• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Teknis Pengendalian Gulma

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat dan kondisi yang tidak diinginkan. Gulma dapat menjadi pesaing bagi tanaman sehingga keberadaannya dapat menyebabkan kerugian. Kerugian tersebut terjadi karena dalam pertumbuhannya, gulma bersaing dengan tanaman kelapa sawit dalam memperebutkan unsur hara, ruang, air dan cahaya. Keberadaan gulma harus dikendalikan sehingga tetap berada di bawah batas ambang ekonomi. Pahan (2006) menyatakan bahwa pengendalian gulma harus memperhatikan konsep ambang ekonomi yaitu ketika kerugian yang ditimbulkan oleh gulma lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk pengendaliannya.

Kebun SAH memiliki beberapa jenis gulma dominan yang tergolong dalam jenis rumputan, jenis paku-pakuan dan jenis daun lebar. Jenis rumput-rumputan yang dominan seperti Centotheca lappacea, Cynodon dactylon, Axonopus sp. dan Eleusine indica. Jenis paku-pakuan yang dominan seperti Neprolephis biserata, Stenochlaena palustris, Diterus arida, dan Gleichenia linearis, namun gulma Neprolephis biserata juga menjadi inang alternatif untuk mengendalikan hama ulat api (Setora nitens). Jenis daun lebar yang dominan seperti Asystasia intrusa, Ageratum conyzoides, Borreria latifolia, Clidemia hirta, dan Melastoma malabathricum.

Pengendalian gulma di Kebun SAH dilakukan dengan dua cara yaitu secara manual dan kimia. Pengendalian gulma secara manual dibagi atas beberapa jenis pekerjaan yaitu garuk piringan, babat gawangan, babat bahu jalan dan dongkel anak kayu. Pengendalian gulma secara kimia dilakukan dengan menggunakan alat semprot controlled droplet application atau di pasaran lebih dikenal dengan nama micron herby sprayer (MHS) dengan sistem aplikasi cairan volume rendah (ultra low volume) (Gambar 1).

Herbisida yang digunakan untuk penyemprotan gulma di piringan dan pasar pikul adalah herbisida purna tumbuh sistemik dengan bahan aktif Isopropil Amina Glyfosat. Dosis yang digunakan untuk aplikasi semprot herbisida menggunakan alat

Gambar 1 Kegiatan pengendalian gulma menggunakan micron herby sprayer

MHS adalah 400 ml ha-1. Sebelum diaplikasikan, dilakukan pencampuran dengan perbandingan 1:1. Pencampuran larutan herbisida dengan air bertujuan untuk menghindari agar larutan tersebut tidak dapat dijual lagi. Selain itu, ditambahkan juga metafuron (Methil Metsulfuron) dengan dosis 20 g ha-1. Campuran tersebut kemudian dilarutkan lagi pada 6 200 ml air dan menghasilkan 7 liter larutan untuk luasan semprot 1 ha serta waktu yang dibutuhkan untuk melakukan aplikasi yaitu 40 menit ha-1.

Dosis glifosat dan metafuron dalam satu tangki MHS mempunyai rincian untuk masing-masing penggunaan di piringan dan pasar pikul. Piringan disemprot menggunakan dosis 250 ml ha-1 glifosat dan 12.5 g ha-1 metafuron sedangkan pada pasar pikul disemprot menggunakan dosis 150 ml ha-1 glifosat dan 7.5 g ha-1. Penyemprotan gulma di piringan dan pasar pikul dengan menggunakan MHS dilakukan oleh tenaga kerja borongan atau SPKL yang terdiri dari 7 orang tenaga kerja dan 1 orang mandor. Penyemprotan dilakukan blok per blok untuk semua afdeling di Kebun SAH dengan standar kerja yang ditetapkan kebun sebesar 5 ha HK-1 dengan upah Rp 12 500 ha-1 atau Rp 8 000 ha-1 untuk semprot piringan dan Rp 4 500 ha-1 untuk semprot pasar pikul. Rotasi penyemprotan adalah tiga kali dalam satu tahun.

Kendala-kendala yang dihadapi pada alat MHS adalah tetesan air sering menyebabkan rusaknya sistem kelistrikan MHS dan metafuron sering menggumpal dan menghambat nozel sehingga larutan herbisida sulit keluar.

Leaf Sampling Unit (LSU)

Leaf sampling unit (LSU) merupakan sistem pengambilan daun di lapangan untuk mendukung kegiatan analisis unsur hara daun yang dilakukan di laboratorium. Analisis daun tersebut merupakan salah satu alat untuk mengetahui kebutuhan tanaman terhadap status unsur hara. Analisis daun yang akurat harus ditunjang dengan sistem LSU yang tepat, jujur, benar dan teliti. Hasil LSU dan analisis daun yang akurat akan memberikan rekomendasi pemupukan yang baik sesuai kebutuhan tanaman kelapa sawit untuk tahun yang akan datang. Pemupukan yang tepat dan sesuai akan memberikan unsur hara yang mampu memaksimalkan produksi tanaman kelapa sawit. Hal tersebut menjadikan pengetahuan tenaga pengamat dan sistem pengawasan yang benar mutlak diperlukan dalam LSU.

Kegiatan LSU harus dilaksanakan pada areal yang mempunyai kondisi yang relatif seragam dalam umur tanaman (tahun tanam), tipe tanah, tindakan agronomis, drainase, topografi dan bahan tanamnya. Pokok yang diambil daunnya sebagai sample harus memenuhi persyaratan. Ciri-ciri pokok yang tidak memenuhi syarat sebagai pokok contoh adalah:

a) Pokok yang terletak di pinggir jalan, rel kereta api, sungai, parit ataupun perumahan.

b) Pokok sisipan. c) Pokok kerdil. d) Pokok steril.

e) Pokok yang terserang hama dan penyakit. f) Pokok yang tumbuh miring ditanah datar. g) Pokok yang pelepah ke 17 tidak ada atau rusak. h) Pokok abnormal.

Jika pokok contoh terpilih tidak memenuhi syarat sebagai pokok contoh LSU maka dilakukan pemindahan pokok di depannya. Perhitungan untuk pokok selanjutnya tetap dihitung dari pokok yang asli tersebut.

Masing-masing blok diambil ± 30 pokok contoh. Pelaksanaan pengambilan contoh daun dilakukan dengan sistem “perhitungan tertentu” tergantung luasan blok, misalnya sistem 12 × 11, 12 × 10, 8 × 7 (baca: 12 (baris) × 11 (pokok) artinya barisan yang dipilih setiap 12 baris, dan sebagai pokok contoh diambil setiap 11 pokok). Titik awal pelaksanaan LSU dimulai dari arah Barat-Utara. Pokok pertama (permulaan hitungan) adalah pokok pada baris ke-3 dari arah Barat blok dan masuk pada pokok ke-5 dari pinggir blok atau dari arah Utara blok. Pohon kedua mengikuti baris ketiga tersebut setiap beberapa pokok tergantung sistem yang telah ditentukan. Misalnya sistem 12 × 11, pokok kedua adalah 11 pokok setelah pokok contoh pertama atau pohon ke-16 dari pinggir awal masuk. Pokok ketiga dan seterusnya mengikuti cara seperti perhitungan pokok kedua hingga menembus jalan atau batas blok. Perhitungan pokok masuk baris pengamatan kedua dan seterusnya dilanjutkan hitungannya dari pokok sample pada baris sebelumnya.

Pengambilan contoh daun dilakukan oleh dua orang tenaga kerja. Seorang pekerja memotong pelepah yang akan dijadikan contoh, sedangkan seorang lagi mengambil contoh daun dan mengidentifikasi pokok sehat, gejala defisiensi unsur hara (N, K, NK, Mg, Fe, B dan Cu), pokok sakit dan pokok dengan pelepah patah. Kegiatan pengambilan contoh daun dilakukan mulai pukul 07.00 hingga pukul 11.00 WIB dan apabila tidak memungkinkan maka dapat dilaksanakan hingga pukul 12.00 WIB. Pokok contoh harus diberi tanda yang jelas dan nomor urut untuk masing-masing LSU karena pokok yang sama akan dipakai untuk tahun berikutnya. Tanda pohon yang biasa digunakan adalah tanda panah ke atas ( ) sebagai tanda masuk. Tanda panah ke samping ( ) sebagai tanda perpindahan baris. Nomor pohon contoh ditulis angka, misal (15). Pelaksanaan LSU tidak boleh dilaksanakan pada hari hujan > 20 mm, jika CH < 20 mm maka pengambilan contoh daun dapat dilaksanakan setelah 1 jam hujan berhenti dengan syarat setelah titik hujan tidak terlihat dipermukaan daun yang diambil.

Prosedur pengambilan contoh daun yaitu dengan memotong pelepah ke-17 (pelepah sampel yang mewakili penentuan kandungan unsur hara tanaman), kemudian sampel daun diambil dari bagian tengah pelepah yaitu daun yang berada pada posisi peralihan dari sisi tebal pelepah ke sisi runcing pelepah yang ditandai dengan “ekor kadal” (Gambar 2).

Contoh daun yang diambil sebanyak 4 helai (2 helai sebelah kiri, 2 helai sebelah kanan) ke arah pangkal pelepah di dekat “ekor kadal”. Daun dibagi menjadi 3 bagian yaitu pangkal, tengah, dan ujung. Bagian tengah ± 15 cm diambil sebagai sampel. Helaian daun yang telah dipisahkan dengan lidinya dimasukkan ke dalam kantong plastik bersih dan diberi label. Sebelum daun diserahkan kepada petugas pengeringan daun, daun harus dibersihkan atau dilap dan dimasukkan kedalam plastik lagi beserta label dan form pendukung LSU.

Pemupukan Anorganik

Winarna et al. (2007) menyakatan bahwa perbaikan sifat fisik tanah dan tingkat kesuburan tanah dapat dilakukan antara lain dengan aplikasi bahan organik (janjang kosong dan limbah cair), penanaman tanaman kacangan penutup tanah, dan pemupukan yang berimbang. Pemupukan yang berimbang merupakan prinsip penggunaan pupuk anorganik. Pupuk anorganik digunakan secara berimbang agar tidak menimbulkan residu yang berbahaya untuk kelestarian lingkungan namun tetap dapat digunakan oleh tanaman secara optimal.

Prinsip pemupukan yang berimbang untuk aplikasi pupuk anorganik membuat kegiatan pemupukan tidak dapat dilaksanakan secara sembarangan. Pengelolaan sumber daya yang ada harus diatur sebaik mungkin. Kegiatan pemupukan diawali dengan perancanaan seperti menentukan jenis dan dosis pupuk yang akan diaplikasikan, waktu aplikasi pupuk, peralatan dan perlengkapan kerja yang digunakan, kebutuhan tenaga kerja, kesiapan lahan yang akan dipupuk, serta kelengkapan administrasi. Prinsip ini sering disebut prinsip 4 tepat (tepat jenis, tepat dosis, tepat waktu, dan tepat cara). Jenis dan dosis pupuk yang akan diaplikasikan merupakan hasil rekomendasi dari First Resources Research and Development. Rekomendasi tersebut berdasarkan hasil analisia kimia daun, status hara tanah, curah hujan dan evaluasi produksi.

Kegiatan pemupukan yang dipelajari dan dilaksanakan adalah kegiatan pemupukan Urea, Kiesrite dan Rock phosphat (RPH) untuk pemupukan dengan unsur hara makro serta infus akar (FeSO4) untuk pemupukan dengan unsur hara mikro. Pemupukan RPH dan Kiesrite dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sekali aplikasi, sedangkan pupuk Urea dilakukan dua kali selama satu tahun. RPH memiliki kandungan P2O5 sebesar 29-30% dan CaO sebesar 45%. Urea memiliki kandungan N sebesar 46%, sedangkan Kiesrite memiliki kandungan MgO sebesar 28% dan S sebesar 21%. Dosis pupuk yang digunakan di Kebun SAH adalah 1.75 kg RPH per pokok, 1.5 kg Urea per pokok dan 1.5 kg Kiesrite per pokok serta dikemas dalam sebuah karung. Pengemasan ini disebut penguntilan sedangkan karung yang berisi pupuk disebut untilan.

Penguntilan bertujuan untuk memudahkan tenaga pemupuk untuk melakukan tugasnya, pupuk yang diberikan agar tepat dosis dan menghindari pencurian dalam pembagian pupuk. Penguntilan dilaksanakan satu hari sebelum aplikasi pupuk dilaksanakan (Gambar 3). Sebelum pemupukan dilaksanakan untilan diambil dari gudang pupuk dan diecer di pasar koleksi blok tersebut. Tempat pengeceran tersebut dinamakan supply point. Setelah berada di supply point pupuk dilangsir ke dalam blok tersebut. Setiap untilan pupuk diatur untuk enam pokok sehingga dalam satu untilan berisi 10.5 kg RPH, 9 kg Urea dan 9 kg Kiesrite.

Pupuk yang telah berada di dalam blok tersebut akan ditabur oleh tenaga pemupuk dengan cara menaburkan di areal piringan sejauh 1−2 meter dari pokok tersebut. Penaburan pupuk harus menggunakan prinsip 3M (merata, melebar dan menipis) serta harus membentuk huruf U membelakangi gawangan mati (U-shape). Kegiatan pelangsiran, pengeceran dan penaburan pupuk terdiri dari 6−9 pekerja dengan standar kerja mencapai 8 ha per HK.

Aplikasi pupuk Urea, Kiesrite, dan Rock phosphat (RPH) ditabur berbentuk U-shape dengan tujuan untuk mendapatkan akar yang paling berpotensial untuk menyerang pupuk tersebut. Akar potensial atau akar aktif ini berada pada daerah yang jarang terdapat aktivitas manusia diatasnya. Penaburan berbentuk U-shape dimaksudkan untuk menghindari penaburan di pasar pikul. Pasar pikul merupakan daerah yang sangat sering terdapat aktivitas manusia diatasnya sehingga menyebabkan tanah sering terinjak dan akar tidak dapat berkembang dengan baik menjadi akar aktif. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pemupukan adalah cuaca hujan sehingga tidak dapat melakukan pemupukan, alat pelindung diri (APD) yang kurang lengkap seperti masker dan kacamata dan penguntilan pupuk yang kurang pas serta alat penabur pupuk (mangkok) yang tidak ada takarannya sehingga dosisnya menjadi tidak sesuai.

Infus akar adalah metode pemupukan anorganik yang bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan defisiensi unsur hara Fe pada tanaman kelapa sawit. Prinsip kerja yang digunakan dalam infus akar adalah mencari akar aktif tanaman kelapa sawit kemudian menambahkan bahan FeSO4 yang sudah dilarutkan dengan asam sitrat dan air sesuai dengan dosisnya pada akar tersebut. Pedoman pada pencampuran pupuk ini adalah 1 kg FeSO4 ditambahkan 0.066 kg asam sitrat dan 2.5 liter air akan menghasilkan 3 liter larutan pupuk.

Tanaman kelapa sawit yang mengalami defisiensi unsur hara Fe (Gambar 4) ditandai dengan ciri-ciri daun muda berwarna hijau kekuningan untuk defisiensi ringan dan akan terus menguning apabila tingkat defisinensi semakin berat kemudian patah dari pangkal pelepah daun muda tersebut. Tindakan dalam mengurangi defisiensi Fe diberikan larutan FeSO4 yang sudah dicampur dengan asam sitrat dan air dengan dosis 60 ml per pohon (20 g FeSO4) untuk defisiensi ringan, 120 ml per pokok (40 g FeSO4) untuk defisiensi sedang dan 180 ml per pohon (60 g FeSO4) untuk defisiensi berat. Alat dan bahan dalam yang digunakan dalam infus akar adalah dodos kecil, plastik, karet, dan larutan FeSO4.

Sebelum aplikasi infus akar, seorang pemupuk menuliskan terlebih dahulu kode status defisiensi di pokok tersebut.

1. Defisiensi kelas ringan = Fe R tanggal-bulan-tahun 2. Defisiensi kelas sedang = Fe S tanggal-bulan-tahun 3. Defisiensi kelas berat = Fe B tanggal-bulan-tahun

Akar aktif dicari menggunakan dodos kecil lalu akar aktif tersebut dibungkus dengan plastik dan ditambahkan larutan FeSO4 (Gambar 5). Plastik yang digunakan untuk aplikasi infus akar adalah plastik es lilin. Plastik tersebut mampu memudahkan kegiatan ini karena dalam satu plastik dapat menampung larutan sebanyak 60 ml. Jadi, dalam aplikasinya, tenaga pemupuk tidak perlu mengukur ulang volume larutan. Cara kerja yang digunakan yaitu apabila defisiensi Fe pokok dalam status ringan maka hanya perlu satu plastik es lilin, defisiensi sedang membutuhkan dua plastik dan defisiensi berat membutuhkan tiga plastik.

Tenaga kerja infus akar berstatus SPKL dan dipimpin oleh seorang mandor. Tenaga kerja ini menggunakan sistem upah sesuai status defisiensi pokok tersebut.

1. Defisiensi ringan = Rp. 700 per pokok 2. Defisiensi sedang = Rp. 800 per pokok 3. Defisiensi berat = Rp. 900 per pokok

Kendala dalam infus akar diantaranya adalah menemukan akar aktif, terutama tanaman kelapa sawit yang terletak di sebelah parit atau jalan yang tidak rata sehingga akar aktif sulit dicari. Kegiatan pemupukan merupakan kegiatan yang sangat berpengaruh terhadap kelestarian tanaman hingga administrasi perusahaan. Kegiatan ini hampir menyerap 40-60% biaya pengeluaran selama tanaman tersebut dibudidayakan.

Gambar 5 Kegiatan infus akar

Penunasan (Pruning)

Pekerjaan penunasan adalah pengelolaan jumlah pelepah (canopy management) di perkebunan kelapa sawit. Prinsip penunasan adalah satu sistem pengelolaan pelepah tanaman kelapa sawit sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kerugian terutama dalam memenuhi kebutuhan sinar matahari untuk tanaman dalam pelaksanaan panen dengan tetap mengacu pada prinsip dasar jumlah pelepah produktif yang masih harus dipertahankan sesuai ketentuan. Pelepah yang terdapat buah disebut juga dengan pelepah penyangga dan yang tidak terdapat buah disebut dengan pelepah kosong. Pelepah penyangga biasanya dipotong pada saat pelaksanaan panen (penunasan progresif) sedangkan pelepah kosong dilaksanakan pada saat penunasan (penunasan periodik). Penunasan juga dapat diartikan sebagai pekerjaan pemotongan dan pembuangan pelepah yang tidak bermanfaat terutama pelepah kosong.

Tujuan penunasan adalah untuk mempermudah pengamatan buah sehingga dapat memperlancar kegiatan panen, mengurangi kehilangan hasil karena tersangkutnya brondolan pada ketiak pelepah dan memperlancar proses penyerbukan alami. Pekerjaan penunasan juga sangat penting dilakukan dengan tujuan sanitasi (kebersihan) tanaman sehingga menciptakan lingkungan yang tidak sesuai bagi perkembangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Daun merupakan organ tanaman yang berfungsi sebagai tempat menguapnya air dari dalam tubuh tanaman ke udara bebas. Pekerjaan penunasan pada musim kemarau juga dapat berfungsi untuk menghindari penguapan yang berlebihan.

Jumlah pelepah yang dipertahankan di bawah buah terakhir yang belum dipanen disebut songgo. Sistem pengelolaan pelepah atau penunasan dibagi berdasarkan umur tanaman yaitu sistem songgo satu dan songgo dua. Songgo satu adalah sistem pengelolaan pelepah pada tanaman berumur > 8 tahun dengan cara mempertahankan satu pelepah dibawah tandan matang panen terbawah. Sistem ini akan mempertahankan jumlah pelepah diatas tanaman sebanyak 40−48 pelepah. Songgo dua adalah sistem pengelolaan pelepah pada tanaman berumur < 8 tahun dengan cara mempertahankan dua pelepah dibawah tandan. Pelepah yang diturunkan harus dipotong menjadi 2−3 bagian kemudian diletakkan di gawangan mati dan membentuk U-shape.

Pekerjaan penunasan menggunakan dua golongan tenaga kerja yaitu tenaga kerja harian dan tenaga kerja SPKL. Tenaga kerja harian adalah KHT yang pada hari itu mendapatkan intruksi kerja lain selain tugas pokok KHT. Tenaga kerja harian mendapatkan upah kerja penunasan tersebut sesuai upah basis dia sebagai KHT, sedangkan tenaga kerja SPKL mendapatkan upah sebesar Rp 1 000 per pokok.

Pemanenan

Inti pekerjaan panen adalah mengambil seluruh buah yang layak panen, mengumpulkannya ke TPH dan mengirimkan seluruhnya ke PKS pada hari yang sama dalam kondisi sesegar-segarnya dan sebersih-bersihnya secara efektif dan efisien. Manajemen First Resources Ltd. membuat sebuah pedoman untuk mengoptimalkan kinerja personil panen yang disebut “7 Disiplin Panen”. Isi dari “7 Disiplin Panen” adalah:

1. Buah matang dipotong semua, 2. Buah mentah 0%,

3. Brondolan dikutip semua, 4. Buah disusun rapi di TPH,

5. Pelepah disusun rapi di gawangan mati, 6. Tidak ada pelepah sengkleh dan

7. Administrasi diisi dengan teliti dan tepat waktu.

Persiapan panen. Persiapan panen yang baik akan menjamin tercapainya

target produksi dengan biaya panen seminimal mungkin. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam mempersiapkan pelaksanaan panen TBS kelapa sawit yaitu persiapan kondisi areal, penyediaan tenaga potong buah, pembagian seksi potong buah dan penyediaan alat-alat kerja (Pahan 2006). Persiapan panen di Afdeling I kebun SAH juga dilaksanakan setiap pagi pukul 06.00 WIB dalam acara apel pagi. Kegiatan apel pagi dipimpin langsung oleh seorang field assitant dan 2 orang mandor panen. Field assistant bertugas menyampaikan peraturan panen sesuai norma baku perusahaan, mengevaluasi kegiatan panen pada hari sebelumnya dan selalu mengingatkan mutu TBS yang akan dipanen. Mandor panen bertugas membagi hanca panen, mengisi daftar hadir pemanen dan mengatur hanca panen apabila ada karyawan yang tidak masuk kerja. Field assistant dan mandor senantiasa mengingatkan kepada anggota panen untuk memperhatikan “7 Disiplin Panen”. Apel pagi dimanfaatkan juga untuk memastikan karyawan menggunakan peralatan panen dalam kondisi baik dan menggunakan alat pelindung diri (APD) dengan lengkap.

Kriteria matang panen. Kriteria matang panen berpengaruh terhadap kadar

ekstrasi minyak dan kualitas minyak yang diolah serta merupakan syarat utama untuk menentukan TBS yang akan dipanen. Kriteria matang panen yang diterapkan di Kebun SAH dapat dilihat dari jumlah brondolan yang jatuh pada piringan (Tabel 3). Brondolan yang jatuh adalah brondolan yang jatuh secara alami, bukan karena hama penyakit.

Sistem panen. Sistem panen di SAH ada dua yaitu hanca giring tetap per

mandoran dan hanca tetap. Hanca giring tetap per mandoran adalah setiap pemanen mempunyai hanca panen yang tetap, apabila hanca panen dalam satu blok telah selesai dikerjakan maka pemanen pindah ke hanca panen pada blok berikutnya sesuai dengan nomor hanca yang telah ditentukan. Keuntungan sistem hanca ini adalah jika ada pemanen yang tidak masuk kerja dalam satu kemandoran maka pemanen lain dapat memasuki hanca pemanen yang tidak masuk kerja tersebut dengan perintah dari mandor sebelumnya.

Tabel 3 Kriteria matang panen Kebun SAH

Kriteria Jumlah brondolan

Mentah (Unripe) < 2 brondolan kg-1

Matang (Ripe) 2 brondolan kg

-1 hingga 75% brondolan permukaan telah lepas

Terlalu matang (Over ripe) > 75˗90% brondolan telah lepas Busuk atau janjangan kosong (Empty

bunch) > 90% brondolan telah lepas

Hanca tetap adalah hanca yang diberikan kepada pemanen untuk diselesaikan pada hari tersebut tanpa ada perpindahan dan akan dikerjakan terus menerus oleh pemanen yang sama pada setiap rotasi. Keuntungan menerapkan hanca tetap yaitu, hanca terjaga kondisi pohonnya, hanca terjaga kebersihannya, buah memungkinkan terpanen tuntas, bila terdapat kesalahan maka pelacakan akan mudah serta pemanen memiliki rasa tanggung jawab karena merasa memiliki hanca tersebut. Kekurangannya bila musim panen rendah, pemanen sulit mendapatkan basis panen sehingga tidak mendapatkan premi panen, buah akan terlambat diangkut ke pabrik karena pemanen mengumpulkan hasil ke TPH bila panen sudah selesai, serta kemungkinan buah muda dipanen tinggi. Kebun SAH menerapkan sistem hanca tetap untuk blok yang mempunyai tahun tanam muda yaitu 2002 dan 2004.

Rotasi panen. Rotasi panen merupakan jarak waktu antara panen terakhir

dengan panen berikutnya dalam satu seksi panen. Rotasi panen yang ditetapkan di Kebun SAH adalah rotasi 6/7 artinya dalam 7 hari ada 6 hari panen. Di Afdeling I Kebun SAH terdapat 25 blok yang dibagi menjadi 6 seksi panen atau disebut kaveld. Kaveld panen adalah luasan areal yang terdiri atas beberapa blok dan terbagi menjadi beberapa hanca dan harus dipanen dalam jangka waktu satu hari. Penggunaan rotasi 6/7 dimaksudkan untuk menjaga mutu buah agar sesuai dengan kriteria matang buah.

Angka Kerapatan Panen. Perhitungan angka kerapatan panen digunakan

untuk mengetahui taksasi produksi harian yang dihasilkan pada suatu blok kebun pada hari selanjutnya. Angka kerapatan panen persentase perbandingan antara jumlah tandan matang pada pokok yang dijadikan sampel dengan jumlah pokok sampel yang diamati.

AKP = Jumlah tandan matang sampel × 100% Jumlah pokok sampel

Perhitungan kemudian dilanjutkan dengan menghitung taksasi produksi

Dokumen terkait