• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

C. Pedagang Kaki Lima

Sektor informal pedagang kaki lima merupakan fenomena yang sangat

menarik perhatian. Sebenarnya istilah kaki lima yang terkenal sekarang ini

merupakan warisan sejarah. Sebab istilah tersebut muncul pertama kali saat

pemerintahan jajahan Inggris manguasai Indonesia.

Pada saat itu Raffles telah mengeluarkan peraturan penggunaan jalan,

yakni mengharuskan agar tepi kiri dan kanan jalan selebar lima feet bagi

pejalan kaki itu digunakan oleh pedagang untuk menggelar jualannya. Karena

mereka berjualan di area lima feet tadi, kemudian dikenal sebagai pedagang

kaki lima. (Hernawi, 1996: 50)

Pada ukuran lebar trotoar yang waktu itu dihitung dengan memakai

dasar ukuran feet, dalam istilah Bahasa Inggris diterjemahkan kaki yang

berukuran 31 sentimeter lebih. Pada saat itu lebar trotoar adalah lima kaki,

untuk selanjutnya orang yang berjualan di atas trotoar disebut pedagang kaki

lima (Hidayat, 1978:31)

Selain dari aspek kesejarahan, menurut Eridian (1993: 4) memberikan

pengertian pedagang kaki lima adalah orang-orang dengan modal relatif kecil

/ sedikit berusaha untuk memenuhi kebutuhan kelompok konsumen tertentu

dalam masyarakat. Usaha itu dilakukan pada tempat-tempat yang dianggap

strategis dalam suasana informal.

Dalam perkembangan selanjutnya, pedagang kaki lima tidak lagi

terbatas pada berjualan di atas trotoar, tetapi juga pedagang yang mengambil

terminal, dan sebagainya. Jenis barang yang diperdagangkan digolongkan

dalam jenis makanan, non makanan dan jasa. Alat yang digunakan dalam

bejualan dapat berupa pikulan, gerobak, tenda, dan sebagainya.

Jadi dengan demikian pedagang kaki lima adalah orang yang dengan

modal relatif kecil berusaha di bidang produksi dan pengumpulan barang atau

jasa untuk memenuhi kebutuhan kelompok konsumen tertentu di dalam

masyarakat dengan mengambil lokasi yang dianggap strategis. Ada beberapa

pendapat tentang karakteristik pedagang kaki lima, yang pada dasarnya

hampir sama. Seperti halnya menurut Julisar An-naf yang dikutip oleh

Hidayat (1978:31-32), pedagang kaki lima memiliki ciri-ciri khusus antara

lain:

1. Bergang kaki lima umumnya merupakan mata pencaharian pokok. 2. Para pedagang kaki lima pada umumnya tergolong angkatan kerja

produktif.

3. Tingkat pendapatan yang diperoleh relatif rendah.

4. Sebagian besar merupakan pendatang dari daerah dan belum memiliki status kependudukan.

5. Mereka mulai berdagang antara 5-10 tahun yang lalu.

6. Sebelum menjadi pedagang kaki lima umumnya mereka tani dan buruh.

7. Permodalan lemah dan omset penjualannya relatif kecil. 8. Belum berhubungan dengan bank dalam permodalan.

9. Umumnya mereka mempergunakan bahan pangan, sandang dan kebutuhan-kebutuhan sekunder.

10. Pada hakekatnya mereka telah kena pajak dengan adanya retribusi meupun pungutan tidak resmi.

Penjelasan tentang sosok pedagang kaki lima berdasarkan karakteristik

menurut Hernawi (1996:53) adalah :

1. Berusaha di kaki lima pada umumnya bukan pekerjaan yang dicita-citakan.

2. Pedagang kaki lima tersebut pada umumnya tergolong tingkat kerja produktif.

3. Tingkat pendidikan mereka relaif rendah.

4. Sebagian besar dari mereka adalah pedagang dari luar kota dan belum mendapat status sebagai penduduk parlemen.

5. Sebelum terjun di kaki lima mereka pada umumnya berprofesi sebagai petani atau buruh rendah.

6. Modal diusahakan sendiri dan tidak punya hubungan dengan lembaga keuangan perbankan.

7. Modal yang dimiliki sangat terbatasdemikian pula dengan omset usaha serta profit yang diperoleh.

8. Kemampuan kewirausahaan relatif rendah demikian pula kemampuan dalam pemupukan modal.

9. Jenis dagangannya sangat variatif , namun yang cukup dominan adalah jenis pangan, sandang dan jenis kebutuhan sekunder lainnya.

10. Pada dasarnya mereka ikut terkena pajak dengan adanya retribusi dan berbagai jenis pungutan lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kota Bandung Peneliti

Fisipol UNPAR Bandung yang dikutip oleh Eridian (1993:28-29) memberikan

ciri/karakteristik pedagang kaki lima sebagai berikut:

1. Sesuai dengan istilah pedagang, walaupun dalam hal ini istilah pedagang kadang-kadang juga produsen, sekaligus pedagang. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa pedagan kaki lima berkecimpung apa yang dinamakan sektor informal.

2. Perkataan “kaki lima” memberikan konotasi bahwa umumnya menjajakan barang-barang dagangan pada gelaran tikar di pinggir jalan atau depan toko-toko yang dianggap strategis. Kelompok pedagang yang menggunakan meja untuk berdagang, kereta dorong, dan kios-kios kecil masih kita golongkan pada kelompok pedagang kaki lima.

3. Para pedagang umumnya menjajakan bahan mekanan, barang-barang konsumsi secara eceran.

4. Para pedagang kaki lima umumnya bermodal kecil.

5. Pada umumnya kualitas barang-barang yang diperdagangkan oleh para pedagang kaki lima relatif rendah.

6. Volume omset pedagang pedagang kaki lima relatif tidak begitu besar.

7. Para pembeli umumnya adalah merupakan pembeli berdaya beli rendah.

8. Pada umumnya usaha pedagang kaki lima merupakan “family enterprise” dimana istri dan anak-anak turut membentu dalam usaha tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung.

9. Kalau pedagang kaki lima kita golongkan pada “enterprise” maka usaha-usaha tersebut menunjukkan sifat-sifat khusus “one man enterprise” atau dalam bahasa Belanda “ummanzal.”

10. Tawar menawar (bargaining) antara penjual dan pembeli merupakan relasi ciri usaha pedagang kaki lima.

11. Sebagian dari pedagang kaki lima melaksanakan pekerjaannya secara penuh, yaitu secara full job, sebagian lagi setengah jam kerja atau waktu senggang dalam rangka mencapai pendapatan nasional.

12. Ada pedagang kaki lima yang melaksanakan pekerjaannya secara musiman dan kerap kali jenis harganya berubah-ubah.

13. Barang yang umumnya dijual pedagang kaki lima merupakan apa yang dalam ilmu marketing dinamakan “convenience goods” jarang sekali mereka memperdagangkan “specially goods

14. Pedagang kaki lima pada umumnya ada dalam suasana perasaan tidak tenang. Seringkali mereka diliputi perasaan takut kalau-kalau usaha mereka diberhentikan oleh TIBUM (Tim Penertib Umum) sehingga mereka bermain kucing-kucingan dengan pihak yang berwajib.

15. Masyarakat umum beranggapan, bahwa pedagang kaki lima adalah kelompok yang menduduki status sosial yang rendah dalam tangga kemasyarakatan, walaupun hati kecil mereka mengakui bahwa kelompok ini memenuhi kebutuhan tertentu.

16. Mengingat faktor yang bertentangan dengan kepentingan, maka kelompok pedagang kaki lima merupakan kelompok yang sulit bersatu dalam bidang ekonomi walaupun perasaan setia kawan cukup kuat.

17. Jam dan waktu kerja pedagang kaki lima tidak menujukkan pola yang yang tetap yang mana merupakan salah satu ciri perusahaan perseorangan.

18. Pada pedagang kaki lima terdapat jiwa enterprenurship yang kuat, walaupun faktor saling mengintimidasi usaha pedagang yang lain berhasil cukup dilakukan secara intensif.

Walaupun pedagang kaki lima merupakan sektor pinggiran namun

eksistensi sektor ini memberikan banyak kesempatan kerja yang umumnya

sulit didapat di negara-negara berkembang. Dipandang dari segi keamanan,

sektor ini bisa berfungsi sebagai katup pengaman yaitu memberikan

kesempatan kesibukan kerja usaha kecil-kecilan dengan usaha dagang atau

akan timbul banyak kekerasan dan rasa tidak puas. Dengan demikian dunia

pedagang kaki lima menduduki fungsi ekonomi kota sekaligus turut

membantu menciptakan kehidupan sosial ekonomi kota yang selaras dan

serasi.

1. Kekuatan-kekuatan yang dimiliki pedagang kaki lima:

• Pedagang kaki lima memberikan kesempatan kerja yang umumnya sulit didapat pada negara-negara sedang berkembang. Merupakam mata rantai terakhir, mengingat sifatnya sebagai pedagang eceran dalam jaringan distribusi produsen ke konsumen akhir.

• Dalam prakteknya mereka biasa menawarkan barang dan jasa dengan harga bersaing mengingat mereka tidak dibebani masalah pajak.

• Sebagian besar masyarakat kita lebih senang berbelanja pada pedagang kaki lima mengingat faktor kemudahan dan barang-barang yang ditawarkan relatif murah (terlepas dari perkembangan kualitas) Selain itu juga dimungkinkan pembelian secara kredit jika sudah terjalin hubungan timbal balik antara penjual dan pembeli.

2.Kelemahan-kelemahan yang dimiliki pedagang kaki lima:

• Mereka dapat dimasukan ke dalam kelompok marginal dan sub marginal dengan modal kecil, sehingga laba yang dihasilkan juga kecil. Padahal banyak anggota keluarga yang tergantung pada hasil dan laba tersebut. Oleh karena itu terciptalah keadaan dimensi hasil yang mereka capai pas-pasan untuk sekedar hidup.

• Disebabkan oleh kurangnya pendidikan dan tekhnikal training maka unsur efisiensi kurang mendapat perhatian seperti masalah populasi dan faktor higienis sebagai produk sampingan yang negatif.

• Di kalangan pedagang kaki lima sering terdapat faktor imidasi yang berlebihan, menyebabkan suatu jenis usaha tertentu menjadi terlampau padat.

• Seringkali terdapat unsur penipuan dan penawaran dengan harga tinggi yang berlebih-lebihan, sehingga menyebabkan citra/image masyarakat tentang keberadaan pedagang kaki lima kurang begitu positif. (Adi Sasono,1980:62-64)

D. Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan

Pada umumnya sementara orang beranggapan bahwa bila berbicara

masalah pendidikan maka orientasinya ke dunia sekolah. Mereka kurang

menyadari bahwa pendidikan seseorang diperoleh tidak hanya melalui

pendidikan sekolah saja, tetapi dari luar sekolah seperti keluarga,

kelompok belajar dan masyarakat. Hal ini membawa konsekuensi yang

lebih luas yakni proses pendidikan bukan berarti hanya belajar di sekolah,

tetapi dapat berlangsung satiap saat dan dimanapun.

Pengertian pendidikan menurut Tim Pengembangan MKDK IKIP

Semarang (1995:5) adalah aktifitas dan usaha manusia untuk

meningkatkan kepribabdiannya dengan jalan membina potensi pribadinya.

Yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta, dan budi nurani) dan jasmani (panca

indera serta ketrampilan).

Pendidikan mempunyai arti yang berbeda-beda, karena itu semua

tergantung dengan deinisi yang dikemukakan oleh para ahli. Akan tetapi

pengertian dari definisi tersebut mempunyai arti yang hampir sama.

• Menurut Heidjrachman et al (2000:77)

Pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan

umum seseorang termasuk di dalamnya peningkatan penguasaan teori

dan ketrampilan memutuskan terhadap persoalan yang menyangkut

kegiatan mencapai tujuan.

Pendidikan adalah keseluruhan proses teknik dan metode belajar

mengajar dalam rangka mengalihkan sesuatu pengetahuan dari

seseorang kepada orang lain sesuai standar yang telah ditetapkan.

Dari beberapa definisi tentang pendidikan di atas dapat

disimpulkan bahwa pendidikan pada hakekatnya adalah penyiapan

seseorang untuk memasuki kehidupan di masa yang akan datang yang

dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan.

2. Pendidikan Sekolah dan Luar Sekolah

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses yang berlangsung

seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga, sekolah

dan masyarakat. Oleh karena itu pendidikan merupakan bersama antar

keluarga, masyarakat dan pemerintah. Dalam masyarakat industri, dunia

kerja menuntut tenaga kerja yang terlatih profesional dan memiliki

keahlian serta ketrampilan tertentu. Untuk memenuhi tuntutan dunia kerja

tersebut, lembaga-lembaga pendidikan baik dalam bentuk pendidikan

formal maupun non formal merupakan tempat latihan dan pengembangan

bagi tenaga kerja yang kompeten. (Wuraji, 1988:37)

Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang (1995:7)

mengemukakan tetang pembagian pendidikan adalah sebagai berikut:

• Pendidikan informal, ialah pendidikan yang diperoleh seseorang dirumah dalam lingkungan keluarga.

• Pendidikan formal, ialah pendidikan yang mempunyai bentuk atau organisasi tertentu.

Menurut Sistem Pendidikan Nasional (UU no 2 tahun 2003 pasal

10) mengemukakan bahwa pendidikan terbagi atas :

• Pendidikan persekolahan, mencakup berbagai jenjang pendidikan, dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi.

• Pendidikan Luar Sekolah, terbagi menjadi pendidikan non formal yang mencakup lembaga pendidikan di luar sekolah, misalnya ; kursus, seminar,kejar paket A. Dan pendidikan informal yang mencakup pendidikan keluarga, masyarakat dan program-program sekolah, misalnya ceramah di radio/tv dan informasi yang mendidik dalam surat kabar atau majalah.

Kemudian didukung oleh Tadjudin Noer Efendi dan Chris

Manning (1991:45) menyimpulkan bahwa (usaha di sektor informal dalam

hal pendidikan) tingkat pendidikan merupakan pendidikan terakhir yang

ditempuh oleh seorang pedagang yang melalui pendidikan sekolah

maupun luar sekolah. Tingkat pendidikan sekolah adalah pendidikan

terakhir yang ditempuh oleh seorang pedagang, sedangkan untuk luar

sekolah pengetahuan dan ketrampilan sebelum dan sedang berlangsungnya

usaha tersebut.

Pendidikan formal yang sering disebut pendidikan persekolahan,

berupa rangkaian jenjang pendidikan yang telah baku, mulai dari jenjang

Sekolah Dasar (SD) sampai dengan perguruan tinggi. (Umar Tirtarahardja

dan La Sulo,1994:78). Dalam UU no 2 tahun 2003 pasal 16 ayat 1 tentang

sistem pendidikan nasional, dijelaskan bahwa dalam jalur pendidikan

formal ada berbagai jenjang pendidikan, yang meliputi:

• Pendidikan dasar, yang biasa dikenal dengan pendidikan dasar sembilan tahun, yaitu pendidikan SD enam tahun ditambah SMP tiga tahun.

• Pendidikan Menengah, adalah pendidikan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta menyiapkan peserta didik menjadi

anggota masyarakat yang memiliki kemampuan memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungan, dunia kerja, dan dapat melanjutkan di Perguruan Tinggi.

• Pendidikan Tinggi, merupakan lanjutan pendidikan menengah untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis/profesional, yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan kesenian.

Dari uraian mengenai jenjang persekolahan atau tingkat-tingkat

yang ada pada pendidikan formal, dapat dimengerti bahwa pendidikan

merupakan proses yang berkelanjutan. Oleh karena itu setiap tingkat atau

jenjang pendidikan itu harus dilaksanakan secara tertib, dalam arti tidak

bisa terbalik letak penempatannya. Setiap jenjang atau tingkatan

mempunyai tujuan dan Mteri pelajaran yang berbeda-beda.

Pendidikan luar sekolah dibagi menjadi dua yaitu pendidikan non

formal dan in formal. Pendidikan non formal atau pendidikan luar sekolah

menurut Ary H Gunawan (1995:63) adalah :

Semua usaha sadar yang dilakukan untuk membantu perkembangan kepribadian sera kemampuan anak dan orang dewasa diluar sistem persekolahan melalui pengaruh yang sengaja dilakukan melalui beberapa sistem dan metode penyampaian seperti kursus, bahan bacaan, radio,televisi, penyuluhan dan medi komunikasi lainnya.

Dari ketiga pendidikan tersebut, pendidikan informal adalah yang

paling dahulu dikenal dan paling penting peranannya. Hal ini disebabkan

dalam masyarakat sederhana satu-satunya bentuk pendidikan yang dikenal

adalah pendidikan informal.

Pendidikan informal menurut Zahara Idris (1990:58)

Pendididkan informal adalah proses pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar. Pada umumnya tidak teratur dan sistematis, sejak seseorang lahir sampai mati, seperti di dalam keluarga, tetangga, pekerjaan, hiburan, pasar atau di dalam pergaulan sehari-hari. Walaupun demikian pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan seseorang. Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan yang pertama dan utama bagi setiap manusia. Seseorang lebih banyak berada dalam rumah tangga dibandingkan dengan tempat-tempat lain, sampai umur tiga tahun seseorang akan berada di rumah tangga. Pada masa itulah diletakkan dasar-dasar kepribadian.

Pendidikan informal bagi pedagang kaki lima sangat erat dalam

kehidupan sehari-hari karena mereka terbiasa menghadapi berbagai

konsumen dan harus dapat memahami perkembangan masyarakat untuk

suatu usahanya dan dapat menambah profit/laba.

Dokumen terkait