• Tidak ada hasil yang ditemukan

Patogenesis stres oksidatif pada penyakit kusta

KAJIAN PUSTAKA

2.12 Stres Oksidatif pada Penyakit Kusta

2.12.1 Patogenesis stres oksidatif pada penyakit kusta

Patogenesis terjadinya stres oksidatif pada penyakit kusta hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti. Diduga stres oksidatif pada penyakit kusta dihubungkan dengan infeksi oleh M. leprae itu sendiri, respon imunitas pejamu

37 terhadap infeksi serta adanya defek pada imunitas seluler yang akan mengakibatkan peningkatan produksi ROS pada penderita kusta (Prabhakar dkk., 2012; Vijayaraghavan dan Paneerselvam, 2011).

Seperti diketahui, pada penyakit kusta berkembangnya infeksi pada pejamu dihubungkan dengan kualitas respon imunitas. Mekanisme pertahanan utama pada infeksi M. leprae melibatkan sel-sel imunitas terutama makrofag, limfosit dan sitokin-sitokin yang mengatur produksi, pelepasan dan modulasi reaksi imunitas seluler (Lima dkk., 2007; Prabhakar dkk., 2012). Makrofag merupakan sistem pertahanan utama melawan infeksi M. leprae. Sel-sel fagosit seperti makrofag, neutrofil, eosinofil serta limfosit T dan B memiliki enzim NADPH oksidase yang bertanggung jawab pada produksi ROS saat terjadinya stimulasi respon imun. Makrofag akan mengenali M. leprae atau komponen dinding selnya melalui TLR, ikatan ini akan mengaktivasi jalur nuclear factor kappa B (NF-κB) yang akan menginduksi pelepasan sitokin seperti TNF-α, IL-1, IL-6 dan IL-12. Sitokin-sitokin ini akan menyebabkan terjadinya inflamasi dan menstimulasi imunitas adaptif. Interleukin-12 akan mengaktivasi sel T dan menginduksi pelepasan IFN γ yang selanjutnya akan mengaktivasi enzim fagosit oksidase (NADPH oksidase) sehingga terjadi pelepasan ROS seperti superoksid, radikal hidroksil dan hidrogen peroksida. (Prasad dkk, 2007; Rahal dkk., 2014; Hart dan Tapping, 2012; Abbas dkk., 2015).

Reactive oxygen species yang terbentuk dapat berdifusi dari tempat terbentuknya dan menyebabkan kerusakan pada DNA, protein dan lipid sehingga terjadi kerusakan pada fungsi dan integritas sel serta kerusakan jaringan. Adanya

38 kerusakan jaringan akan ditandai oleh peningkatan biomarker stres oksidatif termasuk MDA sebagai produk akhir peroksidasi lipid. Reactive oxygen species yang terbentuk ini juga dapat menyebabkan kerusakan saraf pada penyakit kusta sehingga berhubungan dengan manifestasi klinis penyakit (Prasad dkk., 2007).

Beberapa penelitian terakhir menghubungkan peran ROS dalam memediasi proses inflamasi dan kaskade sinyal sistem imunitas, dimana peningkatan ROS juga ternyata dapat mengaktivasi sinyal NF-κB, menunjukkan peranan ROS sebagai secondary messenger untuk tranksripsi gen proinflamasi dan respon sinyal sitokin selama proses infeksi (Spooner dan Yilmaz, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh King dkk. yang menstimulasi sel mononuklear perifer dengan ROS, menemukan adanya MDA dan HNE sebagai hasil dari peroksidasi lipid ternyata dapat menstimulasi diferensiasi sel Th menuju fenotip kearah Th2 sehingga menginduksi hiporesponsif sel limfosit T (Bennet dan Griffiths, 2013).

Gambar 2.6

Mekanisme Pembentukan ROS Selama Proses Fagositosis (Abbas dkk., 2015)

39

Mekanisme penurunan sistem antioksidan pada penyakit kusta juga masih belum diketahui secara pasti. Hal ini diduga disebabkan karena inhibisi enzim atau rendahnya konsentrasi protein enzim yang disebabkan karena regresi gen SOD pada tingkat DNA. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa lipopolisakarida bakteri diduga dapat mempengaruhi gen SOD. Selain itu PGL-1 yang dimiliki M. leprae juga dikatakan dapat berikatan dengan enzim SOD sehingga menghambat aktivitas SOD dan mengakibatkan down-regulasi ekspresi gen SOD pada sel darah merah dan makrofag (Swathi dan Tagore, 2015; Bhadwat dan Borade, 2000; Schalcher dkk, 2012).

Gambar 2.7

Peroksidasi Lipid pada Penyakit Kusta (Vazques dkk., 2014) Penelitian yang ada juga menghubungkan antara stres oksidatif pada kusta dengan indeks bakteri yang lebih tinggi. Hal ini diduga disebabkan karena utilisasi biometal seperti zinc, besi, dan kalsium dari sel pejamu untuk pertahanan hidup M. leprae, sehingga dapat mempengaruhi metaloenzim seperti SOD (Swathi dan Tagore, 2015; Bhadwat dan Borade; 2000).

40 2.11.2 Tingkat stres oksidatif pada penyakit kusta

Berbagai macam penelitian mengenai tingkat stres oksidatif pada penyakit kusta telah dilakukan. Tingkat stres oksidatif dinilai melalui pengukuran kadar oksidan seperti pengukuran nitrat atau nitrit yang merupakan produk stabil NO, pengukuran kadar antioksidan enzimatik seperti SOD, katalase atau GSH, atau kadar antioksidan nonenzimatik seperti vitamin A, vitamin C, dan vitamin E, serta melalui pengukuran biomarker kerusakan akibat stres oksidatif seperti MDA (Dalle –Donne, 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Prasad dkk. pada tahun 2007 pada 100 pasien baru yang terdiagnosis kusta menemukan penurunan kadar SOD, katalase serta peningkatan MDA secara signifikan pada penderita kusta dibanding kontrol sehat. Penurunan kadar SOD, katalase dan peningkatan kadar MDA ditemukan lebih besar pada kusta tipe lepromatosa serta pada penderita kusta dengan IB yang lebih tinggi. Sehingga disimpulkan adanya hubungan antara stres oksidatif dengan tipe kusta dan indeks bakteri.

Penelitian lain pada tahun 2007 oleh Jyothi dkk. menemukan hal yang serupa dimana terdapat penurunan kadar SOD serta peningkatan kadar MDA pada pasien kusta. Hal ini juga ditemukan lebih signifikan pada penderita kusta tipe MB. Pada penelitian ini juga dihitung rasio MDA/SOD yang ditemukan mengalami peningkatan signifikan pada kusta tipe MB. Penelitian yang dilakukan oleh Lima dkk. (2007) untuk mengetahui peroksidasi lipid dan kadar antioksidan non enzimatik pada kusta menemukan peningkatan kadar MDA dibanding kontrol, dengan peningkatan sesuai dengan spektrum penyakit dimana kadar

41 tertinggi ditemukan pada kusta tipe lepromatosa. Pada penelitian ini juga ditemukan penurunan kadar vitamin A dibanding kontrol dengan penurunan yang lebih besar pada kusta tipe lepromatosa. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Trimbake dkk. juga menemukan peningkatan kadar MDA serum dan penurunan kadar vitamin E secara signifikan pada kusta tipe PB dan MB. Penelitian ini menunjukkan adanya stres oksidatif pada penderita kusta juga disebabkan karena adanya penurunan antioksidan nonenzimatik.

Penelitian yang dilakukan oleh Vijayaraghavan dkk. di India pada tahun 2011 menemukan penurunan secara signifikan kadar antioksidan enzimatik seperti SOD, katalase, glutation peroksidase, glutation reduktase dan glutation-s- transferase pada penderita kusta tipe MB dibandingkan kontrol yang sehat. Penelitian lain oleh Garad (2014) dkk. mengenai peroksidasi lipid juga menemukan adanya peningkatan MDA secara signifikan pada penderita kusta dibanding kontrol serta lebih tinggi pada kusta tipe MB dibanding PB. Pada penelitian ini juga ditemukan penurunan kadar antioksidan thiol pada penderita kusta terutama tipe MB dibanding kontrol sehat. Penelitian oleh Meneses dkk. (2014) yang menggunakan sampel urin menemukan peningkatan MDA urin pada penderita kusta dibanding kontrol.

Penelitian mengenai stres oksidatif pada penyakit kusta tidak hanya dilakukan pada pasien yang baru terdiagnosis namun juga pada pasien yang sudah mendapatkan terapi maupun yang sudah selesai pengobatan (Release from treatment/RFT). Penelitian oleh Prabhakar dkk. tahun 2012 pada penderita kusta tipe MB yang telah mendapat terapi menemukan penurunan kadar SOD,

42 glutathione, total antioksidan status serta peningkatan kadar MDA secara signifikan pada pasien kusta tipe MB dibanding kontrol. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ozan dkk. (2010) pada pasien kusta yang sudah selesai pengobatan mendapatkan peningkatan signifikan kadar MDA dan aktivitas GSH dan katalase dibanding kontrol. Penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian stres oksidatif tidak hanya dapat terjadi pada kasus baru kusta namun juga pada kusta yang yang telah selesai mendapatkan pengobatan.

Meskipun sebagian besar penelitian menunjukkan bukti adanya tingkat stres oksidatif terutama melalui peningkatan kadar MDA namun beberapa penelitian menemukan hasil yang bertentangan. Penelitian oleh Schalcer pada tahun 2013 yang dilakukan pada 23 pasien penderita kusta sebelum mendapat terapi. Pada penelitian ini didapatkan kadar MDA yang tidak berbeda antara penderita kusta dan kontrol sehat, namun kadar SOD ditemukan mengalami penurunan secara signifikan dibanding kontrol sehat.

Penelitian lain yang juga dilakukan oleh Schalcher dkk. pada tahun 2014 yang bertujuan untuk mengetahui stres oksidatif pada pasien yang sudah mendapatkan terapi MDT, menemukan kadar MDA yang tidak berbeda secara signifikan antara penderita kusta dibanding kontrol sebelum maupun setelah mendapat terapi sedangkan kadar SOD ditemukan menurun pada pasien kusta dan penurunan ini ditemukan menetap setelah mendapatkan terapi MDT.

Dokumen terkait