• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas XI Agama di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan

1. Pelaksanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas XI Agama di

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pembahasan pada pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia kelas XI Agama di sekolah inklusif MAN Maguwoharjo ini, berdasarkan pada komponen pembelajaran. Komponen pembelajaran tersebut di antaranya (1) tujuan pembelajaran, (2) materi/bahan ajar, (3) metode pembelajaran, (4) media, (5) evaluasi pembelajaran.

38

a. Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran telah dirumuskan oleh guru sebelum pembelajaran melalui RPP. Tujuan pembelajaran tersebut disusun berdasarkan SK, KD, dan silabus yang telah ditentukan oleh pemerintah. Hal ini dilakukan guna mempermudah guru untuk memilih metode yang akan digunakan dalam mengajar. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dengan guru Bahasa Indonesia, tujuan pembelajaran yang dirumuskan oleh guru untuk siswa dibuat sama, baik itu untuk siswa difabel maupun siswa nondifabel. Terkait dengan hal tersebut, berikut merupakan penggalan transkrip wawancara dengan guru Bahasa Indonesia.

....

Peneliti : Bagaimana bapak merumuskan tujuan pembelajaran?

Narasumber : Biasanya bareng-bareng dalam forum MGMP tadi, kita melihat SK/KDnya dan silabusnya, terus nanti yang akan disampaikan apa.

Peneliti : Apakah ada perbedaan perumusan tujuan

pembelajaran antara siswa difabel dan siswa nondifabel?

Narasumber : Saya kira bergabung dengan yang lain ya, karena tujuan kan merupakan komponen wajib dalam pembelajaran. Jadi ya sama.

Peneliti : Apakah tujuan pembelajaran bisa tercapai untuk siswa difabel maupun anak nondifabel?

Narasumber : Tingkat ketercapaian biasanya tergantung anak. Ketercapaiannya itu rata-rata juga belum maksimal.

....

(penggalan transkrip wawancara dengan guru Bahasa Indonesia)

Walaupun berstatus sebagai sekolah inklusif, semua siswa di MAN Maguwoharjo memang dianggap sama. Tidak ada diskriminasi terhadap siswa difabel. Oleh karena itu, perumusan tujuan pembelajaran pun dibuat sama.

39

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti, guru dan siswa berusaha untuk mencapai tujuan pembelajaran itu. Menurut guru Bahasa Indonesia, selama ini siswa difabel mampu mencapai tujuan pembelajaran walaupun kurang maksimal. Hal tersebut juga terlihat ketika pengamatan berlangsung.

Selama penelitian, terdapat 4 KD yang dipelajari siswa, yaitu KD 10. 1, KD 10. 2, KD 13. 1, dan KD 13. 2. Pada KD 10. 1 yakni mempresentasikan hasil penelitian secara runtut dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar guru dan siswa berupaya mencapai kompetensi tersebut. Upaya yang ditempuh guru dalam KD ini adalah meminta siswa untuk mempresentasikan hasil penelitian yang telah dibuatnya ke depan kelas. Hasil penelitian ini merupakan hasil dari karya ilmiah yang telah dibuat siswa secara berkelompok. Di kelas XI Agama, terdapat tiga kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari tujuh siswa. Pada kelompok satu terdapat seorang siswa difabel tunadaksa dan seorang siswa difabel tunanetra. Pada kelompok dua terdapat seorang siswa difabel tunanetra, sedangkan untuk kelompok tiga tidak ada siswa difabel yang terdapat di kelompok ini. Dalam KD ini, setiap kelompok diwajibkan untuk maju mempresentasikan hasil penelitian mereka. Berikut merupakan gambar siswa difabel tunanetra ketika melakukan presentasi ke depan kelas.

40

Gambar 3: Siswa difabel tunanetra sedang bersiap untuk melakukan

presentasi

Gambar tersebut merupakan gambar ketika kelompok penyaji akan melakukan presentasi. Seorang siswa difabel tunanetra sedang bersiap untuk tampil mempresentasikan hasil dari presentasi kelompok mereka. Ketika melakukan presentasi, siswa difabel pun ikut andil seperti siswa nondifabel. Di kelompok satu siswa difabel tunadaksa itu mampu bertindak sebagai moderator, sedangkan untuk siswa difabel tunanetra dalam kelompok ini hanya menjadi anggota. Di kelompok dua, juga terdapat seorang siswa difabel tunanetra. Dia mampu bertindak sebagai moderator dalam presentasi itu.

KD 10.2 menyampaikan tanggapan presentasi penelitian, guru dan siswa berusaha mencapai kompetensi tersebut. Upaya yang dilakukan guru dalam KD ini adalah meminta siswa untuk memperhatikan kelompok yang sedang maju mempresentasikan hasil penelitian yang berupa karya ilmiah mereka, kemudian guru meminta siswa untuk memberikan tanggapan terhadap apa yang telah disampaikan kelompok tersebut. Tanggapan yang diberikan siswa dilakukan

41

ketika kelompok penyaji telah selesai presentasi. Tanggapan itu mereka ajukan pada saat sesi tanya jawab. Saat kelompok penyaji maju mempresentasikan hasil penelitian mereka, siswa cukup antusias untuk memberika tanggapan. Siswa difabel tunadaksa dan tunanetra juga tampak mengacungkan tangannya untuk memberikan tanggapan.

KD 13.1 mengidentifikasi alur, penokohan, dan latar dalam cerpen yang dibacakan, guru dan siswa berupaya mencapai kompetensi tersebut. Upaya yang dilakukan guru adalah dengan meminta siswa untuk membaca cerpen yang telah dibagikan pada masing-masing meja. Kemudian guru meminta siswa untuk mengidentifikasi alur, penokohan, dan latar dalam cerpen itu. Pada KD 13. 2 menemukan nilai-nilai dalam cerpen yang dibacakan, guru dan siswa juga berupaya untuk mencapai kompetensi tersebut. Upaya yang dilakukan guru hampir sama seperti KD 13. 1, yaitu meminta siswa untuk membaca kembali cerpen yang telah dibagikan, kemudian meminta siswa untuk menemukan nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen tersebut.

Dari beberapa hal tersebut dapat diketahui bahwa siswa dengan bimbingan guru berusaha untuk mencapai kompetensi tersebut. Siswa difabel tunanetra yang memiliki keterbatasan dalam penglihatan pun juga berusaha untuk mencapai kompetensi tersebut dengan selalu andil selama pembelajaran berlangsung. Walaupun mereka tidak seaktif siswa nondifabel, tetapi mereka berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan mereka.

42

b. Materi/Bahan Ajar

Materi pembelajaran yang disampaikan guru sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Guru mempersiapkan materi melalui rencana pembelajaran yang ditulis di RPP dan silabus. Berdasarkan pengamatan, guru cenderung memberikan materi secara singkat dan memberikan waktu lebih untuk praktik. Materi pada setiap KD yang disampaikan juga tidak urut sesuai dengan silabus. Guru menyampaikan materi dengan mengelompokkan materi-materi yang hampir sama menjadi satu. Hal itu disebabkan karena keterbatasan waktu di semester dua yang cenderung lebih singkat.

Penyampaian materi dengan mengelompokkan materi-materi yang berhubungan tentu menjadi pertimbangan bagi guru. Penyampaian materi yang dilakukan oleh guru misalnya dalam KD tentang Karya Ilmiah. Menulis Karya Ilmiah sesuai hasil pengamatan merupakan KD 12, sedangkan mempresentasikan hasil penelitian merupakan KD 10. Akan tetapi, guru tidak menyampaikan materi secara urut. Guru menyampaikan materi KD 12 terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan KD 10, karena kedua Kompetensi Dasar tersebut saling berhubungan dan bisa disampaikan secara berurutan. Jadi ketika siswa melakukan presentasi, mereka mempresentasikan hasil penelitian mereka sesuai dengan karya ilmiah yang ditulis secara berkelompok.

Bahan ajar/buku Bahasa Indonesia yang disediakan di sekolah khususnya untuk siswa difabel tunanetra juga belum tersedia, sehingga materi-materi yang disampaikan guru biasanya hanya diambil dari buku ajar Kompeten Berbahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Erlangga. Akan tetapi, tidak semua siswa

43

memiliki buku ajar itu. Beberapa siswa biasanya meminjam di perpustakaan sekolah. Buku ajar Bahasa Indonesia yang menjadi buku pegangan siswa memang disediakan di sekolah, dan jumlahnya juga cukup banyak. Selain itu, guru juga sering mengambil materi dari internet ataupun majalah/surat kabar. Seperti pada KD Cerpen, guru mengambil cerpen dari surat kabar sebagai materi dalam pembelajaran.

c. Metode Pembelajaran

Berdasarkan wawancara, analisis dokumen yang berupa RPP, dan pengamatan yang dilakukan selama pembelajaran di kelas, guru menggunakan metode ceramah, presentasi, tanya jawab, penugasan, dan diskusi, sedangkan metode tambahan yang dikhususkan untuk siswa difabel tunanetra adalah metode asuhan sebaya. Pemilihan metode ini disesuaikan dengan SK dan KD yang dipelajari. Sebelumnya, guru juga telah merencanakan metode ini dalam RPP. Akan tetapi metode asuhan sebaya tidak ditulis oleh guru dalam RPP, sedangkan dalam wawancara maupun pengamatan metode asuhan sebaya ini memang digunakan saat pembelajaran.

1) Ceramah

Metode ceramah merupakan metode tradisional yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan materi kepada siswa. Melalui metode ini, pembelajaran hanya terpusat kepada guru. Siswa hanya sebagai pendengar dan penerima informasi saja. Walaupun demikian, metode ini sangat membantu siswa difabel tunanetra, karena siswa difabel tunanetra hanya bisa memaksimalkan indra

44

pendengarnya ketika pembelajaran berlangsung. Beberapa siswa nondifabel cenderung bosan dengan metode ceramah yang dilakukan oleh guru. Akan tetapi metode ini tetap digunakan oleh guru, karena metode ini diyakini mampu menjadi metode yang efektif untuk membantu siswa difabel tunanetra dalam memahami materi pelajaran.

2) Presentasi

Presentasi dilakukan oleh siswa secara berkelompok. Metode presentasi dipilih oleh guru sesuai dengan KD yang akan dipelajari. Pada saat pengamatan, metode presentasi digunakan pada KD 10.1 mempresentasikan hasil penelitian secara runtut dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Berikut merupakan dokumentasi siswa saat melakukan presentasi ke depan kelas.

Gambar 4: Siswa melakukan presentasi ke depan kelas

Melalui presentasi, siswa dapat lebih aktif dalam pembelajaran. Ketika melakukan presentasi, siswa difabel pun juga ikut andil seperti siswa nondifabel. Siswa difabel ikut presentasi dengan baik. Di kelompok satu siswa difabel

45

tunadaksa itu mampu bertindak sebagai moderator, sedangkan untuk siswa difabel tunanetra dalam kelompok ini hanya menjadi anggota. Di kelompok dua, juga terdapat seorang siswa difabel tunanetra. Dia mampu bertindak sebagai moderator dalam presentasi itu.

3) Tanya Jawab

Metode tanya jawab digunakan oleh guru setelah guru menggunakan metode ceramah. Setelah guru menyampaikan materi, guru bertanyajawab dengan siswa. Ketika guru melemparkan pertanyaan, siswa selalu meresponnya. Metode tanya jawab ini dilakukan oleh guru pada KD 13.1 mengidentifikasi alur, penokohan, dan latar dalam cerpen yang dibacakan dan KD 13.2 menemukan nilai-nilai dalam cerpen yang dibacakan. Pada KD 13.1 mengidentifikasi alur, penokohan, dan latar, mula-mula guru menyampaikan materi unsur-unsur intrinsik dalam cerpen. Setelah itu guru bertanyajawab mengenai materi tersebut. Hal tersebut juga dilakukan guru pada KD 13.2 menentukan nilai-nilai dalam cerpen yang dibacakan. Mula-mula guru menjelaskan mengenai nilai-nilai yang biasanya ada dalam cerpen, kemudian guru dan siswa bertanyajawab mengenai materi itu. 4) Penugasan

Metode penugasan diterapkan pada KD 13.1 mengidentifikasi alur, penokohan, dan latar dalam cerpen yang dibacakan dan KD 13.2 menemukan nilai-nilai dalam cerpen yang dibacakan. Pada KD 13.1 mengidentifikasi alur, penokohan, dan latar, mula-mula guru memberikan materi mengenai cerpen yang meliputi unsur-unsur intrinsik. Kemudian guru membagikan cerpen dan meminta

46

siswa untuk membacanya. Melalui cerpen tersebut, guru memberikan penugasan kepada siswa untuk mencari unsur-unsur intrinsik yang ada dalam tersebut.

Sama halnya dengan KD 13.1, pada KD 13.2 menemukan nilai-nilai dalam cerpen yang dibacakan mula-mula guru memberikan materi mengenai nilai-nilai dalam cerpen. Kemudian dari cerpen yang telah dibaca siswa, guru memberikan penugasan kepada siswa untuk mencari nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen itu. Dari penugasan yang telah diberikan oleh guru, kegiatan yang dilakukan adalah membahas tugas tersebut secara bersama-sama. Pada metode penugasan ini, siswa difabel tunanetra bekerjasama dengan temannya untuk mengerjakan tugas dari guru.

5) Diskusi

Selama pengamatan berlangsung, diskusi yang dilakukan adalah diskusi dalam kelompok kecil. Diskusi hanya dilakukan dengan teman sebangku. Siswa saling memberikan pendapat sesuai dengan pemahaman mereka. Dalam diskusi tersebut, siswa difabel tunanetra juga berdiskusi dengan teman sebangkunya. Walaupun mereka memiliki keterbatasan penglihatan, tetapi mereka juga mampu memberikan pendapat mereka sesuai dengan apa yang mereka pahami.

Diskusi ini dilakukan pada saat guru memberikan tugas kepada siswa mengenai cerpen. Guru meminta siswa untuk berdiskusi dengan teman sebangkunya untuk mengidentifikasi alur, penokohan, dan latar dalam cerpen yang telah dibagikan oleh guru. Selain itu, diskusi juga dilakukan saat guru meminta siswa untuk mencari nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen tersebut.

47

6) Asuhan Sebaya

Metode asuhan sebaya dilakukan oleh siswa nondifabel kepada siswa difabel tunanetra. Metode ini hampir sama dengan metode tutor sebaya. Dalam metode tutor sebaya biasanya siswa yang dianggap pandai akan menjadi tutor atau pengajar bagi teman-temannya. Akan tetapi untuk metode asuhan sebaya, siswa siswa nondifabel akan membantu mengasuh siswa difabel tunanetra. Metode asuhan sebaya ini tidak hanya dilakukan saat pembelajaran di kelas, tetapi juga di luar jam sekolah. Berikut merupakan contoh metode asuhan sebaya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.

Gambar 5: Siswa difabel tunadaksa sedang membacakan cerpen untuk siswa

difabel tunanetra

Cara yang digunakan dalam metode ini adalah siswa nondifabel membantu siswa difabel tunanetra dalam belajar, seperti pada gambar di atas. Dalam gambar tersebut, seorang siswa difabel tunadaksa sedang membacakan cerpen untuk siswa difabel tunanetra. Biasanya siswa yang membantu belajar siswa difabel tunanetra

48

saat di kelas adalah teman sebangkunya. Akan tetapi, biasanya siswa nondifabel dalam kelas tersebut secara bergantian duduk dengan siswa difabel tunanetra. Jadi siswa difabel tunanetra tidak hanya duduk dengan teman yang sama pada setiap harinya. Pada dasarnya tugas untuk membantu siswa difabel tunanetra tidak hanya dibebankan pada teman sebangkunya saja, tetapi semua siswa di sekolah tersebut. Dokumentasi lain mengenai metode asuhan sebaya adalah sebagai berikut.

Gambar 6: Metode asuhan sebaya pada saat guru memberikan penugasan kepada siswa

Gambar di atas merupakan gambar saat siswa sedang mendapatkan penugasan dari guru. Siswa difabel tunanetra sedang bekerjasama dengan teman sebangkunya untuk mengerjakan penugasan yang diberikan oleh guru. Penugasan tersebut adalah mengerjakan soal yang ada di buku ajar Kompeten Berbahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Erlangga untuk persiapan ujian kenaikan kelas. Mereka saling berdiskusi satu sama lain.

49

Pada saat itu, siswa difabel tunanetra kembali duduk besebelahan dengan siswa difabel tunadaksa. Saat mengerjakan penugasan dari guru, siswa difabel tunadaksa membantu siswa difabel tunanetra. Siswa difabel tunadaksa membacakan soal yang ada di buku ajar. Pada pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, siswa difabel tunanetra juga ikut berfikir dalam menjawab soal-soal tersebut. Mereka saling berdiskusi dan mengerjakan bersama.

Hal yang menarik adalah ketika mengerjakan soal mengenai daftar pustaka. Siswa difabel tunadaksa tersebut justru merasa kesulitan dan masih bingung mengenai penulisan daftar pustaka. Siswa difabel tunadaksa pun sempat bertanya mengenai penulisan daftar pustaka kepada peneliti. Akan tetapi, peneliti tidak langsung menjawabnya, karena di sini peneliti hanya sebagai pengamat pembelajaran tanpa peran serta. Peneliti hanya meminta siswa difabel tundaksa untuk mengingat kembali mengenai cara penulisan daftar pustaka yang benar. Siswa difabel tunanetra yang duduk bersebelahan dengan siswa difabel tunadaksa tersebut justru ikut membantu menjawab kesulitan siswa difabel tundaksa mengenai penulisan daftar pustaka. Siswa difabel tunanetra juga sempat bertanya kepada peneliti apakah jawaban yang diberikan benar atau tidak. Ternyata memang jawaban yang diberikan oleh siswa difabel tunanetra itu benar. Hal ini juga dapat dibuktikan melalui melalui penggalan catatan lapangan berikut.

.... Beberapa siswa mengalami kesulitan, ada yang bertanya kepada guru dan ada juga yang bertanya kepada peneliti. Guru menghampiri setiap siswa yang bertanya dan berusaha membantu mereka. Seorang siswa tunadaksa bertanya kepada peneliti mengenai penulisan daftar pustaka, dan salah seorang siswa tunanetra justru ikut membantu menjawab kesulitan seorang siswa tunadaksa itu. ....

50

d. Media Pembelajaran

Berdasarkan hasil pengamatan dalam pembelajaran, guru menggunakan media visual dan media cetak. Media yang dikhususkan guru untuk siswa difabel tunanetra yaitu komputer atau laptop yang telah didukung dengan aplikasi khusus bagi penyandang tunanetra, seperti JAWS atau NVDA.

Sekolah telah memberikan fasilitas di setiap kelas berupa layar LCD, proyektor, dan speaker, sehingga guru bisa memanfaatkannya sebagai media dalam pembelajaran. Akan tetapi, pada praktiknya guru tidak memanfaatkan media audio ataupun audiovisual dengan memutarkan vidio atau hal sejenis lainnya dengan memanfaatkan speaker yang ada di kelas. Guru hanya memanfaatkan media visual dan media cetak saja.

Media visual yang digunakan dalam pembelajaran berupa slide dalam bentuk microsoft word dan power point dengan memanfaatkan layar LCD. Penggunaan media visual dengan bantuan LCD terlihat pada gambar berikut.

51

Guru memanfaatkan media visual berupa slide dalam bentuk microsoft word nampak pada saat guru menjelaskan mengenai materi cerpen. Guru menampilkan hal-hal yang berkaitan dengan cerpen kemudian guru juga menampilkan penggalan-penggalan cerpen yang berjudul “Kado Istimewa” dan “Jilbab”. Media visual yang berupa slide dalam bentuk power point digunakan oleh siswa ketika mereka melakukan presentasi. Slide power point itu digunakan untuk mempermudah siswa ketika melakukan presentasi di depan kelas.

Media cetak yang digunakan yaitu buku ajar dan teks cerpen yang bersumber dari surat kabar. Buku ajar ini juga sekaligus menjadi sumber belajar bagi siswa. Teks cerpen yang digunakan sebagai media pembelajaran merupakan

teks cerpen yang berjudul “Tangan di Atas Lebih Baik daripada Tangan di Bawah”. Teks ini merupakan teks yang dibagikan oleh guru kepada siswa. Melalui teks tersebut guru meminta siswa untuk membaca dan memahami isi dari teks cerpen itu. Melalui teks tersebut, siswa juga diminta untuk mencari unsur-unsur intrinsik dan nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen itu.

Dalam memanfaatkan media visual dan media cetak itu, siswa difabel tunanetra tidak bisa menggunakan media tersebut secara langsung. Siswa difabel tunanetra tetap menerima informasi dari media visual dan media cetak itu dengan memaksimalkan pendengarannya. Ketika guru menayangkan materi atau penggalan cerpen melalui media visual, siswa difabel tunanetra mendengarkan apa yang disampaikan guru. Guru juga meminta siswa nondifabel secara berurutan untuk membacakan penggalan cerpen satu per satu.

52

Speaker yang telah disediakan di setiap ruang kelas pun tidak digunakan guru untuk mendukung pembelajaran. Jika guru mampu memanfaatkan media audio dengan memanfaatkan speaker tersebut, maka pembelajaran pun akan terasa lebih menyenangkan. Hal itu juga lebih efektif untuk membantu siswa difabel tunanetra dalam belajar. Dalam memanfaatkan media cetak yang berupa buku ajar atau teks cerpen, siswa difabel tunanetra juga tetap memaksimalkan pendengarannya. Siswa difabel tunanetra dibantu teman sebangkunya untuk memahami materi atau isi dari cerpen tersebut. Teman sebangku dari siswa difabel tunanetra itu membacakan cerpen yang telah dibagikan oleh guru, dan siswa difabel tunanetra mendengarkannya dengan seksama.

MAN Maguwoharjo juga telah menyediakan komputer yang didukung dengan aplikasi khusus bagi siswa difabel tunanetra yang berupa JAWS atau NVDA. Tidak semua komputer dilengkapi dengan aplikasi tersebut, tetapi hanya beberapa saja. Pada dasarnya, siswa difabel tunanetra juga telah memiliki laptop masing-masing. Laptop mereka juga telah dilengkapi dengan aplikasi JAWS ataupun NVDA. Seperti yang dikemukakan oleh seorang siswa difabel tunanetra saat diwawancarai oleh peneliti. Berikut merupakan penggalan transkrip wawancara tersebut.

....

Peneliti : Apakah ada aplikasi khusus untuk laptop bagi penyandang difabel tunanetra?

Narasumber : Iya, ada JAWS, ada satunya itu NVDA.

Peneliti : Bagaimana sistem pengoperasian aplikasi tersebut?

Narasumber : Jadi, aplikasi itu membacakan apa yang ada di screen itu.

53

sementara ini aplikasinya belum ada, belum ada yang bisa menarasikan grafik. Tapi kalau yang kayak tabel itu bisa.

....

(penggalan transkrip wawancara dengan siswa difabel tunanetra 2)

Aplikasi JAWS ataupun NVDA menjadi salah satu alternatif pemecahan bagi penyandang tunanetra untuk bisa belajar melalui laptop ataupun komputer. JAWS merupakan kependekan dari Job Access With Speech, sedangkan NVDA merupakan kependekan dari NonVisual Desktop Access. Kedua aplikasi ini merupakan perangkat lunak yang bisa diunduh di internet. Setelah aplikasi ini diunduh, maka aplikasi ini harus diinstal terlebih dahulu pada komputer ataupun laptop. Jika aplikasi ini sudah terinstal, maka program di laptop ataupun komputer secara otomatis bisa digunakan bagi penyandang tunanetra.

Fungsi aplikasi JAWS dan NVDA itu adalah sebagai screen reader atau pembaca layar. Aplikasi ini akan mengubah tulisan yang ada di laptop maupun komputer menjadi suara/audio. Laptop ataupun komputer yang sudah didukung dengan aplikasi ini secara otomatis akan menyuarakan tulisan dengan mengikuti ke mana arah kursor itu. Dengan demikian, siswa difabel tunanetra bisa belajar dengan mudah melalui laptop mereka.

54

Gambar 8: Siswa difabel tunanetra sedang belajar melalui laptop

Pada gambar tersebut, siswa difabel tunanetra sedang belajar melalui laptop yang telah dididukung dengan aplikasi JAWS. Saat itu, dia sedang belajar dengan siswa nondifabel. Siswa difabel tunanetra tersebut bisa dengan mudah belajar melalui laptopnya. Seperti yang telah dikemukakan pada penggalan wawancara dengan siswa difabel tunanetra, melalui aplikasi semua tulisan maupun tabel yang ada di layar dapat terbaca dengan mengikuti arah ke mana kursor itu digerakkan. Akan tetapi, aplikasi ini belum bisa membaca grafik. Jika ada grafik yang berada pada layar laptop ataupun komputer, maka siswa difabel tunanetra biasanya meminta bantuan temannya untuk menjelaskan isi dari grafik itu.

Keuntungan lain dari media laptop bagi siswa difabel tunanetra adalah jika ada tugas dari guru mereka sudah tidak perlu lagi menulisnya dengan huruf

Dokumen terkait