• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA TENTANG KONSEP BUSINESS ENTITY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, BESARNYA MODAL USAHA, DAN PENGALAMAN BERWIRAUSAHA Survei : Pedagang Kaki Lima dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta SKRIPSI Diajukan Untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA TENTANG KONSEP BUSINESS ENTITY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, BESARNYA MODAL USAHA, DAN PENGALAMAN BERWIRAUSAHA Survei : Pedagang Kaki Lima dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta SKRIPSI Diajukan Untuk"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA TENTANG KONSEP BUSINESS ENTITY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, BESARNYA MODAL

USAHA, DAN PENGALAMAN BERWIRAUSAHA

Survei : Pedagang Kaki Lima dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Sella Windya Nugraheni 041334016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA TENTANG KONSEP BUSINESS ENTITY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, BESARNYA MODAL

USAHA, DAN PENGALAMAN BERWIRAUSAHA

Survei : Pedagang Kaki Lima dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Sella Windya Nugraheni 041334016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

PERSEMBAHAN

“Tuhan adalah penuntun

hidupku”

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Yesus Kristus & Bunda Maria, Juru Slamatku

Bapak dan Ibuku tercinta

Dek Iko

(6)

v

MOTTO

Dalam hidup ini, semua ada

waktunya…

Tuhan takkan terlambat, juga takkan

lebih cepat..

Dia jadikan indah tepat pada

waktunya…

“Hidup terlalu indah untuk dilewatkan

(7)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan ini sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 5 Februari 2009

(8)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Sanata Dharma:

Nama : Sella Windya Nugraheni

Nomor Mahasiswa : 041334016

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA TENTANG KONSEP BUSINESS ENTITY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, BESARNYA MODAL

USAHA, DAN PENGALAMAN BERWIRAUSAHA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 20 Februari 2009

Yang menyatakan

(9)

viii

ABSTRAK

PERSEPSI PEDAGANG KAKI LIMA TENTANG KONSEP BUSINESS ENTITY DITINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN, BESARNYA MODAL

USAHA DAN PENGALAMAN BERWIRAUSAHA

Survei : Pedagang Kaki Lima dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta.

Sella Windya Nugraheni Universitas Sanata Dharma

2009

Penelitian ini bertujuan mengetahui : (1) perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari tingkat pendidikan ; (2) perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari besarnya modal usaha ; (3) perbedaan persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari pengalaman berwirausaha.

Penelitian ini merupakan peneliian survei. Populasi dalam penelitian ini adalah Pedagang Kaki Lima di Resto PKL dan Taman Kuliner yang berjumlah 72 orang. Tekhnik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner. Tekhnik analisis data menggunakan Analysis of Variance.(ANOVA).

(10)

ix

ABSTRACT

THE SMALL BUSINESS OWNER’S PERCEPTION ON BUSINESS ENTITY CONCEPTS PERCEIVED FROM LEVEL OF EDUCATION, CAPITAL SIZE,

AND ENTREPRENERSHIP EXPERIENCES

A survei done on Small Business Owner’s in the group of Resto PKL in Depok District Sleman Regency Yogyakarta

Sella Windya Nugraheni Sanata Dharma University

2009

The research aims to find out the differences of small business owner’s perception on Business Entity concepts perceived from (1) level of education, (2) capital size, (3) entreprenership experiences.

The study is a kind of an observation research. The sourses of population in this reseach are 72 small business owner’s in Resto PKL and Taman Kuliner in Depok District, Sleman Regency Yogyakarta. The techniques of collecting data is questionnaire. The technique of analysing the data is Analysis if Variance (ANOVA).

The results of the research show that : (1) there isn’t any different perception on Business Entity concepts perceived from level of education (sign. value = 0,095 > a = 0,05 ) ; (2) there isn’t any different perception on Business Entity concepts perceived from capital size (sign. value = 0,739 > a = 0,05 ) ; (3) there is any different perception on Business Entity concepts perceived from entreprenership experiences (sign. value = 0,012 < a = 0,05).

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

memberikan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan

skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Akuntansi , Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan, bimbingan dan

arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang

tak terhingga kepada :

a. Romo Dr. Ir. Paulus Wiryono Priyotamtama, S. J. selaku Rektor Universitas

Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan

mengembangkan kepribadian kepada penulis.

b. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D. selaku Dekan Fakulas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sanata Dharma

c. Bapak Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial Universitas Sanata Dharma

d. Bapak Laurentius Saptono, S.Pd., M.Si. selaku ketua Program Studi Pendidikan

(12)

xi

e. Bapak Drs. Bambang Purnomo, S.E., M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah

besedia meluangkan waktu memberikan saran dan kritik yang sangat berarti

dalam membimbing penyelesaian skripsi ini.

f. Bapak Drs. FX. Muhadi, M.Pd. dan Ibu Rita Eny Purwanti, S.Pd., M.Si. selaku

dosen penguji yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, kritik

dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

g. Segenap staff pengajar Program Studi Pendidikan Akuntansi atas ilmu yang telah

diberikan melalui perkuliahan.

h. Tenaga administrasi Program Studi Pendidikan Akuntansi yang telah membantu

proses kelancaran dalam proses belajar selama ini.

i. Seluruh pedagang di Resto Pedagang Kaki Lima Mrican dan Taman Kuliner

Condongcatur, khususnya Bapak Totok selaku Kepala Resto PKL Mrican dan

Bapak Sugiharto S.Pd., S.Sos., M.P. selaku Kepala UPTD Taman Kuliner

Condongcatur yang telah membantu kelancaran penelitian.

j. Seluruh keluargaku : Bapak terkasih, DS Tjihno Windryanto atas dukungan,

nasihat, dan doanya, Ibu tersayang, N Nugri Mulyanti atas segala dukungan, doa,

kesabaran dan perhatiannya, (terimakasih ya pak, buk, atas dukungan moril,

materiil, dan spiritual yang diberikan sampai akhirnya aku lulus jadi sarjana), Dek

Iko Pris H atas hiburan, semangat dan gamenya yang seru, seluruh keluarga

besarku, terimakasih atas Eyang Uti, Mbah Uti, Pakde, Budhe, Om, Tante, Mas,

(13)

xii

k. Sahabat-sahabat terbaikku: Pascalia Vincentia M (atas segala bantuanmu,

kesabaran, pinjaman bukumu yang sangat membantuku), C Rini W (atas

semangat dan keceriaan yang selalu menemaniku) , Alfonsa Ika (atas

semangatmu yang membara menjadi penyemangatku) , Febriantari Eka

(terimakasih kamu selalu mau membantuku dengan sabar), Astri Tumanggor,

Anastasia Swastika, Putri Kurnia J, Margaretha Novita, Yanita M, Barbarigo,

Babbel, terimakasih atas semua dukungan, bantuan, hiburan, omelan, keceriaan

dan kenangan terindah selama kuliah ini yang membuat hidupku lebih bermakna

serta nasihat supaya aku segera lulus. Kalian adalah teman-teman yang hebat,

terimakasih atas persahabatan yang kalian berikan selama 5 tahun ini. Walaupun

nanti kita akan terpisah jarak dan waktu untuk mencari masa depan, kalian akan

selalu dan tetap di hati tak akan terganti.

l. Teman-teman Pendidikan Akuntansi 2004 atas segala kebersamaan selama kuliah

di Sanata Dharma yang tak akan pernah telupakan (aku sangat bahagia dan

beruntung pernah mengenal kalian dalam hidupku)

m. Mas Andreas Triatmojo atas segala perhatian, semangat, nasihat, keceriaan yang

telah diberikan selama 2 tahun 8 bulan ini sebagai pelengkap hidupku sehingga

semua terlihat lebih indah.

n. Motor Astrea Grand ijoku yang selalu mengantar kemanapun aku pergi.

Terimakasih atas jasamu...

(14)
(15)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN………... iii

PERSEMBAHAN……….. iv

MOTTO………...…………. … v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… vi

ABSTRAK………. vii

ABSTRACT………... viii

KATA PENGANTAR………... ix

DAFTAR TABEL………. xvi

DAFTAR LAMPIRAN………. xviii

BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Batasan Masalah………... 5

C. Rumusan Masalah………... 5

D. Tujuan Penelitian………... 5

E. Manfaat Penelitian………... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA………... 7

(16)

xv

1. Persepsi………... 7

2. Business Entity……... 9

3. Pedagang Kaki Lima…... 12

4. Pendidikan... 17

5. Modal Usaha... 21

6. Pengalaman Berwirausaha... 25

B. Kerangka Berfikir... 30

C. Perumusan Hipotesis... 33

BAB III METODE PENELITIAN... 34

A. Jenis Penelitian... . 34

B. Tempat dan Waktu Penelitian... 34

C. Subjek dan Objek Penelitian... 34

D. Populasi... 35

E. Tekhnik Pengumpulan Data... 36

F. Operasionalisasi Variabel…... 36

G. Uji Instrumen Penelitian... 40

1. Uji Validitas………... 40

2. Uji Reliabilitas……... 43

I. Tekhnik Analisis Data…... 45

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN... 51

(17)

xvi

B. Analisis Data... 60

C. Pembahasan... 69

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN... 76

A. Kesimpulan... 76

B. Keterbatasan... 77

C. Saran... 78

DAFTAR PUSTAKA

(18)

xvii

DAFTAR TABEL

1. Tabel III.1 Operasionalisasi Varibel Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang

Konsep Business Entity... 37

2. Tabel III.2 Skor Pernyataan Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsep Business Entity... 38

3. Tabel III.3 Rangkuman Uji Validitas untuk Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsep Business Entity... 41

4. Tabel III.4 Tabel Batas Kelompok Dengan Menggunakan PAP II... 45

5. Tabel III.5 Tabel Batas Skala Perhitungan PAP II... 46

6. Tabel IV.1 Deskripsi Responden Berdasarkan Asal Resto... 52

7. Tabel IV.2 Deskripsi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 52

8. Tabel IV.3 Deskripsi Responden Berdasarkan Besarnya Modal Usaha 53 9. Tabel IV.4 Deskripsi Responden Berdasarkan Pengalaman Berwirausaha 54 10. Tabel IV.5 Deskripsi Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsp Business Entity... 55

11. Tabel IV.6 Deskripsi Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsep Business Entity Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan... 56

(19)

xviii

13. Tabel IV.8 Deskripsi persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business

Entity Ditinjau Dari Pengalaman Berwirausaha……... 59

14. Tabel IV.9 Hasil Pengujian Normalitas Persepsi Pedagang Kaki Lima tentang

Konsep Business Entity ditinju dari Tingkat

Pendidikan... 60

15. Tabel IV.10 Hasil Pengujian Normalitas Persepsi Pedagang Kaki Lima tentang

Konsep Business Entity ditinju dari Besarnya Modal

Usaha... 61

16. Tabel IV.11 Hasil Pengujian Normalitas Persepsi Pedagang Kaki Lima tentang

Konsep Business Entity ditinju dari Pengalaman

Berwirausaha... 62

17. Tabel IV.12 Hasil Pengujian Homogenitas... 63

18. Tabel IV.13 Tabel Anova Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business

Entity Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan………... 65

19. Tabel IV.14 Tabel Anova Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business

Entity Ditinjau Dari Besarnya Modal Usaha……… 67

20. Tabel IV.14 Tabel Anova Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business

(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner

Lampiran 2 Data Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 3 Data Induk Penelitian

Lampiran 4 Anaisis Data

Lampiran 5 Tabel r

Lampiran 6 Tabel f

(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Saat ini banyak kita jumpai pedagang kaki lima yang menggunakan

gerobak dan tenda untuk menjajakan dagangannya. Mereka memilih tempat

dan menghiasnya dengan tulisan nama dan jenis makanan yang unik untuk

dijual dengan tujuan menarik perhatian masyarakat untuk membeli. Mereka

biasa berada di tempat yang strategis untuk menjajakan dagangannya,

misalnya di sekitar sekolah dan kampus, di dekat pertokoan, di pinggir jalan

dalam pusat kota, dan di tempat lain yang dianggap mudah untuk dilihat

banyak orang.

Pada dasarnya pedagang harus memilih suatu lokasi yang tepat agar

memperoleh keuntungan yang lebih banyak, suatu kegiatan harus seefisien

mungkin. Keputusan penentuan lokasi yang tepat biasanya diambil bila

memenuhi kriteria: tempat yang memberikan kemungkinan pertumbuhan

jangka panjang yang menghasilkan keuntungan yang layak ; tempat yang luas

lingkupnya untuk kemungkinan perluasan unit produksi.

Beberapa waktu lalu pemerintah melakukan penertiban terhadap

pedagang kaki lima yang berbentuk tenda dan menjadikan kawasan bebas dari

pedagang kaki lima. Hal tersebut membuat banyak pedagang kehilangan

lokasi usaha dan memiliki pendapatan menurun. Sehingga dibentukklah

(22)

dalam suatu tempat. Lokasi yang dipilih juga tidak kalah strategis dengan

lokasi usaha mereka sebelumnya.

Dengan bermodalkan pendidikan dan uang yang cukup, para pedagang

kaki lima memulai usaha dan memiliki harapan akan berkembang lebih besar

menjadi sebuah warung makan yang dapat digunakan untuk kelangsungan

hidupnya di masa yang akan datang. Mereka mencari modal untuk memulai

usaha dengan banyak cara, misalnya dengan meninjam uang pada kerabat dan

sanak saudara, menjual barang-barang berharga, dan cara lainnya.

Banyak pedagang kaki lima yang menjadikan usahanya sebagai

pekerjaan sampingan dan hanya mencari kesibukan saja. Tetapi tidak sedikit

pula yang menjadikan usahanya sebagai pekerjaan pokok untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya sehari-hari. Walaupun demikian, banyak dari pedagang

kaki lima tersebut yang berjualan akibat keterbatasan ilmu pengetahuan dan

ketrampilan yang mereka miliki.

Seiring dengan berkembangnya jaman, ilmu pengetahuan semakin

penting dan dibutuhkan sebagai bekal seseorang dalam pekerjaannya. Tak

terkecuali bagi pedagang kaki lima, penerapan konsep-konsep ekonomi

sangatlah dibutuhkan. Ilmu pengetahuan memberikan pengaruh yang cukup

berarti bagi kelancaran usaha para pedagang tersebut. Dengan sedikitnya ilmu

pengetahuan yang dimiliki, mereka kurang bisa memahami konsep dan

strategi ekonomi yang benar. Khususnya konsep Business Entity yang

mengatakan bahwa usaha berdiri sendiri terlepas dari modal pribadi. Konsep

(23)

pengambilan keputusan. Jika tidak ada pemisahan yang jelas, maka pedagang

kaki lima tidak akan tahu secara tepat prestasi dan kinerja unit bisnis yang

tercermin dalam laporan keuangan yang biasanya dibuat dalam bentuk

Laporan Laba Rugi. Bila tidak dipertimbangkan, hal ini akan membawa

dampak yang cukup buruk karena mengakibatkan usaha tidak mampu

berkembang secara pesat. Contoh penerapan konsep Business Entity adalah

dengan melakukan pencatatan pada setiap transaksi yang terjadi. Baik itu

merupakan penerimaan uang, pengeluaran, hutang dan sebagainya. Dan hal ini

dirasa akan mempengaruhi persepsi pedagang kaki lima tentang konsep

Business Entity.

Namun pada kenyataannya, banyak para pedagang kaki lima tidak

melakukan pencatatan terhadap pengeluaran yang digunakan dalam usaha dan

pendapatan yang didapatkan dari usaha. Mereka membiarkan semua berjalan

apa adanya, tanpa memprediksikan laba dan rugi usaha. Akibatnya tidak

sedikit dari para pedagang kaki lima tersebut yang mengalami kerugian dan

akhirnya bangkrut. Kebanyakan dari mereka yang tidak melakukan pencatatan

dikarenakan kurang memahami akan pentingnya pencatatan tersebut.

Sehingga tidak sedikit pula para pedagang kaki lima yang menggunakan

kekayaan pribadi untuk menambah pemasukan usaha dan dijadikan modal

berdagang selanjutnya. Selain itu, mereka juga menggunakan barang

dagangan tanpa ada pencatatan dan pemisahan yang jelas.

Di lain pihak, pedagang kaki lima adalah pedagang yang menjalankan

(24)

mereka akan menggabungkan kekayaan pribadi dengan modal usahanya.

Maka nantinya mereka akan sulit untuk mengidentifikasi laba usaha dan

berkembang lebih besar.

Berdasarkan pengalaman dan pengamatan peneliti, para pedagang kaki

lima di Kelurahan Caturtunggal Depok Sleman Yogyakarta juga mengalami

hal demikian. Oleh karena itu peneliti ingin membuat penelitian lebih lanjut

mengenai hal ini. Pedagang kaki lima di Kelurahan Caturtunggal Depok

Sleman Yogyakarta memiliki kesempatan yang lebih besar untuk bertemu

dengan konsumen karena arena berjualan mereka teletak di daerah sekitar

kampus dan sekolah di Yogyakarta. Tentu saja mereka memerlukan modal

yang lebih besar untuk dapat menambah keanekaragaman jenis

dagangangannya di tempat tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi persepsi

pegagang kaki lima tentang konsep Business Entity.

Selain itu dalam hal pengalaman berwirausaha. Biasanya pedagang

yang sudah memiliki pengalaman lebih banyak akan lebih memahami seluk

beluk dunia usaha. Dan hal ini dirasa akan mempengaruhi persepsi pedagang

kaki lima tentang konsep Business Entity.

Berdasarkan uraian dan fakta tersebut di atas maka penulis tertarik

untuk melakukan penelitian mengenai “Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang

Konsep Business Entity Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan, Besarnya Modal

(25)

B. Batasan Masalah

Penelitian ini dimaksudkan untuk dapat mengetahui bagaimana

persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity. Penelitian ini

memfokuskan pada tiga faktor yang diduga kuat mempengaruhi persepsi

pedagang kaki lima, yaitu tingkat pendidikan, besarnya modal usaha, dan

pengalaman berwirausaha.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dibuat rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan persepsi pada pedagang kaki lima tentang konsep

Business Entity ditinjau dari tingkat pendidikan?

2. Apakah ada perbedaan persepsi pada pedagang kaki lima tentang konsep

Business Entity ditinjau dari besarnya modal usaha?

3. Apakah ada perbedaan persepsi pada pedagang kaki lima tentang konsep

Business Entity ditinjau dari pengalaman berwirausaha?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business

Entity ditinjau dari tingkat pendidikan.

2. Untuk mengetahui persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business

(26)

3. Untuk mengetahui persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business

Entity ditinjau dari pengalaman berwirausaha.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Universitas Sanata Dharma

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pihak

pengelola Universitas Sanata Dharma.

2. Bagi penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi untuk

(27)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Persepsi

Sejak dilahirkan, individu secara langsung dengan dunia luar. Sejak

itu pula seseorang akan menerima stimulus atau rangsangan dari luar.

Menurut Linda Davidoff (1981: 232) persepsi diartikan sebagai proses

pemahaman yang terorganisir dan menggabungkan data-data indera untuk

dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari sekeliling kita.

Sedangkan menurut Thoha (1983:138), persepsi adalah proses

pemahaman yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi

tentang lingkungan baik lewat pendengaran, penglihatan, pengkhayatan,

perasaan dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah terletak

pada pengenalan bahwa persepsi merupakan suatu penafsiran yang unik

terhadap situasi.

Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah

pemahaman, menerima, pengorganisasian, dan mengimpretasikan rangsangan

dari lingkungan melalui panca indra sehingga individu mengerti tentang yang

diinderakan.

Menurut Thoha (1988: 1945), faktor yang mempengaruhi persepsi

dibagi menjadi dua, yaitu faktor dari dalam dan luar, yaitu:

1. Faktor dari luar

(28)

Prinsip intensitas dari perhatian dapat dinyatakan bahwa semakin

besar intensitas stimulus dari luar, layaknya semakin besar pula hal itu

dipahami.

b. Ukuran

Faktor ini menyatakan bahwa semakin besar untuk obyek semakin

mudah untuk bisa diketahui atau dipahami.

c. Pengulangan (Repetition)

Dalam prinsip ini dikemukakan bahwa stimulus dari luar yang diulang

akan memberi perhatian yang lebih besar dibanding dalam sekali lihat.

d. Gerakan (Moving)

Prinsip gerakan ini antara lain menyatakan bahwa orang akan

memberikan banyak perhatian terhadap obyek yang bergerak dalam

jangkauan pandangnya dibandingkan dari obyek yang diam.

e. Baru dan Familiar

Prinsip ini menyatakan bahwa baik situasi ekternal yang baru maupun

yang sudah dikenal dapat dipergunakan sebagai penarik perhatian.

2. Faktor dari dalam

a. Proses belajar (learning)

Semua faktor dari dalam yang membentuk adanya perhatian kepada

suatu obyek sehingga menimbulkan adanya persepsi adalah didasarkan

dari kekompleksan kejiwaan. Kekompleksan kejiwaan ini selaras

dengan proses pemahaman atau belajar dari motivasi yang dimiliki

(29)

b. Motivasi

Selain proses belajar dapat membentuk persepsi dari dalam lainnya

yang juga menentukan terjadinyapersepsi antara lain motivasi dan

kepribadian pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari proses belajar,

tetapi keduanya juga mempunyai dampak yang amat penting dalam

proses pemilihan persepsi.

c. Kepribadian

Dalam membentuk persepsi unsur ini sangat erat hubungannya dengan

proses belajar dan motivasi mempunyai akibat tentang apa yang

diperhatikan dalam menghadapi suatu situasi.

B. Business Entity

Business Entity atau yang lebih dikenal dengan istilah kesatuan usaha

adalah sebuah konsep yang menyatakan bahwa dalam akuntansi, perusahaan

dipandang sebagai suatu kesatuan usaha atau badan usaha yang berdiri sendiri,

terpisah dari pemilik dan pihak lain yang menanamkan dana dalam

perusahaan. Dengan konsep ini perusahaan menjadi pusat perhatian akuntansi

dan menjadi pusat pertanggungjawaban. Dalam pelaporannya akuntansi

mengambil sudut pandang bahwa perusahaan merupakan pihak yang harus

melaporkan informasi keuangan kepada pemilik dan bukannya pemilik yang

melaporkan pada pihak luar lainnya. Misalnya, akuntan yang bekerja pada

(30)

perusahaan tersebut dan bukan terhadap kegiatan, aktiva, atau hutang. (Ahmed

Riahi, Belkaovi,2000: 176)

Akuntansi memandang pemilik sebagai pihak luar perusahaan dan

karenanya transaksi pemilik dan pihak luar lainnya bukan merupakan

transaksi yang menjadi objek akuntansi perusahaan yang bersangkutan.

Konsep entitas usaha ini penting karena membatasi data ekonomi dalam

sistem akuntansi terhadap data yang berhubungan langsung terhadap usaha.

Dari segi akuntansi, konsep kesatuan usaha tetap harus diterapkan

dalam perusahaan berbentuk perseroan ataupun tidak. Dari segi administrasi

yang baik, adalah hal yang sangat penting untuk memisahkan transaksi

perusahaan dengan transaksi pemilik. Meskipun perusahaan tidak berbadan

hukum, dan oleh karenanya perusahaan itu tidak memiliki hak milik atas

kekayaan, akuntansi tetap memandang bahwa kekayaan yang digunakan untuk

tujuan perusahaan adalah kekayaan milik perusahaan dan memandang pemilik

sebagai sumber adanya kekayaan tersebut (penyedia dana). Dengan

pandangan ini maka sebenarnya dapat dianggap bahwa perusahaan utang

kepada pemilik dan oleh karena itu harus mempertanggungjawabkan

penggunaan dana tersebut kepada pemilik. Anggapan adanya pemisahan

fungsi pengelolaan dan pemilikan dalam perusahaan yang bukan perseroan

menghendaki agar pemilik sebagai manajer dan pemilik sebagai pemilik

dianggap orang yang berbeda dan berkedudukan terpisah. Dalam

kenyataannya, hal ini sukar untuk dilaksanakan tetapi secara konsepsional

(31)

operasional. Kalau pemisahan semacam itu dapat diterima secara

konsepsional, maka laba perusahaan harus dianggap sebagai kenaikan

kekayaan perusahaan. Kenaikan kekayaan tersebut baru menjadi laba pemilik

setelah kekayaan tersebut dialihkan kepada pemilik berupa pengambilan oleh

pemilik untuk kepentingan pribadi. Perbedaannya dengan badan hukum

adalah bahwa dalam perusahaan perseorangan pengambilan kenaikan

kekayaan tersebut tidak memerlukan tindakan yuridis resmi seperti

pengumuman pengambilan deviden.

Batasan Kesatuan Usaha

Dengan konsep dasar kesatuan usaha persoalan yang timbul dalam

akuntansi adalah menentukan batasan kesatuan usaha. Pada umumnya, yang

disebut perusahaan adalah setiap usaha tertentu dengan satu pengelola

(management). Konsep kesatuan usaha dalam akuntansi lebih menekankan

pada kesatuan usaha ekonomik, daripada kesatuan yuridis. Karena itu untuk

menentukan kesatuan usaha sebagai pusat pertanggungjawaban keuangan,

pertimbangannya adalah secara ekonomik suatu kegiatan usaha dapat

dianggap berdiri sendiri sebagai satu kesatuan. Secara ekonomik, seluruh

perusahaan adalah merupakan satu kesatuan usaha dan karenanya standar

akuntansi menghendaki agar laporan keuangan konsolidasi harus disusun.

(32)

C. Pedagang Kaki Lima

Sektor informal pedagang kaki lima merupakan fenomena yang sangat

menarik perhatian. Sebenarnya istilah kaki lima yang terkenal sekarang ini

merupakan warisan sejarah. Sebab istilah tersebut muncul pertama kali saat

pemerintahan jajahan Inggris manguasai Indonesia.

Pada saat itu Raffles telah mengeluarkan peraturan penggunaan jalan,

yakni mengharuskan agar tepi kiri dan kanan jalan selebar lima feet bagi

pejalan kaki itu digunakan oleh pedagang untuk menggelar jualannya. Karena

mereka berjualan di area lima feet tadi, kemudian dikenal sebagai pedagang

kaki lima. (Hernawi, 1996: 50)

Pada ukuran lebar trotoar yang waktu itu dihitung dengan memakai

dasar ukuran feet, dalam istilah Bahasa Inggris diterjemahkan kaki yang

berukuran 31 sentimeter lebih. Pada saat itu lebar trotoar adalah lima kaki,

untuk selanjutnya orang yang berjualan di atas trotoar disebut pedagang kaki

lima (Hidayat, 1978:31)

Selain dari aspek kesejarahan, menurut Eridian (1993: 4) memberikan

pengertian pedagang kaki lima adalah orang-orang dengan modal relatif kecil

/ sedikit berusaha untuk memenuhi kebutuhan kelompok konsumen tertentu

dalam masyarakat. Usaha itu dilakukan pada tempat-tempat yang dianggap

strategis dalam suasana informal.

Dalam perkembangan selanjutnya, pedagang kaki lima tidak lagi

terbatas pada berjualan di atas trotoar, tetapi juga pedagang yang mengambil

(33)

terminal, dan sebagainya. Jenis barang yang diperdagangkan digolongkan

dalam jenis makanan, non makanan dan jasa. Alat yang digunakan dalam

bejualan dapat berupa pikulan, gerobak, tenda, dan sebagainya.

Jadi dengan demikian pedagang kaki lima adalah orang yang dengan

modal relatif kecil berusaha di bidang produksi dan pengumpulan barang atau

jasa untuk memenuhi kebutuhan kelompok konsumen tertentu di dalam

masyarakat dengan mengambil lokasi yang dianggap strategis. Ada beberapa

pendapat tentang karakteristik pedagang kaki lima, yang pada dasarnya

hampir sama. Seperti halnya menurut Julisar An-naf yang dikutip oleh

Hidayat (1978:31-32), pedagang kaki lima memiliki ciri-ciri khusus antara

lain:

1. Bergang kaki lima umumnya merupakan mata pencaharian pokok. 2. Para pedagang kaki lima pada umumnya tergolong angkatan kerja

produktif.

3. Tingkat pendapatan yang diperoleh relatif rendah.

4. Sebagian besar merupakan pendatang dari daerah dan belum memiliki status kependudukan.

5. Mereka mulai berdagang antara 5-10 tahun yang lalu.

6. Sebelum menjadi pedagang kaki lima umumnya mereka tani dan buruh.

7. Permodalan lemah dan omset penjualannya relatif kecil. 8. Belum berhubungan dengan bank dalam permodalan.

9. Umumnya mereka mempergunakan bahan pangan, sandang dan kebutuhan-kebutuhan sekunder.

10. Pada hakekatnya mereka telah kena pajak dengan adanya retribusi meupun pungutan tidak resmi.

Penjelasan tentang sosok pedagang kaki lima berdasarkan karakteristik

menurut Hernawi (1996:53) adalah :

1. Berusaha di kaki lima pada umumnya bukan pekerjaan yang dicita-citakan.

(34)

3. Tingkat pendidikan mereka relaif rendah.

4. Sebagian besar dari mereka adalah pedagang dari luar kota dan belum mendapat status sebagai penduduk parlemen.

5. Sebelum terjun di kaki lima mereka pada umumnya berprofesi sebagai petani atau buruh rendah.

6. Modal diusahakan sendiri dan tidak punya hubungan dengan lembaga keuangan perbankan.

7. Modal yang dimiliki sangat terbatasdemikian pula dengan omset usaha serta profit yang diperoleh.

8. Kemampuan kewirausahaan relatif rendah demikian pula kemampuan dalam pemupukan modal.

9. Jenis dagangannya sangat variatif , namun yang cukup dominan adalah jenis pangan, sandang dan jenis kebutuhan sekunder lainnya.

10. Pada dasarnya mereka ikut terkena pajak dengan adanya retribusi dan berbagai jenis pungutan lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kota Bandung Peneliti

Fisipol UNPAR Bandung yang dikutip oleh Eridian (1993:28-29) memberikan

ciri/karakteristik pedagang kaki lima sebagai berikut:

1. Sesuai dengan istilah pedagang, walaupun dalam hal ini istilah pedagang kadang-kadang juga produsen, sekaligus pedagang. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa pedagan kaki lima berkecimpung apa yang dinamakan sektor informal.

2. Perkataan “kaki lima” memberikan konotasi bahwa umumnya menjajakan barang-barang dagangan pada gelaran tikar di pinggir jalan atau depan toko-toko yang dianggap strategis. Kelompok pedagang yang menggunakan meja untuk berdagang, kereta dorong, dan kios-kios kecil masih kita golongkan pada kelompok pedagang kaki lima.

3. Para pedagang umumnya menjajakan bahan mekanan, barang-barang konsumsi secara eceran.

4. Para pedagang kaki lima umumnya bermodal kecil.

5. Pada umumnya kualitas barang-barang yang diperdagangkan oleh para pedagang kaki lima relatif rendah.

6. Volume omset pedagang pedagang kaki lima relatif tidak begitu besar.

7. Para pembeli umumnya adalah merupakan pembeli berdaya beli rendah.

(35)

9. Kalau pedagang kaki lima kita golongkan pada “enterprise” maka usaha-usaha tersebut menunjukkan sifat-sifat khusus “one man enterprise” atau dalam bahasa Belanda “ummanzal.”

10. Tawar menawar (bargaining) antara penjual dan pembeli merupakan relasi ciri usaha pedagang kaki lima.

11. Sebagian dari pedagang kaki lima melaksanakan pekerjaannya secara penuh, yaitu secara full job, sebagian lagi setengah jam kerja atau waktu senggang dalam rangka mencapai pendapatan nasional.

12. Ada pedagang kaki lima yang melaksanakan pekerjaannya secara musiman dan kerap kali jenis harganya berubah-ubah.

13. Barang yang umumnya dijual pedagang kaki lima merupakan apa yang dalam ilmu marketing dinamakan “convenience goods” jarang sekali mereka memperdagangkan “specially goods

14. Pedagang kaki lima pada umumnya ada dalam suasana perasaan tidak tenang. Seringkali mereka diliputi perasaan takut kalau-kalau usaha mereka diberhentikan oleh TIBUM (Tim Penertib Umum) sehingga mereka bermain kucing-kucingan dengan pihak yang berwajib.

15. Masyarakat umum beranggapan, bahwa pedagang kaki lima adalah kelompok yang menduduki status sosial yang rendah dalam tangga kemasyarakatan, walaupun hati kecil mereka mengakui bahwa kelompok ini memenuhi kebutuhan tertentu.

16. Mengingat faktor yang bertentangan dengan kepentingan, maka kelompok pedagang kaki lima merupakan kelompok yang sulit bersatu dalam bidang ekonomi walaupun perasaan setia kawan cukup kuat.

17. Jam dan waktu kerja pedagang kaki lima tidak menujukkan pola yang yang tetap yang mana merupakan salah satu ciri perusahaan perseorangan.

18. Pada pedagang kaki lima terdapat jiwa enterprenurship yang kuat, walaupun faktor saling mengintimidasi usaha pedagang yang lain berhasil cukup dilakukan secara intensif.

Walaupun pedagang kaki lima merupakan sektor pinggiran namun

eksistensi sektor ini memberikan banyak kesempatan kerja yang umumnya

sulit didapat di negara-negara berkembang. Dipandang dari segi keamanan,

sektor ini bisa berfungsi sebagai katup pengaman yaitu memberikan

kesempatan kesibukan kerja usaha kecil-kecilan dengan usaha dagang atau

(36)

akan timbul banyak kekerasan dan rasa tidak puas. Dengan demikian dunia

pedagang kaki lima menduduki fungsi ekonomi kota sekaligus turut

membantu menciptakan kehidupan sosial ekonomi kota yang selaras dan

serasi.

1. Kekuatan-kekuatan yang dimiliki pedagang kaki lima:

• Pedagang kaki lima memberikan kesempatan kerja yang umumnya sulit didapat pada negara-negara sedang berkembang. Merupakam mata rantai terakhir, mengingat sifatnya sebagai pedagang eceran dalam jaringan distribusi produsen ke konsumen akhir.

• Dalam prakteknya mereka biasa menawarkan barang dan jasa dengan harga bersaing mengingat mereka tidak dibebani masalah pajak.

• Sebagian besar masyarakat kita lebih senang berbelanja pada pedagang kaki lima mengingat faktor kemudahan dan barang-barang yang ditawarkan relatif murah (terlepas dari perkembangan kualitas) Selain itu juga dimungkinkan pembelian secara kredit jika sudah terjalin hubungan timbal balik antara penjual dan pembeli.

2.Kelemahan-kelemahan yang dimiliki pedagang kaki lima:

• Mereka dapat dimasukan ke dalam kelompok marginal dan sub marginal dengan modal kecil, sehingga laba yang dihasilkan juga kecil. Padahal banyak anggota keluarga yang tergantung pada hasil dan laba tersebut. Oleh karena itu terciptalah keadaan dimensi hasil yang mereka capai pas-pasan untuk sekedar hidup.

• Disebabkan oleh kurangnya pendidikan dan tekhnikal training maka unsur efisiensi kurang mendapat perhatian seperti masalah populasi dan faktor higienis sebagai produk sampingan yang negatif.

• Di kalangan pedagang kaki lima sering terdapat faktor imidasi yang berlebihan, menyebabkan suatu jenis usaha tertentu menjadi terlampau padat.

(37)

D. Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan

Pada umumnya sementara orang beranggapan bahwa bila berbicara

masalah pendidikan maka orientasinya ke dunia sekolah. Mereka kurang

menyadari bahwa pendidikan seseorang diperoleh tidak hanya melalui

pendidikan sekolah saja, tetapi dari luar sekolah seperti keluarga,

kelompok belajar dan masyarakat. Hal ini membawa konsekuensi yang

lebih luas yakni proses pendidikan bukan berarti hanya belajar di sekolah,

tetapi dapat berlangsung satiap saat dan dimanapun.

Pengertian pendidikan menurut Tim Pengembangan MKDK IKIP

Semarang (1995:5) adalah aktifitas dan usaha manusia untuk

meningkatkan kepribabdiannya dengan jalan membina potensi pribadinya.

Yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta, dan budi nurani) dan jasmani (panca

indera serta ketrampilan).

Pendidikan mempunyai arti yang berbeda-beda, karena itu semua

tergantung dengan deinisi yang dikemukakan oleh para ahli. Akan tetapi

pengertian dari definisi tersebut mempunyai arti yang hampir sama.

• Menurut Heidjrachman et al (2000:77)

Pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan

umum seseorang termasuk di dalamnya peningkatan penguasaan teori

dan ketrampilan memutuskan terhadap persoalan yang menyangkut

kegiatan mencapai tujuan.

(38)

Pendidikan adalah keseluruhan proses teknik dan metode belajar

mengajar dalam rangka mengalihkan sesuatu pengetahuan dari

seseorang kepada orang lain sesuai standar yang telah ditetapkan.

Dari beberapa definisi tentang pendidikan di atas dapat

disimpulkan bahwa pendidikan pada hakekatnya adalah penyiapan

seseorang untuk memasuki kehidupan di masa yang akan datang yang

dibekali dengan pengetahuan dan ketrampilan.

2. Pendidikan Sekolah dan Luar Sekolah

Pendidikan pada hakekatnya merupakan proses yang berlangsung

seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga, sekolah

dan masyarakat. Oleh karena itu pendidikan merupakan bersama antar

keluarga, masyarakat dan pemerintah. Dalam masyarakat industri, dunia

kerja menuntut tenaga kerja yang terlatih profesional dan memiliki

keahlian serta ketrampilan tertentu. Untuk memenuhi tuntutan dunia kerja

tersebut, lembaga-lembaga pendidikan baik dalam bentuk pendidikan

formal maupun non formal merupakan tempat latihan dan pengembangan

bagi tenaga kerja yang kompeten. (Wuraji, 1988:37)

Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang (1995:7)

mengemukakan tetang pembagian pendidikan adalah sebagai berikut:

• Pendidikan informal, ialah pendidikan yang diperoleh seseorang dirumah dalam lingkungan keluarga.

• Pendidikan formal, ialah pendidikan yang mempunyai bentuk atau organisasi tertentu.

(39)

Menurut Sistem Pendidikan Nasional (UU no 2 tahun 2003 pasal

10) mengemukakan bahwa pendidikan terbagi atas :

• Pendidikan persekolahan, mencakup berbagai jenjang pendidikan, dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi.

• Pendidikan Luar Sekolah, terbagi menjadi pendidikan non formal yang mencakup lembaga pendidikan di luar sekolah, misalnya ; kursus, seminar,kejar paket A. Dan pendidikan informal yang mencakup pendidikan keluarga, masyarakat dan program-program sekolah, misalnya ceramah di radio/tv dan informasi yang mendidik dalam surat kabar atau majalah.

Kemudian didukung oleh Tadjudin Noer Efendi dan Chris

Manning (1991:45) menyimpulkan bahwa (usaha di sektor informal dalam

hal pendidikan) tingkat pendidikan merupakan pendidikan terakhir yang

ditempuh oleh seorang pedagang yang melalui pendidikan sekolah

maupun luar sekolah. Tingkat pendidikan sekolah adalah pendidikan

terakhir yang ditempuh oleh seorang pedagang, sedangkan untuk luar

sekolah pengetahuan dan ketrampilan sebelum dan sedang berlangsungnya

usaha tersebut.

Pendidikan formal yang sering disebut pendidikan persekolahan,

berupa rangkaian jenjang pendidikan yang telah baku, mulai dari jenjang

Sekolah Dasar (SD) sampai dengan perguruan tinggi. (Umar Tirtarahardja

dan La Sulo,1994:78). Dalam UU no 2 tahun 2003 pasal 16 ayat 1 tentang

sistem pendidikan nasional, dijelaskan bahwa dalam jalur pendidikan

formal ada berbagai jenjang pendidikan, yang meliputi:

• Pendidikan dasar, yang biasa dikenal dengan pendidikan dasar sembilan tahun, yaitu pendidikan SD enam tahun ditambah SMP tiga tahun.

(40)

anggota masyarakat yang memiliki kemampuan memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungan, dunia kerja, dan dapat melanjutkan di Perguruan Tinggi.

• Pendidikan Tinggi, merupakan lanjutan pendidikan menengah untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis/profesional, yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dan kesenian.

Dari uraian mengenai jenjang persekolahan atau tingkat-tingkat

yang ada pada pendidikan formal, dapat dimengerti bahwa pendidikan

merupakan proses yang berkelanjutan. Oleh karena itu setiap tingkat atau

jenjang pendidikan itu harus dilaksanakan secara tertib, dalam arti tidak

bisa terbalik letak penempatannya. Setiap jenjang atau tingkatan

mempunyai tujuan dan Mteri pelajaran yang berbeda-beda.

Pendidikan luar sekolah dibagi menjadi dua yaitu pendidikan non

formal dan in formal. Pendidikan non formal atau pendidikan luar sekolah

menurut Ary H Gunawan (1995:63) adalah :

Semua usaha sadar yang dilakukan untuk membantu perkembangan kepribadian sera kemampuan anak dan orang dewasa diluar sistem persekolahan melalui pengaruh yang sengaja dilakukan melalui beberapa sistem dan metode penyampaian seperti kursus, bahan bacaan, radio,televisi, penyuluhan dan medi komunikasi lainnya.

Dari ketiga pendidikan tersebut, pendidikan informal adalah yang

paling dahulu dikenal dan paling penting peranannya. Hal ini disebabkan

dalam masyarakat sederhana satu-satunya bentuk pendidikan yang dikenal

adalah pendidikan informal.

Pendidikan informal menurut Zahara Idris (1990:58)

(41)

Pendididkan informal adalah proses pendidikan yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar. Pada umumnya tidak teratur dan sistematis, sejak seseorang lahir sampai mati, seperti di dalam keluarga, tetangga, pekerjaan, hiburan, pasar atau di dalam pergaulan sehari-hari. Walaupun demikian pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan seseorang. Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan yang pertama dan utama bagi setiap manusia. Seseorang lebih banyak berada dalam rumah tangga dibandingkan dengan tempat-tempat lain, sampai umur tiga tahun seseorang akan berada di rumah tangga. Pada masa itulah diletakkan dasar-dasar kepribadian.

Pendidikan informal bagi pedagang kaki lima sangat erat dalam

kehidupan sehari-hari karena mereka terbiasa menghadapi berbagai

konsumen dan harus dapat memahami perkembangan masyarakat untuk

suatu usahanya dan dapat menambah profit/laba.

E. Modal Usaha

Faktor produksi modal merupakan faktor yang penting dan

mempunyai arti yang lebih menonjol dalam kegiatan usaha, karena modal

usaha merupakan urat nadi bagi suatu kegiatan usaha. Sehingga masalah

modal usaha merupakan persoalan yang tak pernah berakhir mengingat hal ini

mengandung banyk aspek. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia menurut

Poerwodarminto (1976:595), modal diartikan sebagai uang yang dipakai

sebagai pokok (induk) untuk berdagang, melepas uang dan sebagainya, harta

benda (uang, barang dan sebagainya) yang dapat dipergunakan untuk

mengasilkan sesuatu yang dapat menambah kekayaan.

Selanjutnya pengertian dari Poerwodarminto (1976: 506 ) adalah :

(42)

2. Pengertian di bidang perdagangan (bertujuan mencari laba); perdagangan; perusahaan.

Untuk selanjutnya pembicaraan mengenai modal ini sudah termasuk di

dalamnya modal usaha, karena menurut pengertian modal seperti di atas

pengertian dari usaha sudah terkandung di dalamnya.

Kemudian Bambang Priyanto (1990:11-12) mengungkapkan bahwa

modal merupakan ikhtisar neraca suatu perusahaan yang menggambarkan

selain adanya modal kongkrit (setelah debet) dan modal abstrak (sebelah

kredit), juga menunjukkan suatu bentuk modal lain yang disebut modal aktif

(debet) dan modal pasif (kredit). Jadi pengertian modal usaha dapat dikatakan

merupakan ikhtisar dari neraca perusahaan yang terletak di sebelah debet dan

kredit dimana sebelah debet disebut modal aktif dan di sebelah kredit disebut

modal pasif.

Berdasarkan cara dan lamanya, modal aktif dibedakan sebagai berikut:

1. Modal Lancar

Menurut Bambang Priyanto (1990:10) modal lancar diartikan

sebagai aktiva yang habis dalam satu kali perputaran proses produksi

dan proses perputarannya dalam jangka waktu pendek. Engan kata lain

aktiva lain merupakan aktiva yang dapat diuangkan dalam jangka

waktu pendek. Selanjutnya menurut pandangan Munawir (1990:16)

dikatakan:

(43)

bank, piutang dagang, surat-surat berharga, persediaan barang dan sebagainya.

2. Modal tetap

Ada beberapa pendapat yang menyatakan pengertian dari modal

tetap diantaranya juga Bambang Priyanto (1990:10) yang mengatakan

bahwa modal tetap merupakan aktiva yang tahan lama yang tidak atau

secara berangsur habis turut serta dalam proses produksi. Dan ditinjau

dari lamanya perputaran, aktiva tetap adalah aktiva yang mengalami

proses perputaran dalam jangka waktu panjang atau lebih dari satu

tahun.

Kemudian sejalan dengan hal tersebut menurut Abas Kartadinata

(1983:3) menyatakan:

“Aktiva tetap adalah alat-alat produksi than lama yang tidak terpakai habis

dalam satu kali proses produksi dan oleh sebab itu baru dalam jangka

waktu lama perlu diganti.”

Dari pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pada

dasarnya aktiva tetap adalah aktiva yang digunakan dalam jangka panjang

(lebih dari 1 tahun) dan tidak habis dalam satu kali proses produksi.

Kemudian mengenai modal pasif Abas kartadinata (1983:3-4) juga

mengatakan bahwa:

(44)

Dengan demikian secara umum modal merupakan ikhtisar dari neraca

perusahaan yang tertera di sebelah debet sebagai modal aktif yang

menggambarkan bentuk-bentuk seluruh dana yang diperoleh dan

ditanamkan perusahaan sehingga dapat menunjukkan struktur keuangan

perusahaan. Sedangkan di sebelah kredit sebagai modal pasif

menggambarkan sumber-sumber dana, sehingga dapat menunjukkan

struktur financial dan struktur modal perusahaan.

Kembali ditegaskan lagi menurut Abas Kartadinata (1983:8) dengan

menytakan lebih terinci bahwa:

Modal aktif dibedakan menjadi aktiva lancar dan aktiva tetap. Aktiva lancar dibedakan lagi menjadi modal kerja dan alat-alat lancar. Alat-alat lancar terdiri dari uang kas, piutang yang dapat ditagih, seketika dan surat-surat berharga yang seketika dapat diuangkan. Sementara aktiva tetap terdiri dari bangunan/gedung, mesin-mesin, peralatan kantor, dan sebagainya.

Kemudian Abas kartadinata (1983:10) menyimpulkan bahwa modal

usaha adalah sejumlah nilai pokok modal aktif dan pasif yang dimiliki dan

digunakan oleh perusahaan untuk membiayai kegiatan usahanya setiap

hari, baik berupa total nilai uang, barang-barang maupun

peralatan-peralatan yang dapat dihitung dalam satuan rupiah.

Oleh karena itu tersedianya modal usaha yang cukup akan sangat

mempengaruhi kelancaran usaha para pedagang kaki lima. Hal ini

didukung oleh pendapat Munawir (1986:114), bahwa :

(45)

kesempatan untuk memperoleh keuntungan telah disia-siakan. Sebaliknya adanya ketidak cukupan modal kerja atau mismanajemen merupakan sebab utama gagalnya perusahaan.

F. Pengalaman Berwirausaha F. 1. Pengalaman

Pengalaman menurut Kamus Bahasa Indonesia dapat diartikan apa

yang sudah dialami. (Muhammad Ali :301) Sedangkan Manullang

(1987:54) berpendapat bahwa orang yang berpengalaman selalu akan lebih

pandai dari mereka yang sama sekali tidak didukung mempunyai

pengalaman.

Dari pendapat di atas dapat diartikan bahwa seseorang yang sering

mengulangi suatu pekerjaan dikatakan sebagai orang yang berpengalaman

dalam bidang tersebut. Bila pengalaman dikaitkan dengan pekerja, maka

dapat diartikan bahwa pengalaman adalah sesuatu atau hal-hal yang telah

dirasakan , diketahui, dilakukan/dikerjakan sehubungan dengan

penyelesaian suatu pekerjaan atau aktivitas usaha tertentu. Adapun

pengalaman tersebut tidak terlepas dari intensitas pengulangan dan

dimanifestasikan dalam sejumlah masa kerja.

E. 2. Wirausaha

1. Pengertian Wirausaha

Kata wirausaha sudah sering kali didengar di lingkungan

akademisi, bisnis atau di lingkungan masyarakat secara umum atau di

(46)

wirausaha sama dengan pengusaha yang mendirikan usaha sendiri

kemudian memimpin pengelolaan usahanya tersebut. Tetapi beberapa

ahli ekonomi mengartikan seorang wirausaha berbeda dengan

pengusaha. Seperti pendapat ahli di bawah ini, yang berpendapat

wirausaha bukanlah sekedar pengusaha melainkan pengusaha yang

sukses karena memiliki ciri-ciri serta kemampuan tertentu untuk

menciptakan sesuatu yang baru (Subanar, 2001:11) berikut ini adalah

pendapat beberapa ahli tentang wirausaha:

a. Scumpeter, 1930

Wirausaha adalah orang yang memutuskan atau mengambil alih

resiko dalam memperkenalkan produk atau jasa yang baru untuk

memajukan perekonomian dan mencapai tujuannya.

b. Webster

Wirausaha adalah orang yang mengorganisir, mengelola, serta

menanggung resiko atas keputusan bisnisnya tersebut.

c. Fillion, 1998

Wirausaha adalah orang yang imajinatif, yang ditandai oleh

kemampuannya dalam menetapkan sasaran-sasaran itu. Juga memiliki

kesadaran tinggi untuk menemukan peluang-peluang, membuat

keputusan dengan menerapkan inovasi yang memiliki resiko moderat.

d. Kamus Besar bahasa Indonesia Balai Pustaka 1989

Wirausaha adalah orang yang pandai atau berbakat mengenali produk

(47)

mengadakan produk baru, mengatur permodalan operasinya, serta

memasarkannya.

Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa

wirausaha adalah orang yang mampu mengoptimalkan potensi

ekonomis yang ada pada dirinya atau di sekitarnya dengan resiko yang

moderat dan mampu mengembangkan dengan mandiri serta mampu

mengelola usahanya tersebut mulai dari perencanaan, operasi, kontrol

menjadi bisnis yang disadari pembuatan keputusan bisnis yang tepat

sesuai dengan perkembangan pasar.

2. Karakteristik Wirausaha

Menurut Mc Clelland wirausaha memiliki karakteristik sebagai

berikut:

a. Keinginan untuk berprestasi

Keinginan atau dorongan dalam diri untuk memotivasi perilaku ke

arah pencapaian tujuan. Dimana pencapaian tujuan merupakan

tantangan bagi kompetensi individu.

b. Keinginan untuk bertanggungjawab

Seorang wirausaha seharusnya memilih menggunakan sumber

daya sendiri dengan cara bekerja sendiri untuk mencapai tujuan

dengan tanggungjawab sendiri terhadap hasil yang dicapai.

c. Preferensi pada resiko-resiko menengah

Wirausaha bukan penjudi, maka dari itu mereka memilih

(48)

tinggi. suatu tingkatan yang memerlukan usaha keras dan

dipercaya dapat mereka penuhi.

d. Persepsi pada kemungkinan berhasil

Keyakinan atas kemampuan untuk berhasil dengan berdasarkan

fakta-fakta yang dipelajari dengan penilaian yang obyektif.

e. Rasa ingin tahu terhadap rangsangan oleh umpan balik

Wirausaha selalu ingin mengetahui bagaimana hal yang mereka

kerjakan, apakah umpan baliknya baik atau buruk. Mereka

dirangsang untuk mencapai hasil kerja yang lebih tinggi dengan

mempelajari seberapa efektif usaha mereka.

f. Aktifitas yang energik

Wirausahawan menunjukan energi yang jauh lebih tinggi

dibandingkan rata-rata orang mereka bersifat aktif dan memiliki

proporsi waktu yang besar dalam mengerjakan tugas dengan cara

baru.

g. Orientasi ke masa depan

Seorang wirausaha melakukan perencanaan dan berfikir ke depan.

Mereka mencari dan mengantisipasi kemungkinan yang terjadi

jauh di masa depan.

h. Ketrampilan dalam pengorganisasian

Wirausaha akan menunjukkan ketrampilan dalam mengorganisasi

kerja dan orang-orang dalam pencapaian tujuan.

(49)

Keuntungan finansial adalah menjadi nomor dua jika

dibandingkan dengan arti penting dari prestasi kerja mereka.

Mereka hanya memandang uang sebagai lambang konkret dari

tercapainya tujuan dan sebagai kompetensi mereka.

3. Penentuan potensi wirausaha

Potensi menjadi wirausaha yang sukses dapat diketahui bila

seseorang memiliki kemampuan dalam beberapa hal di bawah ini:

(Wiratmo, 1995:5)

a. Kemampuan inovatif

Inovasi sangat penting karena hal tersebut berarti perbaikan barang

dan jasa yang ada, menciptakan barang dan jasa yang baru, atau

mengkombinasikan unsur-unsur produksi yang ada dengan

cara-cara baru.

b. Toleransi terhadap kemenduaan

Yaitu kemampuan untuk berhubungan dengan hal-hal yang tidak

terstruktur dan tidak bisa diprediksi.

c. Keinginan untuk berprestasi

Keinginan untuk berprestasi menandakan seseorang tidak kenal

menyerah di dalam mencapai tujuan yang telah mereka tetapkan

sendiri.

d. Kemampuan perencanaan realistis mampu menetapkan tujuan

yang menantang tapi tidak bisa untuk diterapkan.

(50)

Kepemimpinan yang mengarahkan semua usaha dalam organisasi

dipusatkan untuk mencapai tujuan utama organisasi tersebut.

f. Objektivitas

Kemampuan berfikir dan bertindak secara obyektif di dalam

mengarahkan pemikiran dan aktivitas kewirausahaan dengan cara

pragmatis.

g. Tanggung jawab pribadi

Wirausaha harus mampu memikul tanggung jawab pribadi. Mereka

menetapkan tujuan sendiri dan memutuskan bagaimana mencapai

tujuan tersebut dengan kemampuan mereka sendiri.

h. Kemampuan beradaptasi

Seorang wirausaha hendaknya dibekali kemampuan unutuk

beradaptasi dengan lingkungan. Sehingga mampu menilai situasi

secara obyektif dan merumuskan rencana-rencana baru untuk

menghadapinya.

i. Kemampuan sebagai pengorganisasi dan administrator

Wirausaha diharuskan memiliki kemampuan untuk mengorganisasi

dan administrasi di dalam mengidentifikasi dan mengelompokkan

orang-orang berbakat untuk mencapai tujuan.

F. Kerangka Berfikir

1. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari

(51)

Pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan

pengetahuan umum seseorang termasuk di dalamnya peningkatan

penguasaan teori dan ketrampilan memutuskan terhadap persoalan yang

menyangkut kegiatan mencapai tujuan.

Sedangkan Business Entity atau yang lebih dikenal dengan istilah

kesatuan usaha adalah sebuah konsep yang menyatakan bahwa dalam

akuntansi, perusahaan dipandang sebagai suatu kesatuan usaha atau badan

usaha yang berdiri sendiri, terpisah dari pemilik dan pihak lain yang

menanamkan dana dalam perusahaan. Jika tingkat pendidikan pedagang

kaki lima relatif tinggi, maka akan semakin besar pula pengetahuannya,

khususnya ilmu ekonomi yang dapat menunjang usahanya. Dan dapat ia

terapkan dalam kegiatan usahanya. Seorang pengusaha yang memiliki

pendidikan tinggi cenderung akan berfikir lebih rasional dalam

melaksanakan kegiatan usahanya.

2. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari

besarnya modal usaha.

Modal diartikan sebagai uang yang dipakai sebagai pokok (induk)

untuk berdagang, melepas uang dan sebagainya, harta benda (uang, barang

dan sebagainya) yang dapat dipergunakan untuk mengasilkan sesuatu

yang dapat menambah kekayaan.

Jika seorang pedagang kaki lima memiliki modal yang cukup

besar, maka ia akan mengelola keuangannya dengan sebaik-baiknya

(52)

modal awalnya.. Sehingga selalu melakukan pencatatan setiap terjadinya

transaksi untuk mempermudah penghitungan laba usaha.

3. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau dari

pengalaman berwirausaha.

Pengalaman dapat diartikan apa yang sudah dialami. Sedangkan

orang yang berpengalaman selalu akan lebih pandai dari mereka yang

sama sekali tidak didukung mempunyai pengalaman.

Dengan pengalaman berwirausaha yang cukup lama, seorang

pedagang akan lebih memahami tentang usaha, persaingan, pencatatan dan

sebagainya dibandingkan dengan seseorang yang baru saja menjalani

usahanya tanpa pengalaman.

Gambar kerangka berfikir:

Dari gambar di atas maka dapat diketahui kerangka berfikir adalah untuk

mencari:

Tingkat Pendidikan Variabel X1

Besarnya Modal Usaha Variabel X2

Pengalaman Berwirausaha Variabel X2

Persepsi Pedagang Kaki Lima tentng Konsep

Business Entity

(53)

1. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau

dari tingkat pendidikan.

2. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau

dari besarnya modal usaha.

3. Persepsi pedagang kaki lima tentang konsep Business Entity ditinjau

dari pengalaman berwirausaha.

G. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan penelitian

yang biasa dirumuskan dalam bentuk yang dapat diuji secara empirik.

Berdasarkan landasan di atas, peneliti mengajukan hipotesis sebagai dasar

pengumpulan data, yaitu:

1. Tingkat pendidikan mempengaruhi perbedaan persepsi pedagang kaki lima

tentang konsep Business Entity.

2. Besarnya modal usaha mempengaruhi perbedaan persepsi pedagang kaki

lima tentang konsep Business Entity.

3. Pengalaman berwirausaha mempengaruhi perbedaan persepsi pedagang

(54)

34

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus. Yang mempelajari

secara intensif tentang latar belakang sekarang, dan interaksi lingkungan

sesuatu unit sosial, individu, kelompok, lembaga atau masyarakat.

Penelitian ini akan melihat dan membandingkan tingkat perbedaan

pemahaman Business Entity pada pedagang kaki lima ditinjau dari tingkat

pendidikan, besarnya modal usaha dan pengalaman berwirausaha.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada pedagang kaki lima yang tergabung

dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta.

(Taman Kuliner Condong Catur dan Resto PKL Mrican)

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Oktober

2008.

(55)

Subyek Penelitian bagian yang terlibat dalam penelitian dan yang terkait

dalam penelitian. Subyek penelitian ini adalah Pedagang Kaki Lima yang

tergabung dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman

Yogykarta.

2. Obyek Penelitian

Obyek Penelitian merupakan suatu yang menjadi titik perhatian dalam

suatu penelitian. Obyek penelitian ini adalah tingkat pemahaman Business

Entity pada pedagang kaki lima, tingkat pendidikan, besarnya modal

usaha, dan pengalaman berwirausaha.

D. Populasi 1. Populasi

Populasi adalah totalitas semua nilai mengenai karakteristik tertentu dari

semua anggota kumpulan yang lengkap, hasil menghitung ataupun

pengukuran kuantitatif dan jelas, yang ingin dipelajari sifat-sifatnya

(Arikunto, 1996:5). Populasi penelitian ini adalah pedagang kaki lima

yang tergabung dalam kelompok resto PKL di Kecamatan Depok Sleman

Yogyakarta yang berjumlah kurang lebih 72 orang. Yaitu Resto PKL

Mrican dan Taman Kuliner Condong Catur Depok Sleman Yogyakarta.

Tetapi ada berbagai macam hal yang mengakibatkan banyak pedagang

kaki lima di tempat tersebut tidak berdagang lagi. Sehingga jumlah yang

(56)

E. Tekhnik Pengumpulan Data

Tekhnik pengumpulan data adalah cara-cara yang ditempuh untuk

memperoleh data sesuai dengan data yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini

tekhnik pengumpulan data yang digunakan yaitu:

1. Kuesioner

Kuesioner adalah metode pengumpulan data dengan memberikan

pertanyaan dalam bentuk tertulis mengenai tingkat pemahaman Business

Entity pada pedagang kaki lima, tingkat pendidikan pedagang kaki lima,

besarnya modal usaha yang dimiliki pedagang kaki lima, dan pengalaman

berwirausaha sebagai pedagang kaki lima. Dengan menggunakan

sejumlah daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden untuk

diisikan dengan jawaban yang sesuai dengan keadaan responden yang

sebenarnya.

F. Operasionalisasi Variabel 1. Business Entity

Business Entity adalah suatu konsep yang sebaiknya dimiliki dan

diterapkan oleh para pedagang kaki lima dalam menjalankan usahanya.

Karena konsep ini mengatakan bahwa dalam akuntansi, usaha dipandang

sebagai suatu kesatuan yang berdiri sendiri. Maka dalam menjalankan

usahanya, para pedagang kaki lima harus bisa memisahkan antara laba dan

modal usahanya dengan kekayaan pribadinya. Berikut adalah tabel

(57)

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsep Business Entity

No Butir Variabel Indikator

Positif Negatif 1. pencatatan

usaha

2. pemisahan kekayaan

1. Mencatat pengeluaran belanja sebagai beban usaha.

2. Mencatat pengeluaran sehari-hari dalam keluarga

3. Mencatat pengeluaran belanja usaha dengan pengeluaran sehari-hari keluarga menjadi satu. 4. Mencocokan catatan dengan

untung setelah selesai berdagang. 5. Pemasukan usaha merupakan

pendapatan.

6. Pengeluaran penerangan berdagang merupakan beban usaha.

7. Mencatat pengeluaran listrik yang digunakan dalam keluarga.

8. Mencatat pengeluaran bensin yang digunakan untuk keluarga.

9. Pengeluaran bensin untuk berdagang merupakan beban usaha.

10. Sewa tempat usaha merupakan beban usaha.

11. Mencatat pengeluaran untuk retribusi sebagai beban usaha. 12. Pengeluaran pinjaman merupakan

beban usaha.

13.Membutuhkan bantuan orang lain untuk mencatat pengeluaran dan pemasukan yang terjadi dalam usaha.

14. Harta usaha dan harta pribadi 15. Memisahkan harta usaha dengan

harta pribadi.

16. Harta pribadi dicatat sebagai modal jika dipakai dalam operasi usaha.

17. Mencatat harta pribadi yang digunakan dalam usaha.

(58)

18. Menggunakan harta pribadi untuk keperluan usaha

19. Setiap anggota keluarga apabila membeli dagangan sediri, dicatat sebagai pendapatan usaha

20 Setiap anggota keluarga apabila membeli dagangan sendiri, dianggap gratis.

19

18

20

Indikator tersebut dituangkan dalam bentuk kuesioner dan setiap

pernyataan dalam kuesioner akan dinyatakan dalam bentuk Skala Likert.

Peberian skor dalam setiap pernyataan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2

Skor Pernyataan Persepsi Pedagang Kaki Lima Tentang Konsep Business Entity

Jawaban Pernyataan positif Pernyataan Negatif Sangat Setuju

Setuju Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

4 3 2 1 1 2 3 4

2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan yang dimaksudkan ialah pendidikan formal terakhir

yang ditempuh oleh pedagang kaki lima. Dalam hal ini pendidikan formal

adalah tingkat pendidikan tertinggi yang berhasil diselesaikan oleh

pedagang kaki lima yang dikelompokan sebagai berikut:

1 Lulus Diploma atau Perguruan Tinggi skor 5

2 Lulus SMA skor 4

3 Lulus SMP skor 3

4 Lulus SD skor 2

(59)

3. Modal Usaha

Modal usaha yaitu sejumlah nilai pokok yang dimiliki dan digunakan

oleh perusahaan (pedagang kaki lima) untuk membiayai kegiatan usaha

dagangnya setiap hari, baik berupa total nilai uang, barang dagangan

maupun peralatan yang dapat dihitung dalam satuan rupiah yang

dikelompokkan sebagai berikut:

a. > Rp3.000.000 skor 5

b. Rp2.250.001 – Rp3.000.000 skor 4

c. Rp1.500.001 – Rp2.250.000 skor 3

d. Rp750.001 – Rp1500.000 skor 2

e. < Rp 750.000 skor 1

4. Pengalaman berwirausaha

Pengalaman menurut Kamus Bahasa Indonesia dapat diartikan apa

yang sudah dialami. Sedangkan berwirausaha adalah orang yang mampu

mengoptimalkan potensi ekonomis yang ada pada dirinya atau di

sekitarnya dengan resiko yang moderat dan mampu mengembangkan

dengan mandiri serta mampu mengelola usahanya tersebut mulai dari

perencanaan, operasi, kontrol menjadi bisnis yang disadari pembuatan

keputusan bisnis yang tepat sesuai dengan perkembangan pasar.

Pengalaman berwirausaha dikelompokkan sebagai berikut:

a. > 20 tahun skor 5

b. 15,1 s/d 20 tahun skor 4

(60)

d. 5,1 s/d 10 tahun skor 2

e. < 5 tahun skor 1

G. Uji Instrumen Penelitian

1. Pengujian Validitas kuesioner

Suatu alat ukur dikatakan valid atau sahih apabila suatu alat

pengukur tersebut dapat mengukur apa yang ingin diukur dengan tepat

atau teliti. Pengujian kevalidan alat ukur dapat menggunakan metode

analisis butir dengan menguji apakah item telah mengungkapkan faktor

atau indikator yang ingin diselidiki.

a. Tekhnik Pengujian Validitas

Arikunto (1996:170) menyatakan perhitungan korelasi product

moment dari Karl Pearson dengan rumus

( )( )

( )

{

2 2

}

{

2

( )

2

}

,

y y N x x N y x xy N Rxy ∑ − ∑ ∑ − ∑ ∑ ∑ − ∑ = Dengan:

ƒ N = total responden

ƒ

y = nilai dari total butir jawaban responden ƒ

x = nilai dari item atau jawaban responden

besarnya nilai koefisien r didasarkan pada taraf signifikansi 5%.

Apabila nilai r lebih besar dari nilai r tabel mka item tersebut

dinyatakan valid. Sebaliknya jika nilai r kurang dari r tabel maka item

(61)

b. Hasil Uji Validitas

Syarat suatu instrumen penelitian adalah harus dapat diukur derajat

ketepatan tentang isi atau arti sebenarnya dari apa yang diukur

(validitas) dan taraf kepercayaan yang ditujukan oleh instrumen

(reliabilitas).

Untuk mengukur tingkat validitasnya digunakan korelasi product

moment Coefficient of Correlation. Dalam penelitian ini, uji validitas

dilakukan dengan bantuan SPSS for Windows versi 12.00. Dalam

menentukan butir instrumen valid atau tidak, r tabel terlebih dahulu

dibandingkan dengan r hitung. Apabila r hitung > r tabel maka butir

pertanyaan dinyatakan valid dan sebaliknya apabila r hitung < r tabel

maka butir instrumen tersebut dinyatakan tidak valid. Dari hasil

perhitungan dk = n – 2 dan α = 0.05 ( dk = 50 – 2 = 48, α = 0.05 )

diperoleh r tabel sebesar 0,187.

Berdasarkan uji tingkat validitas butir pada variabel persepsi

pedagang kaki lima tentang konsep Bussines Entity dapat dilihat pada

tabel III.I di bawah ini:

Tabel III.3

Rangkuman Uji Validitas untuk Persepsi Pedagang Kaki Lima tentang konsep Business Entity

No Butir r tabel r hitung Kesimpulan

1 0.187 0.290 valid

(62)

3 0.187 0.462 valid

4 0.187 0.582 valid

5 0.187 0.759 valid

6 0.187 0.647 valid

7 0.187 0.697 valid

8 0.187 0.585 valid

9 0.187 0.401 valid

10 0.187 0.741 valid

11 0.187 0.733 valid

12 0.187 - 0.037 Tidak valid

13 0.187 0.462 valid

14 0.187 0.339 valid

15 0.187 0.324 valid

16 0.187 0.620 valid

17 0.187 0.574 valid

18 0.187 0.368 valid

19 0.187 0.447 valid <

Gambar

Gambar kerangka berfikir:
Tabel III.3
Tabel III.4
Tabel Batas Skala Perhitungan PAP II
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahaya radiasi Ultraviolet-B di tempat kerja yang dihasilkan oleh proses pengelasan merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan dan

Maka diperlukan adanya inovasi untuk mengukuhkan kembali peran perpustakaan YPI PIP melalui inovasi yang berorientasi pada kebangkitan perpustakaan ini, diantaranya

Pada bagian ini terdiri dari 16 birama dan masih menggunakan pola ritme bass drum dan snare drum yang sama dengan bagian sebelumnya.. Pola modulasi ritme ride cymbal

(1) Tujuan umum penerapan sistem kredit di Universitas Airlangga adalah agar dapat lebih memenuhi tuntutan pembangunan, karena di dalam

Penelitian Dwi DH (2013) menunjukkan bahwa kadar gula darah tidak mempengaruhi lingkar lengan atas seseorang dan penelitian Rosdiana D (2015) yang juga menemukan

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada materi Persiapan Kemerdekaan Dan Perumusan Dasar Negara kelas V di MI Darul Ulum Rejosari terdiri dari dua

Masyarakat desa mulyoharjo tegal salah satunya sudah mulai membuka usaha dalam bentuk sebuah pabrik yang memproduksi makanan ringan berupa nuget, stik, bakso

Jika tidak semua tamu merokok maka lantai rumah tidak bersih D.. Jika lantai rumah bersih maka semua tamu tidak