• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pekerjaan Lapis Tambahan (Overlay)

Dalam dokumen BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. (Halaman 22-31)

Pekerjaan lapis tambahan (overlay) merupakan salah satu bentuk pemeliharaan perkerasan lentur yang dimana bertujuan untuk perbaikan perkerasan aspal. Perbaikan perkerasan aspal mencangkup beberapa kegiatan perbaikan diantaranya penutupan retakan, perawatan permukaan, penambalan permukaan, dan lapis tambahan (overlay).

Menurut Hardiyatmo (2015), Lapisan tambahan (overlay) dengan campuran aspal panas pada perkerasan lentur dibagi menjadi dua lapis tambahan diantaranya

1. Lapisan tambahan struktural.

2. Lapisan tambahan fungsional.

Lapisan tambahan struktural merupakan salah satu bentuk pekerjaan/perawatan perkerasan jalan yang mengalami kerusakan. cara perbaikan dengan menggunakan adanya perbaikan dengan lapis tambahan struktural guna memperoleh kapasitas daya dukung perkerasan jalan yang cukup tinggi, tentu hal ini sangat dibutuhkan dalam menahan beban yang semakin bertambah yang disebabkan oleh meningkatnya volume lalu-lintas atau bertambahnay beban yang dihasilakn dari gandar kendaraan.

Lapisan tambahan fungsional. merupakan bentuk perkerjaan/perawatan perkerasan jalan yang mengalami kerusakan, cara perbaikan perkerasan dengan menggunakan lapis tambahan fungsional. dilakukan jika kapasitas atau daya tampung struktural jalan masih cukup untuk melayani beban dari kendaraan, tetapi kondisi perkerasan yang ada menjadi kasar dan tidak teratur atau permukaan perkerasan yang ada telah mengalami kerusakan. Hal terpenting sebelum adanya pekerjaan lapisan tambahan adalah memperbaiki kerusakan utama yang terjadi pada perkerasan.

Menurut Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur (2002), tahapan dalam perencanaan perbaikan jalan meggunakan teknik lapisan tambaahan jalan (Overlay) diatarnya:

1. Menghitung lalu lintas harian rata – rata (LHR)

Dalam mencari nilai lalu lintas harian rata – rata (LHR) dapat diperoleh dengan adanya survei langsung di lokasi penelitian, dimana untuk setiap kendaraan dikategorikan menurut jenis kendaraan dan beban kendaraan dengan satuan (Kend/hari/2 lajur)

2. Mencari nilai koefisien kekuatan relatif (a) untuk setiap jenis perkerasan yang ditentukan dengan menggunakan Tabel 2.6. dan menggunakan alat FWD untuk mengukur kuatnya struktur perkerasan jalan lama atau existing pavement dengan mengacu pada Tabel 2.7.

Tabel 2.6. Koefisien Kekuatan Relatif (a) . Koefisien kekautan relative Kekuatan bahan.

Bahan yang digunakan Batu pecah kelas A Batu pecah kelas B Batu pecah kelas C Sirtu/pitrun kelas A Sirtu/pitrun kelas B Sirtu/pitrun kelas C Tanah/tekstur lempung kapasiran Sumber : Sukirman 1999

Tabel 2.7. koefisien Kekuatan Relatif (a) .

BAHAN. KONDISI PERMUKAAN.

Koefisi

Terdapat sedikit atau tidak sama sekali kerusakan retak buaya atau hanya Terdapat retak melintang yang memiliki tingkat keparahan yang rendah

<10% terdapat kerusakan retak buaya yang memiliki tingakt keparahan yang rendah

<5% terdapat kerusakan ratak melintang yang memiliki tingkat keparahan yang sedang dan cukup tinggi

>10% terdapat kerusakan retak kulit buaya yang memiliki tingkat keparahan yang rendah

<10% terdapat kerusakan kulit buaya yang memiliki tingkat keparahan yang rendah dan/atau 5-10% terdapat kerusakan retak melintang yang memiliki tingkat keparahan yang sedang dan cukup tinggi

>10% terdapat kerusakan retak kulit buaya yang memiliki tingkat kerusakan dan/atau

<10% terdapat keruskan retak kulit buaya yang memiliki tingkar keparahan yang cukup tinggi dan/atau

>10% terdapat kerusakan retak yang memiliki tingakr keparahan yang sedang dan tinggi

>10% terdapat kerusakan retak kulit buaya yang memiliki tingkat keparahan yang tinggi dan/atau

>10% terdapat kerusakan retak melintang yang memiliki tingakt keparahan yang tinggi

Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau hanya

terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah

<10% terdapat kerusakan retak kulit buaya yang memiliki tingkat keparahan yang rendah dan/atau

<5%terdapat kerusakan retak melintang yang memiliki tingkat keparahan yang tinggi

>10% terdapat kerusakan retak kulit buaya yang memiliki tingkat keparahan yang rendah dan/atau

<10% terdapat kerusakan retak kulit buaya yang memiliki tingkat keparahan yang sedang dan/atau

>5-10% terdapat kerusakan retak melintang yang memiliki tingkat keparahan yang sedang dan tinggi

>10% terdapat kerusakan retak kulit buaya yang memiliki tingkat keparahan yang sedang dan/atau

<10% terdapat kerusakan retak kulit buaya yang memiliki tingkat keparahan yang tinggi dan/atau

>10% terdapat kerusakan retak melintang yang memiliki tingkat keparahan yang tinggi

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau

>10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi

0.20 –

Lapis

Tidak ditemukan adanya pumping, degradation, or contamination by fines.

Terdapat pumping, degradation, or contamination by fines

0.10 – 0.14.

0.00 – 0.10.

Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah 2002.

3. Tebal Lapisan Lama

Pada umumnya sebuah struktur jalan khususnya perkerasan lentur terdiri dari berbagai lapisan diantaranya, lapisan pondasi bagian bawah. atau subbase, lapisan pondasi atas atau base course, dan lapisan permukaan jalan atau surface course. Untuk memperoleh nilai dari tebal lapis jalan lama didaptkan dari dinas terkait.

4. Indeks tebal lapis perkerasan ada (ITPada).

Untuk dapat memperoleh nilai dari suatu indeks tebal lapis perkerasan jalan, harus dilakukannya pengalian antara masing-masing tebal lapisan jalan dengan koefisien kekuatan relatif.

5. Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan (E)

Menentukan suatu nilai ekivalen beban gandar sumbu kendaraan merujuk pada tabel perencanaan tebal perkerasan lentur 2002.. Tabel yang digunakan ini berlaku hanya untuk roda ganda sedangkan untuk roda tunggal harus melihat karakteristik beban yang berlaku, yang dimana dapat menggunakan rumus diawah ini :

Angka Ekivalen = ( 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝐾𝑁

53 𝐾𝑁 )4...(2.6.) 6. Lalu – lintas pada lajur rencana (W18)

Nilai dari lalu-lintas pada lajur rencana bisa dengan angka kumulatif dari beban gandar standar. Rumus dibawah ini digunakan untuk mengetahui nilai lalu lintas pada lajur rencana

W18 = DD x DL x ŵ18 ...(2.7.)

Diketahui :

W18 = Beban gandar standar kumulatif untuk dua arah yang berbeda DD = Faktor distribusi arah = 0,5 mengacu pada PT T-01-2002-B DL = Faktor distribusi lajur, bisa dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8. Faktor Distribusi lajur (DL)

Jumlah lajur per arah.

% beban gandar standar dalam lajur rencana.

1 100.

2. 80 – 100.

3. 60 – 80.

4. 50 – 75.

Sumber: Departemen pemukiman dan prasarana wilayah, 2002

Dari berbagai hasil penelitian yang ada mengatakan bahwa rentang nilai DD antara 0,3 hingga 0,7 yang bergantung pada arah mana yang berat dan arah mana yang kosong. Tetapi nilai DD umumnya yang sering di pakai adalah 0,5

Yang menjadi acuan lalu lintas dimana akan dipakai untuk merencanakan tebal pada perkerasan lentur adalah lalu-lintas komulatif selama umur rencana. Besaran yang ada didapatkan dari pengalian dari beban gandar standar kumulatif pada jalur rencana selama setahun (W18) dengan besaran kenaikan lalu lintas, yang munculkan secara numerik pada rumus dibawah ini :

W18 = W18 pertahun x (1+𝑔)𝑔𝑛−1 ...(2.8.) Diketahui :

W18 = Jumlah beban gandar tunggal satndar komulatif W18/tahun = Beban komulatif gandar stadar dalam setahun n. = Umur pelayanan jalan (thn)

g. = Perkembangan lalu lintas (%)

7. Modulus Resilien. (MR)

Yang dimaksud dengan Modulus Resilien. adalah tolak ukur tanah dasar dimana biasanya dipakai dalam tahapan perencanaan, modulus resilien (MR) pada tanah dasar dapat diperkirakan dari nilai CBR atau juga dapat di perkirakan dari hasil tes soil indeks. Pada tanah berbutir halus menggunakan korelasi antara Modulus Resilien dengan nilai CBR (Heukelom dan Klomp) yang menggunakan nilai CBR terendah 10 atau lebih kecil dari 10. Berikut dinyatakan dalam rumus dibawah ini : MR (psi) = 1.500 x CBR ...(2.9.)

8. Reliabilitas.(R)

Dalam lingkup pemahaman tentang reliabilitas, pada proses perencanaan kita dapat mengikut sertakan derajat kepastian. yang bertujuan untuk menjamin berbagai macam perencanaan alternatif yang akan bertahan salam selang waktu yang sudah direncanakan. atau yang dimaksud dengan umur rencana. Dalam merencanakan reliabilitas harus memperhitungkan kemungkinan berbagai macam perkiraan dalam lalu-lintas (w18) dan juga memperkirakan kinerja lalu lintas (W18) dimana akan menghasilkan tingkat reliabilitas, dalam artian setiap segmen perkerasan jalan nantinya akan bertahan selama waktu yang sudah direncanakan terlebih dahulu.

Dalam memilih tingkat reliabilitas yang lebih tinggi, harus ada peninjauan terhadap banyaknya kendaraan yang lewat dan kerusakan, yang bertujuan mengalihkan aktifitas lalu-lintas. Untuk memperlihatkan rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam – macam klasifikasi jalan ada pada Tabel 2.9. dalam tanda kutip bahwa lebih tinggi tingkat reliabilitas menandakan bahwa jalan tersebut merupakan paling sering di fungsikan melayani lalu lintas-lintas, dan tingkat yang paling rendah adalah 50% yang menandakan bahwa jalan termasuk jalan lokal.

Tabel 2.9. Rekomendasi Tingkat Reliabilitas untuk berbagai macam jenis klasifikasi jalan

Klasifikasi Jalan. Rekomendasi tingkat reliabilita.

Perkotaan. Antar Kota.

Bebas Hambatan. 85 – 99,9. 80 – 99,9.

Jalan Arteri. 80 – 99. 75 – 95.

Jalan Kolektor. . 80 – 95. 75 – 95.

Jalan Lokal. 50 – 80. 50 – 80.

Sumber : Departemen Perukiman dan Prasana Wilayah, 2002

9. Deviasi Standar (So)

Dalam memilih nilai dari Deviasi Standar (So) harus menyesuaikan dengan kondisi yang ada.Nilai Deviasi Standar (So) berkisar antara 0.40 sampai dengan 0.50.

10. Indeks Permukaan (IP)

Indeks Permukaan (IP) merupakan salah satu nilai yang menyatakan tentang ketidak seimbangan nilai dan kuatnya perkerasan jalan berkaitan dengan tingkat pelayanan terhadap aktifitas lalu-lintas yang ada. Nilai IP sendiri bervariasi yang dimana menandakan tentang kekuatan dari perkerasan jalan, diantaranya sebagai berikut:

IP = 2,5. : menandakan bahwa kondisi jalan yang ada bisa dikatakan cukup baik dan masih stabil

IP = 2,0. : menandakan bahwa rendahnya tingkat pelayanan untuk jalan yang dikatakan masih dalam kondisi baik

IP = 1,5. : menandakan bahwa rendahnya tingkat pelayanan untuk jalan yang masih memungkinkan untuk jalan yang tidak terputus

IP = 1,0. : menandakan bahwa kondisi jpada permukaan jalan mengalami kerusakan parah yang dimana mengakibatkan tidak nyaman kendaraan dalam berlalu-lintas

Untuk menentukan nilai IP pada akhir umur rencana, harus adanya pertimbangan faktor-faktor untuk klasifikasi fungsional suatu jalan, seperti digambarkan dalam Tabel 2.10.

Tabel 2.10 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPT)

Sumber: Departemen perukiman dan prasana wilayah, 2002.

Indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0), nilai yang akan dipakai pada IP0

dibagi sesuai jenis lapis permukaan perkerasan yang ada, seperti digambarkan pada Tabel 2.11 dibawah ini :

Tabel 2.11 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana (IP0) .

Jenis Lapisan Perkerasan I P Sumber : Departemen Perukiman dan Prasana Wilayah, 2002

11. Indeks tebal perkerasann perlu (ITPperlu)

Dalam memperoleh suatu nilai indeks tebal perkerasan perlu, dapat diperoleh dengan Nomorgram yang diperlihatkan pada Gambar 2.1.

Sumber : Departemen perukiman dan prasana wilayah, 2002. Klasifikasi Jalan

Lokal. Kolektor. Arteri. Bebas hambatan.

1,0–1,5

Dalam dokumen BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. (Halaman 22-31)

Dokumen terkait