• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 30. Jerami dan Enceng Gondok

sebagai material potensial untuk pembuatan pupuk organik

Peralatan yang digunakan dalam pengolahan gulma antara lain adalah: 1) Peralatan manual

a) sekop, cangkul atau garpu; b) ayakan / saringan;

c) parang atau sabit ember; d) gembor;

e) sarung tangan, masker dan sepatu bot; f) timbangan;

g) termometer; h) pH-meter. 2) Mesin pencacah

Salah satu faktor yang menentukan kualitas kompos Eceng Gondok yang dihasilkan, adalah tingkat kehalusan pencacahan Eceng

Gondok dan bahan baku lainnya. Semakin halus bahan-bahan sebelum dikomposkan, kualitas kompos yang dihasilkan cenderung semakin baik.

Pencacahan dapat dilakukan misalnya dengan mesin pemotong rumput gajah, mesin penggiling, atau modifikasi keduanya. Pada umumnya mesin pencacah memiliki 3 bagian yaitu:

a) motor penggerak (mesin diesel berkekuatan 8 PK, 10 PK dan seterusnya tergantung jumlah dan kapasitas penggilingan); b) bagian pencacah/penggiling yang terdiri dari leher/as roda, dan

komponen yang bergerak yaitu pisau-pisau;

c) bagian transmisi berupa sabuk (karet) yang dipasang dengan ketegangan tertentu, tidak terlalu kendor maupun terlalu kencang. Ada pula yang berupa gigi atau batang kaku.

Gambar 31. Contoh mesin pencacah dan penggiling

Keterangan: (a) mesin pencacah, (b) mesin pencacah, (c) pisau-pisau pencacah, (d) proses pencacahan, (e) hasil pencacahan (Dok: HM, 2006).

Mesin ini harus dioperasikan sesuai petunjuk pengoperasian yang diinformasikan pada saat membeli atau dalam manual alat, serta harus dirawat bagian-bagiannya sehingga pisau-pisaunya tidak tumpul, mesin tidak berkarat dan macet, sehingga dapat digunakan untuk waktu yang lama.

3) Bak pengomposan

Agar mendapatkan hasil pupuk organik yang baik, bak pengomposan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) memiliki kapasitas volume, dan lingkungan yang diinginkan; b) terletak di tempat yang memungkinkan diterimanya sinar

matahari sehingga tercapai suhu pengomposan yang diperlukan, dan tertutup dari curah hujan;

c) bak pengomposan dapat berupa lubang yang digali di tanah, bak dari kayu atau bambu, bekas drum, bak dinding beton, ataupun bak pengomposan plastik yang telah dijual di pasaran.

d e

b c

Gambar 32.

Contoh (a) bak pengomposan dari bambu, dengan satu sisi yang dapat dibuka/ tutup dan (b) Contoh desain bak pengomposan dari beton, dengan sekat kayu yang dapat dibuka/tutup.

Gambar 33.

Berbagai macam teknologi penghalus dan pengayak pupuk organik yang matang.

Teknik pembuatan media tanam dari enceng gondok: a. Proses pengomposan:

1) pengomposan adalah suatu usaha pengolahan bahan organik secara biologi menjadi produk yang bersifat higienis dan humik, dapat memperbaiki struktur tanah dan memberikan zat makanan bagi tanaman. Pengomposan merupakan gabungan dari proses fisik, kimia dan enzimologi yang terjadi selama degradasi bahan organik dengan kondisi yang optimal. (d) (b) (e) (a) (b) (a)

karena mudah dan murah untuk dilakukan serta tidak memerlukan kontrol proses yang sulit. Pengomposan secara aerobik membutuhkan mikroba aerob untuk mendegradasi bahan organik, sementara pengomposan anaerobik membutuhkan mikroba anaerobik.

b. Perubahan fisik:

1) selama proses pengomposan terjadi perubahan fisik dan kimia dari bahan yang dikomposkan. Perubahan warnaterjadi di akhir pengomposan warna berubah menyerupai warna tanah.

2) perubahan suhu.Perubahan suhu merupakan parameter bagi tingkat kegiatan perombakan bahan organik oleh mikroorganisme. Jika proses pengomposan terjadi dengan baik, suhu akan naik pada awal pengomposan kemudian turun. Pada akhir pengomposan suhu sedikit di atas suhu udara.

3) penyusutan volume dan pengurangan bobot. Penyusutan volume dan pengurangan bobot yang terjadi selama proses pengomposan disebabkan adanya proses pencernaan oleh mikroorganisme. Selama proses ini bahan organik diuraikan menjadi unsur-unsur yang dapat diserap oleh mikroorganisme tersebut.

4) perubahan bau (kompos yang sudah matang tidak berbau, atau hampir berbau sama dengan tanah/humus).

5) perubahan struktur kompos (struktur kompos biasanya lepas, tidak lengket dan tidak menggumpal).

c. Persiapan bahan dan penetapan formula:

Pemilihan dan penetapan formula bahan baku pupuk organik sangat penting untuk memenuhi kriteria persyaratan terjadinya proses pengomposan yang ideal.

Dalam hal pemilihan bahan baku untuk eceng gondok, jerami dan kotoran ternak harus diperhatikan ukuran, kelembaban dan pembandingan bahan baku. Untuk memenuhi persyaratan ukuran yang ideal, eceng gondok dan jerami dapat dicacah dengan mesin pencacah. Sedangkan untuk kotoran ternak dapat disesuaikan dengan potensi daerah, misalnya kotoran ayam, sapi, kambing, kerbau atau guano (burung).

Dalam hal penentuan formula bahan baku dapat dipilih beberapa alternatif antara lain:

a. ecenggondok: kotoran ternak = 70%:30 % (dalam berat). b. ecenggondok: jerami: kotoran ternak = 35% : 35% : 30%

(dalam berat).

c. sebagai pengaktif mikroorganisme dapat digunakan EM4 atau produk sejenis lainnya yang mudah diperoleh di pasaran.

d. Pengemasan:

Pengemasan pupuk organik biasanya dilakukan untuk keperluan komersial,dan atau jika akan disimpan. Pengemasan pupuk organik untuk keperluan komersial dimaksudkan agar memudahkan bongkar muat, menjaga kualitas pupuk, dan membuat tampilan pupuk lebih menarik.

6. Penangkap endapan (jebakan sedimen) vegetatif; dan

Penangkap endapan (jebakan sedimen) bermanfaat untuk menanggulangi atau mengurangi sedimentasi sungai, dengan menghambat sedimen hasil proses erosi masuk ke badan sungai. Penerapan jebakan sedimen ini adalah untuk mencegat atau menahan/menangkap sedimen yang berbentuk partikel tanah yang terbawa oleh aliran permukaan. Penangkapan sedimen ini secara tidak langsung mengendalikan kualitas fisik air sungai dan sedimentasi sungai.

Jebakan atau penangkap sedimen vegetatif mengupayakan sedimen yang terangkut oleh air limpasan ditangkap pada suatu wadah tertentu dengan konstruksi bahan yang bisa tumbuh dan bersifat lokal. Konstruksi yang ramah lingkungan dan bersifat local mudah diaplikasikan dan dapat diupayakan pengendalian aliran sedimen masuk ke badan sungai. Sedimen hasil jebakan ini juga dapat dikembalikan kembali ke lahan pertanian.

7. Pencegah longsor ramah lingkungan

Tebing sungai yang merupakan bagian dari sempadan sungai, merupakan komponen ekosistem sungai yang sangat penting dan perlu di jaga kelestariannya. Dalam rangka pengelolaan dan penanganan permasalahan tebing sungai ada 2 (dua) pendekatan yang dapat dilakukan, yaitu melalui konsep sipil teknis (salah satunya melalui penurapan sungai) serta konsep eko-hidraulik sungai yang lebih pro-lingkungan.

Gambar 34.

Konsep penanganan bantaran sungai melalui sipil teknis penurapan versus konsep eko-hidraulik

Gambar 35.

Penggunaan tebing turap versus konstruksi eko-hidraulik

Dokumen terkait