. Pada pemilu pertama di Indonesia tahun 1955, pertarungan
politik diikuti oleh 29 partai. Setelah pemilu dilaksanakan, keluarlah para
pemenangnya. Yaitu PNI, Masyumi, NU dan PKI. Empat partai ini yang menduduki
posisi paling atas, meksi tak ada partai yang menang secara dominan. Dengan
demikian, keterwakilan dalam parlemen menjadi variatif.
Yang lebih menarik daripada pemilu saat itu adalah bukan saja soal siapa
pemenangnya, melainkan merupakan upaya mewujudkan cita-cita partai. Dengan
adanya wacana yang demikian, maka gerak partai tak hanya terlihat ketika menjelang
pemilu. Partai-partai berebut simpati rakyat dengan beragam agenda. Demikian pula
dengan PKI. PKI sebagai partai yang menduduki nomor empat, melakukan berbagai
strategi untuk menarik simpati masyarakat.
Untuk lebih dekat dengan rakyat, PKI memilih jalan kebudayaan. Jalan inilah
yang diyakini mampu meningkatkan perolehan suara dalam pemilu. Kebudayaan yang
dimaksud adalah yang berkepribadian nasional, mengabdi buruh, tani dan prajurit,
serta menyelesaikan revolusi nasional-demokratis dalam menuju ke sosialisme.40
39
Dikutip dari http://www.marxists.org/indonesia/indones/KongresPKIke7/KonstitusiPKI.htm
40
Dalam pidatonya, Aidit menjelaskan tentang peranan kebudayaan dalam
politik serta peranan politik dalam kemajuan kebudayaan. Keduanya saling terikat.
Lihat dalam kutipan berikut.
―bahwa pekerdjaan politik adalah otaknja partai, sedang sastra dan seni adalah
hatinja partai. Orang komunis adalah manusia jang mempunjai otak dan hati jang terbaik. Oleh karenanja kaum komunis tidak menarik garis pemisah antara kerdja politik dengan kerdja kebudajaan. Kedua-duanja menjadi bagian dari kehangatan revolusioner sekarang maupun dimasa jang akan datang.‖41
Kerja budaya di atas menjadi sarana politik untuk mewujudkan cita-cita partai
tentang negara sosialis. Cara yang ditawarkan oleh Aidit adalah dengan mendidik
rakyat untuk mencintai massa pekerja dan sekaligus membenci kaum imperialis, tuan
tanah dan reaksioner.
Humanisme kita harus mendidik Rakjat tidak hanja untuk mentjintai, tetapi djuga sekaligus untuk membentji, jaitu mentjintai sesama massa Rakjat dan sebaliknja membentji kaum imperialis, kaum tuantanah dan kaum reaksioner lainnja, mentjintai perdjuangan revolusioner untuk merampungkan tugas-tugas perdjuangan menudju ke-Sosialisme dan sekaligus membentji kontra-revolusioner jang menghalang-halangi terlaksananja tugas tersebut serta berkehendak memepertahankan sistim penghisapan imperialis dan feodal yang ada.42
Berbeda dengan Sugiarti, cara ini diterjemahkan sebagai pendidikan anak usia
dini. Sejak kecil, anak mesti diajarkan untuk mencintai massa pekerja. Sebab itulah,
Sugiarti kerap menempatkan tokoh anak dalam karya-karyanya. Lebih jauh lagi,
negara sosialis yang dicita-citakan oleh PKI ditafsirkan oleh Sugiarti sebagai surga.
Dalam terminologi agama, surga adalah tujuan akhir dari pengabdian pemeluk suatu
41
D.N. Aidit. 1964. Hlm 67.
42
agama. Maka diartikan bahwa bagi anggota PKI, negara sosialis adalah tujuan akhir
mereka sebagaimana termaktub dalam AD/ART mereka.
Tak mengherankan jika kemudian Sugiarti menampilkan karya berjudul Sorga
Dibumi. Hal menarik dari karya ini adalah penggambaran tentang surga. Tokoh anak
dalam cerpen ini mengimajinasikan surga selayaknya doktrin agama, tetapi gambaran
surga itu berkebalikan ketika ia telah dewasa. Negara sosialis adalah surga yang
dimaksud. Oleh sebab itu, tokoh anak yang telah dewasa itu bekerja dan berjuang
untuk terwujudnya surga di bumi.
Sekarang, saya tidak hanya berdoa saja, tetapi saya dan semua anak kecil yang dulu berdoa di sudut-sudut gelap di tempat tidurnya karena takut azab neraka, berbuat. Berbuat, berjuang, untuk terciptanya sorga. (Sorga Dibumi)
Cara lain yang ditawarkan olah Aidit dalam rangka mewujudkan ―surga‖
adalah dengan menuliskan sejarah perjuangan rakyat Indonesia. Misalnya tentang
pemberontakan 1926, tanah pembuangan Digul, pemberontakan ―Zeven Provincien‖,
Revolusi Agustus 1945, pembasmian PRRI-Permesta, Penghancuran DI-TII,
pembebasan Irian Barat dan berbagai tema lainnya yang mampu membangkitkan
perjuangan revolusi. Aidit berharap agar,
Penulisan sedjarah perdjuangan jang memaparkan tradisi2 revolusioner Rakjat Indonesia harus tjepat disusun dan dipublikasikan setjara luas untuk lebih membangkitkan kebanggaan nasional dan meningkatkan perdjuangan revolusioner Rakjat Indonesia.
Harapan Aidit ini direspon oleh sejumlah sastrawan dengan menerbitkan Api
26. Dalam buku tersebut, Sugiarti menyumbangkan cerpen berjudul Soekaesih.
Adalah sebait tentang Haji Hasan yang menjadi korban pembunuhan. Darahnya
belum juga kering, lalu disusul dengan darah Saerun dan Usin. Lebih keji lagi tentang
kekejaman Kolonial Belanda dalam memperlakukan tahanan mereka, yaitu Soekaesih.
Ia perempuan yang sangat gigih berjuang di bawah naungan PKI. Ia menjadi prajurit
di barisan depan. Meski mendapat perlakuan yang tidak manusiawi, Soekaesih tetap
pada pendiriannya. Ia pun berpindah-pindah penjara dengan penyiksaan yang
berbeda-beda. Namun inilah katanya,
Sukaesih dipindahkan ke tempat yang lebih baik. Beberapa lamanya vonis pun jatuhlah. Soekaesih dipindahkan ke penjara Glodok. Satu setengah tahun Soekaesih makan hati berulam jantung di sana: ―Aku mesti berlawan, mesti berlawan.‖ Hatinya menggelegak, tetapi badannya semakin habis. (Soekaesih) Meski perjuangan Soekaesih dan para sahabat gagal dalam pemberontakan
1926, namun yang ingin disampaikan adalah seperti amanat Aidit, untuk
menumbuhkan semangat dan kebanggaan terhadap Indonesia, bahwa mereka
memiliki pahlawan yang patut dicatat. Untuk itu, Sugiarti menulis,
Ia dan banyak lagi Soekaesih-Soekaesih tidak hanya mempunyai hari kemarinnya yang gilang-gemilang, ia mempunyai hari sekarangnya yang tidak bercacat, dan ia menjanjikan hari-hari esoknya. Soekaesih-Soekaesih ini dapat bangga kepada seluruh hidupnya, kemarin, sekarang dan esok, dan seluruh Rakyat Indonesia wajib bangga kepada wanita-wanita begini.
Sejarah tidak akan melupakan perintis-perintis kemerdekaan ini dan kemerdekaan berterimakasih kepada mereka. (Soekaesih)
Dua cerpen Sugiarti di atas merupakan contoh dalam upaya partai mengambil
simpati rakyat agar bergabung dan berjuang bersama PKI. Upaya lain yang dilakukan
merupakan bangunan tanpa penyangga. Kader merupakan hal penting dalam sebuah
partai. Penguatan kader dapat dibaca dalam cerpen Sugiarti berjudul Orang Kedua.
Cerpen Orang Kedua memberikan kesempatan kepada kader untuk memimpin
partai di tingkat cabang. Bahwa perlu memberikan pengalaman kepada kader yang
memang telah dianggap mampu. Selain cerpen ini, penguatan kader partai juga bisa
dilihat dari Belajar. Cerpen ini menyampaikan pesan tentang pentingnya saling
memberikan informasi dan pengetahuan. Selain itu, juga untuk memberikan contoh
perjuangan kaum komunis di negara lain, seperti Soviet, yang telah berhasil
menerapkan sistem sosialis pada masa itu.
Apa yang tergambar dalam cerpen-cerpen di atas merupakan upaya Sugiarti
dalam berperan menarik simpati masyarakat dan menguatkan kader di dalam partai.
Dari seluruh upaya tersebut, tujuan terbesarnya adalah menjadikan Indonesia sebagai
negara sosialis.
Tujuan sebagai negara sosialis ini memiliki paralelitas dengan karya-karya
sastrawan Lekra lainnya. Salah satunya dalam Danau Tigi Merah Darah karya Abdul
Kohar Ibrahim.43 Cerpen ini berbicara tentang perjuangan merebut Irian Barat.
Menolak segala bentuk penjajahan, sebab akan menjadi sumber penderitaan rakyat.
Pesan yang sama juga disampaikan oleh Nooe Djaman dalam cerpen Ida dan Baju
Prajurit.44 “Ida, aku bersumpah akan terus menghancurkan penjajah dari bumi kita
ini...‖ begitu kata tokoh Harun kepada Ida.
43
Laporan dari Bawah. Hlm. 16 – 18.
44
Menciptakan masyarakat sosialis tidak hanya dengan tindakan melawan
penjajahan dari luar, tetapi juga dari dalam untuk melawan kaum-kaum penindas dan
pengisap rakyat. Sukarno mengatakan,
Oleh karena itu, kami menamakan Revolusi kami suatu Revolusi sosialis, karena kami tidak ingin mempunyai suatu sistim kapitalis di Indonesia. Tidak, kami mengingini suatu sistim sosialis di Indonesia, suatu sistim tanpa penindasan manusia oleh manusia. Dan ia adalah juga suatu Revolusi kebudayaan, karena kami ingin membangun suatu kebudajaan Indonesia tanpa sesuatu tjorak imperialis atau kapitalis atau arsitokratis didalamnja. Saja ulangi lagi, ia adalah suatu Revolusi multi-kompleks, suatu Revolusi banjak muka.45
Sesuai dengan definisi sosialis di atas, lahir pula cerpen-cerpen yang
merepresentasikannya. Selain cerpen-cerpen yang menghujat pada antikolonialisme,
antiimperialisme, usaha kelas tertindas untuk menghapuskan pengisapan bisa juga
muncul dalam cerpen yang bertema pertentangan kelas.
Indikasi adanya harapan yang akan tercapai dari berbagai perjuangan seperti
yang digambarkan dalam cerpen-cerpen di atas adalah kemenangan-kemenangan yang
diraih kaum tani, buruh, dan kaum tertindas lainnya. Dengan demikian, cita-cita partai
juga hampir tercapai.
Dari segi cita-cita mencapai masyarakat sosialis, harapan-harapan tersebut
adalah representasi utopia masyarakat sosialis di dalam karya sastra. Dengan
demikian, secara implisit, cerpen-cerpen dalam antologi ini adalah sastra yang
berperan dalam rangka membangun harapan akan tercapainya masyarakat sosialis
Indonesia. Beberapa kutipan yang dapat menunjukkan arah sosialis dan memiliki
45
hubungan paralelitas dengan karya Sugiarti Siswadi dapat ditunjukkan dalam
kutipan-kutipan berikut.
Sering Saman mendengar kata sosialisme, dalam pendengaran pidato-pidato Presiden atau lain-lain pimpinan, maupun dalam surat kabar, tetapi tak pernah ia memikirkan bagaimana mewujudkan bersama-sama dengan semua teman-temannya. Ia kini ingin mengerti banyak, ingin mendapat jawaban beribu pertanyaan yang timbul tenggelam dalam pikirannya.
Saman kini mengetahui dimana ia berdiri dan dengan girang bersama jutaan teman ia berdiri meneruskan langkah yang tak pernah patah, dengan penuh harapan. (Kemana Arah karya S. Djin).46
Kutipan di atas merupakan pemahaman tokoh Saman terhadap pergolakan
politik pada revolusi. Melalui propaganda partai, ia telah memahami arah perjuangan
bangsa indonesia dan ia telah meyakininya sebagai kebenaran karena ia tak hanya
sendirian, ia berada dibarisan orang-orang banyak. Cerpen ini merupakan
pembelajaran bagi kader sebagaimana ditunjukkan Sugiarti dalam cerpen Belajar dan
Orang Kedua.
Kader yang dimaksud adalah kader-kader dari PKI. PKI dianggap sebagai
partai yang mengakomodir harapan sosialis, sebagaimana dikemukakan dalam cerpen
Subang karya Ira, ―Orang-orang yang percaya bahwa bumi ini kelak akan menjadi
milik kaum pekerja‖. Dengan adanya anggapan tersebut, rakyat menjadi berharap kepada PKI, seperti diuangkapkan dalam cerpen Menyambut Kongres Nasional Ke-VI
PKI karya L.S. Retno.
Kepada Partai Komunis Indonesia yang selalu mereka cintai, mereka memasrahkan suatu harapan supaya Partai bisa memperjuangkan sepenuhnya segala tuntutan itu kepada pemerintah. Keyakinan akan kepercayaan kepada
46
Partai tidak bisa ditawar-tawar lagi, sebab mereka juga tahu, hanya PKI lah yang dengan sepenuh tenaga memperjuangkan nasib mereka.47
Pak Wirjo dalam cerpen ‖Pak Wirjo Komunis Tua‖ karya Zein D. Datu48 mengatakan, ―di bawah panji-panji Komunisme semuanya itu akan menjadi nyata karena gerakan Komunisme menjamin kelangsungan hidup yang baik.‖
Perjuangan PKI untuk mendorong terwujudnya masyarakat sosialis. Bukan
merupakan janji-janji kosong belaka. Hal ini diungkapkan oleh Kebangunan di Kota
Bengawan karya Namikakanda.
‖Kami kaum komunis tidak boleh membohong. Kami harus berkata tentang kenyataan yang sewajarnya.‖
Orang tua itu bercerita dengan sederhana. Tapi dalam kesederhanaannya itu tersirat kebenaran yang sewajarnya. Apa yang telah kudengar dari mulut orang tua itu memberi kesan yang sangat mendalam dalam jiwaku. Kesan bahwa kecintaan rakyat pada P.K.I? Mengapa tidak Masjumi?
‖Bukankah Pedan daerah Islam?‖
‖Pedan memang daerah Islam. Saya sendiri seorang haji.‖ Mendengar
jawabannya itu aku menjadi geli. Dengan secara bergurau aku bertanya:
‖Masih bersholat lima waktu?‖
‖Mengapa tidak? Itu adalah keyakinanku terhadap Tuhan Yang Maha
Esa.‖
‖Mengapa pilih P.K.I. Mengapa tidak Masjumi?‖ ‖Itu ada sebabnya Nak.‖
‖Mengapa?‖
‖P.K.I. memperjuangkan tanah untuk kami. Kau tahu, buat kami tanah adalah jiwa kami. Dan P.K.I. adalah otak kami.‖
‖Masjumi?‖
‖Ia menentang tuntutan kami.‖
‖Kata orang P.K.I. adalah brandal,‖ aku ketawa.
‖Mana bisa brandal. Kaum komunis adalah manusia yang tinggi martabatnya.‖ Ia mengucapkan kata-katanya dengan penuh keyakinan.
‖Martabat yang bagaimana?‖
47
Ibid. Hlm 170.
48
‖Orang komunis tidak boleh menempeleng istrinya, apalagi berpoligami.
Melacur dan berjudi pun tidak boleh.‖ ‖Kalau melanggar bagaimana?‖
‖P.K.I. bukan tempat bagi orang-orang yang rusak martabat mereka.‖
Paralelitas mengenai pandangan komunis terhadap nilai-nilai kemanusiaan
juga tertuang dalam cerpen Belajar karya Sugiarti, ―Sekarang belum, sebab belum ada
jaminan bahwa manusia akan bisa hidup terus diangkasa sana. Sarjana Soviet tidak
akan gegabah melempar orang keangkasa luar, sebab bagi Soviet, manusia adalah
sangat berharga.‖
Representasi cita-cita (sosialisme) dalam cerpen-cerpen di atas disampaikan
secara tersurat dalam rangka penggambaran kebesaran PKI. Cerpen-cerpen dengan
tema partai dan cita-cita sosialis menunjukkan bahwa PKI merupakan jalan bagi
rakyat untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan akhir perjuangannya (sosialisme).
Cita-cita itu telah digantungkan setinggi mungkin, sebagaimana Sugiarti mengatakannya
dalam cerpen Belajar, ―Bulan purnama terang benderang, dan semua melihat kelangit. Disana, ya dibagian bulan yang ayu cemerlang itu tertancap sudah lambang palu-arit,
hadiah dari Lunik II.‖ Dan ―Wah, kalau dilihat pake keker, barangkali nampak itu palu arit dibulan.‖