• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kegiatan magang yang dilakukan mencakup aspek teknis dan aspek manajerial. Aspek teknis meliputi kegiatan Tunas pokok (pruning), pemanenan, pengendalian hama dan penyakit, pemupukan, pengendalian gulma (manual dan kimiawi), pemeliharaan sarana dan prasarana.

Pelaksanaan kerja di Kebun Buatan, PT Inti Indosawit Subur secara umum dilaksanakan selama 6 hari kerja dalam seminggu. Waktu hari kerja dalam sehari rata-rata selama 7 jam yang dimulai pada pukul 07.00 sampai dengan 11.30 WIB, istirahat selama setengah jam (11.30 sampai dengan 12.00 WIB), lalu dilanjutkan bekerja selama dua jam dari pukul 12.00 sampai dengan 13.30 WIB. Penulis diwajibkan mengikuti muster morning (apel pagi) yang dimulai pukul 05.30 WIB bersama Asisten, mandor dan krani, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan apel sore hari di kantor Afdeling pada pukul 16.00 sampai dengan 18.00 WIB untuk melaksanakan kegiatan administrasi dan perencanaan kegiatan yang akan dilakukan untuk esok hari.

Aspek Teknis

Tunas Pokok

Penunasan pada tanaman menghasilkan (TM) adalah pemotongan pelepah dengan memperhitungkan jumlah pelepah yang dipertahankan. Tunas pokok adalah pekerjaan yang mengandung dua aspek yang saling bertolak belakang yakni mempertahankan jumlah pelepah yang masih produktif dan dilain pihak harus memotong pelepah untuk mempermudah pekerjaan potong buah, memperkecil losses (berondolan tersangkut di ketiak pelepah) dan memelihara

12

sanitasi tanaman sehingga menciptakqan lingkungan yang bersih. Jumlah optimal yang dipertahankan pada tanaman muda adalah 48 - 56 pelepah. PT Inti Indosawit Subur mempunyai kebijakan penunasan progresif (progressive pruning), yaitu penunasan yang dilakukan secara bersamaan dengan panen, jadi pokok yang ditunas adalah pokok yang ada buah matangnya. Kelebihan dari sistem tunas progresif ini adalah ancak akan semakin rapi karena ancak pasti akan dimasuki setiap satu rotasi panen selain itu tunasan ini juga meminimalkan kebutuhan supervisor. Kekurangan dari sistem tunasan ini adalah membutuhkan tenaga pemanen yang banyak, sebab apabila tenaga pemanen kurang dan rotasi panen tinggi maka progressive pruning tidak dapat dilakukan dengan baik. Untuk mengatasi hal ini maka pihak manajemen membentuk suatu tim pekerja yang khusus untuk melakukan penunasan. Rotasi penunasan yang dilakukan adalah 9 bulan untuk pelaksanaan hal ini dapat disesuaikan dengan kondisi tanaman di lapangan.

Pelepah yang terlalu banyak ditunas juga tidak baik karena hal ini akan menyebabkan over pruning yaitu terbuangnya sejumlah pelepah produktif secara berlebihan yang akan mengakibatkan penurunan produksi. Penurunan produksi ini terjadi karena berkurangnya areal fotosintesis dan menyebabkab peningkatan gugurnya bunga betina, penurunan seks ratio (peningkatan bunga jantan) dan penurunan BJR. Under pruning juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap produksi, karena unsur hara digunakan untuk pelepah yang berlebih dan mengganggu proses panen. Jumlah pelepah yang dipertahankan berdasarkan umur tanaman disajikan dalam Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah pelepah yang dipertahankan berdasarkan umur tanaman Umur Tanaman (Tahun) Kebijakan Jumlah Pelepah / Spriral Songgo < 3

Pemotongan pelepah tidak diperbolehkan. Prioritas untuk permulaan panen dengan cara memotong pelepah tua dan kering

- -

4 – 7 Dipertahankan 48 – 56 pelepah 6 – 7 3 8 – 14 Dipertahankan 40 – 48 pelepah 5 – 6 2

> 15 Minimum dipertahankan 32 pelepah 4 1

Sumber : Agricultural Policy Manual Asian Agri (2010)

Di Kebun Buatan PT Inti Indosawit Subur terdapat beberapa instruksi kerja dalam melakukan pekerjaan penunasan yaitu :

1 Pelepah dipotong mepet ke batang dengan bidang tebasan berbentuk tapak kuda.

2 Selama menunas semua epifit pada batang tanaman dibersihkan dengan mencabut menggunakan tangan dan “digebyok” dengan batang pelepah pada bagian yang lebih tinggi.

3 Pokok yang pertumbuhannya kurang bagus atau kuning karena defisiensi hara harus ditunas lebih hati hati, cukup membuang daun keringnya saja.

4 Pokok yang telah dipastikan abnormal tidak perlu ditunas karena pada akhirnya akan di thinning out.

13 Pemanenan

Panen merupakan pekerjaan terpenting pada perkebunan kelapa sawit, alasannya adalah karena panen merupakan tujuan akhir dari proses membangun perkebunan, karena hasil yang didapat dari proses panen adalah uang yang bermanfaaat untuk mendukung kelangsungan perusahaan kedepannya. Sebagai contoh apabila panen di suatu perusahaan tidak berjalan dengan baik dan terdapat banyak pelanggaran yang terjadi maka akan menyebabkan perusahaan merugi. Di Kebun Buatan, PT Inti Indosawit Subur terdapat Standard Operating Procedure

panen atau yang dikenal dengan istilah Sapta Potong Buah, yaitu: 1). Buah matang dipotong semua, 2). Buah mentah tidak ada, 3). Berondolan dikutip semuanya, 4). Buah disusun rapi dan cangkem kodok, 5). Pelepah disusun rapi di gawangan mati, 6). Pelepah sengkleh tidak ada, dan 7). Administrasi diisi dengan teliti dan tepat waktu.

Mutasi masa panen. Sebelum dapat dipanen, mutasi dari Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) menjadi Tanaman Menghasilkan (TM) merupakan suatu masa yang sangat perlu mendapatkan perhatian baik dari lamanya maupun dari persiapan yang harus dilakukan. Kedua aspek tersebut sangat perlu diperhatikan dalam rangka mencapai keuntungan per Ha yang cepat dalam artian mempersingkat masa TBM. Dengan memperhatikan genetik tanaman, kultur teknis, dan pemeliharaan yang semakin maju maka masa TBM dapat dipersingkat menjadi kurang dari tiga puluh bulan. Syarat-syarat mutasi dari TBM menjadi TM adalah, umur rata-rata tanaman telah mencapai tiga puluh bulan ataupun kurang dari itu, kerapatan panen besar dari 20%, dan berat janjang rata-rata besar dari tiga kilogram.

Persiapan panen. Hal-hal yang perlu dilakukan sebelum mulai panen pada saat tanaman menghasilkan adalah kastrasi, memotong tunas pasir, sanitasi kebun, pembuatan pasar pikul, pembuatan TPH dengan ukuran 3 x 4m2 untuk tiga pasar pikul dapat ditampung oleh satu TPH yang mencakup 100 - 110 tanaman, dan yang paling penting adalah mempersiapkan karyawan dan peralatan pemanen.

Kriteria panen. Kriteria mutu buah yang digunakan sesuai dengan tingkat kematangannya, klasifikasi mutu buah dibedakan menjadi lima kategori, yaitu :

1. Buah Mentah (Unripe)

Adalah buah yang membrondol kurang dari satu brondolan per kg janjang 2. Buah Masak (Ripe)

Adalah janjang yang warnanya kemerahan dan membrondol paling sedikit satu brondolan per kg janjang dan paling banyak 30%

3. Buah Terlalu Masak (Over-Ripe)

Adalah janjang yang membrondol lebih dari 30% hingga maksimum 75% 4. Janjang Kosong (Empty Bunch)

Adalah janjang buah membrondol lebih dari 90% hingga membrondol seluruhnya.

5. Buah Abnormal (Abnormal Bunch)

Adalah janjang buah yang gagal berkembang menjadi buah masak normal, antara lain : buah parthenokarpi, buah batu, dan buah sakit.

14

Buah matang didasarkan pada jumlah berondolan yang lepas secara alami dari janjang panen. Buah dapat dipanen jika untuk tiap 1 kg berat janjang terdapat satu brondolan yang lepas alami di piringan, tidak termasuk untuk brondolan yang terlepas karena terkena penyakit. Misalkan, jika BJR dalam suatu blok adalah 10 kg maka kriteria matang panen di blok tersebut adalah apabila terdapat sepuluh brondolan di piringan pokok, apabila hanya ada sembilan brondolan masih dikatakan mentah.

Taksasi panen. Kegiatan taksasi dilakukan minimal sehari sebelum dilaksanakannya pemanenan pada areal yang akan di panen. Tujuan dari taksasi ini adalah untuk mengetahui banyaknya janjang yang akan dipanen pada hari tersebut, untuk menentukan jumlah tenaga pemanen yang diperlukan dan kebutuhan transportasi untuk pengangkutan buah. Taksasi panen dilakukan oleh mandor panen pada 400 pokok sampel yang dipilih secara acak pada lahan yang akan dipanen atau minimal 10% dari luas lahan yang akan dipanen. Selain itu di PT Inti Indosawit Subur dilakukan juga sensus BBC (Black Bunch Census) setiap enam bulan sekali yang bertujuan untuk mengetahui produksi dalam enam bulan mendatang, sensus BBC ini dilakukan setiap akhir bulan Juni dan akhir bulan Desember.

Rotasi panen. Merupakan salah satu faktor penting yang menentukan di lapangan untuk mendapatkan produksi per ha yang tinggi, biaya per kg yang rendah serta kadar ALB yang rendah. Pada saat buah normal, rotasi panen harus dijaga tujuh hari namun jika kerapatan panen rendah rotasi dapat diperpanjang menjadi sepuluh hari. Jika rotasi panen terlalu cepat akan mendorong buah yang tidak matang dipanen karena jumlah buah matang telah menurun dan juga akan meningkatkan biaya panen tetapi output pemanen akan menurun akibat tidak ada buah. Sebaliknya, jika terlalu lama akan menyebabkan buah matang tinggal di pohon dan menyebabkan buah terlalu matang sehingga brondolan semakin banyak dan akan mengakibatkan waktu pemanen terpakai untuk mengutip brondolan. Pada PT Inti Indosawit Subur rotasi panen yang standar dilakukan adalah 6/7 artinya kegiatan pemanen dilaksanakan dalam satu minggu untuk tiap afdeling. Namun pada saat kerapatan buah sangat rendah (low crop) rotasi panen dapat diperpanjang maksimal 10 hari.

Sistem panen. Untuk memudahkan pemanenan, dalam satu blok dibagi menjadi enam seksi yaitu A, B, C, D, E, dan F sehingga rotasi panen bervariasi antara 3,5 – 4,5 kali. Maksud dari pembagian seksi ini agar satu seksi selesai dipanen dalam satu hari, mempermudah pemanen untuk pindah ancak, juga mempermudah kontrol dan transport buah dengan harapan output pemanen dapat lebih tinggi lagi. Penetapan seksi panen ditentukan berdasarkan perhitungan produksi masing-masing blok. Jumlah tenaga pemanen buah per mandoran antara 18 – 20 orang. Jumlah mandor panen per afdeling maksimal tiga orang dengan krani buah tiga orang. Hal ini dilakukan dengan tujuan memperkecil biaya tak langsung. Sistem pengancakan menggunakan ancak giring tetap per mandoran yang terdiri dari 2 – 4 baris tanaman per pemanen. Kelebihan dari sistem ancak ini adalah jumlah tenaga kerja dapat diatur sesuai kebutuhan ataupun kondisi kematangan buah, output mandor dan karyawan dapat dipacu dengan pengancakan yang memperhatikan kekuatan masing-masing karyawan, diharapkan mandor aktif melakukan pengawasan dan antara sesama mandor dapat bersaing secara sehat. Disamping itu sistem ini juga memiliki kekurangan yaitu

15 tanggung jawab karyawan terhadap ancaknya masih relatih kecil dan adanya pelanggaran masih sulit dideteksi apabila kontrol tidak dilakukan dengan ketat.

Kegiatan panen dimulai dimulai dengan apel pagi antara mandor buah dengan para pemanen. Pada saat apel pagi mandor membagi ancak pemanen berdasarkan hasil taksasi yang telah di lakukannya pada sore hari sebelumnya. Setelah itu pemanen menuju ke lokasi panen yang telah ditentukan. Alat yang digunakan untuk panen adalah egrek, kampak, gancu, angkong, dan goni. Sebelum buah dipotong, terlebih dahulu pelepah yang berlebihan harus dibuang atau yang biasa disebut dengan “progressive pruning”. Kemudian buah dipotong dan diusahakan agar buah dan pelepah dipotong rapat ke batang untuk menghindari berondolan tersangkut di pelepah sisa. Setelah itu pelepah yang telah dipotong disusun rapi di gawangan mati. Buah yang telah dipotong diangkut dan dikumpulkan di TPH terdekat dengan disusun rapi. Brondolan dikutip seluruhnya dan diangkut ke TPH. Untuk tangkai buah yang masih panjang akan dipotong membentuk huruf V atau yang dikenal dengan istilah “cangkem kodok”. Kemudian diberi kode nomor pemanen pada tangkai buah. Kehilangan (losses) pada panen kelapa sawit cukup tinggi. Sumber kehilangan pada saat panen adalah, berondolan yang tidak dikutip oleh pemanen. buah mentah yang ikut terpanen, buah masak yang tidak terpanen, brondolan atau buah dicuri, buah masak yang tertinggal di piringan, dan buah busuk.

Pembagian seksi panen. Sebagai contoh Afdeling V Kebun Buatan dengan luas areal TM 883 ha dengan produksi sebesar 26.45 ton/ha/tahun dan rotasi/tahun sebesar 48, maka untuk menghitung hasil panen harian dan pembagian area tersebut dalam enam seksi dapat dihitung dengan cara perhitungan di bawah. Hasil perhitungan tersebut dapat digunakan untuk menduga produksi harian dan menentukan kebutuhan pemanen. Berikut perhitungannya.

Penetapan luas area produksi per seksi per rotasi (ha/seksi/rotasi)

 Luas rata – rata per seksi (A) :

=

 Luas rata – rata hari jumat (5 jam kerja) (B) :  Koefesien penambah luas area (C) :

 Luas rata- rata seksi hari biasa (7 jam kerja) : 147.2 ha + 7 ha = 154.2 ha

 Luas seksi hari jumat ( 5 jam kerja ) : 105 ha + 7 ha = 112 ha Penetapan rencana produksi per seksi per rotasi ( ton/ha/seksi/rotasi)

 Produksi rata – rata / Rotasi :

ton/ha/seksi/rotasi

 Produksi perseksi hari biasa (7 jam kerja) : 0.55 154 ha = 84.7 ton

 Hari jumat 5 jam kerja) : 0.55 112 ha = 61.6 ton

Luas areal seksi yang diperoleh dalam perhitungan tidak sama dengan luas areal aktual yang telah ditetapkan, perbandingannya dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Perbandingan luas areal seksi

Seksi A B C D E F Total

P 154.2 154.2 154.2 154.2 112.0 154.2 883.0 A 167.0 162.0 141.0 133.0 132.0 148.0 883.0

Sumber : Kantor Afdeling V Kebun Buatan

P : Luas areal hitung (tanpa memperhitungkan faktor lain) A : Luas areal aktual

16

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat perbedaan antara luas areal yang ditetapkan tanpa mempertimbangkan faktor lain dengan luas areal aktual. Faktor-faktor yang menjadi bahan pertimbangan adalah bentuk blok, topografi blok, posisi blok terhadap blok yang lain, dan lain-lain.

Dapat diperkirakan hasil panen per seksi pada hari biasa sebesar 84.7 ton. Jika berat janjang rata-rata 25 kg maka dalam panen per seksi per hari ada sekitar 3 388 janjang. Dengan kemampuan rata-rata pemanen memanen 80 Janjang per hari maka dibutuhkan lebih kurang 42 tenaga pemanen untuk memanen satu seksi dalam sehari. Untuk memperkecil biaya tidak langsung, jumlah pemanen dapat diperkecil dengan menaikkan output pemanen baik dengan cara menaikkan basis panen per hari ataupun dengan menggunakan tenaga pemanen yang lebih terampil.

Basis, premi, dan denda panen. Basis panen adalah banyaknya jumlah tandan yang harus dipanen oleh pemanen dalam satu hari kerja, sedangkan premi adalah upah yang diberikan untuk pemanen yang melebihi basis borong. Besar basis dan premi panen ditentukan oleh umur tanaman, kondisi topografi, dan berat janjang rata-rata pada areal tersebut. Denda adalah potongan terhadap pemanen yang melanggar kriteria panen yang telah diberlakukan oleh perusahaan, denda berupa pemotongan terhadap upah pemanen dengan besar denda yang berbeda-beda tiap kesalahan. Jenis denda dan kesalahan dalam pelaksanaan potong buah disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Jenis kesalahan dan denda pada pelaksanaan potong buah

Jenis Kesalahan (pelanggaran) Denda

Potong buah mentah Rp. 5 000/jjg

Gagang panjang tidak dipotong rapat Rp. 1 000/jjg Buah masak tinggal di pokok/tidak

dipanen Rp. 5 000/jjg

Buah mentah diperam di ancak Rp. 5 000/jjg

Buah mentah tinggal di

piringan/diancak/parit Rp. 5 000/jjg

Buah matahari / berondolan dipotong

Gagang Rp. 1 000/jjg

Berondolan tidak dikutip bersih Rp. 3 000/jjg Pelepah tidak disusun rapi di

gawangan Rp. 1 000/jjg

Pelepah sengkleh Rp. 1 000/jjg

Tidak siap borong Denda di per-7 (dipotong jam kerja)

3x berturut-turut diberi peringatan Sumber : Agricultural Policy Manual Asian Agri (2010)

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit tanaman pada hakikatnya adalah mengendalikan suatu kehidupan. Oleh karena itu, konsep pengendaliannya dimulai dari pengenalan dan pemahaman terhadap siklus hidup hama atau penyakit itu sendiri. Pegetahuan terhadap setiap bagian dan yang dianggap paling lemah dari seluruh mata rantai siklus hidupnya sangat berguna dalam pengambilan keputusan pengendalian yang efektif

17 Ulat Api. Serangan hama ulat api dan ulat kantong atau disebut ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS) telah banyak menimbulkan masalah yang berkepanjangan dengan terjadinya eksplosi dari waktu ke waktu. Akibat serangan tersebut dapat menyebabkan kehilangan daun (defoliasi) pada tanaman yang berdampak langsung terhadap penurunan produksi. Sistem pemantauan rutin sangat membantu pelaksanaan kebijakan pengendalian hama terpadu. Kejadian ledakan hama ulat api dan ulat kantong tidak tejadi secara tiba-tiba melainkan bisa diduga dengan sistem pengamatan yang baik. Semakin cepat diketahui gejala kenaikan jumlah populasi hama, akan semakin mudah pula untuk dikendalikan dan luas areal yang terserang akan lebih terbatas. Tindakan pengamatan yang rutin juga membantu dalam melaksanakan kebijaksanaan pengendalian hama yang terpadu. Sehingga akhirnya dapat dijaga berkurangnya musuh alami dan mewujudkan keseimbangan alami yang lebih serasi

Sensus Ulat Api. Sistem sensus meliputi deteksi dan penghitungan hama pada titik sensus. Skema dalam penentuan titik sensus (TS) adalah titik sensus pada seluruh titik sensus dimulai dari pokok keempat di tepi jalan kemudian setiap 10 pokok yakni TS 14, TS 24, TS 34, dan seterusnya, bila setelah TS terakhir masih tersisa > 4 pokok maka ditambahkan satu TS pada pokok terakhir, setiap TS terdiri dari tiga pokok yaitu pokok TS ditambahkan dua pokok disampingnya, agar tidak terjadi “over prunning” akibat pemotongan pelepah karena sensus setiap bulan, maka TS dapat digeser maju atau mundur 1 – 2 tanaman. Tenaga kerja yang melakukan sensus ulat terdiri atas dua tim, yang masing-masing tim terdiri atas tiga orang yaitu satu laki-laki sebagai penunas dan dua perempuan sebagai pencatat jenis hama ulat api yang terlihat dan satunya lagi sebagai penyusun pelepah ke gawangan mati. Pengamatan yang dilakukan dicatat yang meliputi jumlah hama pemakan daun dan jenis hamanya. Pada baris keempat pokok keempat (TS4), tim sensus harus memulai menghitung hama pemakan daun. Penghitungan hama pemakan daun hanya pada satu pelepah contoh pada setiap pokok dari tiga pokok dengan ketentuan pelepah yang menunjukkan gejala serangan baru dan pelepah yang memiliki populasi hama tertinggi. Sensus ulat api dilaksanakan setiap akhir bulan tanggal 20.

Pengendalian. Apabila semua blok telah selesai disensus maka Asisten Afdeling dan mantri hama dan penyakit langsung merekapitulasi dan menganalisis data hasil pengamatan. Data tersebut menjadi acuan apakah serangan ulat api sudah diambang populasi kritis atau tidak. Ambang populasi kritis diartikan sebagai rata-rata populasi larva sehat per pelepah. Ambang kritis untuk ulat api adalah lima ekor per pelapah. Jenis ulat api yang sasaran utama untuk penanggulangan adalah Setora nitens dan Thosea asigna yang menyerang pelepah muda dan Derna therna yang menyerang pelepah tua. Pengendalian ulat api dilakukan dengan pengasapan menggunakan Polydor dicampur solar. Pengendalian dilaksanakan oleh anggota laki-laki yang menjadi tim sensus, satu kap mengandung 4.6 liter solar dicampur 0.4 liter Polydor, umumnya satu hari diperlukan lima kap untuk 5 ha lahan pengendalian ulat api. Waktu yang paling tepat melakukan pengasapan adalah pada saat pagi atau sore hari pada saat matahari tidak sedang terik, pada kenyataannya di lapang, pengasapan di lakukan pada malam hari. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi penguapan sehingga pengasapan akan lebih efektif.

18

Sensus TO (Thinning Out). Merupakan kegiatan untuk mendata dan menandai tanaman yang akan di bongkar. Tanaman kelapa sawit yang akan di TO adalah tanaman dengan bunga jantan yang dominan, tanaman yang mati karena tersambar petir, dan tanaman yang tidak produktif lagi. Pada kegiatan ini juga dilaksanakan pendataan jumlah tanaman yang ada di areal tersebut sebagai acuan untuk TPP (tempat peletakkan pupuk) yang akan digunakan untuk menentukan jumlah untilan tiap TPP. Dalam satu afdeling terdapat 2 - 3 tim sensus dengan prestasi kerja 5 - 7 ha/HK. Setiap tim terdiri dari tiga petugas yaitu Petugas A (sebagai penghitung dan pencatat jumlah pokok), Petugas B (sebagai pembuat nomor dan pembawa cat) dan petugas pembuat administrasi lapangan (Petugas C). Bahan dan alat yang harus dipersiapkan dalam pekerjaan sensus, yaitu: triplek (hard cover), ballpoint, formulir sensus, kuas, parang/sendok (alat pengerok), dan cat warna merah dan warna putih.

Teknis pelaksanaannya adalah sebagai berikut, petugas berjalan di pasar rintis pada setiap TPP yang ada pada blok yang akan disensus dan arah berjalan menurut arah barisan. Petugas A menyensus dua baris pokok (baris 1 dan 2) dan secara bersamaan petugas B membersihkan/”mengerok” pelepah pokok terluar yang ada pada barisan tersebut sebagai tempat pencatatan hasil sensus. Petugas A menyensus seluruh pokok dalam barisan tersebut dan memberitahukan jumlah pokok normal/hidup dan pokok mati atau kosong ke petugas B, lalu Petugas B berjalan secepatnya menuju pokok paling ujung, kemudian pelepah dibersihkan/dikerok dan ditulis jumlah pokok hasil sensus dan jumlah untilan dalam TPP tersebut.

Pemupukan

Prinsip utama dalam aplikasi penaburan pupuk di perkebunan kelapa sawit adalah bahwa setiap pokok harus menerima tiap jenis pupuk sesuai dosis yang telah direkomendasikan oleh bagian riset untuk mencapai produktivitas tanaman yang menjadi tujuan akhir dari bisnis perkebunan. Biaya pemupukan sangat signifikan karena mencapai 60% dari total biaya pemeliharaan, oleh karena itu ketepatan/ketelitian aplikasi adalah sesuatu yang sangat mutlak untuk dilakukan. Efektifitas dan efisiensi pemupukan ditentukan oleh enam faktor sebagai berikut, jenis pupuk, dosis aplikasi, penyimpanan pupuk, waktu aplikasi, cara aplikasi, tempat diaplikasikan. Selain enam faktor tersebut, kualitas pemupukan mempunyai peranan penting dalam menentukan keberhasilan pemupukan. Kualitas pemupukan dibagi menjadi dua hal yaitu kualitas penaburan pupuk di lapangan yang berkaitan dengan pengolahan dan organisasi kerja pelaksanaan pemupukan di lapangan dan administrasinya dan kualitas pupuk yang ditentukan oleh jumlah/besarnya kandungan unsur hara utama didalam pupuk tersebut dan kadar airnya.

Pemupukan di PT Inti Indosawit Subur dilakukan berdasarkan hasil analisis daun (Leaf Sampling Unit) dan analisis tanah yang dilaksanakan sekali dalam satu tahun. Analisis tersebut dilakukan oleh bagian Research and Development (R&D) dari perusahaan. PT Inti Indosawit Subur menggunakan dua jenis pupuk, yaitu pupuk organik dan anorganik. Pemupukan organik dilakukan dengan menggunakan limbah berupa janjangan kosong, Decanter Solid (DS), abu janjang,

19 dan Palm Oil Mill Effluent (POME)/Land Application (LA), sementara pemupukan anorganik menggunakan pupuk tunggal (Dolomite, ZA, MOP (Muriate of Potash), RP (Rock Phospate), dan Borax. Dalam satu hektar tanaman kelapa sawit pada umur 8 – 10 tahun untuk mecapai pertumbuhan dan produksi

Dokumen terkait