• Tidak ada hasil yang ditemukan

TENTANG PERTANAHAN

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas. Pasal 2

Huruf a

Yang dimaksud dengan “asas kebangsaan” adalah

bahwa Tanah, sebagai bagian dari sumber daya alam merupakan hak bangsa Indonesia secara keseluruhan. Hubungan antara bangsa Indonesia dengan Tanah bersifat abadi, artinya selama bangsa Indonesia dan Tanah masih ada maka hubungan itu masih tetap ada. Huruf b

Yang dimaksud dengan “asas kenasionalan” adalah

bahwa hanya warganegara Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan, secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, yang dapat mempunyai Hak Milik. Bagi warganegara asing dan badan hukum Indonesia maupun asing, dapat diberikan Hak Atas Tanah selain Hak Milik.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “asas pengakuan dan

perlindungan Masyarakat Hukum Adat” adalah bahwa

hak Masyarakat Hukum Adat atas tanah yang berada di wilayahnya diakui dan dilindungi. Di atas Tanah Ulayat dapat diberikan suatu Hak Atas Tanah atas persetujuan tertulis Masyarakat Hukum Adat yang bersangkutan. Huruf d

Yang dimaksud dengan “asas fungsi sosial” adalah

bahwa Hak Atas Tanah harus digunakan sesuai dengan sifat dan tujuan pemberian Hak Atas Tanahnya. Tanah tidak boleh tidak digunakan, apalagi jika hal tersebut merugikan kepentingan pihak lain dan masyarakat. Antara kepentingan perorangan dan kepentingan umum

dalam pemanfaatan Tanah harus terdapat

Yang dimaksud dengan “asas fungsi ekologis” adalah

bahwa manfaat ekonomis Tanah dapat berlangsung

dalam waktu yang relatif lama dan untuk

pemanfaatannya harus memperhatikan kelestariannya. Huruf e

Yang dimaksud dengan “asas keadilan dalam perolehan dan pemanfaatan Tanah” adalah penegasan fungsi

utama Tanah, yakni Tanah digunakan untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat, yang berarti bahwa

kemanfaatannya harus dapat dirasakan secara merata oleh rakyat. Untuk mencapai tujuan itu, harus dicegah

terjadinya ketimpangan penguasaan dan/atau

pemilikan Tanah. Huruf f

Yang dimaksud dengan “asas keanekaragaman dalam

kesatuan hukum” adalah berlakunya hukum adat yang

masih berlangsung dan ditaati oleh masyarakatnya, di samping hukum negara.

Huruf g

Yang dimaksud dengan “asas perencanaan dalam penggunaan Tanah” adalah bahwa karena Tanah

merupakan sumberdaya alam yang langka, untuk

mempertahankan keberlanjutan fungsi Tanah,

diperlukan perencanaan dalam penggunaan Tanah, termasuk persediaannya.

Huruf h

Yang dimaksud dengan “asas umum pemerintahan yang baik” adalah bahwa pengelolaan Tanah meliputi

perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasannya harus

dilakukan secara transparan, partisipatif, dan

akuntabel. Pasal 3

Ayat (1)

Tujuan pengaturan oleh negara terhadap Tanah adalah dalam rangka tercapainya sebesar-besar kemakmuran rakyat yang meliputi kemanfaatannya bagi rakyat, tingkat pemerataan kemanfaatannya, tingkat partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat, dan penghormatan terhadap hak rakyat.

Ayat (2)

Hak Menguasai Negara yang berisi kewenangan membuat kebijakan, mengatur, mengurus, mengelola dan mengawasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, pemanfaatan dan pemeliharaan Tanah itu tidak dengan sendirinya melekat pada negara melainkan bersumber dari kewenangan yang dipunyai oleh bangsa Indonesia. Kewenangan negara itu dibatasi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni bahwa hal-hal yang diatur oleh negara tidak boleh berakibat terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan dibatasi oleh tujuan peraturan itu sendiri.

Hak Menguasai Negara dimaksudkan sebagai kewenangan untuk membuat kebijakan, mengatur, mengurus, mengelola, dan mengawasi, dan bukan untuk memiliki Tanah.

Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)

Hak Pengelolaan itu bukan Hak Atas Tanah, tetapi Hak Menguasai Negara yang sebagian kewenangannya dilimpahkan kepada pemegang haknya. Oleh karena Hak Pengelolaan itu mempunyai sifat publik, maka badan hukum yang dapat menjadi pemegang Hak Pengelolaan harus memenuhi persyaratan tertentu. Pasal 7

Ayat (1)

Penyerahan pemanfaatan Tanah dilakukan melalui keputusan karena Hak Pengelolaan bukan Hak Atas Tanah tetapi merupakan bagian dari Hak Menguasai Negara.

Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Ketentuan ini menegaskan bahwa tujuan pemberian Hak Pengelolaan adalah untuk mendukung tugas pokok dan fungsi yang merupakan pelayanan publik.

Pasal 8

Ayat (1)

Sesuai dengan ruang lingkup Undang-Undang ini, pengakuan dan perlindungan terhadap Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat ditekankan pada Tanah yang

ada di wilayah Masyarakat Hukum Adat yang

bersangkutan. Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Ayat (4)

Cukup jelas. Pasal 9

Ayat (1)

Selama berlangsungnya Hak Atas Tanah, kepada

pemegang hak yang sudah menguasai dan

memanfaatkan Tanah berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan diperoleh dengan itikad baik diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum.

Ayat (2)

Dengan berakhirnya Hak Atas Tanah maka sejalan dengan pengakuan terhadap Masyarakat Hukum Adat jika Masyarakat Hukum Adat yang bersangkutan masih ada, Tanah kembali dalam penguasaan Masyarakat Hukum Adat tersebut. Namun, jika Masyarakat hukum adat yang bersangkutan sudah tidak ada lagi, Tanah kembali kepada penguasaan Negara.

Ayat (3)

Persetujuan yang dimaksud adalah persetujuan bebas tanpa paksaan yang didasarkan pada mekanisme pengambilan keputusan-bersama Masyarakat Hukum Adat yang bersangkutan berdasarkan Hukum Adat. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1)

Keanekaragaman pengaturan bidang pertanahan diakui dan dilindungi oleh hukum nasional sepanjang hal tersebut tidak melanggar hak asasi pihak lain dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Ayat (2)

Pembentukan Undang-Undang ini menjadikan Hukum Adat sebagai sumber utama yaitu bahwa asas-asas,

norma-norma, dan lembaga-lembaganya dijadikan

bahan utama dengan tetap memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi di masa yang akan datang. Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini, demikian juga dalam hal peraturan pelaksanaan yang dimaksud belum terbentuk, Hukum Adat dijadikan sebagai acuan.

Pasal 13 Ayat (1)

Ketentuan ini merupakan perwujudan dari asas pemisahan horisontal yang berasal dari Hukum Adat. Pemilikan atas Tanah, tidak serta merta diikuti dengan pemilikan bangunan, tanam-tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan Tanah, yang berada di atas maupun di bawahnya. Namun demikian, sesuai degan kenyataan dan kebutuhan masyarakat, asas ini juga membuka kemungkinan bahwa kepemilikan atas Tanah dan bangunan, tanam-tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan dengan Tanah di atas atau di bawahnya menjadi satu bila secara fisik merupakan kesatuan dan dimiliki oleh subyek hak yang sama.

Ayat (2)

Sebagai contoh bahwa Tanah dengan benda lain yang secara fisik dan yuridis tidak dapat dipisahkan adalah:

a. pemilikan Tanah-bersama, benda-bersama, dan

bagian-bersama dari Hak Milik atas Satuan Rumah Susun;

b. pemilikan atas bangunan, tanam-tanaman, dan

benda-benda lain yang berkaitan dengan Tanah yang haknya dipunyai atau diberikan kepada satu orang atau subyek hak yang sama.

Pasal 14

Ayat (1)

Pembatasan penguasaan dan pemilikan Tanah

diperlukan dalam rangka menjamin keadilan dalam perolehan dan pemanfaatan Tanah.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “fungsi sosial Hak Atas Tanah”

adalah bahwa Hak Atas Tanah harus digunakan sesuai dengan sifat dan tujuan pemberian Hak Atas Tanahnya. Tanah tidak boleh tidak digunakan, apalagi jika hal tersebut merugikan kepentingan pihak lain dan

masyarakat. Antara kepentingan perorangan dan

kepentingan umum dalam pemanfaatan Tanah harus terdapat keseimbangan.

Dengan fungsi ekologis dimaksudkan bahwa manfaat ekonomis Tanah dapat berlangsung dalam waktu yang

relatif lama dan untuk pemanfaatannya harus

Ayat (2)

Kewajiban untuk menggunakan hak sesuai dengan sifat, tujuan pemberian hak dimaksudkan agar pemegang hak

tidak menelantarkan Hak Atas Tanah yang

bersangkutan.

Kewajiban untuk tidak menutup akses berarti bahwa pemegang hak yang karena keadaan geografis atau lingkungan atau sebab-sebab lain letaknya sedemikian rupa sehingga menutup akses warga masyarakat lain wajib memberikan kemudahan atau jalan bagi warga masyarakat lain untuk dapat melewati sebagian dari wilayah hak tersebut.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “penguasaan yang bersifat spekulatif” adalah penguasaan Tanah berupa hak yang

tidak dimaksudkan untuk segera digunakan atau diusahakan karena memang belum diperlukan atau karena kemampuannya secara finansial, manajemen dan teknologi untuk mengusahakan tidak ada atau tidak mencukupi.

Yang dimaksud dengan “penguasaan yang merugikan”

adalah penguasaan yang bertentangan dengan

kewajiban-kewajiban yang ditetapkan atau bersifat spekulatif, karena hanya mengharapkan keuntungan dari kenaikan nilai ekonomis Tanah yang menyebabkan hilangnya akses atau kesempatan warga masyarakat lain untuk mempunyai atau memanfaatkan Tanah yang bersangkutan.

Pasal 16 Ayat (1)

Pengusahaan Tanah pada prinsipnya dilakukan oleh pihak yang memperoleh Hak Atas Tanah. Namun

demikian di antara para pemegang hak dapat

melakukan kerjasama dalam usaha tersebut. Ayat (2)

Usaha kemitraan merupakan usaha untuk

menempatkan masing-masing pihak dalam posisi yang setara, dengan ketentuan jika salah satu pihak mempunyai posisi tawar yang lemah maka harus ada pendampingan sehingga usaha kemitraan itu dapat saling menguntungkan.

Pasal 17

Ayat (1)

Pemberian Hak Atas Tanah, penggunaan dan

pemanfaatannya harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

Ayat (2)

Ayat (3)

Peran serta masyarakat termasuk Masyarakat Hukum Adat.

Pasal 18 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “ruang publik” adalah satu

kesatuan ruang yang diperuntukkan bagi kepentingan seluruh warga masyarakat misalnya pantai, lapangan

olah raga, taman kota, pedestrian, tempat

penggembalaan ternak, sungai, danau dan lain-lain kepentingan dengan fungsi yang serupa.

Yang dimaksud dengan “situs purbakala, cagar alam, dan konservasi” adalah sebagaimana yang diatur dalam

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Yang dimaksud dengan “membahayakan kehidupan manusia” antara lain kondisi yang rawan gempa,

longsor, banjir dan lain-lain. Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “kawasan konservasi” adalah

kawasan yang berfungsi sebagai wilayah tangkapan air (catchmen area) dan pemeliharaan lingkungan hidup. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Hak milik hanya dapat dipunyai oleh orang

perseorangan WNI Tunggal. Badan hukum pada umumnya tidak dapat menjadi pemegang Hak Milik. Oleh karena itu, untuk dapat menjadi pemegang Hak Milik, harus ditunjuk oleh Pemerintah disertai dengan syarat-syarat tertentu. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Cukup jelas. Ayat (4)

Hak Milik yang terjadi karena ketentuan Hukum Adat dimulai dengan pembukaan Tanah dengan izin atau

sepengetahuan Masyarakat Hukum Adat yang

bersangkutan. Pasal 23

Cukup jelas. Pasal 24

Ayat (1)

Pemberian Hak Guna Usaha untuk berbagai jenis usaha itu didasarkan pada penggunaan bidang Tanah untuk menunjang kegiatan usahanya. Ketentuan ini untuk membedakan dengan kegiatan serupa yang usahanya tidak berkaitan dengan penggunaan Tanah; dalam hal ini dapat diterbitkan izin oleh instansi sektoral terkait.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Persyaratan ini diberikan dalam rangka mencegah terjadinya penyalahgunaan Hak Guna Usaha.

Ayat (3)

Cukup jelas. Ayat (4)

Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Huruf a Cukup jelas. Huruf b

Dalam hal kegiatan usaha terkait dengan penggunaan bidang Tanah, dapat diberikan Hak Pakai dengan jangka waktu. Jika kegiatan usaha yang bersangkutan tidak terkait dengan penggunaan bidang Tanah, dapat diterbitkan izin oleh instansi sektoral terkait.

Pasal 35 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5)

Ketentuan ini dimaksudkan agar Tanah digunakan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan.

Pasal 36

Pasal 37 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)

Perjanjian berkenaan dengan Hak Sewa Untuk Bangunan tidak dimaksudkan untuk memindahkan Hak Milik yang bersangkutan tetapi memberikan hak kepada pemegang Hak Sewa Untuk Bangunan untuk membangun dan memiliki bangunan di atas tanah Hak Milik tersebut. Karena Hak Sewa Untuk Bangunan termasuk Hak Atas Tanah, maka perjanjian pemberian Hak Sewa Untuk Bangunan dibuat dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Ayat (4)

Oleh karena di atas Tanah Hak Milik terdapat bangunan milik orang lain yang diperoleh berdasarkan perjanjian sewa dalam jangka waktu tertentu, demi memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada para pihak, sertipikat Hak Milik dapat dimohonkan untuk diberi catatan terkait keberadaan Hak Sewa Untuk Bangunan tersebut.

Ayat (5)

Cukup jelas. Ayat (6)

Obyek yang dimiliki oleh pemegang Hak Sewa Untuk Bangunan adalah bangunannya, oleh karena itu bentuk jaminan utangnya adalah fidusia.

Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk dapat memberikan Hak Atas Tanah terhadap penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah Tanah. Jika secara fisik dan yuridis ruang di atas dan di bawah Tanah dimiliki oleh pemegang hak yang sama, maka hak atas ruang di atas dan/atau di bawah Tanah mengikuti Hak Atas Tanah dari pemegang hak.

Ayat (3)

Jika secara fisik pemanfaatan ruang atas dan/atau di bawah Tanah terpisah dan tidak dipunyai oleh pemegang hak yang sama, maka terhadap penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah Tanah dapat diberikan

Hak Atas Tanah yang sesuai dengan tujuan

penggunaannya. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Ayat (1)

Sebagai konsekuensi dari komitmen Pemerintah untuk melaksanakan Reforma Agraria, ketersediaan Tanah

merupakan prasyarat utama. Tanah yang dapat

didistribusikan atau diredistribusikan dalam rangka Reforma Agraria adalah Tanah negara.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup jelas. Pasal 51

Ayat (1)

Pendaftaran Tanah meliputi seluruh bidang Tanah dalam wilayah Republik Indonesia, baik yang sudah ada haknya maupun yang belum, di kawasan budi daya maupun non budi daya. Pendaftaran terhadap Tanah Ulayat meliputi pengukuran dan pemetaan yang dicatat dalam daftar Tanah. Terhadap Tanah Ulayat tidak diterbitkan sertipikat Tanah.

Mengingat bahwa tujuan pendaftaran Tanah adalah untuk memberikan kepastian hukum, Pemerintah harus menyelesaikannya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. Ayat (2)

Cukup jelas. Ayat (3)

Jaminan kepastian hukum meliputi kepastian tetang pemegang atau subyek, obyek dan macam hakya. Informasi pertanahan yang tersedia digunakan sebagai dasar untuk melakukan penataan ulang pemilikan, penguasaan dan pemanfaatan Tanah.

Ayat (4)

Cukup jelas. Ayat (5)

Ketentuan ini didasarkan pada kenyataan yang berlaku, bahwa sebagian besar Tanah masyarakat belum terdaftar, dan tidak atau tidak lagi dilengkapi dengan bukti tertulis. Oleh karena itu, jika bukti tertulis tidak lengkap atau tidak ada lagi, pembuktian kepemilikan Tanah didasarkan pada bukti penguasaan fisik dengan persyaratan tertentu. Informasi pertanahan berbasis bidang Tanah antara lain meliputi inventarisasi atas Tanah negara, Tanah hak, dan Tanah Ulayat.

Pasal 52 Ayat (1)

Cukup jelas. Ayat (2)

Yang dimaksud dengan peralihan hak adalah jual-beli tukar-menukar, hibah, pemberian wasiat dan

perbuatan-perbuatan hukum lain yang dimaksudkan untuk

mengalihkan Hak Atas Tanah. Ayat (3)

Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7)

Ketentuan ini dimaksudkan sebagai penjabaran dari sistem publikasi negatif dalam pendaftaran Tanah.

Ayat (8)

Pelaksana pendaftaran sebagai pejabat administrasi tidak mempunyai kewenangan untuk menentukan kebenaran materiil dari dokumen pertanahan yang menjadi syarat permohonan hak yang diserahkan oleh pemohon hak. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Ayat (1)

Kajian atau studi yang dimaksud berbentuk Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan/atau Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

Ayat (2)

Cukup jelas. Pasal 57

Tanam-tanaman tersebut misalnya teh, tanaman pangan tertentu, yang hanya dapat tumbuh mencapai hasil maksimal di lokasi-lokasi tertentu.

Pasal 58 Ayat (1)

Perwakafan merupakan perbuatan hukum seseorang atau

badan hukum yang memisahkan sebagian harta

kekayaannya yang berupa tanah dan melembagakannya untuk selama-lamanya bagi kepentingan peribadatan atau kepentingan suci lainnya sesuai dengan ajaran agamanya. Ayat (2)

Pasal 59

Cukup jelas. Pasal 60

Sengketa kepemilikan yang menyangkut kebenaran materiil data fisik dan yuridis berkaitan dengan kedudukan seseorang sebagai pemegang hak atas tanah yang sah diputus oleh pengadilan. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Cukup jelas.

Pasal 76 Cukup jelas. Pasal 77 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2)

Pada waktu pengambilan sumpah/janji diucapkan kata-kata tertentu sesuai dengan agama masing-masing,

misalnya untuk penganut agama Islam “Demi Allah”

sebelum lafal sumpah dan untuk penganut agama

Kristen/Katholik kata-kata “Kiranya Tuhan akan

menolong saya” sesudah lafal sumpah.

Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Cukup jelas. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas.

Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Cukup jelas. Pasal 97 Cukup jelas. Pasal 98 Cukup jelas. Pasal 99 Cukup jelas. Pasal 100 Cukup jelas. Pasal 101 Cukup jelas. Pasal 102 Cukup jelas.

Dokumen terkait