PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA TENTANG KONSEP BUSINESS ENTITY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, BESARNYA MODAL
USAHA, DAN PENGALAMAN BERWIRAUSAHA
Survei : Pedagang Kaki Lima dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Sella Windya Nugraheni 041334016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA TENTANG KONSEP BUSINESS ENTITY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, BESARNYA MODAL
USAHA, DAN PENGALAMAN BERWIRAUSAHA
Survei : Pedagang Kaki Lima dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Akuntansi
Oleh:
Sella Windya Nugraheni 041334016
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
PERSEMBAHAN
“Tuhan adalah penuntun
hidupku”
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Yesus Kristus & Bunda Maria, Juru Slamatku
Bapak dan Ibuku tercinta
Dek Iko
v
MOTTO
Dalam hidup ini, semua ada
waktunya…
Tuhan takkan terlambat, juga takkan
lebih cepat..
Dia jadikan indah tepat pada
waktunya…
“Hidup terlalu indah untuk dilewatkan
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan ini sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 5 Februari 2009
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Sanata Dharma:
Nama : Sella Windya Nugraheni
Nomor Mahasiswa : 041334016
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA TENTANG KONSEP BUSINESS ENTITY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, BESARNYA MODAL
USAHA, DAN PENGALAMAN BERWIRAUSAHA
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 20 Februari 2009
Yang menyatakan
viii
ABSTRAK
PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA TENTANG KONSEP BUSINESS ENTITY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, BESARNYA MODAL
USAHA DAN PENGALAMAN BERWIRAUSAHA
Survei : Pedagang Kaki Lima dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta.
Sella Windya Nugraheni Universitas Sanata Dharma
2009
Penelitian ini bertujuan mengetahui : (1) perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari tingkat pendidikan ; (2) perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari besarnya modal usaha ; (3) perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari pengalaman berwirausaha.
Penelitian ini merupakan peneliian survei. Populasi dalam penelitian ini adalah Pedagang Kaki Lima di Resto PKL dan Taman Kuliner yang berjumlah 72 orang. Tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Tekhnik analisis data menggunakan Analysis of Variance.(ANOVA).
ix
ABSTRACT
THE SMALL BUSINESS OWNER’S PERCEPTION ON BUSINESS ENTITY CONCEPTS PERCEIVED FROM LEVEL OF EDUCATION, CAPITAL SIZE,
AND ENTREPRENERSHIP EXPERIENCES
A survei done on Small Business Owner’s in the group of Resto PKL in Depok District Sleman Regency Yogyakarta
Sella Windya Nugraheni Sanata Dharma University
2009
The research aims to find out the differences of small business owner’s perception on Business Entity concepts perceived from (1) level of education, (2) capital size, (3) entreprenership experiences.
The study is a kind of an observation research. The sourses of population in this reseach are 72 small business owner’s in Resto PKL and Taman Kuliner in Depok District, Sleman Regency Yogyakarta. The techniques of collecting data is questionnaire. The technique of analysing the data is Analysis if Variance (ANOVA).
The results of the research show that : (1) there isn’t any different perception on Business Entity concepts perceived from level of education (sign. value = 0,095 > a = 0,05 ) ; (2) there isn’t any different perception on Business Entity concepts perceived from capital size (sign. value = 0,739 > a = 0,05 ) ; (3) there is any different perception on Business Entity concepts perceived from entreprenership experiences (sign. value = 0,012 < a = 0,05).
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Akuntansi , Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan
arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang
tak terhingga kepada :
a. Romo Dr. Ir. Paulus Wiryono Priyotamtama, S. J. selaku Rektor Universitas
Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan
mengembangkan kepribadian kepada penulis.
b. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakulas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma
c. Bapak Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma
d. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. selaku ketua Program Studi Pendidikan
xi
e. Bapak Drs. Bambang Purnomo, S.E., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah
besedia meluangkan waktu memberikan saran dan kritik yang sangat berarti
dalam membimbing penyelesaian skripsi ini.
f. Bapak Drs. FX. Muhadi, M.Pd. dan Ibu Rita Eny Purwanti, S.Pd., M.Si. selaku
dosen penguji yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, kritik
dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
g. Segenap staff pengajar Program Studi Pendidikan Akuntansi atas ilmu yang telah
diberikan melalui perkuliahan.
h. Tenaga administrasi Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah membantu
proses kelancaran dalam proses belajar selama ini.
i. Seluruh pedagang di Resto Pedagang Kaki Lima Mrican dan Taman Kuliner
Condongcatur, khususnya Bapak Totok selaku Kepala Resto PKL Mrican dan
Bapak Sugiharto S.Pd., S.Sos., M.P. selaku Kepala UPTD Taman Kuliner
Condongcatur yang telah membantu kelancaran penelitian.
j. Seluruh keluargaku : Bapak terkasih, DS Tjihno Windryanto atas dukungan,
nasihat, dan doanya, Ibu tersayang, N Nugri Mulyanti atas segala dukungan, doa,
kesabaran dan perhatiannya, (terimakasih ya pak, buk, atas dukungan moril,
materiil, dan spiritual yang diberikan sampai akhirnya aku lulus jadi sarjana), Dek
Iko Pris H atas hiburan, semangat dan gamenya yang seru, seluruh keluarga
besarku, terimakasih atas Eyang Uti, Mbah Uti, Pakde, Budhe, Om, Tante, Mas,
xii
k. Sahabat-sahabat terbaikku: Pascalia Vincentia M (atas segala bantuanmu,
kesabaran, pinjaman bukumu yang sangat membantuku), C Rini W (atas
semangat dan keceriaan yang selalu menemaniku) , Alfonsa Ika (atas
semangatmu yang membara menjadi penyemangatku) , Febriantari Eka
(terimakasih kamu selalu mau membantuku dengan sabar), Astri Tumanggor,
Anastasia Swastika, Putri Kurnia J, Margaretha Novita, Yanita M, Barbarigo,
Babbel, terimakasih atas semua dukungan, bantuan, hiburan, omelan, keceriaan
dan kenangan terindah selama kuliah ini yang membuat hidupku lebih bermakna
serta nasihat supaya aku segera lulus. Kalian adalah teman-teman yang hebat,
terimakasih atas persahabatan yang kalian berikan selama 5 tahun ini. Walaupun
nanti kita akan terpisah jarak dan waktu untuk mencari masa depan, kalian akan
selalu dan tetap di hati tak akan terganti.
l. Teman-teman Pendidikan Akuntansi 2004 atas segala kebersamaan selama kuliah
di Sanata Dharma yang tak akan pernah telupakan (aku sangat bahagia dan
beruntung pernah mengenal kalian dalam hidupku)
m. Mas Andreas Triatmojo atas segala perhatian, semangat, nasihat, keceriaan yang
telah diberikan selama 2 tahun 8 bulan ini sebagai pelengkap hidupku sehingga
semua terlihat lebih indah.
n. Motor Astrea Grand ijoku yang selalu mengantar kemanapun aku pergi.
Terimakasih atas jasamu...
xiv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN………... iii
PERSEMBAHAN……….. iv
MOTTO………...…………. … v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… vi
ABSTRAK………. vii
ABSTRACT………... viii
KATA PENGANTAR………... ix
DAFTAR TABEL………. xvi
DAFTAR LAMPIRAN………. xviii
BAB I PENDAHULUAN………... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Batasan Masalah………... 5
C. Rumusan Masalah………... 5
D. Tujuan Penelitian………... 5
E. Manfaat Penelitian………... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA………... 7
xv
1. Persepsi………... 7
2. Business Entity……... 9
3. Pedagang Kaki Lima…... 12
4. Pendidikan... 17
5. Modal Usaha... 21
6. Pengalaman Berwirausaha... 25
B. Kerangka Berfikir... 30
C. Perumusan Hipotesis... 33
BAB III METODE PENELITIAN... 34
A. Jenis Penelitian... . 34
B. Tempat dan Waktu Penelitian... 34
C. Subjek dan Objek Penelitian... 34
D. Populasi... 35
E. Tekhnik Pengumpulan Data... 36
F. Operasionalisasi Variabel…... 36
G. Uji Instrumen Penelitian... 40
1. Uji Validitas………... 40
2. Uji Reliabilitas……... 43
I. Tekhnik Analisis Data…... 45
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 51
xvi
B. Analisis Data... 60
C. Pembahasan... 69
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN... 76
A. Kesimpulan... 76
B. Keterbatasan... 77
C. Saran... 78
DAFTAR PUSTAKA
xvii
DAFTAR TABEL
1. Tabel III.1 Operasionalisasi Varibel Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang
Konsep Business Entity... 37
2. Tabel III.2 Skor Pernyataan Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsep Business Entity... 38
3. Tabel III.3 Rangkuman Uji Validitas untuk Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsep Business Entity... 41
4. Tabel III.4 Tabel Batas Kelompok Dengan Menggunakan PAP II... 45
5. Tabel III.5 Tabel Batas Skala Perhitungan PAP II... 46
6. Tabel IV.1 Deskripsi Responden Berdasarkan Asal Resto... 52
7. Tabel IV.2 Deskripsi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 52
8. Tabel IV.3 Deskripsi Responden Berdasarkan Besarnya Modal Usaha 53 9. Tabel IV.4 Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman Berwirausaha 54 10. Tabel IV.5 Deskripsi Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsp Business Entity... 55
11. Tabel IV.6 Deskripsi Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsep Business Entity Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan... 56
xviii
13. Tabel IV.8 Deskripsi persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business
Entity Ditinjau Dari Pengalaman Berwirausaha……... 59
14. Tabel IV.9 Hasil Pengujian Normalitas Persepsi Pedagang Kaki Lima tentang
Konsep Business Entity ditinju dari Tingkat
Pendidikan... 60
15. Tabel IV.10 Hasil Pengujian Normalitas Persepsi Pedagang Kaki Lima tentang
Konsep Business Entity ditinju dari Besarnya Modal
Usaha... 61
16. Tabel IV.11 Hasil Pengujian Normalitas Persepsi Pedagang Kaki Lima tentang
Konsep Business Entity ditinju dari Pengalaman
Berwirausaha... 62
17. Tabel IV.12 Hasil Pengujian Homogenitas... 63
18. Tabel IV.13 Tabel Anova Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business
Entity Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan………... 65
19. Tabel IV.14 Tabel Anova Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business
Entity Ditinjau Dari Besarnya Modal Usaha……… 67
20. Tabel IV.14 Tabel Anova Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner
Lampiran 2 Data Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 3 Data Induk Penelitian
Lampiran 4 Anaisis Data
Lampiran 5 Tabel r
Lampiran 6 Tabel f
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini banyak kita jumpai pedagang kaki lima yang menggunakan
gerobak dan tenda untuk menjajakan dagangannya. Mereka memilih tempat
dan menghiasnya dengan tulisan nama dan jenis makanan yang unik untuk
dijual dengan tujuan menarik perhatian masyarakat untuk membeli. Mereka
biasa berada di tempat yang strategis untuk menjajakan dagangannya,
misalnya di sekitar sekolah dan kampus, di dekat pertokoan, di pinggir jalan
dalam pusat kota, dan di tempat lain yang dianggap mudah untuk dilihat
banyak orang.
Pada dasarnya pedagang harus memilih suatu lokasi yang tepat agar
memperoleh keuntungan yang lebih banyak, suatu kegiatan harus seefisien
mungkin. Keputusan penentuan lokasi yang tepat biasanya diambil bila
memenuhi kriteria: tempat yang memberikan kemungkinan pertumbuhan
jangka panjang yang menghasilkan keuntungan yang layak ; tempat yang luas
lingkupnya untuk kemungkinan perluasan unit produksi.
Beberapa waktu lalu pemerintah melakukan penertiban terhadap
pedagang kaki lima yang berbentuk tenda dan menjadikan kawasan bebas dari
pedagang kaki lima. Hal tersebut membuat banyak pedagang kehilangan
lokasi usaha dan memiliki pendapatan menurun. Sehingga dibentukklah
dalam suatu tempat. Lokasi yang dipilih juga tidak kalah strategis dengan
lokasi usaha mereka sebelumnya.
Dengan bermodalkan pendidikan dan uang yang cukup, para pedagang
kaki lima memulai usaha dan memiliki harapan akan berkembang lebih besar
menjadi sebuah warung makan yang dapat digunakan untuk kelangsungan
hidupnya di masa yang akan datang. Mereka mencari modal untuk memulai
usaha dengan banyak cara, misalnya dengan meninjam uang pada kerabat dan
sanak saudara, menjual barang-barang berharga, dan cara lainnya.
Banyak pedagang kaki lima yang menjadikan usahanya sebagai
pekerjaan sampingan dan hanya mencari kesibukan saja. Tetapi tidak sedikit
pula yang menjadikan usahanya sebagai pekerjaan pokok untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Walaupun demikian, banyak dari pedagang
kaki lima tersebut yang berjualan akibat keterbatasan ilmu pengetahuan dan
ketrampilan yang mereka miliki.
Seiring dengan berkembangnya jaman, ilmu pengetahuan semakin
penting dan dibutuhkan sebagai bekal seseorang dalam pekerjaannya. Tak
terkecuali bagi pedagang kaki lima, penerapan konsep-konsep ekonomi
sangatlah dibutuhkan. Ilmu pengetahuan memberikan pengaruh yang cukup
berarti bagi kelancaran usaha para pedagang tersebut. Dengan sedikitnya ilmu
pengetahuan yang dimiliki, mereka kurang bisa memahami konsep dan
strategi ekonomi yang benar. Khususnya konsep Business Entity yang
mengatakan bahwa usaha berdiri sendiri terlepas dari modal pribadi. Konsep
pengambilan keputusan. Jika tidak ada pemisahan yang jelas, maka pedagang
kaki lima tidak akan tahu secara tepat prestasi dan kinerja unit bisnis yang
tercermin dalam laporan keuangan yang biasanya dibuat dalam bentuk
Laporan Laba Rugi. Bila tidak dipertimbangkan, hal ini akan membawa
dampak yang cukup buruk karena mengakibatkan usaha tidak mampu
berkembang secara pesat. Contoh penerapan konsep Business Entity adalah
dengan melakukan pencatatan pada setiap transaksi yang terjadi. Baik itu
merupakan penerimaan uang, pengeluaran, hutang dan sebagainya. Dan hal ini
dirasa akan mempengaruhi persepsi pedagang kaki lima tentang konsep
Business Entity.
Namun pada kenyataannya, banyak para pedagang kaki lima tidak
melakukan pencatatan terhadap pengeluaran yang digunakan dalam usaha dan
pendapatan yang didapatkan dari usaha. Mereka membiarkan semua berjalan
apa adanya, tanpa memprediksikan laba dan rugi usaha. Akibatnya tidak
sedikit dari para pedagang kaki lima tersebut yang mengalami kerugian dan
akhirnya bangkrut. Kebanyakan dari mereka yang tidak melakukan pencatatan
dikarenakan kurang memahami akan pentingnya pencatatan tersebut.
Sehingga tidak sedikit pula para pedagang kaki lima yang menggunakan
kekayaan pribadi untuk menambah pemasukan usaha dan dijadikan modal
berdagang selanjutnya. Selain itu, mereka juga menggunakan barang
dagangan tanpa ada pencatatan dan pemisahan yang jelas.
Di lain pihak, pedagang kaki lima adalah pedagang yang menjalankan
mereka akan menggabungkan kekayaan pribadi dengan modal usahanya.
Maka nantinya mereka akan sulit untuk mengidentifikasi laba usaha dan
berkembang lebih besar.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan peneliti, para pedagang kaki
lima di Kelurahan Caturtunggal Depok Sleman Yogyakarta juga mengalami
hal demikian. Oleh karena itu peneliti ingin membuat penelitian lebih lanjut
mengenai hal ini. Pedagang kaki lima di Kelurahan Caturtunggal Depok
Sleman Yogyakarta memiliki kesempatan yang lebih besar untuk bertemu
dengan konsumen karena arena berjualan mereka teletak di daerah sekitar
kampus dan sekolah di Yogyakarta. Tentu saja mereka memerlukan modal
yang lebih besar untuk dapat menambah keanekaragaman jenis
dagangangannya di tempat tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi persepsi
pegagang kaki lima tentang konsep Business Entity.
Selain itu dalam hal pengalaman berwirausaha. Biasanya pedagang
yang sudah memiliki pengalaman lebih banyak akan lebih memahami seluk
beluk dunia usaha. Dan hal ini dirasa akan mempengaruhi persepsi pedagang
kaki lima tentang konsep Business Entity.
Berdasarkan uraian dan fakta tersebut di atas maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai “Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang
Konsep Business Entity Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan, Besarnya Modal
B. Batasan Masalah
Penelitian ini dimaksudkan untuk dapat mengetahui bagaimana
persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity. Penelitian ini
memfokuskan pada tiga faktor yang diduga kuat mempengaruhi persepsi
pedagang kaki lima, yaitu tingkat pendidikan, besarnya modal usaha, dan
pengalaman berwirausaha.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apakah ada perbedaan persepsi pada pedagang kaki lima tentang konsep
Business Entity ditinjau dari tingkat pendidikan?
2. Apakah ada perbedaan persepsi pada pedagang kaki lima tentang konsep
Business Entity ditinjau dari besarnya modal usaha?
3. Apakah ada perbedaan persepsi pada pedagang kaki lima tentang konsep
Business Entity ditinjau dari pengalaman berwirausaha?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business
Entity ditinjau dari tingkat pendidikan.
2. Untuk mengetahui persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business
3. Untuk mengetahui persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business
Entity ditinjau dari pengalaman berwirausaha.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Universitas Sanata Dharma
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pihak
pengelola Universitas Sanata Dharma.
2. Bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi untuk
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Persepsi
Sejak dilahirkan, individu secara langsung dengan dunia luar. Sejak
itu pula seseorang akan menerima stimulus atau rangsangan dari luar.
Menurut Linda Davidoff (1981: 232) persepsi diartikan sebagai proses
pemahaman yang terorganisir dan menggabungkan data-data indera untuk
dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari sekeliling kita.
Sedangkan menurut Thoha (1983:138), persepsi adalah proses
pemahaman yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi
tentang lingkungan baik lewat pendengaran, penglihatan, pengkhayatan,
perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak
pada pengenalan bahwa persepsi merupakan suatu penafsiran yang unik
terhadap situasi.
Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah
pemahaman, menerima, pengorganisasian, dan mengimpretasikan rangsangan
dari lingkungan melalui panca indra sehingga individu mengerti tentang yang
diinderakan.
Menurut Thoha (1988: 1945), faktor yang mempengaruhi persepsi
dibagi menjadi dua, yaitu faktor dari dalam dan luar, yaitu:
1. Faktor dari luar
Prinsip intensitas dari perhatian dapat dinyatakan bahwa semakin
besar intensitas stimulus dari luar, layaknya semakin besar pula hal itu
dipahami.
b. Ukuran
Faktor ini menyatakan bahwa semakin besar untuk obyek semakin
mudah untuk bisa diketahui atau dipahami.
c. Pengulangan (Repetition)
Dalam prinsip ini dikemukakan bahwa stimulus dari luar yang diulang
akan memberi perhatian yang lebih besar dibanding dalam sekali lihat.
d. Gerakan (Moving)
Prinsip gerakan ini antara lain menyatakan bahwa orang akan
memberikan banyak perhatian terhadap obyek yang bergerak dalam
jangkauan pandangnya dibandingkan dari obyek yang diam.
e. Baru dan Familiar
Prinsip ini menyatakan bahwa baik situasi ekternal yang baru maupun
yang sudah dikenal dapat dipergunakan sebagai penarik perhatian.
2. Faktor dari dalam
a. Proses belajar (learning)
Semua faktor dari dalam yang membentuk adanya perhatian kepada
suatu obyek sehingga menimbulkan adanya persepsi adalah didasarkan
dari kekompleksan kejiwaan. Kekompleksan kejiwaan ini selaras
dengan proses pemahaman atau belajar dari motivasi yang dimiliki
b. Motivasi
Selain proses belajar dapat membentuk persepsi dari dalam lainnya
yang juga menentukan terjadinyapersepsi antara lain motivasi dan
kepribadian pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari proses belajar,
tetapi keduanya juga mempunyai dampak yang amat penting dalam
proses pemilihan persepsi.
c. Kepribadian
Dalam membentuk persepsi unsur ini sangat erat hubungannya dengan
proses belajar dan motivasi mempunyai akibat tentang apa yang
diperhatikan dalam menghadapi suatu situasi.
B. Business Entity
Business Entity atau yang lebih dikenal dengan istilah kesatuan usaha
adalah sebuah konsep yang menyatakan bahwa dalam akuntansi, perusahaan
dipandang sebagai suatu kesatuan usaha atau badan usaha yang berdiri sendiri,
terpisah dari pemilik dan pihak lain yang menanamkan dana dalam
perusahaan. Dengan konsep ini perusahaan menjadi pusat perhatian akuntansi
dan menjadi pusat pertanggungjawaban. Dalam pelaporannya akuntansi
mengambil sudut pandang bahwa perusahaan merupakan pihak yang harus
melaporkan informasi keuangan kepada pemilik dan bukannya pemilik yang
melaporkan pada pihak luar lainnya. Misalnya, akuntan yang bekerja pada
perusahaan tersebut dan bukan terhadap kegiatan, aktiva, atau hutang. (Ahmed
Riahi, Belkaovi,2000: 176)
Akuntansi memandang pemilik sebagai pihak luar perusahaan dan
karenanya transaksi pemilik dan pihak luar lainnya bukan merupakan
transaksi yang menjadi objek akuntansi perusahaan yang bersangkutan.
Konsep entitas usaha ini penting karena membatasi data ekonomi dalam
sistem akuntansi terhadap data yang berhubungan langsung terhadap usaha.
Dari segi akuntansi, konsep kesatuan usaha tetap harus diterapkan
dalam perusahaan berbentuk perseroan ataupun tidak. Dari segi administrasi
yang baik, adalah hal yang sangat penting untuk memisahkan transaksi
perusahaan dengan transaksi pemilik. Meskipun perusahaan tidak berbadan
hukum, dan oleh karenanya perusahaan itu tidak memiliki hak milik atas
kekayaan, akuntansi tetap memandang bahwa kekayaan yang digunakan untuk
tujuan perusahaan adalah kekayaan milik perusahaan dan memandang pemilik
sebagai sumber adanya kekayaan tersebut (penyedia dana). Dengan
pandangan ini maka sebenarnya dapat dianggap bahwa perusahaan utang
kepada pemilik dan oleh karena itu harus mempertanggungjawabkan
penggunaan dana tersebut kepada pemilik. Anggapan adanya pemisahan
fungsi pengelolaan dan pemilikan dalam perusahaan yang bukan perseroan
menghendaki agar pemilik sebagai manajer dan pemilik sebagai pemilik
dianggap orang yang berbeda dan berkedudukan terpisah. Dalam
kenyataannya, hal ini sukar untuk dilaksanakan tetapi secara konsepsional
operasional. Kalau pemisahan semacam itu dapat diterima secara
konsepsional, maka laba perusahaan harus dianggap sebagai kenaikan
kekayaan perusahaan. Kenaikan kekayaan tersebut baru menjadi laba pemilik
setelah kekayaan tersebut dialihkan kepada pemilik berupa pengambilan oleh
pemilik untuk kepentingan pribadi. Perbedaannya dengan badan hukum
adalah bahwa dalam perusahaan perseorangan pengambilan kenaikan
kekayaan tersebut tidak memerlukan tindakan yuridis resmi seperti
pengumuman pengambilan deviden.
Batasan Kesatuan Usaha
Dengan konsep dasar kesatuan usaha persoalan yang timbul dalam
akuntansi adalah menentukan batasan kesatuan usaha. Pada umumnya, yang
disebut perusahaan adalah setiap usaha tertentu dengan satu pengelola
(management). Konsep kesatuan usaha dalam akuntansi lebih menekankan
pada kesatuan usaha ekonomik, daripada kesatuan yuridis. Karena itu untuk
menentukan kesatuan usaha sebagai pusat pertanggungjawaban keuangan,
pertimbangannya adalah secara ekonomik suatu kegiatan usaha dapat
dianggap berdiri sendiri sebagai satu kesatuan. Secara ekonomik, seluruh
perusahaan adalah merupakan satu kesatuan usaha dan karenanya standar
akuntansi menghendaki agar laporan keuangan konsolidasi harus disusun.
C. Pedagang Kaki Lima
Sektor informal pedagang kaki lima merupakan fenomena yang sangat
menarik perhatian. Sebenarnya istilah kaki lima yang terkenal sekarang ini
merupakan warisan sejarah. Sebab istilah tersebut muncul pertama kali saat
pemerintahan jajahan Inggris manguasai Indonesia.
Pada saat itu Raffles telah mengeluarkan peraturan penggunaan jalan,
yakni mengharuskan agar tepi kiri dan kanan jalan selebar lima feet bagi
pejalan kaki itu digunakan oleh pedagang untuk menggelar jualannya. Karena
mereka berjualan di area lima feet tadi, kemudian dikenal sebagai pedagang
kaki lima. (Hernawi, 1996: 50)
Pada ukuran lebar trotoar yang waktu itu dihitung dengan memakai
dasar ukuran feet, dalam istilah Bahasa Inggris diterjemahkan kaki yang
berukuran 31 sentimeter lebih. Pada saat itu lebar trotoar adalah lima kaki,
untuk selanjutnya orang yang berjualan di atas trotoar disebut pedagang kaki
lima (Hidayat, 1978:31)
Selain dari aspek kesejarahan, menurut Eridian (1993: 4) memberikan
pengertian pedagang kaki lima adalah orang-orang dengan modal relatif kecil
/ sedikit berusaha untuk memenuhi kebutuhan kelompok konsumen tertentu
dalam masyarakat. Usaha itu dilakukan pada tempat-tempat yang dianggap
strategis dalam suasana informal.
Dalam perkembangan selanjutnya, pedagang kaki lima tidak lagi
terbatas pada berjualan di atas trotoar, tetapi juga pedagang yang mengambil
terminal, dan sebagainya. Jenis barang yang diperdagangkan digolongkan
dalam jenis makanan, non makanan dan jasa. Alat yang digunakan dalam
bejualan dapat berupa pikulan, gerobak, tenda, dan sebagainya.
Jadi dengan demikian pedagang kaki lima adalah orang yang dengan
modal relatif kecil berusaha di bidang produksi dan pengumpulan barang atau
jasa untuk memenuhi kebutuhan kelompok konsumen tertentu di dalam
masyarakat dengan mengambil lokasi yang dianggap strategis. Ada beberapa
pendapat tentang karakteristik pedagang kaki lima, yang pada dasarnya
hampir sama. Seperti halnya menurut Julisar An-naf yang dikutip oleh
Hidayat (1978:31-32), pedagang kaki lima memiliki ciri-ciri khusus antara
lain:
1. Bergang kaki lima umumnya merupakan mata pencaharian pokok. 2. Para pedagang kaki lima pada umumnya tergolong angkatan kerja
produktif.
3. Tingkat pendapatan yang diperoleh relatif rendah.
4. Sebagian besar merupakan pendatang dari daerah dan belum memiliki status kependudukan.
5. Mereka mulai berdagang antara 5-10 tahun yang lalu.
6. Sebelum menjadi pedagang kaki lima umumnya mereka tani dan buruh.
7. Permodalan lemah dan omset penjualannya relatif kecil. 8. Belum berhubungan dengan bank dalam permodalan.
9. Umumnya mereka mempergunakan bahan pangan, sandang dan kebutuhan-kebutuhan sekunder.
10. Pada hakekatnya mereka telah kena pajak dengan adanya retribusi meupun pungutan tidak resmi.
Penjelasan tentang sosok pedagang kaki lima berdasarkan karakteristik
menurut Hernawi (1996:53) adalah :
1. Berusaha di kaki lima pada umumnya bukan pekerjaan yang dicita-citakan.
3. Tingkat pendidikan mereka relaif rendah.
4. Sebagian besar dari mereka adalah pedagang dari luar kota dan belum mendapat status sebagai penduduk parlemen.
5. Sebelum terjun di kaki lima mereka pada umumnya berprofesi sebagai petani atau buruh rendah.
6. Modal diusahakan sendiri dan tidak punya hubungan dengan lembaga keuangan perbankan.
7. Modal yang dimiliki sangat terbatasdemikian pula dengan omset usaha serta profit yang diperoleh.
8. Kemampuan kewirausahaan relatif rendah demikian pula kemampuan dalam pemupukan modal.
9. Jenis dagangannya sangat variatif , namun yang cukup dominan adalah jenis pangan, sandang dan jenis kebutuhan sekunder lainnya.
10. Pada dasarnya mereka ikut terkena pajak dengan adanya retribusi dan berbagai jenis pungutan lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kota Bandung Peneliti
Fisipol UNPAR Bandung yang dikutip oleh Eridian (1993:28-29) memberikan
ciri/karakteristik pedagang kaki lima sebagai berikut:
1. Sesuai dengan istilah pedagang, walaupun dalam hal ini istilah pedagang kadang-kadang juga produsen, sekaligus pedagang. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa pedagan kaki lima berkecimpung apa yang dinamakan sektor informal.
2. Perkataan “kaki lima” memberikan konotasi bahwa umumnya menjajakan barang-barang dagangan pada gelaran tikar di pinggir jalan atau depan toko-toko yang dianggap strategis. Kelompok pedagang yang menggunakan meja untuk berdagang, kereta dorong, dan kios-kios kecil masih kita golongkan pada kelompok pedagang kaki lima.
3. Para pedagang umumnya menjajakan bahan mekanan, barang-barang konsumsi secara eceran.
4. Para pedagang kaki lima umumnya bermodal kecil.
5. Pada umumnya kualitas barang-barang yang diperdagangkan oleh para pedagang kaki lima relatif rendah.
6. Volume omset pedagang pedagang kaki lima relatif tidak begitu besar.
7. Para pembeli umumnya adalah merupakan pembeli berdaya beli rendah.
9. Kalau pedagang kaki lima kita golongkan pada “enterprise” maka usaha-usaha tersebut menunjukkan sifat-sifat khusus “one man enterprise” atau dalam bahasa Belanda “ummanzal.”
10. Tawar menawar (bargaining) antara penjual dan pembeli merupakan relasi ciri usaha pedagang kaki lima.
11. Sebagian dari pedagang kaki lima melaksanakan pekerjaannya secara penuh, yaitu secara full job, sebagian lagi setengah jam kerja atau waktu senggang dalam rangka mencapai pendapatan nasional.
12. Ada pedagang kaki lima yang melaksanakan pekerjaannya secara musiman dan kerap kali jenis harganya berubah-ubah.
13. Barang yang umumnya dijual pedagang kaki lima merupakan apa yang dalam ilmu marketing dinamakan “convenience goods” jarang sekali mereka memperdagangkan “specially goods”
14. Pedagang kaki lima pada umumnya ada dalam suasana perasaan tidak tenang. Seringkali mereka diliputi perasaan takut kalau-kalau usaha mereka diberhentikan oleh TIBUM (Tim Penertib Umum) sehingga mereka bermain kucing-kucingan dengan pihak yang berwajib.
15. Masyarakat umum beranggapan, bahwa pedagang kaki lima adalah kelompok yang menduduki status sosial yang rendah dalam tangga kemasyarakatan, walaupun hati kecil mereka mengakui bahwa kelompok ini memenuhi kebutuhan tertentu.
16. Mengingat faktor yang bertentangan dengan kepentingan, maka kelompok pedagang kaki lima merupakan kelompok yang sulit bersatu dalam bidang ekonomi walaupun perasaan setia kawan cukup kuat.
17. Jam dan waktu kerja pedagang kaki lima tidak menujukkan pola yang yang tetap yang mana merupakan salah satu ciri perusahaan perseorangan.
18. Pada pedagang kaki lima terdapat jiwa enterprenurship yang kuat, walaupun faktor saling mengintimidasi usaha pedagang yang lain berhasil cukup dilakukan secara intensif.
Walaupun pedagang kaki lima merupakan sektor pinggiran namun
eksistensi sektor ini memberikan banyak kesempatan kerja yang umumnya
sulit didapat di negara-negara berkembang. Dipandang dari segi keamanan,
sektor ini bisa berfungsi sebagai katup pengaman yaitu memberikan
kesempatan kesibukan kerja usaha kecil-kecilan dengan usaha dagang atau
akan timbul banyak kekerasan dan rasa tidak puas. Dengan demikian dunia
pedagang kaki lima menduduki fungsi ekonomi kota sekaligus turut
membantu menciptakan kehidupan sosial ekonomi kota yang selaras dan
serasi.
1. Kekuatan-kekuatan yang dimiliki pedagang kaki lima:
• Pedagang kaki lima memberikan kesempatan kerja yang umumnya sulit didapat pada negara-negara sedang berkembang. Merupakam mata rantai terakhir, mengingat sifatnya sebagai pedagang eceran dalam jaringan distribusi produsen ke konsumen akhir.
• Dalam prakteknya mereka biasa menawarkan barang dan jasa dengan harga bersaing mengingat mereka tidak dibebani masalah pajak.
• Sebagian besar masyarakat kita lebih senang berbelanja pada pedagang kaki lima mengingat faktor kemudahan dan barang-barang yang ditawarkan relatif murah (terlepas dari perkembangan kualitas) Selain itu juga dimungkinkan pembelian secara kredit jika sudah terjalin hubungan timbal balik antara penjual dan pembeli.
2.Kelemahan-kelemahan yang dimiliki pedagang kaki lima:
• Mereka dapat dimasukan ke dalam kelompok marginal dan sub marginal dengan modal kecil, sehingga laba yang dihasilkan juga kecil. Padahal banyak anggota keluarga yang tergantung pada hasil dan laba tersebut. Oleh karena itu terciptalah keadaan dimensi hasil yang mereka capai pas-pasan untuk sekedar hidup.
• Disebabkan oleh kurangnya pendidikan dan tekhnikal training maka unsur efisiensi kurang mendapat perhatian seperti masalah populasi dan faktor higienis sebagai produk sampingan yang negatif.
• Di kalangan pedagang kaki lima sering terdapat faktor imidasi yang berlebihan, menyebabkan suatu jenis usaha tertentu menjadi terlampau padat.
D. Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
Pada umumnya sementara orang beranggapan bahwa bila berbicara
masalah pendidikan maka orientasinya ke dunia sekolah. Mereka kurang
menyadari bahwa pendidikan seseorang diperoleh tidak hanya melalui
pendidikan sekolah saja, tetapi dari luar sekolah seperti keluarga,
kelompok belajar dan masyarakat. Hal ini membawa konsekuensi yang
lebih luas yakni proses pendidikan bukan berarti hanya belajar di sekolah,
tetapi dapat berlangsung satiap saat dan dimanapun.
Pengertian pendidikan menurut Tim Pengembangan MKDK IKIP
Semarang (1995:5) adalah aktifitas dan usaha manusia untuk
meningkatkan kepribabdiannya dengan jalan membina potensi pribadinya.
Yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta, dan budi nurani) dan jasmani (panca
indera serta ketrampilan).
Pendidikan mempunyai arti yang berbeda-beda, karena itu semua
tergantung dengan deinisi yang dikemukakan oleh para ahli. Akan tetapi
pengertian dari definisi tersebut mempunyai arti yang hampir sama.
• Menurut Heidjrachman et al (2000:77)
Pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan
umum seseorang termasuk di dalamnya peningkatan penguasaan teori
dan ketrampilan memutuskan terhadap persoalan yang menyangkut
kegiatan mencapai tujuan.
Pendidikan adalah keseluruhan proses teknik dan metode belajar
mengajar dalam rangka mengalihkan sesuatu pengetahuan dari
seseorang kepada orang lain sesuai standar yang telah ditetapkan.
Dari beberapa definisi tentang pendidikan di atas dapat
disimpulkan bahwa pendidikan pada hakekatnya adalah penyiapan
seseorang untuk memasuki kehidupan di masa yang akan datang yang
dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan.
2. Pendidikan Sekolah dan Luar Sekolah
Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses yang berlangsung
seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga, sekolah
dan masyarakat. Oleh karena itu pendidikan merupakan bersama antar
keluarga, masyarakat dan pemerintah. Dalam masyarakat industri, dunia
kerja menuntut tenaga kerja yang terlatih profesional dan memiliki
keahlian serta ketrampilan tertentu. Untuk memenuhi tuntutan dunia kerja
tersebut, lembaga-lembaga pendidikan baik dalam bentuk pendidikan
formal maupun non formal merupakan tempat latihan dan pengembangan
bagi tenaga kerja yang kompeten. (Wuraji, 1988:37)
Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang (1995:7)
mengemukakan tetang pembagian pendidikan adalah sebagai berikut:
• Pendidikan informal, ialah pendidikan yang diperoleh seseorang dirumah dalam lingkungan keluarga.
• Pendidikan formal, ialah pendidikan yang mempunyai bentuk atau organisasi tertentu.
Menurut Sistem Pendidikan Nasional (UU no 2 tahun 2003 pasal
10) mengemukakan bahwa pendidikan terbagi atas :
• Pendidikan persekolahan, mencakup berbagai jenjang pendidikan, dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi.
• Pendidikan Luar Sekolah, terbagi menjadi pendidikan non formal yang mencakup lembaga pendidikan di luar sekolah, misalnya ; kursus, seminar,kejar paket A. Dan pendidikan informal yang mencakup pendidikan keluarga, masyarakat dan program-program sekolah, misalnya ceramah di radio/tv dan informasi yang mendidik dalam surat kabar atau majalah.
Kemudian didukung oleh Tadjudin Noer Efendi dan Chris
Manning (1991:45) menyimpulkan bahwa (usaha di sektor informal dalam
hal pendidikan) tingkat pendidikan merupakan pendidikan terakhir yang
ditempuh oleh seorang pedagang yang melalui pendidikan sekolah
maupun luar sekolah. Tingkat pendidikan sekolah adalah pendidikan
terakhir yang ditempuh oleh seorang pedagang, sedangkan untuk luar
sekolah pengetahuan dan ketrampilan sebelum dan sedang berlangsungnya
usaha tersebut.
Pendidikan formal yang sering disebut pendidikan persekolahan,
berupa rangkaian jenjang pendidikan yang telah baku, mulai dari jenjang
Sekolah Dasar (SD) sampai dengan perguruan tinggi. (Umar Tirtarahardja
dan La Sulo,1994:78). Dalam UU no 2 tahun 2003 pasal 16 ayat 1 tentang
sistem pendidikan nasional, dijelaskan bahwa dalam jalur pendidikan
formal ada berbagai jenjang pendidikan, yang meliputi:
• Pendidikan dasar, yang biasa dikenal dengan pendidikan dasar sembilan tahun, yaitu pendidikan SD enam tahun ditambah SMP tiga tahun.
anggota masyarakat yang memiliki kemampuan memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungan, dunia kerja, dan dapat melanjutkan di Perguruan Tinggi.
• Pendidikan Tinggi, merupakan lanjutan pendidikan menengah untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis/profesional, yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan kesenian.
Dari uraian mengenai jenjang persekolahan atau tingkat-tingkat
yang ada pada pendidikan formal, dapat dimengerti bahwa pendidikan
merupakan proses yang berkelanjutan. Oleh karena itu setiap tingkat atau
jenjang pendidikan itu harus dilaksanakan secara tertib, dalam arti tidak
bisa terbalik letak penempatannya. Setiap jenjang atau tingkatan
mempunyai tujuan dan Mteri pelajaran yang berbeda-beda.
Pendidikan luar sekolah dibagi menjadi dua yaitu pendidikan non
formal dan in formal. Pendidikan non formal atau pendidikan luar sekolah
menurut Ary H Gunawan (1995:63) adalah :
Semua usaha sadar yang dilakukan untuk membantu perkembangan kepribadian sera kemampuan anak dan orang dewasa diluar sistem persekolahan melalui pengaruh yang sengaja dilakukan melalui beberapa sistem dan metode penyampaian seperti kursus, bahan bacaan, radio,televisi, penyuluhan dan medi komunikasi lainnya.
Dari ketiga pendidikan tersebut, pendidikan informal adalah yang
paling dahulu dikenal dan paling penting peranannya. Hal ini disebabkan
dalam masyarakat sederhana satu-satunya bentuk pendidikan yang dikenal
adalah pendidikan informal.
Pendidikan informal menurut Zahara Idris (1990:58)
Pendididkan informal adalah proses pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar. Pada umumnya tidak teratur dan sistematis, sejak seseorang lahir sampai mati, seperti di dalam keluarga, tetangga, pekerjaan, hiburan, pasar atau di dalam pergaulan sehari-hari. Walaupun demikian pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan seseorang. Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan yang pertama dan utama bagi setiap manusia. Seseorang lebih banyak berada dalam rumah tangga dibandingkan dengan tempat-tempat lain, sampai umur tiga tahun seseorang akan berada di rumah tangga. Pada masa itulah diletakkan dasar-dasar kepribadian.
Pendidikan informal bagi pedagang kaki lima sangat erat dalam
kehidupan sehari-hari karena mereka terbiasa menghadapi berbagai
konsumen dan harus dapat memahami perkembangan masyarakat untuk
suatu usahanya dan dapat menambah profit/laba.
E. Modal Usaha
Faktor produksi modal merupakan faktor yang penting dan
mempunyai arti yang lebih menonjol dalam kegiatan usaha, karena modal
usaha merupakan urat nadi bagi suatu kegiatan usaha. Sehingga masalah
modal usaha merupakan persoalan yang tak pernah berakhir mengingat hal ini
mengandung banyk aspek. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menurut
Poerwodarminto (1976:595), modal diartikan sebagai uang yang dipakai
sebagai pokok (induk) untuk berdagang, melepas uang dan sebagainya, harta
benda (uang, barang dan sebagainya) yang dapat dipergunakan untuk
mengasilkan sesuatu yang dapat menambah kekayaan.
Selanjutnya pengertian dari Poerwodarminto (1976: 506 ) adalah :
2. Pengertian di bidang perdagangan (bertujuan mencari laba); perdagangan; perusahaan.
Untuk selanjutnya pembicaraan mengenai modal ini sudah termasuk di
dalamnya modal usaha, karena menurut pengertian modal seperti di atas
pengertian dari usaha sudah terkandung di dalamnya.
Kemudian Bambang Priyanto (1990:11-12) mengungkapkan bahwa
modal merupakan ikhtisar neraca suatu perusahaan yang menggambarkan
selain adanya modal kongkrit (setelah debet) dan modal abstrak (sebelah
kredit), juga menunjukkan suatu bentuk modal lain yang disebut modal aktif
(debet) dan modal pasif (kredit). Jadi pengertian modal usaha dapat dikatakan
merupakan ikhtisar dari neraca perusahaan yang terletak di sebelah debet dan
kredit dimana sebelah debet disebut modal aktif dan di sebelah kredit disebut
modal pasif.
Berdasarkan cara dan lamanya, modal aktif dibedakan sebagai berikut:
1. Modal Lancar
Menurut Bambang Priyanto (1990:10) modal lancar diartikan
sebagai aktiva yang habis dalam satu kali perputaran proses produksi
dan proses perputarannya dalam jangka waktu pendek. Engan kata lain
aktiva lain merupakan aktiva yang dapat diuangkan dalam jangka
waktu pendek. Selanjutnya menurut pandangan Munawir (1990:16)
dikatakan:
bank, piutang dagang, surat-surat berharga, persediaan barang dan sebagainya.
2. Modal tetap
Ada beberapa pendapat yang menyatakan pengertian dari modal
tetap diantaranya juga Bambang Priyanto (1990:10) yang mengatakan
bahwa modal tetap merupakan aktiva yang tahan lama yang tidak atau
secara berangsur habis turut serta dalam proses produksi. Dan ditinjau
dari lamanya perputaran, aktiva tetap adalah aktiva yang mengalami
proses perputaran dalam jangka waktu panjang atau lebih dari satu
tahun.
Kemudian sejalan dengan hal tersebut menurut Abas Kartadinata
(1983:3) menyatakan:
“Aktiva tetap adalah alat-alat produksi than lama yang tidak terpakai habis
dalam satu kali proses produksi dan oleh sebab itu baru dalam jangka
waktu lama perlu diganti.”
Dari pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pada
dasarnya aktiva tetap adalah aktiva yang digunakan dalam jangka panjang
(lebih dari 1 tahun) dan tidak habis dalam satu kali proses produksi.
Kemudian mengenai modal pasif Abas kartadinata (1983:3-4) juga
mengatakan bahwa:
Dengan demikian secara umum modal merupakan ikhtisar dari neraca
perusahaan yang tertera di sebelah debet sebagai modal aktif yang
menggambarkan bentuk-bentuk seluruh dana yang diperoleh dan
ditanamkan perusahaan sehingga dapat menunjukkan struktur keuangan
perusahaan. Sedangkan di sebelah kredit sebagai modal pasif
menggambarkan sumber-sumber dana, sehingga dapat menunjukkan
struktur financial dan struktur modal perusahaan.
Kembali ditegaskan lagi menurut Abas Kartadinata (1983:8) dengan
menytakan lebih terinci bahwa:
Modal aktif dibedakan menjadi aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva lancar dibedakan lagi menjadi modal kerja dan alat-alat lancar. Alat-alat lancar terdiri dari uang kas, piutang yang dapat ditagih, seketika dan surat-surat berharga yang seketika dapat diuangkan. Sementara aktiva tetap terdiri dari bangunan/gedung, mesin-mesin, peralatan kantor, dan sebagainya.
Kemudian Abas kartadinata (1983:10) menyimpulkan bahwa modal
usaha adalah sejumlah nilai pokok modal aktif dan pasif yang dimiliki dan
digunakan oleh perusahaan untuk membiayai kegiatan usahanya setiap
hari, baik berupa total nilai uang, barang-barang maupun
peralatan-peralatan yang dapat dihitung dalam satuan rupiah.
Oleh karena itu tersedianya modal usaha yang cukup akan sangat
mempengaruhi kelancaran usaha para pedagang kaki lima. Hal ini
didukung oleh pendapat Munawir (1986:114), bahwa :
kesempatan untuk memperoleh keuntungan telah disia-siakan. Sebaliknya adanya ketidak cukupan modal kerja atau mismanajemen merupakan sebab utama gagalnya perusahaan.
F. Pengalaman Berwirausaha F. 1. Pengalaman
Pengalaman menurut Kamus Bahasa Indonesia dapat diartikan apa
yang sudah dialami. (Muhammad Ali :301) Sedangkan Manullang
(1987:54) berpendapat bahwa orang yang berpengalaman selalu akan lebih
pandai dari mereka yang sama sekali tidak didukung mempunyai
pengalaman.
Dari pendapat di atas dapat diartikan bahwa seseorang yang sering
mengulangi suatu pekerjaan dikatakan sebagai orang yang berpengalaman
dalam bidang tersebut. Bila pengalaman dikaitkan dengan pekerja, maka
dapat diartikan bahwa pengalaman adalah sesuatu atau hal-hal yang telah
dirasakan , diketahui, dilakukan/dikerjakan sehubungan dengan
penyelesaian suatu pekerjaan atau aktivitas usaha tertentu. Adapun
pengalaman tersebut tidak terlepas dari intensitas pengulangan dan
dimanifestasikan dalam sejumlah masa kerja.
E. 2. Wirausaha
1. Pengertian Wirausaha
Kata wirausaha sudah sering kali didengar di lingkungan
akademisi, bisnis atau di lingkungan masyarakat secara umum atau di
wirausaha sama dengan pengusaha yang mendirikan usaha sendiri
kemudian memimpin pengelolaan usahanya tersebut. Tetapi beberapa
ahli ekonomi mengartikan seorang wirausaha berbeda dengan
pengusaha. Seperti pendapat ahli di bawah ini, yang berpendapat
wirausaha bukanlah sekedar pengusaha melainkan pengusaha yang
sukses karena memiliki ciri-ciri serta kemampuan tertentu untuk
menciptakan sesuatu yang baru (Subanar, 2001:11) berikut ini adalah
pendapat beberapa ahli tentang wirausaha:
a. Scumpeter, 1930
Wirausaha adalah orang yang memutuskan atau mengambil alih
resiko dalam memperkenalkan produk atau jasa yang baru untuk
memajukan perekonomian dan mencapai tujuannya.
b. Webster
Wirausaha adalah orang yang mengorganisir, mengelola, serta
menanggung resiko atas keputusan bisnisnya tersebut.
c. Fillion, 1998
Wirausaha adalah orang yang imajinatif, yang ditandai oleh
kemampuannya dalam menetapkan sasaran-sasaran itu. Juga memiliki
kesadaran tinggi untuk menemukan peluang-peluang, membuat
keputusan dengan menerapkan inovasi yang memiliki resiko moderat.
d. Kamus Besar bahasa Indonesia Balai Pustaka 1989
Wirausaha adalah orang yang pandai atau berbakat mengenali produk
mengadakan produk baru, mengatur permodalan operasinya, serta
memasarkannya.
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
wirausaha adalah orang yang mampu mengoptimalkan potensi
ekonomis yang ada pada dirinya atau di sekitarnya dengan resiko yang
moderat dan mampu mengembangkan dengan mandiri serta mampu
mengelola usahanya tersebut mulai dari perencanaan, operasi, kontrol
menjadi bisnis yang disadari pembuatan keputusan bisnis yang tepat
sesuai dengan perkembangan pasar.
2. Karakteristik Wirausaha
Menurut Mc Clelland wirausaha memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Keinginan untuk berprestasi
Keinginan atau dorongan dalam diri untuk memotivasi perilaku ke
arah pencapaian tujuan. Dimana pencapaian tujuan merupakan
tantangan bagi kompetensi individu.
b. Keinginan untuk bertanggungjawab
Seorang wirausaha seharusnya memilih menggunakan sumber
daya sendiri dengan cara bekerja sendiri untuk mencapai tujuan
dengan tanggungjawab sendiri terhadap hasil yang dicapai.
c. Preferensi pada resiko-resiko menengah
Wirausaha bukan penjudi, maka dari itu mereka memilih
tinggi. suatu tingkatan yang memerlukan usaha keras dan
dipercaya dapat mereka penuhi.
d. Persepsi pada kemungkinan berhasil
Keyakinan atas kemampuan untuk berhasil dengan berdasarkan
fakta-fakta yang dipelajari dengan penilaian yang obyektif.
e. Rasa ingin tahu terhadap rangsangan oleh umpan balik
Wirausaha selalu ingin mengetahui bagaimana hal yang mereka
kerjakan, apakah umpan baliknya baik atau buruk. Mereka
dirangsang untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi dengan
mempelajari seberapa efektif usaha mereka.
f. Aktifitas yang energik
Wirausahawan menunjukan energi yang jauh lebih tinggi
dibandingkan rata-rata orang mereka bersifat aktif dan memiliki
proporsi waktu yang besar dalam mengerjakan tugas dengan cara
baru.
g. Orientasi ke masa depan
Seorang wirausaha melakukan perencanaan dan berfikir ke depan.
Mereka mencari dan mengantisipasi kemungkinan yang terjadi
jauh di masa depan.
h. Ketrampilan dalam pengorganisasian
Wirausaha akan menunjukkan ketrampilan dalam mengorganisasi
kerja dan orang-orang dalam pencapaian tujuan.
Keuntungan finansial adalah menjadi nomor dua jika
dibandingkan dengan arti penting dari prestasi kerja mereka.
Mereka hanya memandang uang sebagai lambang konkret dari
tercapainya tujuan dan sebagai kompetensi mereka.
3. Penentuan potensi wirausaha
Potensi menjadi wirausaha yang sukses dapat diketahui bila
seseorang memiliki kemampuan dalam beberapa hal di bawah ini:
(Wiratmo, 1995:5)
a. Kemampuan inovatif
Inovasi sangat penting karena hal tersebut berarti perbaikan barang
dan jasa yang ada, menciptakan barang dan jasa yang baru, atau
mengkombinasikan unsur-unsur produksi yang ada dengan
cara-cara baru.
b. Toleransi terhadap kemenduaan
Yaitu kemampuan untuk berhubungan dengan hal-hal yang tidak
terstruktur dan tidak bisa diprediksi.
c. Keinginan untuk berprestasi
Keinginan untuk berprestasi menandakan seseorang tidak kenal
menyerah di dalam mencapai tujuan yang telah mereka tetapkan
sendiri.
d. Kemampuan perencanaan realistis mampu menetapkan tujuan
yang menantang tapi tidak bisa untuk diterapkan.
Kepemimpinan yang mengarahkan semua usaha dalam organisasi
dipusatkan untuk mencapai tujuan utama organisasi tersebut.
f. Objektivitas
Kemampuan berfikir dan bertindak secara obyektif di dalam
mengarahkan pemikiran dan aktivitas kewirausahaan dengan cara
pragmatis.
g. Tanggung jawab pribadi
Wirausaha harus mampu memikul tanggung jawab pribadi. Mereka
menetapkan tujuan sendiri dan memutuskan bagaimana mencapai
tujuan tersebut dengan kemampuan mereka sendiri.
h. Kemampuan beradaptasi
Seorang wirausaha hendaknya dibekali kemampuan unutuk
beradaptasi dengan lingkungan. Sehingga mampu menilai situasi
secara obyektif dan merumuskan rencana-rencana baru untuk
menghadapinya.
i. Kemampuan sebagai pengorganisasi dan administrator
Wirausaha diharuskan memiliki kemampuan untuk mengorganisasi
dan administrasi di dalam mengidentifikasi dan mengelompokkan
orang-orang berbakat untuk mencapai tujuan.
F. Kerangka Berfikir
1. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari
Pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan
pengetahuan umum seseorang termasuk di dalamnya peningkatan
penguasaan teori dan ketrampilan memutuskan terhadap persoalan yang
menyangkut kegiatan mencapai tujuan.
Sedangkan Business Entity atau yang lebih dikenal dengan istilah
kesatuan usaha adalah sebuah konsep yang menyatakan bahwa dalam
akuntansi, perusahaan dipandang sebagai suatu kesatuan usaha atau badan
usaha yang berdiri sendiri, terpisah dari pemilik dan pihak lain yang
menanamkan dana dalam perusahaan. Jika tingkat pendidikan pedagang
kaki lima relatif tinggi, maka akan semakin besar pula pengetahuannya,
khususnya ilmu ekonomi yang dapat menunjang usahanya. Dan dapat ia
terapkan dalam kegiatan usahanya. Seorang pengusaha yang memiliki
pendidikan tinggi cenderung akan berfikir lebih rasional dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.
2. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari
besarnya modal usaha.
Modal diartikan sebagai uang yang dipakai sebagai pokok (induk)
untuk berdagang, melepas uang dan sebagainya, harta benda (uang, barang
dan sebagainya) yang dapat dipergunakan untuk mengasilkan sesuatu
yang dapat menambah kekayaan.
Jika seorang pedagang kaki lima memiliki modal yang cukup
besar, maka ia akan mengelola keuangannya dengan sebaik-baiknya
modal awalnya.. Sehingga selalu melakukan pencatatan setiap terjadinya
transaksi untuk mempermudah penghitungan laba usaha.
3. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari
pengalaman berwirausaha.
Pengalaman dapat diartikan apa yang sudah dialami. Sedangkan
orang yang berpengalaman selalu akan lebih pandai dari mereka yang
sama sekali tidak didukung mempunyai pengalaman.
Dengan pengalaman berwirausaha yang cukup lama, seorang
pedagang akan lebih memahami tentang usaha, persaingan, pencatatan dan
sebagainya dibandingkan dengan seseorang yang baru saja menjalani
usahanya tanpa pengalaman.
Gambar kerangka berfikir:
Dari gambar di atas maka dapat diketahui kerangka berfikir adalah untuk
mencari:
Tingkat Pendidikan Variabel X1
Besarnya Modal Usaha Variabel X2
Pengalaman Berwirausaha Variabel X2
Persepsi Pedagang Kaki Lima tentng Konsep
Business Entity
1. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau
dari tingkat pendidikan.
2. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau
dari besarnya modal usaha.
3. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau
dari pengalaman berwirausaha.
G. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan penelitian
yang biasa dirumuskan dalam bentuk yang dapat diuji secara empirik.
Berdasarkan landasan di atas, peneliti mengajukan hipotesis sebagai dasar
pengumpulan data, yaitu:
1. Tingkat pendidikan mempengaruhi perbedaan persepsi pedagang kaki lima
tentang konsep Business Entity.
2. Besarnya modal usaha mempengaruhi perbedaan persepsi pedagang kaki
lima tentang konsep Business Entity.
3. Pengalaman berwirausaha mempengaruhi perbedaan persepsi pedagang
34
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus. Yang mempelajari
secara intensif tentang latar belakang sekarang, dan interaksi lingkungan
sesuatu unit sosial, individu, kelompok, lembaga atau masyarakat.
Penelitian ini akan melihat dan membandingkan tingkat perbedaan
pemahaman Business Entity pada pedagang kaki lima ditinjau dari tingkat
pendidikan, besarnya modal usaha dan pengalaman berwirausaha.
B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada pedagang kaki lima yang tergabung
dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta.
(Taman Kuliner Condong Catur dan Resto PKL Mrican)
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Oktober
2008.
Subyek Penelitian bagian yang terlibat dalam penelitian dan yang terkait
dalam penelitian. Subyek penelitian ini adalah Pedagang Kaki Lima yang
tergabung dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman
Yogykarta.
2. Obyek Penelitian
Obyek Penelitian merupakan suatu yang menjadi titik perhatian dalam
suatu penelitian. Obyek penelitian ini adalah tingkat pemahaman Business
Entity pada pedagang kaki lima, tingkat pendidikan, besarnya modal
usaha, dan pengalaman berwirausaha.
D. Populasi 1. Populasi
Populasi adalah totalitas semua nilai mengenai karakteristik tertentu dari
semua anggota kumpulan yang lengkap, hasil menghitung ataupun
pengukuran kuantitatif dan jelas, yang ingin dipelajari sifat-sifatnya
(Arikunto, 1996:5). Populasi penelitian ini adalah pedagang kaki lima
yang tergabung dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman
Yogyakarta yang berjumlah kurang lebih 72 orang. Yaitu Resto PKL
Mrican dan Taman Kuliner Condong Catur Depok Sleman Yogyakarta.
Tetapi ada berbagai macam hal yang mengakibatkan banyak pedagang
kaki lima di tempat tersebut tidak berdagang lagi. Sehingga jumlah yang
E. Tekhnik Pengumpulan Data
Tekhnik pengumpulan data adalah cara-cara yang ditempuh untuk
memperoleh data sesuai dengan data yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini
tekhnik pengumpulan data yang digunakan yaitu:
1. Kuesioner
Kuesioner adalah metode pengumpulan data dengan memberikan
pertanyaan dalam bentuk tertulis mengenai tingkat pemahaman Business
Entity pada pedagang kaki lima, tingkat pendidikan pedagang kaki lima,
besarnya modal usaha yang dimiliki pedagang kaki lima, dan pengalaman
berwirausaha sebagai pedagang kaki lima. Dengan menggunakan
sejumlah daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk
diisikan dengan jawaban yang sesuai dengan keadaan responden yang
sebenarnya.
F. Operasionalisasi Variabel 1. Business Entity
Business Entity adalah suatu konsep yang sebaiknya dimiliki dan
diterapkan oleh para pedagang kaki lima dalam menjalankan usahanya.
Karena konsep ini mengatakan bahwa dalam akuntansi, usaha dipandang
sebagai suatu kesatuan yang berdiri sendiri. Maka dalam menjalankan
usahanya, para pedagang kaki lima harus bisa memisahkan antara laba dan
modal usahanya dengan kekayaan pribadinya. Berikut adalah tabel
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsep Business Entity
No Butir Variabel Indikator
Positif Negatif 1. pencatatan
usaha
2. pemisahan kekayaan
1. Mencatat pengeluaran belanja sebagai beban usaha.
2. Mencatat pengeluaran sehari-hari dalam keluarga
3. Mencatat pengeluaran belanja usaha dengan pengeluaran sehari-hari keluarga menjadi satu. 4. Mencocokan catatan dengan
untung setelah selesai berdagang. 5. Pemasukan usaha merupakan
pendapatan.
6. Pengeluaran penerangan berdagang merupakan beban usaha.
7. Mencatat pengeluaran listrik yang digunakan dalam keluarga.
8. Mencatat pengeluaran bensin yang digunakan untuk keluarga.
9. Pengeluaran bensin untuk berdagang merupakan beban usaha.
10. Sewa tempat usaha merupakan beban usaha.
11. Mencatat pengeluaran untuk retribusi sebagai beban usaha. 12. Pengeluaran pinjaman merupakan
beban usaha.
13.Membutuhkan bantuan orang lain untuk mencatat pengeluaran dan pemasukan yang terjadi dalam usaha.
14. Harta usaha dan harta pribadi 15. Memisahkan harta usaha dengan
harta pribadi.
16. Harta pribadi dicatat sebagai modal jika dipakai dalam operasi usaha.
17. Mencatat harta pribadi yang digunakan dalam usaha.
18. Menggunakan harta pribadi untuk keperluan usaha
19. Setiap anggota keluarga apabila membeli dagangan sediri, dicatat sebagai pendapatan usaha
20 Setiap anggota keluarga apabila membeli dagangan sendiri, dianggap gratis.
19
18
20
Indikator tersebut dituangkan dalam bentuk kuesioner dan setiap
pernyataan dalam kuesioner akan dinyatakan dalam bentuk Skala Likert.
Peberian skor dalam setiap pernyataan adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2
Skor Pernyataan Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsep Business Entity
Jawaban Pernyataan positif Pernyataan Negatif Sangat Setuju
Setuju Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
4 3 2 1 1 2 3 4
2. Tingkat Pendidikan
Pendidikan yang dimaksudkan ialah pendidikan formal terakhir
yang ditempuh oleh pedagang kaki lima. Dalam hal ini pendidikan formal
adalah tingkat pendidikan tertinggi yang berhasil diselesaikan oleh
pedagang kaki lima yang dikelompokan sebagai berikut:
1 Lulus Diploma atau Perguruan Tinggi skor 5
2 Lulus SMA skor 4
3 Lulus SMP skor 3
4 Lulus SD skor 2
3. Modal Usaha
Modal usaha yaitu sejumlah nilai pokok yang dimiliki dan digunakan
oleh perusahaan (pedagang kaki lima) untuk membiayai kegiatan usaha
dagangnya setiap hari, baik berupa total nilai uang, barang dagangan
maupun peralatan yang dapat dihitung dalam satuan rupiah yang
dikelompokkan sebagai berikut:
a. > Rp3.000.000 skor 5
b. Rp2.250.001 – Rp3.000.000 skor 4
c. Rp1.500.001 – Rp2.250.000 skor 3
d. Rp750.001 – Rp1500.000 skor 2
e. < Rp 750.000 skor 1
4. Pengalaman berwirausaha
Pengalaman menurut Kamus Bahasa Indonesia dapat diartikan apa
yang sudah dialami. Sedangkan berwirausaha adalah orang yang mampu
mengoptimalkan potensi ekonomis yang ada pada dirinya atau di
sekitarnya dengan resiko yang moderat dan mampu mengembangkan
dengan mandiri serta mampu mengelola usahanya tersebut mulai dari
perencanaan, operasi, kontrol menjadi bisnis yang disadari pembuatan
keputusan bisnis yang tepat sesuai dengan perkembangan pasar.
Pengalaman berwirausaha dikelompokkan sebagai berikut:
a. > 20 tahun skor 5
b. 15,1 s/d 20 tahun skor 4
d. 5,1 s/d 10 tahun skor 2
e. < 5 tahun skor 1
G. Uji Instrumen Penelitian
1. Pengujian Validitas kuesioner
Suatu alat ukur dikatakan valid atau sahih apabila suatu alat
pengukur tersebut dapat mengukur apa yang ingin diukur dengan tepat
atau teliti. Pengujian kevalidan alat ukur dapat menggunakan metode
analisis butir dengan menguji apakah item telah mengungkapkan faktor
atau indikator yang ingin diselidiki.
a. Tekhnik Pengujian Validitas
Arikunto (1996:170) menyatakan perhitungan korelasi product
moment dari Karl Pearson dengan rumus
( )( )
( )
{
2 2}
{
2( )
2}
,y y N x x N y x xy N Rxy ∑ − ∑ ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ = Dengan:
N = total responden
∑
y = nilai dari total butir jawaban responden ∑
x = nilai dari item atau jawaban respondenbesarnya nilai koefisien r didasarkan pada taraf signifikansi 5%.
Apabila nilai r lebih besar dari nilai r tabel mka item tersebut
dinyatakan valid. Sebaliknya jika nilai r kurang dari r tabel maka item
b. Hasil Uji Validitas
Syarat suatu instrumen penelitian adalah harus dapat diukur derajat
ketepatan tentang isi atau arti sebenarnya dari apa yang diukur
(validitas) dan taraf kepercayaan yang ditujukan oleh instrumen
(reliabilitas).
Untuk mengukur tingkat validitasnya digunakan korelasi product
moment Coefficient of Correlation. Dalam penelitian ini, uji validitas
dilakukan dengan bantuan SPSS for Windows versi 12.00. Dalam
menentukan butir instrumen valid atau tidak, r tabel terlebih dahulu
dibandingkan dengan r hitung. Apabila r hitung > r tabel maka butir
pertanyaan dinyatakan valid dan sebaliknya apabila r hitung < r tabel
maka butir instrumen tersebut dinyatakan tidak valid. Dari hasil
perhitungan dk = n – 2 dan α = 0.05 ( dk = 50 – 2 = 48, α = 0.05 )
diperoleh r tabel sebesar 0,187.
Berdasarkan uji tingkat validitas butir pada variabel persepsi
pedagang kaki lima tentang konsep Bussines Entity dapat dilihat pada
tabel III.I di bawah ini:
Tabel III.3
Rangkuman Uji Validitas untuk Persepsi Pedagang Kaki Lima tentang konsep Business Entity
No Butir r tabel r hitung Kesimpulan
1 0.187 0.290 valid
3 0.187 0.462 valid
4 0.187 0.582 valid
5 0.187 0.759 valid
6 0.187 0.647 valid
7 0.187 0.697 valid
8 0.187 0.585 valid
9 0.187 0.401 valid
10 0.187 0.741 valid
11 0.187 0.733 valid
12 0.187 - 0.037 Tidak valid
13 0.187 0.462 valid
14 0.187 0.339 valid
15 0.187 0.324 valid
16 0.187 0.620 valid
17 0.187 0.574 valid
18 0.187 0.368 valid
19 0.187 0.447 valid <