Pasal 1
Angka 1
Cukup Jelas.
Angka 2
Cukup Jelas.
Angka 3
Cukup Jelas.
Angka 4
Cukup Jelas.
Angka 5
Cukup Jelas.
Angka 6
Cukup Jelas.
Angka 7
Cukup Jelas.
Angka 8 Cukup Jelas.
Angka 9 Cukup Jelas.
Angka 10
Cukup Jelas.
Angka 11
Yang dimaksud dengan tanpa imbalan langsung adalah bahwa atas pembayaran pajak Daerah tidak diberikan imbalan langsung secara inpidual, tetapi diberikan secara kolektif.
Angka 12
Cukup Jelas.
Angka 13
Cukup Jelas.
Angka 14 Cukup Jelas.
Angka 15
Cukup Jelas.
Angka 16 Cukup Jelas.
Angka 17
Cukup Jelas.
Angka 18
Cukup Jelas.
Angka 19
Cukup Jelas.
Angka 20
Cukup Jelas.
Angka 21
Cukup Jelas.
Angka 22
Cukup Jelas.
Angka 23
Cukup Jelas.
Angka 24
Cukup Jelas.
Angka 25
Cukup Jelas.
Angka 26
Cukup Jelas.
Angka 27
Cukup Jelas.
Angka 28
Cukup Jelas.
Angka 29
Cukup Jelas.
Angka 30
Cukup Jelas.
Angka 31
Cukup Jelas.
Angka 32
Cukup Jelas.
Angka 33
Cukup Jelas.
Angka 34
Cukup Jelas.
Angka 35
Cukup Jelas.
Angka 36
Cukup Jelas.
Angka 37
Cukup Jelas.
Angka 38
Cukup Jelas.
Angka 39
Cukup Jelas.
Angka 40
Cukup Jelas.
Angka 41
Cukup Jelas.
Angka 42
Cukup Jelas.
Angka 43
Cukup Jelas.
Angka 44
Cukup Jelas.
Angka 45
Cukup Jelas.
Angka 46
Cukup Jelas.
Angka 47
Cukup Jelas.
Pasal 2
Cukup Jelas.
Pasal 3
Yang dimaksud dilarang diborongkan adalah bahwa pada dasarnya kegiatan pemungutan pajak tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga, namun dimungkinkan adanya kerjasama dengan pihak ketiga diantaranya dalam hal; pencetakan formulir perpajakan, pengiriman surat-surat kepada Subjek Pajak dan/atau Wajib Pajak, penghimpun data objek dan subjek pajak atau sosialisasi dibidang perpajakan daerah,
Kegiatan yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan perhitungan besarnya pajak yang terutang, kegiatan penetapan pajak, pemeriksaan pajak, pengawasan penyetoran pajak, dan penagihan pajak.
Pasal 4
Ayat (1)
Penggunaan SPOP hanya untuk Wajib Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan.
Penggunaan Sarana lainnya yang dipersamakan unuk jenis pajak tertentu, berdasarkan penetapan Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan materiil Pajak Daerah mengenai subjek pajak.
Persyaratan objektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan materiil Pajak Daerah mengenai objek pajak.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
NPWPD secara jabatan diterbitkan apabila Wajib Pajak tidak mendaftarkan diri dan melaporkan usahanya ke Dinas Pelayanan Pajak, yang secara objektif dan subjektif telah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
Penerbitan NPWPD secara jabatan dapat didahului dengan tindakan pendataan atau pemeriksaan.
Ayat (6)
Cukup Jelas.
Pasal 5
Angka 1
Yang dimaksud dengan Pajak dibayar sendiri oleh Wajib Pajak, adalah pengenaan pajak yang memberi kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan
menggunakan SPTPD.
Angka 2
Yang dimaksud dengan Pajak ditetapkan oleh Gubernur, adalah pengenaan pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak setelah terlebih dahulu ditetapkan oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk melalui Surat Ketetapan Pajak Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan.
Pasal 6
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan menghitung adalah menghitung seluruh transaksi pembayaran sebagai dasar pengenaan pajak.
Yang dimaksud dengan memperhitungkan adalah mengalikan dasar pengenaan pajak dengan tarif pajak untuk memperoleh jumlah pajak yang terutang yang harus dibayar.
Yang dimaksud dengan melaporkan sendiri pajak yang terutang adalah melaporkan seluruh perhitungan pajak terutang berdasarkan dasar pengenaan pajak dengan tarif pajak.
Ayat (2)
Penyampaian SPTPD sebagaimana dimaksud ayat (2), dapat dilakukan antara lain : melalui jasa kurir, jasa layanan Pos atau dikirim langsung ke Dinas Pelayanan Pajak atau memanfaatkan media elektronik/teknologi informasi yang tersedia.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Ayat (6)
Cukup Jelas.
Ayat (7)
Cukup Jelas.
Ayat (8)
Cukup Jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan memperpanjang jangka waktu penyampaian SPTPD adalah memperpanjang penyampaian SPTPD yang disebabkan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dalam keadaan kesulitan dalam menghitung dasar pengenaan pajak atau dalam keadaan kahar.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Ayat ini mengatur hak wajib pajak untuk membetulkan SPTPD, sehubungan dengan terdapatnya pajak yang terutang menurut wajib pajak untuk masa pajak atau tahun pajak yang telah disampaikan SPTPD sebelumnya.
Pembetulan SPTPD dilakukan dengan syarat : a. permohonan diajukan secara tertulis;
b. jangka waktu pengajuan pembetulan tidak melampaui 2 tahun sejak penyampaian SPTPD sebelumnya; atau c. belum dilakukan pemeriksaan oleh Dinas Pelayanan Pajak.
Hak melakukan pembetulan SPTPD gugur, apabila setelah 2 (dua) tahun sejak penyampaian SPTPD sebelumnya atau meskipun dalam masa 2 tahun dilakukan pemeriksaan oleh Dinas Pelayanan Pajak yang ditunjukan melalui
surat dimulainya pemeriksaan atau Surat Tugas Pemeriksaan.
Ayat (2)
Terhadap pembetulan SPTPD yang berakibat jumlah pajak menjadi lebih besar, maka atas kekurangan jumlah pajak tersebut dikenakan bunga sebesar 2% sebulan yang dihitung sejak berakhirnya penyampaian SPTPD sampai dengan tanggal
pembayaran karena pembetulan SPTPD.
Contoh 1 :
Wajib Pajak X, melakukan Pembayaran Pajak Hotel untuk bulan Juni 2007 dan telah menyampaikan SPTPD sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Menurut perhitungan Wajib Pajak, pokok pajak yang terutang untuk bulan Juni 2007 sebesar Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta) dan Wajib Pajak melakukan pembetulan SPTPD pada bulan September 2008 sebesar Rp 150.000.000,00
tanggal 1 sampai dengan 15 Oktober 2008, maka rincian pembayaran pokok pajak terutang berikut sanksi administrasi sebagai berikut :
Pokok Pajak terutang = Rp 250.000.000,00
Pembayaran pajak masa Juni 2007 = Rp 100.000.000,00 Pajak karena pembetulan SPTPD = Rp 150.000.000,00 Pajak yang kurang dibayar = Rp
-Sanksi Bunga 2% sebulan :
Perhitungan Bunga (2% x 15 bln) x Rp
150.000.000,00 = Rp 45.000.000,00
Pembayaran sanksi bunga = Rp 45.000.000,00 Pajak dan Bunga Yang Harus Dibayar = Rp 0
Contoh 2 :
Wajib Pajak X, melakukan pembayaran Pajak Hotel untuk bulan Juni 2007 dan telah menyampaikan SPTPD sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Menurut perhitungan Wajib Pajak, pokok pajak yang terutang untuk bulan Juni 2007 sebesar Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta) dan Wajib Pajak melakukan pembetulan SPTPD pada bulan September 2008 sebesar Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) sanksi bunga tidak dibayar. Petugas Pemeriksa Dinas Pelayanan Pajak melakukan
pemeriksaan pajak periode Januari s.d Desember 2007 pada bulan Oktober 2008 dengan pajak yang terutang ditetapkan secara jabatan sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, maka rincian penerbitan SKPDKB sebagai berikut :
NoTahun
PajakMasa Pajak Pembayaran Menurut
SPTPD Hasil Pemeriksaan Selisih Ket
1 2 3 4 5 6 7
1. 2007 Januari 100.000.000 100.000.000 0
Pebruari 125.000.000 125.000.000 0
Maret 150.000.000 150.000.000 0
April 175.000.000 175.000.000 0
Mei 200.000.000 200.000.000 0
Juni 250.000.000 300.000.000 50.000.000
Juli 275.000.000 275.000.000 0
Agustus 300.000.000 300.000.000 0
September 325.000.000 325.000.000 0
Oktober 350.000.000 350.000.000 0
November 375.000.000 375.000.000 0
Desember 400.000.000 400.000.000 0
Jumlah 3.025.000.000 3.075.000.000 50.000.000
Perhitungan Pajak hasil pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPDKB, sebagai berikut : 1. Dasar Pengenaan Pajak = Rp 30.750.000.000,00
2. Pokok Pajak Terutang = Rp 3.075.000.000 3. Pembayaran Setoran Masa = Rp 2.875.000.000 4. Pembetulan SPTPD = Rp 150.000.000
5. Pokok Pajak Kurang Bayar = Rp 50.000.000
6. Sanksi Administrasi :
a. Bunga Pembetulan (Pasal 8 ayat (2)) (2% x 16 bulan x Rp 150.000.000)
= Rp 48.000.000 a. Kenaikan 25% dari pokok pajak
bulan Juni 2007 (Pasal 9 ayat (3))
a. Bunga (Pasal 9 ayat (3)) (2% x 16 bulan x Rp 50.000.000)
= Rp 16.000.000
Total Sanksi Administrasi (a + b + c) = Rp 139.000.000
Pajak dan Sanksi yang masih
harus dibayar = Rp 189.000.000
Contoh 3 :
Apabila pemeriksaan dilakukan pada bulan Oktober 2008 untuk periode Januari s/d Desember 2007 dan berdasarkan data Wajib Pajak melakukan pembetulan SPTPD untuk Juni 2007 sebesar Rp 150.000.000 ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar RP 45.000.000 yang dibayarkan pada bulan September 2008 (15 bulan), maka perhitungannya sebagai berikut :
NoTahun
PajakMasa Pajak Pembayaran Menurut
SPTPD Hasil Pemeriksaan Selisih Ket
1 2 3 4 5 6 7
1. 2007 Januari 100.000.000 125.000.000 25.000.000 Pebruari 125.000.000 150.000.000 25.000.000 Maret 150.000.000 175.000.000 25.000.000 April 175.000.000 200.000.000 25.000.000 Mei 200.000.000 225.000.000 25.000.000
Juni 250.000.000 250.000.000 -
Juli 275.000.000 300.000.000 25.000.000 Agustus 300.000.000 325.000.000 25.000.000 September 325.000.000 350.000.000 25.000.000 Oktober 350.000.000 375.000.000 25.000.000 November 375.000.000 400.000.000 25.000.000 Desember 400.000.000 425.000.000 25.000.000 Jumlah 3.025.000.000 3.300.000.000 275.000.000
Perhitungan Pajak hasil pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPDKB, sebagai berikut : 1. Dasar Pengenaan Pajak = Rp 33.000.000.000
2. Pokok Pajak Terutang = Rp 3.300.000.000 3. Pembayaran Setoran Masa = Rp 2.875.000.000 4. Pembetulan SPTPD = Rp 150.000.000
5. Pokok Pajak Kurang Bayar = Rp 275.000.000
6. Sanksi Administrasi :
a. Bunga Pembetulan (Pasal 8 ayat (2))
= Rp 0 a. Kenaikan 25% dari pokok pajak
bulan Juni 2007 (Pasal 9 ayat (3)) (25% x Rp 3.050.000.000)
= Rp 762.500.000 a. Bunga 2% (Pasal 9 ayat (3)) (Lihat
Tabel Perhitungan Bunga)
= Rp 90.500.000
Total Sanksi Administrasi (a + b + c) = Rp 853.000.000 Pajak dan Sanksi yang masih
harus dibayar = Rp1.128.500.000
Tabel Perhitungan Bunga
Sanksi Administrasi Berupa Bunga 2% sebulan Tahun 2007
Januari 44% x 25.000.000=11.000.000 Februari 42% x 25.000.000=10.500.000 Maret 40% x 25.000.000=10.000.000
April 38% x 25.000.000=
9.500.000 Mei 36% x 25.000.000=
9.000.000 Juni 34% x 0 =
0 Juli 32% x 25.000.000=
8.000.000 Agustus 30% x 25.000.000=
7.500.000 September 28% x 25.000.000=
7.000.000 Oktober 26% x 25.000.000=
6.500.000 November 24% x 25.000.000=
6.000.000 Desember 22% x 25.000.000=
5.500.000 Total = 90.500.000 Contoh 4 :
Wajib Pajak X, melakukan pembayaran Pajak Hotel tahun 2007 dan telah menyampaikan SPTPD sebesar Rp 3.025.000.000,00 (tiga milyar dua puluh lima juta rupiah). Menurut perhitungan Wajib Pajak, pokok pajak yang terutang untuk tahun 2007 sebesar Rp 3.500.000.000,00 (tiga milyar lima ratus juta rupiah) dan Wajib Pajak melakukan pembetulan SPTPD pada bulan Maret 2009 sebesar Rp 475.000.000,00 (empat ratus tujuh puluh lima juta rupiah) dan Wajib Pajak tidak membayar sanksi administrasi berupa bunga. Pemeriksaan dilakukan pada bulan Oktober 2009 untuk periode Januari s.d Desember
2007 ditetapkan secara jabatan, maka rincian pembayaran pokok pajak terutang beserta sanksi administrasi dalam SKPDKB sebagai berikut :
1. 2007 Januari 100.000.000 125.000.000 150.000.000 25.000.000 Pebruari 125.000.000 150.000.000 175.000.000 25.000.000 Maret 150.000.000 175.000.000 200.000.000 25.000.000 April 175.000.000 200.000.000 225.000.000 25.000.000 Mei 200.000.000 225.000.000 250.000.000 25.000.000 Juni 250.000.000 300.000.000 350.000.000 50.000.000 Juli 275.000.000 325.000.000 350.000.000 25.000.000 Agustus 300.000.000 350.000.000 450.000.000 100.000.000 September 325.000.000 375.000.000 425.000.000 50.000.000 Oktober 350.000.000 400.000.000 450.000.000 50.000.000 November 375.000.000 425.000.000 450.000.000 25.000.000 Desember 400.000.000 450.000.000 500.000.000 50.000.000 Jumlah 3.025.000.000 3.500.000.000 3.975.000.000 475.000.000
Perhitungan Pajak hasil pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPDKB, sebagai berikut : 1. Dasar Pengenaan Pajak = Rp 39.750.000.000
2. Pokok Pajak Terutang = Rp 3.975.000.000 3. Pembayaran Setoran Masa = Rp 3.025.000.000
4. Pokok Pajak Kurang Bayar = Rp 950.000.000
5. Sanksi Administrasi :
a. Kenaikan 25% dari pokok pajak (Pasal 9 ayat (3)) (25% x Rp 3.975.000.000)
= Rp 993.750.000 a. Bunga (Pasal 9 ayat (3)) (Lihat
Tabel Perhitungan)
= Rp 168.000.000
Total Sanksi Administrasi (a + b) = Rp 1.161.750.000
Pajak dan Sanksi yang masih harus
dibayar = Rp 2.111.750.000
Pembayaran karena Pembetulan
SPTPD = Rp 475.000.000
Pajak dan Sanksi yang Masih Harus
dibayar = Rp 1.636.750.000
Tabel Perhitungan Bunga
Sanksi Administrasi Berupa Bunga 2% sebulan Tahun 2007
Januari 48% x 25.000.000=
12.000.000 Februari 46% x 25.000.000=
11.500.000 Maret 44% x 25.000.000=
11.000.000 April 42% x 25.000.000=
10.500.000 Mei 40% x 25.000.000=
10.000.000 Juni 38% x 50.000.000=
19.000.000
Juli 36% x 25.000.000=
9.000.000 Agustus 34% x 100.000.000=
34.000.000 September 32% x 50.000.000=
16.000.000 Oktober 30% x 50.000.000=
15.000.000 November 28% x 25.000.000=
7.000.000 Desember 26% x 50.000.000=
13.000.000 Total = 168.000.000 Pasal 9
Pasal ini mengatur tentang penerbitan surat ketetapan pajak atas pajak yang dibayar sendiri (sistem self assessment) Penerbitan surat ketetapan pajak ditujukan kepada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPTPD atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.
Ayat (1)
Ketentuan ayat ini memberi kewenangan Kepada Gubernur dalam hal ini Kepala Dinas Pelayanan Pajak untuk dapat
menerbitkan SKPDKB, SKPDKBT atau SKPDN hanya terhadap kasus-kasus tertentu seperti tersebut dalam ayat ini, dengan perkataan lain hanya terhadap Wajib Pajak tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban material.
Contoh :
1. Seorang Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah pada masa pajak tertentu, misalnya pada salah satu masa pajak atau lebih dalam tahun pajak 2007. Setelah ditegur dalam jangka waktu tertentu juga belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah maka dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya pajak Gubernur dalam hal ini Kepala Dinas Pelayanan Pajak dapat menerbitkan SKPDKB atas pajak yang terutang.
2. Seorang Wajib Pajak telah menyampaikan SPTPD pada tahun pajak 2007. Dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun, ternyata dari hasil pemeriksaan SPTPD yang disampaikan tidak benar, maka atas pajak yang terutang kurang bayar tersebut, Kepala Dinas Pelayanan Pajak dapat menerbitkan SKPDKB ditambah dengan sanksi administrasi.
3. Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam contoh 2 yang telah diterbitkan SKPDKB, apabila dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sesudah pajak yang terutang ditemukan data baru dan atau data yang semula
belum terungkap yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang lebih besar, maka Gubernur dalam hal ini Kepala Dinas Pelayanan Pajak dapat menerbitkan SKPDKBT.
4. Wajib Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak, maka Gubernur dalam hal ini Kepala Dinas Pelayanan Pajak dapat menerbitkan SKPDN.
Huruf a Angka 1
Cukup Jelas.
Angka 2
Yang dimaksud dengan kalimat "SPTPD tidak disampaikan" adalah SPTPD tidak disampaikan dalam batas waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan telah ditegur secara tertulis.
Angka 3
Pertama, SPTPD sama sekali tidak disampaikan, setelah diberikan surat teguran sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali;
Kedua, SPTPD disampaikan tetapi diisi tidak benar/tidak lengkap, sehingga tidak diketahui jumlah pajak terutang yang sebenarnya.
Yang dimaksud dengan SPTPD disampaikan tetapi isinya tidak benar adalah data transaksi yang menjadi dasar penghitungan pajak yang terutang dalam SPTPD tidak benar.
Yang dimaksud dengan SPTPD disampaikan tetapi diisi tidak lengkap adalah isian SPTPD diisi tidak lengkap sehingga tidak diketahui jumlah pajak terutang yang sebenarnya dan/atau tidak melampirkan dokumen yang menjadi dasar perhitungan pajak terutang.
Yang dimaksud dengan penetapan pajak secara jabatan adalah penetapan besarnya pajak terutang yang dilakukan oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan data yang ada atau keterangan lain yang dimiliki oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
Ayat ini mengatur sanksi terhadap Wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPTPD dalam batas waktu yang ditentukan yaitu mengenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dari pajak yang tidak atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan atas pajak yang tidak atau terlambat dibayar. Sanksi administrasi berupa bunga dihitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB).
Contoh :
Wajib Pajak tidak menyampaikan SPTPD untuk masa pajak Januari s.d Maret tahun 2010, dan setelah ditegur secara tertulis Wajib Pajak tidak juga menyampaikan SPTPD.
Dalam kasus ini Wajib Pajak dapat dilakukan pemeriksaan terhadap SPTPD Januari s/d Maret 2010. Pemeriksaan untuk periode tersebut menyangkut jumlah pajak terutang yang seharusnya berikut sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dan pemeriksaan tersebut tidak hanya terhadap jumlah yang telah dibayar pada periode tersebut. Kepada Wajib Pajak ditetapkan pajak yang terutang dan diterbitkan SKPDKB pada bulan April 2010 (3 bulan).
Contoh :
Pemeriksaan dilakukan pada bulan April 2010 dan SKPDKB diterbitkan pada bulan Mei 2010.
Dasar Pengenaan Pajak Hasil Pemeriksaan Rp 1.500.000.000,00
a. Pokok Pajak yang terutang = 150.000.000,00 b. Pembayaran Masa Jan-Mar 2010 = 100.000.000,00 -c. Pokok Pajak Kurang Bayar = 50.000.000,00
e. Pajak dan Sanksi Administrasi Yang masih Harus
Dibayar (c + d) = 59.000.000,00
Ayat (3)
Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban mengisi STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3, yaitu Wajib Pajak sama sekali tidak menyampaikan SPTPD atau menyampaikan SPTPD tetapi diisi tidak benar/tidak lengkap, maka dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan pajak sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak yang terutang.
Dalam kasus ini, maka Gubernur atau pejabat yang ditunjuk menetapkan pajak yang terutang secara jabatan melalui penerbitan SKPDKB. Selain sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak yang terutang juga dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% (dua persen) sebulan, yang dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Sanksi administrasi berupa bunga dihitung sejak saat terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya SKPDKB.
Contoh :
Pemeriksaan dilakukan pada bulan April 2010 untuk masa pajak periode Januari s.d Desember 2008, dengan hasil pemeriksaan sebagai berikut :
Dasar Pengenaan Pajak dari hasil pemeriksaan = 25.000.000.000,00
a. Pokok Pajak yang terutang = 2.500.000.000,00 b. Pembayaran Masa Jan s.d Des 2008 = 2.000.000.000,00 c. Pokok Pajak Kurang Bayar = 500.000.000,00 d. Sanksi Administrasi :
- Kenaikan
(25% x Rp 2.500.000.000) = 625.000.000,00 - Bunga 2% sebulan
(Lihat Tabel) = 139.600.000,00
e. Pajak dan Sanksi Administrasi Yang masih Harus Dibayar (c + d)
= 1.264.600.000,00
Tabel Perhitungan Bunga
Sanksi Administrasi Berupa Bunga 2% sebulan
Tahun 2008 Tahun 2009
Jan 48% x 20.000.000 =
Nop 28% x 30.000.000 = 8.400.000
Nop 4% x 10.000.000 = 400.000
Des 26% x 40.000.000 = 7.800.000
Des 2% x 10.000.000 = 200.000
Total 139.600.000
Ayat (4)
Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu dengan ditemukannya data baru dan/atau data yang semula belum terungkap (Novum) dan berdasarkan hasil pemeriksaan, pajak yang terutang bertambah, maka terhadap Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dokumen lain yang dipersamakan adalah dokumen yang dipergunakan dan berfungsi dan berkekuatan hukum sama dengan SKPD.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Ayat (6)
Besarnya bunga atas keterlambatan pembayaran ditetapkan sebesar 2% (dua persen) sebulan dan ditagih dengan STPD yang dihitung sejak berakhirnya jatuh tempo pembayaran sampai dengan diterbitkan STPD.
Contoh :
Wajib Pajak melakukan pembayaran untuk masa bulan Agustus 2009 dan dibayar pada bulan November 2009, maka atas keterlambatan tersebut dikenakan bunga 2% (dua persen) dan ditagih dengan STPD sebagai berikut :
Misal :
Pajak terutang untuk masa pajak bulan Agustus sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah), maka bunga keterlambatan sebagai berikut :
Pembayaran masa Agustus 2009 = Rp 5.000.000,00 Bunga 2% x 2 bulan x Rp 5.000.000,00 = Rp 200.000,00 Jumlah pembayaran = Rp 5.200.000,00
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan Bank Garansi, adalah suatu perjanjian penanggungan atau borgtocht dimana bank yang menjadi pihak ketiga (penanggung, guarantor, borg) bersedia bertindak sebagai penanggung bagi nasabahnya yang menjadi debitur
dalam mengadakan suatu perjanjian (pokok) dengan pihak lain sebagai kreditur.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Pasal 14
Cukup Jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Pengangsuran atau Penundaan pembayaran pajak dapat dipertimbangkan berdasarkan kesulitan likuiditas yang dialami Wajib Pajak (Wajib Pajak harus membuktikan kesulitan tersebut, dengan bukti pendukung antara lain; laporan keuangan (oleh akuntan publik atau internal), pembukuan atau catatan lainnya yang dapat diterima kewajarannya dikenakan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan.
Contoh :
Apabila pajak terutang dalam SKPDKB sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah), berdasarkan Surat Keputusan Pejabat yang berwenang, telah disetujui pembayaran angsuran sebanyak 4 (empat) kali selama 4 (empat) bulan berturut-turut,
dengan angsuran pertama jatuh tempo pembayaran tanggal 1 Juni 2010, dengan besar angsuran yang sama, maka penghitungan
Tahapan Utang Pajak Angsuran Bunga Jumlah
Ke - 1 100.000.000 25.000.000 2.000.000 27.000.000 1/6/2010 Ke - 2 75.000.000 25.000.000 1.500.000 26.500.000 1/7/2010 Ke - 3 50.000.000 25.000.000 1.000.000 26.000.000 1/8/2010 Ke - 4 25.000.000 25.000.000 500.000 25.500.000 1/9/2010
Jika pembayaran dilakukan lewat jatuh tempo angsuran yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud di atas, dikenakan bunga keterlambatan 2% (dua persen) sebulan.
Terhadap bunga keterlambatan pembayaran angsuran tidak dapat dimohonkan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi.
Ayat ini mengatur pengenaan bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar pada saat jatuh tempo pembayaran atau terlambat dibayar.
Contoh :
Wajib Pajak melakukan pembayaran untuk masa bulan September 2009 dan dibayar pada tanggal 20 Desember 2009 sebesar Rp 7.000.000,00 (tujuh juta rupiah), maka atas keterlambatan tersebut dikenakan bunga 2% (dua persen) setiap bulan dan ditagih dengan STPD sebagai berikut :
Pembayaran masa September 2009 Bunga 2% x 3 bulan x Rp 7.000.000,00 Jumlah pembayaran
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup Jelas.
Huruf b
Cukup Jelas.
Huruf c
Cukup Jelas.
huruf d
Yang dimaksud dengan jangka waktu pelunasan utang pajak adalah tanggal jatuh tempo pembayaran yang tercantum dalam surat teguran atau surat peringatan.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan surat perintah penagihan seketika dan sekaligus adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Pelayanan Pajak atau Pejabat yang ditunjuk, yang memerintahkan Jurusita Pajak Daerah untuk melakukan penagihan pajak seketika dan sekaligus.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Huruf b
Cukup Jelas.
Huruf c
Cukup Jelas.
Huruf d
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Yang dimaksud dengan "maupun ditempat lain yang dimungkinkan" adalah kantor pemerintahan kelurahan setempat.
Huruf b
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Ayat (6)
Cukup Jelas.
Ayat (7)
Cukup Jelas.
Ayat (8)
Cukup Jelas.
Cukup Jelas.
Ayat (10)
Cukup Jelas.
Ayat (11)
Cukup Jelas.
Ayat (12)
Cukup Jelas.
Pasal 21 Ayat (1)
Jangka waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada Penanggung Pajak melunasi utang pajak sebagaimana tercantum dalam Surat Paksa yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Kehadiran para saksi dimaksudkan untuk menyakinkan bahwa pelaksanaan penyitaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berita Acara Pelaksanaan Sita merupakan pemberitahuan kepada Penanggung Pajak dan masyarakat bahwa penguasaan barang Penanggung Pajak telah berpindah dari Penanggung Pajak kepada Pejabat. Oleh karena itu, dalam setiap penyitaan, Juru Sita Pajak Daerah harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita secara jelas dan lengkap yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal, nomor, nama Jurusita Pajak Daerah, nama Penanggung Pajak, nama dan jenis barang yang disita, dan tempat penyitaan.
Pasal 23
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan tujuan penyitaan adalah memperoleh jaminan pelunasan utang pajak dari Penanggung Pajak.
Oleh karena itu, penyitaan dapat dilaksanakan terhadap semua barang Penanggung Pajak, baik yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan Penanggung Pajak, atau di tempat lain maupun yang penguasaannya berada di tangan pihak lain.
Pada dasarnya penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan barang bergerak, namun dalam keadaan tertentu penyitaan dapat dilaksanakan langsung terhadap barang tidak bergerak tanpa melaksanakan penyitaan terhadap barang bergerak. Keadaan tertentu, misalnya, Juru Sita Pajak Daerah tidak menjumpai barang bergerak yang dapat dijadikan objek sita, atau barang bergerak yang dijumpainya tidak mempunyai nilai, atau harganya tidak memadai jika dibandingkan dengan utang pajaknya.
Pengertian kepemilikan atas tanah meliputi, antara lain, hak milik, hak pakai, hak guna bangunan, dan hak guna usaha.
Yang dimaksud dengan penguasaan berada di tangan pihak lain, misalnya, disewakan atau dipinjamkan, sedangkan yang dimaksud dengan dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, misalnya, barang yang dihipotekkan, digadaikan, atau diagunkan.
Ayat (2)
Pada dasarnya penyitaan terhadap badan dilakukan terhadap barang milik perusahaan. Namun apabila nilai barang tersebut tidak mencukupi atau barang milik perusahaan tidak dapat ditemukan atau karena kesulitan dalam melaksanakan penyitaan terhadap barang milik perusahaan tidak mencukupi, maka penyitaan dapat dilakukan terhadap barang-barang milik pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal atau ketua untuk yayasan.
Ayat (3)
Dalam memperkirakan nilai barang yang disita, Juru Sita Pajak Daerah harus memperhatikan jumlah dan jenis barang berdasarkan harga wajar sehingga Juru Sita Pajak Daerah tidak dapat melakukan penyitaan secara berlebihan. Dalam hal tertentu Juru Sita Pajak Daerah dimungkinkan untuk meminta bantuan Jasa Penilai.
Dalam memperkirakan nilai barang yang disita, Juru Sita Pajak Daerah harus memperhatikan jumlah dan jenis barang berdasarkan harga wajar sehingga Juru Sita Pajak Daerah tidak dapat melakukan penyitaan secara berlebihan. Dalam hal tertentu Juru Sita Pajak Daerah dimungkinkan untuk meminta bantuan Jasa Penilai.