• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagan III. 3. Struktur Organisasi BPD Sigalapang Julu

ANALISA DATA

V.2. Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Desa di Desa Sigalapang Julu

Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa di Desa Sigalapang Julu dikategorikan masih rendah. Ini terbukti dari penuturan Ketua BPD Imron Hasibuan Dalam setiap Musrenbangdes di desa ini masyarakat masih kurang berpartisipasi dan jumlah peserta yang hadir dalam musrenbangdes masih minim dan kurang antusiasnya masyarakat dalam mengikuti kegiatan rapat tersebut.

Berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 050/200/II/ BANGDA/2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) disebutkan bahwa prinsip-prinsip penyelenggaraan musyawarah pembangunan desa/kelurahan (musrenbangdes) yaitu:

1. Musrenbangdes/kelurahan ditujukan untuk membahas seluruh rencana kegiatan pembangunan di wilayah desa/kelurahan untuk tahun rencana yang pendanaannya berasal dari berbagai sumber (PADes, ADD/dana bagi hasil, Bantuan desa/kelurahan, PPK/P2KP, swadaya masyarakat dan sumber dana lainnya).

2. Untuk menjamin pemahaman dan kajian mendalam, maka bahan/materi musrenbangdes/kelurahan sudah dibagikan bersamaan ketika mengantarkan surat undangan kepada peserta yang dimiliki kompetensi memadai.

3. Peserta mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengkaji, mendiskusikan, mengusulkan dan mengambil kesepakatan bersama terhadap rumusan hasil musrenbangdes/kelurahan.

4. Mekanisme pembahasan menggunakan fasilitator yang kompeten untuk memandu pembahasan dan penyepakatan hasil musrenbangdes/kelurahan, serta melibatkan narasumber yang sesuai dengan kompetensi yang dibuthkan.

5. Adanya kejelasan informasi dari Pemda Kabupaten/kota tentang indikasi ALokasi Dana Desa yang akan diberikan kepada desa untuk tahun anggaran direncanakan serta sumber pendanaan program/kegiatan lainnya. 6. Adanya kesepakatan urutan prioritas isu/permasalahan pembangunan

7. Adanya kesepakatan urutan prioritas fungsi/ urusan wajib/ pilihan pemerintahan daerah untuk menangani isu/ permasalahan pembangunan desa/kelurahan.

8. Adanya kesepakatan rancangan program dan kegiatan dengan memperhatikan rencana pembangunan jangka menengah desa/kelurahan (RPJMdes/RPJMkel).

9. Keluaran musrenbang des/kelurahan berupa: a. Daftar prioritas kegiatan pembangunan skala desa/kelurahan dengan tolok ukur capaian kinerjanya, yang akan didanai melalui dana bagi hasil/Alokasi Dana Desa, bantuan keuangan desa/kelurahan, dana swadaya masyarakat, dan sumber dana program/kegiatan lainnya; b. Daftar prioritas kegiatan pembangunan lengkap dengan tolok ukur capaian kinerjanya yang diusulkan untuk dilaksanakan melalui SKPD dan/atau kecamatan, namun masih akan dibahas dalam musrenbang kecamatan dan/atau fprum SKPD dan musrenbang kabupaten/kota; c. Daftar nama delegasi untuk mengikuti musrenbang kecamatan; d. Berita Acara Musrenbang Desa/Kelurahan. 10.Paling lambat pada akhir bulan Januari seluruh desa dan kelurahan telah

selesai melaksanakan musrenbang des/kelurahan.

Kepala desa Sigalapang Julu menuturkan beberapa alasan rendahnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan yaitu kurangnya sosialisasi tentang perencanaan pembangunan menyebabkan mereka tidak hadir dalam proses perencanaan pembangunan melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa. Kurangnya kepedulian dengan pembangunan itu sendiri dilihat dari kurangnya antusiasme masyarakat dalam memberi masukan dan mengkritik proses perencanaan pembangunan. Kesibukan bekerja menjadi alasan utama masyarakat untuk tidak hadir dalam musrenbang desa. Sulit memang mengumpulkan masyarakat untuk merumuskan masalah dan kebutuhan pembangunan desa, tidak sedikit dari mereka yang tidak mengerti tujuan dari kegiatan ini. Perlu diberikan pemahaman kepada masyarakat, agar sesuai dengan perencanaan partisipatif yaitu pertama, bersama-sama merumuskan dan memutuskan langkah-langkah pembangunan yang perlu dilakukan untuk

komprehensif yang merupakan hasil kesepakatan bersama. Dan harus ditekankan bahwa merencanakan pembangunan itu tugas pemerintah dengan masyarakat, anggapan kalau itu tugas pemerintah dibuang jauh-jauh. Disamping itu ada situasi yang memotivasi masyarakat menjadi lemah terhadap perencanaan pembangunan karena usulan-usulan yang disampaikan melalui musrenbang tidak membawa hasil.

Rendahnya partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan dipengaruhi oleh beberapa faktor:

1. Keterbatasan masyarakat terhadap pemahaman perencanaan pembangunan.

2. Adanya sikap pesimis masyarakat terhadap proses perencanaan pembangunan karena usulan-usulan mereka tidak terakomodasi dalam proses yang lebih tinggi.

3. Terbatasnya jumlah kader dan aparat pembangunan yang bertugas mengkomunikasikan informasi mengenai perencanaan pembangunan kepada masyarakat.

4. Waktu penyelenggaraan perencanaan pembangunan yang relatif pendek sehingga tidak seimbang dengan materi yang harus dibahas dan diputuskan.

Dalam hal ini belum terdapat kesadaran mengenai pentingnya perencanaan partisipatif. Menurut wrihatnolo (2006: 160), pemikiran rencana partisipatif diawali dari kesadaran bahwa kinerja sebuah prakarsa pembangunan yang mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan yaitu pemangku kepentingan berasal dari semua aparat penyelenggara Negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif), masyarakat kaun rohaniawan, pemilik usaha, kelompok professional, organisasi non-pemerintah dan lain-lain. Di desa ini masyarakat belum menyadari konsep awal mengenai perencanaan partisipatif yakni bahwa semua pihak yang berkepentingan (skateholder) harus ikut terlibat dalam perencanaan pembangunan.

Partisipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan di desa Sigalapang Julu dapat dilihat dari:

1. Kontribusi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan

Tjokroamidjojo mendefenisikan partisipasi sebagai kontribusi masyarakat kepada proyek-proyek pemerintah atau keterlibatan masyarakat dalam penentuan arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, keterlibatan masyarakat dalam memikul beban dan dalam memetik hasil atau manfaat pembangunan (dalam Ndraha, 1990: 149).

Keterlibatan masyarakat akan terjadi sukarela jika perencanaan dilakukan secara desentralisasi dan kegiatan pembangunan selalu diarahkan pada keadaan atau kepentingan masyarakat. Jika hal ini tidak terjadi maka partisipasi masyarakat akan sulit terjadi karena masyarakat tidak akan berpartisipasi jika kegiatan dirasa tidak menarik minat atau partisipasi mereka tidak berpengaruh pada rencana akhir.

Keterlibatan sukarela merupakan kontribusi masyarakat dalam menentukan rencana program pembangunan. Berdasarkan hasil penelitian, kontribusi yang diberikan masyarakat dalam merencanakan pembangunan hanya berupa ide, gagasan, sumbangan pemikiran dan saran.

Hasil penelitian berdasarkan wawancara, dalam hal ini masyarakat mengatakan bahwa terkadang mereka bersedia memberikan sumbangan pemikiran dan bersedia memberikan dan perbulan untuk pembangunan. Ketimpangan ini terjadi karena masyarakat merasa belum dilibatkan sepenuhnya dalam perencanaan pembangunan dan tidak tahu harus mengadu kemana apabila ada permasalahan dalam pembangunan karena ketidakaktifan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), juga belum pahamnya masyarakat pada kebutuhan mereka sendiri. Seharusnya disinilah peran pemerintah daerah dan lembaga-lembaga terkait difungsikan, mereka harus bisa terus mendampingi masyarakat dalam

memilih kebijakan pembangunan yang bagaimana yang dibutuhkan untuk kesejahteraan bersama.

Hasil wawancara dengan kepala desa disebutkan bahwa dibutuhkan partisipasi disemua tahap-tahap pembangunan khususnya dimulai dari musrenbangdes hingga pada terbentuknya rencana pembangunan untuk menentukan apa yang menjadi prioritas utama perencanaan pembangunan nantinya. Di desa ini masyarakat juga dilibatkan hingga musrenbang kecamatan, namun untuk kelanjutannya hanya melibatkan aparatur pedesaan dan kecamatan.

Hal tersebut kurang sesuai dengan pendapat Tjokroamidjojo yang menyatakan bahwa partisipasi sebagai kontribusi masyarakat kepada proyek-proyek pemerintah atau keterlibatan masyarakat dalam penentuan arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, keterlibatan masyarakat dalam memikul beban dan dalam memetik hasil atau manfaat pembangunan. Dalam beberapa tahapan pembangunan partisipasi masyarakat sudah ada termasuk memberikan sumbangan pemikiran, saran kepada proyek pemerintah dan memikul beban pembangunan seperti membayar pajak. Namun, dalam segi penentuan arah, strategi dan kebijakan publik berhubungan dengan pembangunan, kontribusi masyarakat harus lebih ditingkatkan lagi. Yang mana pelaksanaan tersebut haruslah berpayung hukum, sehingga tidak ada muncul permasalahan-permasalahan yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan pembangunan tersebut. Di dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah dinyatakan dalam bab II pasal 4 Huruf d yang menyatakan bahwa perencanaan pembangunan bertujuan untuk mengoptimalkan partisipasi masyarakat. Dengan demikian, undang-undang tersebut telah menjamin bahwa dalam setiap langkah perencanaan pembangunan baik ditingkat pusat maupun daerah partisipasi masyarakat wajib untuk didengar dan dipertimbangkan oleh pemerintah.

2. Ketersediaan Organisasi sebagai Penyalur Aspirasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat perlu dilembagakan, dalam arti disatu pihak adanya organisasi yang berfungsi mengoperasionalkan dan memelihara partisipasi

(Tjiptoherijanto, 1993: 22). Maka, untuk melaksanakan fungsi perberdayaan masyarakat dibentuklah lembaga/ organisasi kemasyarakatan seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan sebagainya yang dibentuk oleh masyarakat.

Organisasi kemasyarakatan dalam perencanaan pembangunan di desa sangat berperan karena berfungsi sebagai penyalur aspirasi masyarakat kepada pemerintahan desa, bottom up tepatnya dalam konsep pembangunan. Selain berfungsi sebagai penyalur aspirasi masyarakat desa, LPM juga mempunyai fungsi, antara lain sebagai wadah kegiatan pembangunan di desa, wadah perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian kegiatan-kegiatan masyarakat desa.

Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa keberadaan organisasi di Desa Sigalapang Julu kurang menarik masyarakat untuk ikut terlibat dalam perencanaan pembangunan. Hal ini disebabkan karena kurang efektifnya kinerja organisasi tersebut sehingga banyak masyarakat yang belum mengetahui fungsi organisasi itu. Menurut beberapa responden, organisasi yang ada kurang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat karena jarang terjun langsung ke masyarakat dan tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Dalam perencanaan pembangunan di desa hal penyampaian kritik, saran dan aspirasi sudah dilakukan oleh organisasi sekalipun belum maksimal.

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa disebutkan bahwa fungsi Lembaga Kemasyarakatan adalah penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam Pembangunan, penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia, peningkatan kualitas dan percepatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, penyusunan rencana, pelaksanaan, pelestarian, dan pengembangan hasil-hasil pembangunan secara partisipatif, penumbuhkembangan dan penggerak prakarsa, partisipasi, serta swadaya gotongroyong masyarakat, pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan keluarga dan pemberdayaan hak politik masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa Lembaga Kemasyarakatan yang ada di desa Sigalapang Julu kurang

menjalankan fungsinya dengan baik, belum melaksanakan kegiatan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam perencanaan pembangunan.

3. Kemampuan Masyarakat dalam Merencanakan Pembangunan

Salah satu tujuan yang hendak dicapai melalui pembangunan aparatur pemerintahan adalah terwujudnya aparatur pemerintah Negara yang terbuka, inovatif dan peka terhadap aspirasi dan dinamika masyarakat. Pembangunan yang telah dilakukan pemerintah Indonesia sampai sekarang telah membawa peningkatan pada kualitas hidup masyarakat Indonesia sendiri. Kondisi tersebut telah mendorong keadaan sosial ekonomi masyarakat semakin meningkat, sehingga dengan situasi tersebut memungkinkan pemerintah dapat melibatkan masyarakat secara lebih efektif dalam berbagai kegiatan pembangunan. Terlebih lagi dalam era Otonomi Daerah saat ini yang mengedepankan peran serta masyarakat dalam kegiatan pembangunan dapat di artikan sebagai penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan dan perencanaan pembangunan.

Penentuan program atau rencana pembangunan dengan melibatkan masyarakat merupakan salah satu bentuk mekanisme perencanaan dari arus bawah atau buttom up planning. Peningkatan peran serta masyarakat dalam penyusunan rencana pembangunan merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat secara nyata dan terarah. Selain itu, dengan mengikutsertakan peran serta masyarakat dalam melaksanakan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan hasilnya akan sangat bermanfaat bagi kepentingan masyarakat. Tetapi tidak semua masyarakat dapat berpartisipasi dengan kapasitas yang sama dalam pembangunan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan kemampuan, kepentingan dan perbedaan keahlian antara anggota masyarakat yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, seseorang dapat berpartisipasi secara parsial yaitu hanya dalam satu atau beberapa aktivitas saja dan juga dapat berpartisipasi secara prosesial yaitu terlibat dalam semua fase, dari fase awal hingga fase akhir (Kaho, 1997: 117).

Aspirasi maupun gagasan yang berasal dari masyarakat pun bermanfaat dan hasilnya kelak dapat benar-benar di rasakan oleh masyarakat itu sendiri, sebab

masyarakat benar-benar tahu apa yang menjadi prioritas atau kebutuhan utama dalam kegiatan pembangunan. Peran serta masyarakat merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan desa. Peran serta masyarakat yang tinggi dapat mewujudkan tujuan dari pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna. Sebaliknya pembangunan desa yang baik dapat mendorong terjadinya peningkatan kemampuan masyarakat untuk lebih berperan serta dalam pembangunan.

4. Kerjasama yang Sinergis antara Pemerintah dan Masyarakat

Dari hasil wawancara dengan kepala desa, Khoirul Anwar Hsb, pemerintah desa melakukan kerjasama dengan masyarakat melalui diskusi bersama dengan lembaga kemasyarakatan, sekalipun jarang. Sekalipun jarang bertemu langsung, dalam sesekali pertemuan yang kami lakukan bisa dikatakan cukup baik karena perencanaan pembangunan masih mendapatkan respon dari masyarakat dengan kehadiran mereka walaupun sangat jarang.

Berdasarkan hasil penelitian kerjasama pemerintah dengan masyarakat dalam perencanaan pembangunan antara lain masih sebatas informasi, pemberian gagasan/ ide dan saran mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat yang disampaikan melalui musrenbangdes yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal sebab masyarakat akan lebih mempercayai kegiatan atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya. Mereka akan lebih mengetahui seluk beluk program tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap program tersebut.

Hal tersebut diatas sudah sesuai dengan pendapat (Soetrisno, 1995: 207) yang mengatakan partisipasi adalah kerjasama antara masyarakat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan juga mengembangkan hasil pengembangan karena sudah terlihat kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat dalam pembangunan ekonomi, sosial budaya, kesehatan, pendidikan serta pembangunan sarana dan prasarana.

Untuk membangkitkan partisipasi rakyat dalam pembangunan diperlukan sikap toleransi dari pemerintah terhadap kritik, pikiran alternatif yang muncul dalam masyarakat sebagai akibat dari dinamika pembangunan itu sendiri karena kritik dan pikiran alternatif itu merupakan satu bentuk dari partisipasi rakyat dalam pembangunan (Soetrisno, 1995: 208). Oleh karena itu, sebagai pemerintah yang demokratis dan memandang masyarakat sebagai subjek sekaligus objek dalam pembangunan maka pemerintah harus memberi kesempatan bagi masyarakat untuk berkonsultasi dengan pemerintah mengenai pelaksanaan pembangunan.

Konsultasi yang dimaksud ialah ketersediaan masyarakat dalam menanggapi pembangunan itu sendiri berupa kritik/ saran maupun usulan terhadap pembangunan yang telah dilaksanakan maupun usulan-usulan dalam perencanaan pembangunan. Konsultasi yang disampaikan masyarakat kepada pihak pemerintah antara lain tentang pengaspalan jalan, pengerasan jalan, pembangunan irigasi, penambahan ruang sekolah dan pembangunan sarana dan prasarana lainnya.

Hal tersebut diatas sejalan dengan pendapat (Conyers 1994: 207) bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa masyarakat memiliki hak untuk memberikan saran/ usulan dalam menentukan jenis pembangunan seperti apa yang akan dilaksanakan di daerah mereka, sebab hanya masyarakat yang tahu apa yang mereka butuhkan. Dengan demikian, adanya konsultasi dari masyarakat menandakan bahwa prinsip pemerintahan yang demokratis sudah terlaksana di desa Sigalapang Julu ini.

BAB VI

PENUTUP

Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis akan mengambil beberapa kesimpulan dari hasil penelitian di lapangan selama ini serta memberikan saran sebagai langkah terakhir dalam hasil penelitian ini.

VI. 1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Masyarakat sebagai salah satu subsistem suatu desa seharusnya dilibatkan

dalam proses pembangunan di desa. Keterlibatan itu dimulai dari tahap perencanaan pembangunan, pelaksanaan hingga tahap evaluasi hasil pembangunan. Tanpa adanya keterlibatan masyarakat maka hasil dari pembangunan belum tentu menjawab kebutuhan masyarakat dan belum tercapainya kesejahteraan masyarakat.

2. Partisipasi yang diberikan masyarakat dalam perencanaan pembangunan masih berupa gagasan dan sumbangan pemikiran berupa ide juga saran untuk pembangunan yang akan dilaksanakan.

3. Peran serta masyarakat merupakan faktor penting dalam pembangunan desa. Peran serta masyarakat yang tinggi dapat mewujudkan tujuan dari pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna.

VI. 2 Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka penulis merekomendasikan berupa saran-saran sebagai berikut:

1. Pihak pemerintah desa Sigalapang Julu dan organisasi kemasyarakatan harus melakukan sosialisasi yang lebih mendalam kepada masyarakat tentang perencanaan pembangunan melalui musyawarah perencanaan pembangunan

desa (musrenbangdes) sehingga masyarakat mau berpartisipasi untuk ke depannya.

2. Melalui musrenbangdes, pemerintah desa Sigalapang Julu hendaknya memberitahukan dengan jelas mengenai pembangunan yang akan direncanakan dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat.

3. Sebagai tahap awal, maka perencanaan pembangunan merupakan pedoman/ acuan/ dasar bagi pelaksana kegiatan pembangunan. Karena perencanaan pembangunan hendaknya bersifat implentatif (dapat melaksanakan) dan aplikatif (dapat diterapkan), serta perlu disusun dalam suatu perencanaan strategis dalam arti tidak terlalu mengatur, penting, mendesak dan mampu mengatasi kehidupan masyarakat luas, sekaligus mampu mengantisipasi tuntutan perubahan internal dan eksternal, serta disusun berdasarkan fakta riil di lapangan.

4. Mengadakan pertemuan dengan tiap-tiap masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah desa atau organisasi kemasyarakat untuk mendiskusikan perencanaan pembangunan ketempat mereka melakukan pekerjaan. Sebab salah satu alasan masyarakat jarang mengikuti musrenbangdes karena alasan pekerjaan.

5. Kepada masyarakat Desa Sigalapang Julu Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal, penulis juga menghimbau bahwa pembangunan desa bukan saja tanggung jawab Pemerintah Desa tetapi juga tanggung jawab semua lapisan masyarakat. Oleh sebab itu keikut sertaan masyarakat atau partisipasi masyarakat seluruh elemen masyarakat sangat menentukan sukses atau tidaknya pembangunan yang akan dilaksanakan.

Dokumen terkait