• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELESTARIAN CAGAR BUDAYA I. UMUM

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup Jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

70

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “instansi terkait” seperti instansi yang yang bertanggung jawab di bidang Kehutanan, Energi dan Sumberdaya Mineral.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Angka 1)

Cukup jelas.

Angka 2)

Cukup jelas.

Angka 3)

Cukup jelas.

Angka 4)

Cukup jelas.

Angka 5)

Cukup jelas.

Angka 6)

Cukup jelas.

Angka 7)

Cukup jelas.

Angka 8)

Cukup jelas.

71

Angka 9)

Cukup jelas.

Angka 10)

Yang dimaksud dengan “hal lain yang berhubungan dengan deskripsi Objek yang Diduga Cagar Budaya”

misalnya dalam hal temuan bawah air perlu mencantumkan koordinat atau kedalaman Objek yang Diduga Cagar Budaya, penggunaan atau pemanfaatan Objek yang Diduga Cagar Budaya.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Ayat (3)

Objek yang Diduga Cagar Budaya yang ditunjukkan atau diserahkan adalah Objek yang Diduga Cagar Budaya bergerak yang memungkinkan untuk dibawa.

huruf a

Yang dimaksud dengan “menunjukkan Objek yang Diduga Cagar Budaya” adalah membawa sebagian atau keseluruhan Objek yang Diduga Cagar Budaya untuk diperlihatkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atau instansi terkait.

huruf b

Yang dimaksud dengan “menyerahkan Objek yang Diduga Cagar Budaya” adalah membawa sebagian atau keseluruhan Objek yang Diduga Cagar Budaya untuk diserahkan kepada Unit Pelaksana Teknis.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “keadaan darurat” adalah kondisi yang mengancam kelestarian Cagar Budaya, karena kebakaran, banjir, gempa bumi, bencana alam, dan perang.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

72

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Pasal 7

Cukup jelas.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “penelitian arkeologi” adalah penelitian yang dilakukan terhadap Cagar Budaya ataupun Objek yang Diduga Cagar Budaya berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan arkeologi.

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 11

Cukup jelas Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “sebab-sebab lain” seperti huru-hara atau kerusuhan.

Ayat (2)

73

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “kerahasiaan” mencakup data dan/atau Dokumen Pendukung, identitas pemilik, lokasi atau tempat Cagar Budaya berada.

Yang dimaksud dengan “kesucian” adalah status benda, bangunan, struktur, ruang, fungsi, atau simbol-simbol yang berhubungan erat dengan penghormatan terhadap agama, kepercayaan, atau tokoh yang disucikan.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “sifatnya tidak dapat diakses” adalah informasi yang apabila diketahui oleh pihak yang tidak berhak, dapat mengancam keamanan dan keselamatan Objek yang Diduga Cagar Budaya dan/atau Cagar Budaya.

Pasal 18 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

“Daring” merupakan istilah baku dari online.

Pasal 19 Ayat (1)

Pengkajian ulang dimaksudkan untuk menentukan kelayakan Benda Cagar Budaya dan/atau Situs Cagar Budaya berdasarkan kriteria Cagar Budaya berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, untuk ditetapkan sebagai Cagar Budaya atau bukan Cagar Budaya.

74

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup Jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Yang dimaksud dengan “objek vital nasional” adalah kawasan/lokasi, bangunan/ instalasi, dan atau usaha yang menyangkut hajad hidup orang banyak, kepentingan negara dan/atau sumber pendapatan negara yang bersifat strategis.

Yang dimaksud dengan “kawasan strategis nasional” adalah Wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia.

Yang dimaksud dengan “warisan budaya dunia” adalah hasil karya manusia yang memiliki nilai universal luar biasa dan ditetapkan oleh UNESCO.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

75

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “nama” adalah identitas Objek Pendaftaran yang diberikan dan dimengerti oleh masyarakat umum.

Yang dimaksud dimaksud dengan “jenis” adalah pengelompokan Objek Pendaftaran berdasarkan klasifikasinya.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “bentuk” adalah wujud Objek Pendaftaran sesuai ciri fisiknya.

Huruf c

76

Yang dimaksud dengan “ukuran” Objek Pendaftaran meliputi informasi: tinggi, panjang, lebar, tebal, diameter, luas, dan/atau berat dalam ukuran metrik.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Yang dimaksud dengan “pemanfaatan” adalah pendayagunaan Objek Pendaftaran saat didaftarkan.

Misalnya memanfaatkan bangunan purbakala sebagai Museum atau objek wisata.

Yang dimaksud dengan “penggunaan” adalah kegiatan memakai Objek Pendaftaran untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Misalnya arca kuno sebagai hiasan hotel.

Huruf i

Yang dimaksud dengan “informasi lain” adalah informasi yang berhubungan dengan deskripsi Objek Pendaftaran meliputi informasi latar belakang sejarah, langgam seni, dan/atau analisis kepurbakalaan yang menjadi ciri Cagar Budaya.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Pasal 35 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “deskripsi” adalah tindakan menguraikan kondisi Objek Pendaftaran secara verbal dan lengkap.

77

Apabila Objek Pendaftaran yang dideskripsikan berjumlah banyak, atau tingkat kesulitannya tinggi maka dapat disesuaikan dengan kepatutan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Dokumentasi terhadap situs selain dalam bentuk foto juga dapat dilakukan antara lain dalam bentuk peta, video, dan gambar.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 36 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “narasumber” adalah mereka yang memiliki keahlian khusus di bidang tertentu yang mendukung pengolahan data. Misalnya : Arkeologi, Arsitektur, Geologi, Sejarah, Antropologi.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

huruf a

Cukup jelas.

78

huruf b

Cukup jelas.

huruf c

Cukup jelas.

huruf d

Cukup jelas.

huruf e

Yang dimaksud dengan “keahlian lain” adalah keahlian bidang ilmu tertentu atau keahlian unsur budaya tertentu, misalnya ahli keris, ahli topeng, dan ahli gamelan.

Yang dimaksud dengan “memiliki wawasan” adalah kemampuan dalam membedakan antara objek berusia tua atau muda, atau objek yang memiliki arti penting atau tidak.

Wawasan kepurbakalaan dapat diperoleh antara lain melalui pelatihan dan pengalaman kerja yang berhubungan dengan kepurbakalaan.

huruf f

Yang dimaksud dengan “lembaga formal” adalah perguruan tinggi dan Instansi yang Berwenang di Bidang Pelestarian Cagar Budaya.

Yang dimaksud dengan “lembaga nonformal” adalah organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat, dan/atau masyarakat hukum adat.

huruf g

Cukup jelas.

huruf h

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 40 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

79

Selama sertifikat kelayakan dibekukan, yang bersangkutan tidak dapat bekerja sebagai anggota Tim Ahli. Apabila yang bersangkutan terbukti tidak melakukan tindak pidana atau telah sembuh dari sakit jasmani atau rohani maka yang bersangkutan dapat melakukan pekerjaan sebagai Tim Ahli.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 41

Cukup jelas.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas Ayat (3)

huruf a

Cukup jelas.

huruf b

Cukup jelas.

huruf c

Cukup jelas.

huruf d

Yang dimaksud dengan “tidak melaksanakan tugas” adalah sengaja tidak memberikan analisis dan/atau tidak menyampaikan hasil kelayakan usulan penetapan Cagar Budaya kepada Tim Ahli.

Ayat (4)

Cukup jelas Pasal 44

Cukup jelas.

80

Pasal 45 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksudkan dengan “yang dapat dipertanggungjawabkan”

adalah pengkajian dilakukan berdasarkan asas kejujuran, kebenaran, keterbukaan, keadilan, akurasi, efisiensi, dan profesionalitas.

Pasal 46 Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “identifikasi” adalah penentuan identitas Objek Pendaftaran.

Yang dimaksud dengan “klasifikasi” adalah melakukan pengelompokan berdasarkan karakter atau ciri-ciri Objek Pendaftaran.

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan “pangkalan data” adalah sistem pencatatan informasi dasar yang seragam terhadap setiap jenis Cagar Budaya.

81

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Cukup jelas.

Pasal 53 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Yang dimaksud dengan “informasi lain” antara lain motif hias, warna, desain, dan cara perolehan.

Pasal 54

82

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “pemilik yang sah” adalah setiap orang yang memiliki bukti legal atau diakui kepemilikannya oleh Masyarakat Hukum Adat setempat.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “kode Cagar Budaya” adalah penomeran secara khusus yang dibuat dengan menggunakan tata cara tertentu terhadap Cagar Budaya tertentu.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 55

Cukup jelas.

Pasal 56

Cukup jelas.

Pasal 57

Cukup jelas.

Pasal 58

Cukup jelas.

Pasal 59

Cukup jelas.

Pasal 60

Cukup jelas.

Pasal 61

Cukup jelas.

Pasal 62

Cukup jelas.

Pasal 63

Cukup jelas.

Pasal 64

Cukup jelas.

83

Pasal 65

Cukup jelas.

Pasal 66

Cukup jelas.

Pasal 67

Cukup jelas.

Pasal 68

Cukup jelas.

Pasal 69

Cukup jelas.

Pasal 70

Cukup jelas.

Pasal 71

Cukup jelas.

Pasal 72

Cukup jelas.

Pasal 73

Cukup jelas.

Pasal 74 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “kerusakan” adalah fenomena penurunan karakteristik dan kualitas Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya, baik akibat faktor fisik (misalnya air, api, dan cahaya), mekanis (misalnya retak, dan patah), kimiawi (misalnya asam keras, dan basa keras), maupun biologis (misalnya jamur, bakteri, dan serangga).

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

84

Cukup jelas.

Pasal 75 Ayat (1)

huruf a

Cukup jelas huruf b

Cukup jelas huruf c

Yang dimaksud dengan “konsolidasi” adalah perbaikan terhadap Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang bertujuan memperkuat konstruksi untuk menghambat proses kerusakan lebih lanjut.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 76 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “keadaan darurat atau memaksa” adalah kondisi, situasi, atau kejadian yang mengancam kelestarian Cagar Budaya yang tidak normal atau terjadi tiba-tiba diluar kekuatan yang perlu segera ditanggulangi.

Keadaan darurat atau memaksa disebabkan karena faktor alam maupun manusia. Faktor alam seperti terjadi gempa bumi, tanah longsor, kebakaran, gunung meletus, angin topan, petir, atau banjir. Faktor manusia dapat berupa perang, terorisme, separatisme, huru-hara, demonstrasi, atau vandalisme.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

85

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 77

Cukup jelas.

Pasal 78

Cukup jelas.

Pasal 79

Cukup jelas.

Pasal 80

Cukup jelas.

Pasal 81

Cukup jelas.

Pasal 82

Cukup jelas.

Pasal 83

Cukup jelas.

Pasal 84

Cukup jelas.

Pasal 85

Cukup jelas.

Pasal 86 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “ekskavasi penyelamatan” adalah penggalian arkeologis yang dilakukan dalam keadaan terdesak oleh waktu karena ancaman bencana untuk mendapatkan sebagian atau seluruh Cagar Budaya beserta data yang menyertainya.

Pasal 87 Ayat (1)

86

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4) huruf a

Cukup jelas.

huruf b

Yang dimaksud dengan “perusakan” adalah perbuatan secara sengaja yang mengakibatkan kerusakan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya.

huruf c

Yang dimaksud dengan “penyanderaan” adalah penempatan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya dalam suatu tempat di bawah kekuasaan seseorang secara melawan hukum.

huruf d

"Yang dimaksud dengan “pemusnahan” adalah tindakan yang menyebabkan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya tidak dapat ditemukan lagi.

huruf e

Yang dimaksud dengan “penghancuran” adalah tindakan yang mengakibatkan Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya tidak tampak lagi wujudnya.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan “tempat lain yang aman” adalah tempat yang tidak rawan terhadap bencana susulan atau bencana lainnya, pencurian, perusakan, pelapukan, dan/atau kerusakan.

Pasal 88 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3) Huruf a

87

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “kesatuannya” adalah bagian-bagian atau unsur-unsur Cagar Budaya dan/atau Objek yang Diduga Cagar Budaya sesuai kelengkapan aslinya.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan “tempat khusus” misalnya penempatan dalam Museum yang mempunyai Pengamanan memadai dengan memasukannya ke dalam brankas.

Pasal 89

Cukup jelas.

Pasal 90

Cukup jelas.

Pasal 91 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “tidak mampu menyediakannya“ adalah tidak mampu memberi gaji juru pelihara atau polisi khusus.

Pasal 92

Cukup jelas.

Pasal 93

Cukup jelas.

88

Pasal 94

Cukup jelas.

Pasal 95

Cukup jelas.

Pasal 96 Ayat (1)

huruf a

Yang dimaksud dengan “pelindungan” adalah melindungi Cagar Budaya dari ancaman luar maupun dalam dengan menentukan batas zona sesuai dengan kebutuhan.

huruf b

Yang dimaksud dengan “keseimbangan” adalah mengutamakan keseimbangan dalam mengatur dan mengendalikan pemanfaatan ruang serta rencana pengembangan.

huruf c

Yang dimaksud dengan “kelestarian” adalah mengupayakan kelestarian lingkungan yang mendukung upaya pelindungan Cagar Budaya.

huruf d

Yang dimaksud dengan “koordinasi” adalah melakukan koordinasi lintas sektoral, antara lain Pemerintah, Pemerintah Daerah, akademisi, Setiap Orang dan/atau Masyarakat Hukum Adat.

huruf e

Yang dimaksud dengan “pemberdayaan masyarakat” adalah meningkatkan peran serta masyarakat dalam memanfaatkan Cagar Budaya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 97 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

huruf a

89

Cukup jelas.

huruf b

Cukup jelas.

huruf c

Cukup jelas.

huruf d

Yang dimaksud dengan “ingkungan alam” adalah lingkungan di sekitar Cagar Budaya seperti perbukitan, sungai, danau, persawahan. Sebagai contoh di kawasan Borobudur terdapat danau purba, di Sangiran terdapat tebing yang menunjukan perlapisan tanah dengan unsur Cagar Budaya, dan di Candi Prambanan terdapat sungai Opak yang dialihkan, seperti yang diceritakan dalam prasasti Çiva Grha.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 98

Cukup jelas.

Pasal 99 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

huruf a

Cukup jelas.

huruf b

Cukup jelas.

huruf c

Cukup jelas.

huruf d

Yang dimaksud dengan “memenuhi kepatutan” adalah menjaga kesopanan, jangka waktu terbatas, jumlah orang, sarana prasarana terbatas, dan tidak mengancam kelestarian Cagar Budaya, misalnya pengambilan gambar di Borobudur antara pengambil foto dan orang yang difoto

90

harus berpakaian sopan dan menggunakan peralatan yang tidak mengganggu kelestarian Cagar Budaya.

huruf e

Cukup jelas.

huruf f

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 100

Cukup jelas.

Pasal 101

Cukup jelas.

Pasal 102 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Contoh Zonasi dengan teknik blok seperti Kawasan Cagar Budaya Borobudur.

Ayat (3)

Contoh penetapan Zonasi dengan teknik sel adalah Kawasan Cagar Budaya Candi Prambanan yang terdiri atas, Situs Cagar Budaya Candi Lumbung, Situs Cagar Budaya Candi Bubrah, Situs Cagar Budaya Candi Sojiwan, dan Situs Cagar Budaya Candi Plaosan.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “tidak merata” adalah terdapat beberapa Situs Cagar Budaya yang letaknya relatif berjauhan dan masing-masing menggunakan sistem sel namun karena memiliki hubungan kontekstual secara keseluruhan, sehingga dapat disatukan dalam sistem blok.

91

Contoh penetapan Zonasi dengan teknik gabungan adalah Kawasan Strategis Nasional Candi Prambanan dan Kawasan Strategis Nasional Candi Borobudur.

Pasal 103 Ayat (1) Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Batas alam dapat berupa sungai, bukit, lembah, laut, danau.

Pasal 104

Cukup jelas.

Pasal 105 Ayat (1)

Cagar Budaya Di Air merupakan Cagar Budaya yang sebagian besar masanya berada di bawah permukaan air, baik di laut, di danau, di rawa atau di sungai, termasuk Cagar Budaya yang terendap di dalam lumpur maupun tanah atau pasir yang berada di bawah air. Sebagai contoh: kapal yang tenggelam beserta muatannya, bangunan di pinggir pantai yang tenggelam Di Air karena pergerakan lempeng tektonik.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 106

Cukup jelas.

92

Pasal 107

Cukup jelas.

Pasal 108

Cukup jelas.

Pasal 109

Cukup jelas.

Pasal 110

Cukup jelas.

Pasal 111

Cukup jelas.

Pasal 112

Cukup jelas.

Pasal 113

Cukup jelas.

Pasal 114

Cukup jelas.

Pasal 115

Cukup jelas.

Pasal 116 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “rekonstruksi” adalah upaya mengembalikan Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya sebatas kondisi yang diketahui dengan tetap mengutamakan prinsip keaslian bahan, teknik pengerjaan, dan tata letak, termasuk dalam menggunakan bahan baru sebagai pengganti bahan asli.

Yang dimaksud dengan “konsolidasi” adalah perbaikan terhadap Bangunan Cagar Budaya atau Struktur Cagar Budaya yang bertujuan memperkuat konstruksi dan menghambat proses kerusakan lebih lanjut.

93

Yang dimaksud dengan “rehabilitasi” adalah upaya perbaikan dan pemulihan Bangunan Cagar Budaya dan Struktur Cagar Budaya yang kegiatannya dititikberatkan pada penanganan yang sifatnya parsial.

Yang dimaksud dengan “restorasi” adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan mengembalikan keaslian bentuk, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Pasal 117

Cukup jelas.

Pasal 118

Cukup jelas.

Pasal 119

Cukup jelas.

Pasal 120

Cukup jelas.

Pasal 121

Yang dimaksud dengan “bangunan baru dan/atau struktur baru” adalah bangunan yang berbeda dengan Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya yang dipugar, dengan menggunakan bahan yang berasal dari bagian Bangunan Cagar Budaya dan/atau Struktur Cagar Budaya yang ada.

Pasal 122

Cukup jelas.

Pasal 123

Cukup jelas.

Pasal 124

Cukup jelas.

Pasal 125

Cukup jelas.

Pasal 126

Cukup jelas.

Pasal 127

Cukup jelas.

94

Pasal 128

Cukup jelas.

Pasal 129

Cukup jelas.

Pasal 130

Cukup jelas.

Pasal 131

Cukup jelas.

Pasal 132

Cukup jelas.

Pasal 133

Cukup jelas.

Pasal 134

Cukup jelas.

Pasal 135

Cukup jelas.

Pasal 136

Cukup jelas.

Pasal 137 Ayat (1)

Yang dimaksud “living monument” (monumen hidup) merupakan Cagar Budaya yang masih difungsikan seperti semula, misalnya:

mesjid Demak, Pura Besakih, Taman Ayun yang ada di Bali, dan sebagainya, yang masih difungsikan untuk kegiatan keagamaan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 138 Ayat (1)

Kegiatan sosial kemasyarakatan dapat berupa pameran, lomba, festival, dan lain-lain.

95

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 139

Cukup jelas.

Pasal 140

Cukup jelas.

Pasal 141

Cukup jelas.

Pasal 142

Cukup jelas.

Pasal 143

Cukup jelas.

Pasal 144

Cukup jelas.

Pasal 145

Cukup jelas.

Pasal 146

Cukup jelas.

Pasal 147 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “wisata arkeologi” adalah wisata yang melibatkan wisatawan dalam kegiatan Pelestarian, Penelitian arkeologi, atau permuseuman, misalnya wisatawan dilibatkan dalam penggalian.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

96

Pasal 148

Cukup jelas.

Pasal 149

Cukup jelas.

Pasal 150 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “promosi” adalah mempropagandakan atau memperkenalkan Cagar Budaya seperti pameran, kesenian (tari, musik, lukis, drama, patung, karya sastra, dan lain-lain), melalui pameran, pembuatan film, pertunjukan, dan publikasi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 151

Cukup jelas.

Pasal 152

Cukup jelas.

Pasal 153 Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “pendokumentasian” adalah kegiatan untuk menggambarkan atau menguraikan Cagar Budaya dalam bentuk uraian teks, grafis, gambar, audio, video, foto, film.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

97

Pasal 154

Cukup jelas.

Pasal 155

Cukup jelas.

Pasal 156

Cukup jelas.

Pasal 157

Cukup jelas.

Pasal 158 Ayat (1)

Pengawasan secara fungsional oleh Pemerintah adalah pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian yang bertanggung jawab di bidang kebudayaan. Untuk Pemerintah Daerah dilakukan oleh Badan Pengawas Daerah.

Pengawasan “secara struktural” adalah pengawasan yang dilakukan secara berjenjang dari atasan kepada bawahan, misalnya Menteri mengawasi Direktorat Jenderal, Direktur Jenderal mengawasi Direktur.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 159

Cukup jelas.

Pasal 160

Cukup jelas.

Pasal 161

Cukup jelas.

Pasal 162

Cukup jelas.

Pasal 163

Cukup jelas.

Pasal 164 Ayat (1)

Huruf a

98

Yang dimaksud dengan “advokasi” adalah berupa

pendampingan dalam penyelesaian permasalahan yang berkaitan dengan Cagar Budaya.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 165 Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “harga umum” adalah harga yang berlaku dalam pasaran secara wajar. Cagar Budaya yang berupa Bangunan, Struktur, Situs, dan Kawasan dapat ditentukan berdasarkan Nilai Jual Obyek Pajak dalam Pajak Bumi dan Bangunan.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

99

Cukup jelas.

Pasal 166

Cukup jelas.

Pasal 167

Cukup jelas.

Pasal 168

Cukup jelas.

Dokumen terkait