• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pedoman Media Siber

Dalam dokumen Internet Media Sosial dan Perubahan Sosi (Halaman 117-122)

Syamsul Arifin Pendahuluan

NETIKET MEDIA SIBER Panduan untuk Media Sosial

2. Pedoman Media Siber

Beberapa hal penting untuk diperhatian sebagai pedoman didalam komunikasi dunia siber yang dibuat dewan pers dan komunitas pers di Jakarta pada 3 Februari 2012.

Media siber memiliki karakter khusus sehingga memerlukan pedoman agar pengelolaannya dapat dilaksanakan secara profesional, memenuhi fungsi, hak, dan kewajibannya sesuai Undang Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Dewan Pers dan Masyarakat menyusun Pedoman Pemberitaaan Media Siber sebagai berikut:

Ruang Lingkup

Media siber adalah segala bentuk media yang menggunakan wahana internet dan melaksanakan kegiatan jurnalistik, serta memenuhi persyaratan undang undang pers dan standar perusahaan pers yang ditetapkan dewan pers. Isi buatan pengguna (user generated content) adalah segala isi yang dibuat dan atau dipublikasikan oleh pengguna media siber antara lain artikel, gambar, komentar, suara, video, dan berbagai bentuk unggahan yang melekat pada media siber seperti blog, forum, komentar pembaca atau pemirsa dan bentuk lain.

Verifikasi dan Keberimbangan Berita

1) Pada prinsipnya setiap berita harus melalui verifikasi 2) Berita yang dapat merugikan pihak lain memerlukan verifikasi pada berita yang sama untuk memenuhi prinsip akurasi dan keberimbangan 3) Ketentuan

diatas dikecualikan dengan syarat a) berita benar benar mengandung kepentingan publik yang bersifat mendesak b) sumber berita yang pertama yaitu sumber yang jelas disebutkan identitasnya, kredibel dan kompeten c) subyek berita yang harus dikonfimasi tidak di ketahui keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancara d) media memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa berita itu masih memerlukan verifikasi lebih lanjut yang diupayakan dalam waktu secepatnya. Penjelasan dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama didalam kurung dan menggunakan huruf miring. 3) setelah memuat berita sesuai dengan nomor 2 media wajib meneruskan upaya verifikasi, dan setelah verifikasi didapatkan, hasil verifikasi dicantumkan pada berita pemutakhiran (update) dengan tautan pada berita yang belum terverifikasi.

Isi buatan pengguna (user generated content).

1) media siber wajib mencantumkan syarat dan ketentuan mengenai isi buatan pengguna yang tidak bertentangan dengan undang-undang no.40 tahun 1999 tentang pers dan kode etik jurnalistik yang ditempatkan secar a terang dan jelas.

2) media siber mewajibkan setiap pengguna untuk melakukan registrasi keanggotaan dan melakukan proses log in terlebih dahulu untuk dapat memublikasikan semua bentuk isi buatan pengguna. Ketentuan mengenai login akan diatur lebih lanjut.

3) Dalam registrasi tersebut, media siber mewajibkan pengguna memberi persetujuan tertulis bahwa isi buatan pengguna yang dipublikasikan:

a) tidak memuat isi bohong, fitnah, sadeis, dan cabul.

b) tidak memuat isi yang mengandung prasangka dan kebencian terkait dengan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta menganjurkan tindakan kekerasan.

c) tidak memuat isi diskriminatif atas dasar perbedaan jenis kelamin dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa, atau cacat jasmani.

d) media siber memiliki kewenangan mutlak untuk mengedit atau menghapus isi buatan pengguna yang bertentangan dengan butir (3). Media siber wajib menyediakan mekanisme pengaduan isi buatan pengguna yang dinilai melangar ketentuan pada butir (3). Mekanisme ini harus disediakan ditempat yang mudah dapat diakses pengguna.

e) media siber wajib menyunting, menghapus, dan melakukan tindakan koreksi setiap isi buatan pengguna yang dilaporkan dan melanggar ketentuan butir (3), sesegera mungkin secara proporsional selambat-lambatnya 2 x 24 jam setelah pengaduan diterima.

f) media siber yang telah memenuhi ketentuan pada butir (1), (2), (3), dan (6) tidak dibebani tangung jawab atas masalah yang ditimbulkan akibat pemuatan isi yang melanggar ketentuan pada butir (3).

g) media siber bertanggung jawab atas isi buatan pengguna yang dilaporkan bila tidak mengambil tindakan koreksi setelah batas waktu sebagaimana tersebut pada butir (6).

Ralat, Koreksi dan Hak Jawab

1. Ralat, koreksi, dan hak jawab mengacu pada Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan pedoman Hak Jawab yang ditetapkan Dewan Pers.

2. Ralat, koreksi, dan/atau hak jawab wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab.

3. Di setiap berita ralat, koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan waktu pemuatan ralat, koreksi, dan/atau hak jawab tersebut. 4. Bila suatu berita media siber tertentu disebarluaskan media

siber lain, maka: a) tanggug jawab media siber pembuat berita terbatas pada berita yang dipublikasin di media siber tersebut atau media siber yang berada di bawah otoritas teknisnya. b) koreksi berita yang dilakukan oleh suatu media siber dan juga harus dilakukan oleh media siber lain yang mengutip berita dari media siber yang dikoreksi itu. c) media yang menyebarluaskan berita dari suatu media siber dan tidak melakukan koreksi atas berita sesuai yang dilakukan oleh media siber pemilik dan/atau pembuat berita tersebut, bertanggung jawab penuh atas semua akibat hukum dari berita yang tidak dikoreksinya itu. d) sesuai dengan Undang-Undang Pers, media siber yang tidak melayani hak jawab dapat dijatuhi sanksi hukum pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pencabutan Berita

1. Berita yang sudah dipublikasikan tidak dapat dicabut karena alasan penyensoran dari pihak luar redaksi, kecuali terkait masalah sara, kesusilan, masa depan anak, pengalaman

traumatik korban atau berdasarkan pertimbangan khusus lain yang ditetapkan Dewan Pers.

2. Media siber lain wajib mengikuti pencabutan kutipan khusus lain yang telah dicabut.

3. Pencabutan berita wajib disertai dengan alasan pencabutan dan diumumkan kepada publik.

Iklan

1. Media siber wajib membedakan dengan tegas antara produk berita dan iklan.

2. Setiap berita/artikel/isi yang merupakan iklan dan/atau isi berbayar wajib mencantumkan keterangan ‘advertorial’, ‘iklan’, ‘ads’. ‘sponsored’, atau kata lain yang menjelaskan bahwa berita/artikel/isi itu iklan.

Hak Cipta

Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pencantuman Pedoman

Media siber wajib mencantumkan pedoman pemberitaan media secara terang dan jelas dimedianya.

Sengketa

Penilaian akhir atas sengketa mengenai pelaksanaan pedomean pemberitaan media siber diselesaikan oleh dewan pers.

Media juga dituntut untuk memiliki tanggungjawab didalam membuat ketentuan terkait denga akses dan juga perjanjian menyangkut hak dan kewajiban dari pengguna. Media sebagai institusi sosial. Netiket menurut Thurlow dalam Nasrullah (2016:182) merupakan sebuah konvensi atas norma norma yang secara filosofi digunakan sebagai panduan bagi aturan atau standar dalam proses komunikasi di internet atau merupakan etika berinternet sekaligus perilaku sosial yang berlaku di media online.

Kendati aturan dan netiket telah ada, karena sifat internet yang terbuka maka tetap saja ada peluang terhadap pelanggaran dan perbuatan yang kontraproduktif. (Nasrullah,2016). Apalagi media sosial juga semakin mengkaburkan antara ruang privasi dan runag publik yang kemudian membuat permasalahan baru di ruang publik. Media sosial

kini tak lagi menjadi sekadar sebagai medium, tetapi juga menjadi gaya hidup dari hubungan pengguna dan teknologi.

Netiket Media siber akan menjadi panduan kepada para pengguna memiliki kemampuan untuk memilah mana yang baik, mana yang buruk, mana yang penting, mana yang tidak penting, mana yang pantas dan mana yang tidak pantas. Semoga media siber semakin meneguhkan jatidiri kita sebagai mahluk sosial dan membangun peradaban ruang publik yang manusiawi.

Referensi.

Ida, Rachmah (2016), Etika Komunikasi di Era Konvergensi Media, Orasi ilmiah Stikosa AWS Surabaya

Nasrullah, Rulli (2014), Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia), Jakarta: Prenada Media.

Nasrullah, Rulli (2016), Media Sosial Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi, Jakarta: Prenada Media.

Lukman Aldiansyah Alief

Bagi saya, menduniakan Madura tidak harus dengan membentuk Madura sebagai Provinsi. Tidak juga membentuk Madura sebagai sebuah negara seperti yang terjadi pada tahun 1948. Membangun Madura, cukup dimulai dengan hal-hal kecil. Seperti menyebarkan berita positif tentang Madura, hingga meredam stigma negatif Madura yang terdengar hingga seluruh negeri. Syukur-syukur jika bisa dihilangkan.

Stigma negatif yang dimiliki oleh madura sudah tentu sulit untuk dirubah. Ditambah jika pemimpin daerah di dalamnya tidak punya inisiasi untuk merubah, hanya sekedar berkuasa dan menjalankan roda pemerintahan. Perjuangan akan terasa lebih berat. Namun bukan berarti tak bisa dirubah, bahkan banyak yang menginginkan perubahan. Mereka bergerak, meski akhirnya hilang dimakan oleh waktu.

Saya pun demikian, punya keinginan untuk merubah Madura, khususnya Bangkalan yang merupakan tempat dimana saya lahir. Tempat tumbuh dan bermain dengan orang-orang yang berbahasa Madura. Ayah saya seorang Madura asli dan Ibu saya Jawa. Perbedaan kehidupan di wilayah keduanya kadang menyadarkan saya, bahwa Madura cukup kasar dalam berbahasa. Cukup membuat saya sejenak skeptis. Hingga akhirnya saya sadar, ada karakteristik unik yang ada pada diri seorang Madura.

Madura sangatlah populer. Siapa tak kenal Madura yang namanya kini dibuat sebagai salah satu seri dari mobil Ferrari. Disetiap sudut negeri ini pasti dapat kita lihat orang Madura. Entah itu orang Madura negeri (Madura Pulau) atau Madura Swasta (yang berasal dari daerah tapal kuda, seperti Situbondo, Probolinggo, dll.). Orang Madura pun bahkan “Diekspor” keluar negeri, mulai dari Malaysia hingga negeri- negeri semenanjung Arab. Pekerjaannya bermacam-macam, mulai tenaga kerja, menjadi penjual sate, pegawai kantor swasta ataupun sebagai Menteri di era pemerintahaan Joko Widodo saat ini. Hingga mucul anekdot “Dimana bumi dipijak, disitu ada orang Madura).

Dalam dokumen Internet Media Sosial dan Perubahan Sosi (Halaman 117-122)