• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Sajian Data

3. Partisipasi Mahasiswa Pendidikan Sejarah dalam Festival Malang Tempo Doeloe

Ada pelbagai macam dan bentuk partisipasi di festival. Partisipan terbesar yang hadir di festival adalah pengunjung dari kalangan generasi muda. Diantara generasi muda ada partisipasi dari kalangan mahasiswa pendidikan Sejarah.

Partisipan dari kalangan mahasiswa Pendidikan Sejarah pada umumnya berkunjung ke festival atas inisiatif sendiri. Miftakhul Munir yang pernah selama dua kali ke festival ini terdorong motivasi memperoleh gambaran mengenai perkembangan Malang tempo dulu. Jadi ingin mengetahui Malang dulu seperti apa. tema-tema tertentu. Selain itu, merupakan gambaran perjuangan Kota Malang, sejak pembentukan kota Malang pada masa kolonial (wawancara tanggal 14 Nopember 2010).

Alasan yang hampir sama dikemukakan Dimas Agung Brahmana yang hadir di festival karena sebagai mahasiswa sejarah ingin mengetahui bagaimana keadaan kota Malang ketika dulu. Dari foto-foto kita bisa mengetahui bagaimana alun-alun pada masa penjajahan, jalan Ijen pada masa penjajahan. Bisa menjadi tambahan ilmu bagi mahasiswa sejarah (wawancara tanggal 11 Desember 2009). Dwi Setyorini pernah satu kali ke festival yakni tahun 2008, yang merupakan even sejarah, merasa perlu mengetahuinya, terutama untuk sejarah lokal Malang. Berdasarkan pendapat

ketiga informan tersebut dapat dikatakan memiliki persamaan motivasi berkunjung ke festival, yakni untuk mengetahui pelbagai dimensi sejarah Kota Malang.

Berbeda dengan pendapat di atas, Nasrul Shafig mengatakan dua kali mengunjungi festival Malang Tempo Doeloe. Keunikan acaranyalah yang membuat nya berkunjung ke Malang Tempo Doeloe. Selain keunikannya, dapat mengenal sejarah yang lebih detail, karena di sekolah tidak diajari hal-hal seperti itu (wawancara tanggal 04 Nopember 2009). Pendapat informan ini lebih bersifat umum, dalam arti tidak secara eksplisit menyebut sejarah Kota Malang sebagai motivasi kunjungannya. Sedangkan Handri sudah empat kali datang ke festival karena adanya penyegaran untuk warga Malang tentang sejarah kota Malang. Jarang melihat benda-benda sejarah, yang ada visualisasi tentang suasana kota Malang (wawancara tanggal 19 Nopember 2009) . Pendapat ini juga lebih bersifat umum karena berusaha mewakili motivasi masyarakat pengunjung festival.

Alasan menghadiri festival Malang Tempo Doeloe yang lebih khusus datang dari Rebeca Agustina yang mengatakan sudah dua kali ke festival bersama-sama keluarga, karena ada tugas dari guru sejarah, dan ingin tahu apa itu festival Malang Tempo Doeloe (wawancara tanggal 17 Januari 2010). Sedangkan Rake Hino yang pernah tiga kali ke festival dan pernah berpartisipasi di bagian musik keroncong. Ingin menggali / mengetahui situs-situs klasik. Tapi ketika berada di sana, tidak sesuai apa yang diharapkan, khususnya di bidang klasik (wawancara atanggal 22 Januari 2010) Kedua informan meskipun sama-sama memiliki motivasi yang spesifik, tetapi berbeda orientasi substansi motivasinya. Adapun informan yang

kurang jelas motivasi kunjungannya ke festival datang dari Widya Pratiwi yang menyatakan pernah ke sana satu kali. Sebenarnya secara kebetulan jalur angkutan kota yang ditumpangi melewati festival, lalu coba melihat (wawancara tanggal 6 Pebruari 2010).

Mengenai bentuk partisipasi awal informan dari kalangan mahasiswa, ternyata memiliki persamaan, yakni diawali oleh jalan-jalan keliling arena, sesudah itu baru ada ketertarikan yang melahirkan bentuk partisipasi lainnya. Hal ini sebagaimana yang dilakukan Nasrul Shafiq, biasanya keliling kemudian mampir di stand-stand yang tersedia, sambil melihat hal-hal yang unik (wawancara tanggal 04 Nopember 2009). Sedangkan Handri biasanya jalan-jalan, menonton pertunjukan gambus, ketoprak, ludruk. Selain itu, suasana tahun 45 sangat kental, sebagaimana tergambar dari adanya sepeda ontel, pakain-pakaian masa lampau (wawancara tanggal 19 Nopember 2009). Dimas Agung Brahmana selain jalan-jalan, juga melihat lihat pameran-pameran, musik keroncong, kebudayaan yang hampir punah. Contohnya, jaranan, yang masih ada tapi hampir punah. Di festival ditunjukkan semua kesenian asli Malang yang belum pernah kita lihat selama ini. Berdasarkan pelbagai pendapat informan, dapat dinyatakan meskipun ada persamaan bentuk awal partisipasi yakni menjelajahi arena dan melihat-lihat/mengamati, akan tetapi ada perbedaan objek yang dilihat atau diamati para informan

Partisipasi Dwi Setyorini bersifat umum, karena berkeliling arena festival bersama teman, melihat-lihat banyak macam benda sejarah, seni, budaya dan makanan tradisional (wawancara tanggal 6 Pebruari 2009). Ada juga bentuk

partisipasi awal yang mengarah konsumtif, tercermin dari Widya Pratiwi yakni melihat banyaknya kuliner. Namun, tidak hanya kuliner tempo dulu. Tapi banyak juga kuliner modern yang dijual, sehingga nuansa tempo dulunya kurang muncul. Lebih suka membeli kuliner tempo dulu, yang tidak dijual di keseharian (wawancara tanggal 6 Pebruari 2010).

Bentuk partisipasi pengamatan dan penilaian, dilakukan Nasrul Shafiq yang mengamati sejarah Pahlawan TRIP, berada agak lama di stand itu dan bertemu pejuang di stand itu. Salut dengan semangat pejuang TRIP yang diceriterakan oleh nara sumber yang berada di situ, sampai meneteskan air mata. Teringat kata-katanya yakni “pelajar dulu kalau tidak ikut perang akan malu”. Dan pejuang dulu menangis ketika dijadikan sebagai pejuang pelajar. Terharu melihat semangat pejuang yang tidak goyah, apalagi diberi foto pejuang tersebut..Selain itu mengamati tekhnologi tempo dulu. Misalnya sepeda, yang bagus kualitasnya dibandingkan sekarang. Juga mengamati musik keroncong, yang sudah kurang peminatnya sekarang. Agak lama di stand musik keroncong (wawancara tanggal 04 Nopember 2009).

Demikian pula Dimas Agung Brahmana melakukan pegamatan dan penilaian pada arsitektur tempo dulu, karena adanya perbedaan bangunan yang sangat jauh dari zaman sekarang. Bangunan tempo dulu jauh lebih kuat dan jauh lebih bagus (wawancara tanggal 11 Desember 2009). Bentuk partisipasi yang sama dilakukan oleh Rake Hino, yakni terutama mengamati pertunjukan ludruk. Hal ini disebabkan karena ludruk yang istilah Malangnya adalah Andong Malangan, sudah mencerminkan asli khas Malang. Semua yang di MTD telah mencerminkan Malang.

Selain itu, melihat proses pengembalian ke bentuk masa lalu seperti budaya pakaian, musik, dengan memakai konsep sejarah multidimensi.

Partisipan yang melakukan bentuk partisipasi pengamatan, pembandingan dan penilaian, ada pada Miftakhul Munir. Ia mengamati nilai seni yg ditampilkan, misalnya pada pakaian jaman dulu, keramik, dan barang-barang tradisional lainnya. Juga membandingkan stand di dalam dan luar arena, dimana yang di dalam lebih memaerkan produk tradisional, sebaliknya di luar cenderung ke produk modern dengan nuansa bisnis lebih kental. Dari segi sejarah, visualisasinya sangat menarik dan kongkrit. Walaupun ada benda tiruan, tapi bisa membayangkan. Contohnya dari Malang asli ada guci, keramik dari Dinoyo. Stand lainnya ada keramik Cina yang lebih bagus mutunya, tetapi ada tertanam kebanggaan pada keramik Dinoyo (wawancara tanggal 14 Nopember 2009).

Partisipan-partisipan berikut ini hanya melakukan satu bentuk partisipasi yakni pengamatan. Handri melakukan pengamatan khusus kesenian tradisisonal, seperti ludruk, tari topeng, wayang dan lain-lain. Kesenian tradisional adalah produksi yang masih asli yang disajikan pembuatnya, sehingga khas (wawancara tanggal 19 Nopember 2009). Rebeca Agustina melakukan pengamatan stand kerajaan Majapahit dan masa kuno lainnya berupa replika candi Singosari. Juga mengamati stand-stand jualan souvenir seperti keperluan dapur, sendok sayur baik tradisional maupun modern (wawancara tanggal 17 Januari 2010). Dwi Setyorini melakukan pengamatan terhadap makanan-makanan tradisional, pertunjukan kuda lumping. Di festival tersebut selalu ada baliho, foto/gambar tentang sejarah Malang.

Dengan adanya visual itu bisa mengetahui bagaimana sejarah Malang, terutama bagi yang belum diketahui (wawancara tanggal 6 Pebruari 2010). Dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk partisipasi partisipan yang muncul di arena festival relatif beragam, tetapi berbeda objek partisipasinya.

4. Persepsi Mahasiswa Pendidikan Sejarah terhadap Festival Malang Tempo